Disusun Oleh:
Kelompok 6:
Bara Laurentza (06101381621039)
Gabri Ela Monica (06101381621050)
Ribka Abigael (06101181924007)
Siska Putri (06101281924028)
Yunia Arum Hariyanti (06101181924001)
Prodi : Pendidikan Kimia 2019
Dosen Pembimbing: Dra. Sani Safitri
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Kata Pengantar
Penulis
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1 Pengertian Otonomi Daerah....................................................................3
2.2 Sejarah Otonomi Daerah.........................................................................3
2.3 Dasar Hukum Otonomi Daerah...............................................................7
2.4 Tujuan Pelaksanaan Otonomi Daerah.....................................................10
2.5 Konsep Otonomi Daerah.........................................................................11
2.6 Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah........................................11
2.7 Manfaat Pelaksanaan Otonomi Daerah...................................................13
2.8 Asas-Asas Otonomi Daerah....................................................................14
2.9 Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia..............................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 1887, anggota parlemen yang juga pengusaha perkebunan tembakau
sukses di Deli, Sumatra Utara, J. Th. Cremer mengatakan unsur swasta sebagai
pemberi saran dan pemantau haruslah dipandang penting dalam desentralisasi. Dia
meyakini, apa yang baik bagi kehidupan usaha di Hindia Belanda akan baik pula bagi
kehidupan seluruh penduduk di negeri itu.
b. Pembaruan Pemerintahan
Dominasi orang Eropa dan pejabat pemerintahan dalam dewan lokal membuat
Simon de Graaf, direktur pemerintahan dalam negeri di Batavia, cemas. “Kini
pembaruan dalam pemerintah semakin mendesak disebabkan kekhawatiran akan
timbulnya oligarki, mengingat keikutsertaan penduduk dalam urusan pemerintahan
terbatas pada segelintir orang pemimpin di tingkat politik tertinggi,” tulis Elsbeth
Locher-Scholten dalam Etika yang Berkeping-keping.
Pada 1 Januari 1926, diresmikan Provinsi Jawa Barat yang melebur empat
keresidenan: Banten, Batavia, Bandung, dan Cirebon. Pada 1 Januari 1929 diresmikan
Provinsi Jawa Timur, dan setahun kemudian Provinsi Jawa Tengah. Di setiap provinsi
akan dibentuk dewan provinsi. Di tiga provinsi tersebut kemudian dibentuk
kabupaten (regentschaps) dengan dewan kabupaten. Di daerah-daerah otonom luar
Jawa-Madura masih berlaku UU Desentralisasi 1903, dan baru berubah tahun 1937
dan 1938.
Baru pada 1995 terbit Peraturan Pemerintah No. 8/1995 di mana pemerintah
pusat menyerahkan sebagian urusan pemerintahan kepada 26 Daerah Tingkat II
Percontohan. Kebijakan ini dijadikan tonggak dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Sehingga pada 7 Februari 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden
No. 11/1996 yang menetapkan tanggal 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah.
Di Indonesia, yang dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah antara lain adalah
:
Menurut UUD tahun 1945, terdapat dua nilai dasar pelaksanaan desentralisasi
dan otonomi daerah, yaitu :
a. Nilai Unitaris. Nilai ini diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
memiliki kesatuan pemerintahan yang lain di dalamnya yang bersifat negara. Hal ini
berarti bahwa kedaulatan yang terdapat pada rakyat, bangsa dan negara Indonesia
tidak akan terbagi diantara kesatuan-kesatuan pemerintahan.
Dengan melihat kedua nilai dasar tersebut di atas, maka bisa diartikan bahwa
pembentukan daerah otonom dan pelimpahan sebagian wewenang atau kekuasaan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah guna mengatur serta mengurus
kekuasaan serta kewenangan tersebut menjadi pusat penyelenggaraan desentralisasi di
Indonesia.
c. Pemerintah lokal atau daerah bisa lebih berdaya guna dan kreatif
1. Jika dilihat dari segi politik, Daerah Kabupaten dianggap kurang memiliki
fanatisme kedaerahan. Hal tersebut dapat meminimalisasi terjadinya gerakan
separatisme serta peluang berkembangnya aspirasi federalis.
Atas dasar-dasar tersebut, maka prinsip otonomi yang dianut oleh pemerintah
adalah :
c. Dinamis, dimana otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan agar lebih maju
dan lebih baik.
b. Otonomi daerah dilaksanakan pada otonomi luas, nyata, dan bertabggung jawab
g. Otonomi daerah dilaksakana agar peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik
sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas, maupun fungsi anggaran atas
pelaksanaan pemerintahan daerah menjadi lebih meningkat
e. Adanya representasi yang lebih luas dari golongan politik, stnis, maupun
keagamaan di dalam perencanaan pembangunan yang kemudian hal tersebut
dapat memperluas kesamaan dalam mengalokasikan sumber daya dan investasi
dari pemerintah
f. Terciptanya peluang untuk meningkatkan kapasitas teknis maupun managerial
bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga individu dan masyarakat di daerah
j. Kegiatan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh elite lokal yang
seringkali tidak memihak terhadap program-program nasional serta tidak sensitif
terhadap kebutuhan masyarakat miskin di daerah pedesaan akan semakin
meningkat.
m. Stabilitas politik dan kesatuan nasional akan menjadi semakin mantap, yaitu
dengan memberikan peluang bagi berbagai golongan masyarakat di daerah untuk
ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan secara langsung. Dengan
demikian kepentingan mereka dalam memelihara sistem politik akan lebih
meningkat.
n. Persediaan barang-barang dan jasa di tingkat lokal akan semakin meningkat yang
diiringi dengan biaya yang jauh lebih rendah.
2.8 Asas Otonomi Daerah
1. Asas Desentralisasi
2. Asas Dekonsentrasi
Sama halnya dengan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi memiliki makna yaitu
pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah atau dari
badan otonom yang memiliki wewenang lebih tinggi ke badan otonom yang
wewenangnya lebih rendah. Hanya saja dalam dekonsentrasi, pendelegasian
wewenang hanya pada sektor administrasi, tidak ada pendelegasian wewenang dalam
sektor politik seperti pada desentralisasi dan wewenang politik berada di tangan
pemerintah pusat. Maka dari itu, pada dekonsentrasi, badan otonom yang diserahi
wewenang hanya dapat melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan
dari pemerintah pusat.
f. UU No. 5 tahun 1974 tentang desa secara lugas menyatakan, tugas pembantuan
ialah tugas untuk ikut serta dalam menjalankan urusan pemerintahan yang
ditugaskan kepada perangkat desa oleh pemerintah pusat atau perangkat daerah
tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskannya.
Tugas pembantuan dari pengertian yang ditegaskan dalam UU No. 5 tahun 1974
tentang desa, mengandung unsur-unsur:
a) Ada urusan pemerintahan dari satuan pemerintahan tingkat lebih atas yang harus
dibantu pelaksanaannya oleh pemerintahan daerah,
b. Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan karena dalam
tugas pembantuan terkandung unsur otonomi, daerah punya cara-cara sendiri
melaksanakan tugas pembantuan.
Memang tidak ada sistem yang tidak memiliki kekurangan. Semua pasti
memiliki kekurangan serta kelebihannya masing-masing. Yang perlu diusahakan
adalah bagaimana cara untuk meminimalisir kekurangan dari sistem itu sendiri.
Seperti halnya sistem otonomi daerah, untuk membuatnya menjadi semakin efektif,
makan diperlukan adanya perbaikan mental agar tidak terjadi kecurangan serta
penyelewengan dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, tujuan utama dari otonomi
daerah yaitu untuk mengusahakan serta mewujudkan kesejahteraan rakyat dapat
terlaksana dengan baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Otonomi Daerah adalah kewenangan, hak, serta kewajiban yang dimiliki oleh
suatu daerah otonom dalam mengatur serta melaksanakan sendiri urusan
pemerintahan maupun kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Perlu segera diadakan penelitian, tindakan dan evaluasi, khususnya dalam upaya
untuk menindak lanjuti berbagai peraturan perundangan yang dikeluarkan
menyangkut terlaksananya Otonomi daerah, sehingga pelaksaan Otonomi daerah
baik menyangkut kelembagaan, kewenangan dan tanggung jawab aparatur
maupun sumber-sumber pembiayaan dan sarana serta prasarana pendukung
lainnya benar-benar dipastikan telah ideal dan sesuai dengan aspirasi, tuntutan
dan kebutuhan Daerah Otonom