KONSEP MUDHARABAH
Antara Kajian Fiqh dan Penerapan Perbankan
Abstract: This article tries to study how the concept of mudharabah in classical
Islamic legal theories implemented in Islamic monetary institution, especially
Islamic banking. Using library research, this study shows that there exists
discrepancy between the concept of mudharabah in classical Islamic books and its
implementation in Islamic banking. The discrepancy indicates that the door of
ijtihad is still widely open in contemporary Islamic law. The prudential principle
necessitates Islamic banking to contextualize the classical concept of mudharabah
in contemporary socio-cultural situation.
Kata Kunci: Mudharabah, Fiqh, Bank Syariah, Surplus unit, deficit unit.
pengusaha mengenai jangka waktu agama, bukan saja pada agama Islam,
mudharabah, dengan catatan apabilah melainkan juga oleh agama samawi
salah satu pihak ingin mengundurkan lainnya. (2) dari aspek ekonomi,
diri dari ikatan kontrak harus terlebih penyerahan risiko usaha terhadap salah
dahulu memberitahu yang lainnya.7 satu pihak dinilai melanggar norma
keadilan. Dalam jangka panjang sistem
5. Nisbah keuntungan
perbankan konvensional akan
Nisbah keuntungan merupakan menyebabkan penumpukan kekayaan
rukun khas yang ada pada akad pada segelintir orang yang memiliki
mudharabah, hal inilah yang mem- kapital besar.
bedakannya dengan akad-akad yang Lembaga keuangan syariah
lain. Nisbah ini merupakan bagian yang menerapkan sistem bagi hasil sebagai
akan diperoleh oleh masing-masing landasan operasionalnya dengan meka-
pihak yang berkontrak. Penetapan nisme pen-dapatan bagi hasil berlaku
nisbah dilakukan diawal dan untuk produk-produk penyertaan, baik
dicantunkan dalam akad. Dalam proses penyertaan menyeluruh maupun
tersebut, boleh jadi terjadi tawar sebagian sebagai bentuk bisinis
menawar dan negosiasi pembagian koorporasi (kerjasama). Pihak-pihak
nisbah. Negosiasi dilakukan dengan yang terlibat dalam ke-pentingan bisnis,
prinsip musyawarah dan antaradin harus melakukan transparansi dan
minkum (saling ridha). kemitraan secara baik dan ideal. Sebab
6. Bentuk Mudharabah semua pengeluaran dan pemasukan rutin
yang berkaitan dengan bisnis
Dalam kajian fiqh klasik, bentuk penyertaan, bukan untuk kepentingan
mudharabah yang dijalankan dalam pribadi yang menjalankan proyek. Itulah
akad dilakukan dengan modus pem- sebabnya, sebagian besar pembiayaan
biayaan/ investasi langsung (direct bisnis dalam suatu per-ekonomian Islam
financing), dimana shahibul maal akan berbentuk penyertaan modal di
bertindak sebagai surplus unit mana penyedia dana (financier/finance
melakukan investasi langsung kepada provider) akan berbagi hasil rugi atau
mudharib yang bertindak sebagai deficit untung dari aktivitas bisnis yang
unit. Ciri dari model mudha-rabah ini dibiayainya. Pembiayaan demikian tidak
adalah, biasanya hubungan antara saja akan mendistribusikan ke-untungan
shahibul maal dengan mudharib pada investasi total antara penyedia dana
merupakan hubungan personal dan dan pelaku bisnis (enterpreneur/ finance
langsung serta transaksi dilandasi saling user) secara adil, tetapi juga akan
kepercayaan (amanah).8 mentransfer saham risiko investasi yang
D. Sistem Penerapan Konsep fair kepada penyedia dana dan bukan
Mudharabah pada Perbankan meletakkan keseluruhan beban pada
Syariah pundak pelaku bisnis.
Adapun bentuk-bentuk usaha
Sejarah berdirinya perbankan mudharabah pada bank syari’ah berupa:
dengan sistem bagi hasil didasarkan a. Pada Bank Umum Berdasarkan
pada 2 (dua) alasan utama, yaitu: (1) Prinsip-prinsip Syari’ah:
adanya pandangan bahwa bunga - Menghimpun dana dari masya-rakat
(interest) pada bank konvensional berupa simpanan dalam bentuk
hukumnya haram karena termasuk tabungan, deposito, atau bentuk
dalam kategori riba yang dilarang dalam
82 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, Januari 2010, hlm 77-85
informasi yang tidak diketahui oleh dengan prosentase bukan dengan nilai
bank. Pada saat yang sama juga timbul nominal suatu mata uang. Nisbah itu
moral hazard dari pihak mudharib, yaitu ditentukan berdasarkan kesepakatan
pihak mudharib akan melakukan hal-hal sebelum akad dan setelah melalui proses
yang hanya menguntungkan mudharib negosiasi dan tawar menawar. Nisbah
dan merugikan shahib al-mal. (bank inilah yang menajdi indikator dalam
syariah).10 penentuan pembagian ke-untungan
untuk masing-masing pihak yang
Untuk itu, tugas mudharib dalam
berkontrak. Akan tetapi apabilah usaha
menjalankan usaha meliputi pengelo-
yang dijalankan dengan kontrak
laan, penyimpanan, dan pemasaran,
mudharabah mengalami kerugian, maka
sehingga mudharib harus memanajerial
pembagian kerugian didasarkan atas
dengan baik dan teliti atas modal yang
porsi modal masing-masing. Karena
dipercayakan kepadanya.11 Mudharib
shahibul maal menanggung modal
menjamin dalam mengelola barang
sepenuhnya, maka secara otomatis akan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang
kehilangan modal, sedangkan mudharib
telah disepakati dalam pembiayaan
memberikan porsi tenaga, waktu, dan
mudharabah. Ia bertanggung-jawab
fikiran, maka secara otomatis akan
untuk menanggung segala kerugian yang
mengalami kerugian pada hal tersebut.
disebabkan oleh kesalahannya sendiri
Adanya perbedaan dalam mengukur
yang menyimpang dari prosedur
pembagian keuntungan dan kerugian,
penentuan kontrak. Pihak bank tidak
disebabkan karena adanya perbedaan
menanggung kerugian yang disebakan
kemampuan untuk menanggung
oleh kesalahan pihak mudharib.
kerugian diantara kedua belah pihak.
Singkatnya, mudharib harus tunduk
terhadap segala persyaratan yang telah Kenyataan menunjukkan bahwa
ditentukan dalam kontrak yang berkaitan proses tawar menawar dan negosiasi
dengan pengelolaan usaha. Pelaksanaan pembagian nisbah hanya dilakukan
tersebut umumnya diawasi oleh pihak terhadap deposan/investor dengan
bank. jumlah dana besar, karena mereka
memiliki daya tawar yang relatif tinggi,
Kontrak mudharabah yang tidak
sehingga dapat diberikan spesial nisbah.
menghasilkan keuntungan, maka pihak
Sedangkan terhadap deposan kecil,
mudharib tidak mendapatkan upah dari
biasanya tawar-menawar tidak terjadi,
pekerjaannya. Dan pihak bank
akan tetapi pihak bank yang
menanggung kerugian tersebut
menawarkan nisbah yang telah jadi,
sepanjang tidak terbukti bahwa
sehingga deposan boleh setuju atau
mudharib tidak menyelewengkan dana
tidak.12
dan bukan karena kesalahan dalam
memanejerial. Namun jika terbukti Sedangkan penerapan akad
akibat kecerobohan dari pihak mudharabah pada perbankan memakai
mudharib, maka ia harus menanggung modus indirect financing, dalam hal ini
kerugian itu. Dalam kasus tersebut, bank akan bertindak sebagai pihak
barang jaminan yang dijadikan sarana ketiga yang menjadi sebagai
pertanggungjawaban harus diberikan intermediary antara shahibul maal
kepada bank. dengan mudharib. Proses kerjanya, yaitu
bank menerima dana-dana dari pihak
Nisbah keuntungan antara shahi-bul
deposan (shahibul maal) sebagai sumber
maal dengan mudharib ditentukan
84 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, Januari 2010, hlm 77-85
4
Bank Muamalat, Laporan Tahunan Suhendi, 2004.
Annual Report, 2008 5
Lihat, Wahbah Az-Zuhaily, Fiqh Islam wa
Adillatuhu, Jilid V
Catatan akhir:
6
Ibid.
1
Lihat, Mustafa Edwin Nasution, dkk, 7
Lihat, Abdullah Saeed, Bank Islam dan
Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Cet. I; Bunga, Studi Kritis dan Interpretasi
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006)h, Kontemporer tentang Riba dan Bunga, Cet. II ;
292. dari data tersebut diatas, bila dibandingkan Yokyakarta: 2004, h.96
dengan pembiayaan kredit yang kucurkan oleh 8
Lihat, Adiwarrman Karim, Bank Islam
perbankan nasional, maka Loan to Deposit Ratio Analisis Fiqih dan Keuangan, (Cet. I; Jakarta:
(LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR) PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.
perbankan syariah yang mencapai 97,8 persen
9
masih lebih baik ketimbang FDR perbankan Lihat. ibid.
nasional yang hanya 63,11 persen. Sedangkan 10
Lihat, Adiwarman Karim, Bank Islam
Non Performing Loan atau Non Performing Analisis Fiqih dan Keuangan, (Cet. I; Jakarta :
Financing perbankan syariah hanya berkisar 2,8 PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 202
persen, masih lebih rendah dari NPL perbankan
11
nasional yang mencapai sekitar 7,9 persen. Lihat. Abd. Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh al
2
Madzahib al-Arba’ah, Jilid. III (Cet. I; Beirut:
Lihat. Muhammad, M.Ag., Kebijakan Daar al-Kutub, 1990, h.
Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, (Cet. 12
I; Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 69 Lihat. Adiwarman Karim, M.B.A, Bank
Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi II:
3
Lihat, Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, hal. 197
Syariah Dari Teori ke Praktik, (Cet. IV; Jakarta: 13
Ibid, h. 198
Gema Insani Press, 2002), h. 95