PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut
didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Larutan
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Di alam
kebanyakan reaksi berlangsung dalam larutan air, tubuh menyerap mineral,
vitamin dan makanan dalam bentuk larutan.Sejalan dengan pesatnya
perkembangan penelitian di bidang obat, saat ini tersedia berbagai pilihan
obat, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat
untuk mengobati suatu penyakit, kelarutan sangat besar pengaruhnya
terhadap pembuatan obat dimana bahan-bahan dapat dicampurkan menjadi
suatu larutan sejati, larutan koloid, dan dispersi kasar.
Data kelarutan suatu zat dalam air sangat penting untuk diketahui
dalam pembuatan sediaan farmasi. Sediaan farmasi cairan seperti sirup,
eliksir, obat tetes mata, injeksi dan lain-lain dibuat dengan menggunakan
pembawa air. Bahkan untuk sediaan obat lainnya seperti suspensi, tablet
atau kapsul yang diberikan secara oral, data ini tetap diperlukan karena
didalam saluran cerna obat harus dapat melarut dalam cairan saluran cerna
yang komponen utamanya adalah air agar dapat diabsorpsi.
Pada umumnya obat baru dapat diabsorpsi dari saluran cerna dalam
keadaan telarut kecuali kalau transport obat melalui mekanisme pinositosis.
Oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati
suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya di dalam air.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu adalah
suhu, pH, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielektrik
bahan pelarut dan penambahan surfaktan.
Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat
mengetahui dan dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang
paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi
kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan
farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai
standar atau uji kelarutan.
Koefisien distribusi adalah suatu perbandingan dimana suatu
senyawa terdistribusi ke dalam senyawa yangtidak saling bercampur,
dimana hal ini berrgantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut
dan senyawa terlarut (Martin, 1990).
Dalam praktikum kali ini akan dilakukan percobaan untuk
menentukan kelarutan dan koefisien distribusi dengan menggunakan sampel
asam borat dan paracetamol.
1.2 Maksud Dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien distribusi dari
suatu bahan obat.
1.2.2 Tujuan percobaan
a) Mahasiswa dapat mengetahui tingkat kelarutan asam borat dan dapat
menentukan pengaruh temperatur pada kelarutan asam borat.
b) Mahasiswa dapat menetapkan koefisien distribusi paracetamol pada pelarut
yang tidak saling bercampur.
1.3 Manfaat Percobaan
a) Agar mahasiswa dapat mengetahui tingkat kelarutan asam borat dan dapat
menentukan pengaruh temperatur pada kelarutan asam borat.
b) Agar mahasiswa dapat menetapkan koefisien distribusi paracetamol pada
pelarut yang tidak saling bercampur.
1.4 Prinsip Percobaan
Penentuan kelarutan dari asam borat baik pada suhu kamar dan suhu panas
dilakukan dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang
residu zat yang tidak larut dalam pelarut dan penentuan koefisien distribusi
paracetamol dalam pelarut air dan minyak berdasarkan perbandingan kelarutan
suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N yang ditandai dengan perubahan warna menjadi warna ungu
dengan menggunakan indikator fenolftalein.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Kelarutan
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut bdalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi, 2003).
Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang
praktis dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan
dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer, perubahan yang sedikit dari tekanan
atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting
adalah perubahan kelarutan dengan suhu (Svehla, 1979).
Kelarutan yang pada angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Istilah-
istilah dalam kelarutan sebagai berikut (Anief, 2003):
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 –10
Larut 10 – 30
Agak sukar larut 30 – 100
Sukar larut 100 – 1000
Sangat sukar larut 1000 – 10000
Praktis tidak larut Lebih dari 10000
Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan lemah,
tidak berbau, stabil di udara
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
Kegunaan : Indikator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum kelarutan dan koefisien distribusi dilaksanakan pada tanggal 19
Oktober 2019 pada pukul 10.00 sampai 12.00. Pelaksanaan praktikum bertempat
di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Pada praktikum kali ini, alat yang digunakan yakni terdiri dari batang
pengaduk, buret, corong, corong pisah, gelas kimia 250 mL, gelas ukur 50 mL,
lap halus, lap kasar, neraca analitik, oven, penangas, penjepit tabung reaksi, pipet
tetes, pot salep, spatula, statif dan klem.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu alkohol, aquadest,
asam borat, indikator fenolftalein, kertas perkamen, kertas saring, minyak kelapa,
NaOH, parasetamol dan tisu.
3.3 Cara Kerja
a. Penentuan Kelarutan
1. Penentuan kelarutan dengan air dalam suhu normal
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
c) Ditimbang asam borat sebanyak 2 g
d) Diukur air 25 ml, kemudian dimasukkan pada gelas kimia
e) Dimasukkan asam borat ke dalam 25 ml air tadi, diaduk hingga
homogen
f) Ditimbang kertas saring kosong, kemudian dijenuhkan kertas saring
tersebut
g) Disaring asam borat pada kertas saring yang telah dijenuhkan tadi
menggunakan corong
h) Diambil residu
i) Dimasukkan ke dalam oven sampai kering agar tidak ada kadar air
j) Ditimbang kertas saring yang berisi residu asam borat tersebut
2. Penentuan kelarutan dengan air suhu panas
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
c) Dipanaskan air dengan menggunakan penangas air
d) Ditimbang asam borat sebanyak 2 g
e) Diukur air yang telah dipanaskan sebanyak 25 mL, kemudian
dimasukkan ke dalam gelas kimia
f) Dimasukkan asam borat ke dalam 25 mL air panas tersebut, diaduk
hingga homogenuy
g) Ditimbang kertas saring kosong, kemudian dijenuhkan kertas saring
tersebut
h) Disaring asam borat pada kertas saring dengan menggunakan corong
i) Diambil residu
j) Dimasukkan ke dalam oven sampai kering agar tidak ada lagi kadar air
k) Ditimbang kertas saring yang terisi residu asam borat tersebut
b. Penentuan koefisien distribusi
1. Penentuan koefisien distribusi tanpa minyak
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
c) Ditimbang paracetamol 0,1 g, kemudian dilarutkan dalam 50 mL
aquadest, diaduk hingga homogen
d) Diambil larutan paracetamol tersebut sebanyak 25 mL untuk dititrasi
e) Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes
f) Dititrasi dengan NaOH sebanyak 1 mL sampai terjadi perubahan warna
menjadi warna ungu
g) Dicatat hasil yang didapatkan
h) Dihitung koefisien distribusinya
2. Penentuan koefisien distribusi dengan minyak
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
c) Ditimbang paracetamol 0,1 g kemudian dilarutkan dalam 50 mL
aquadest, diaduk hingga homogen
d) Diambil larutan paracetamol tersebut sebanyak 25 mL, dimasukkan ke
dalam corong pisah
e) Ditambahkan dengan minyak kelapa sebanyak 25 mL
f) Dicampurkan larutan paracetamol dan oleum ricini dengan cara dikocok
g) Didiamkan selama beberapa menit sampai larutan paracetamol dan
minyak terpisah atau terlihat batas antara keduanya
h) Dipisahka larutan paracetamol dan lapisan minyak
i) Diambil larutan air yang mengandung paracetamol tersebut untuk
dititrasi
j) Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes
k) Dititrasi dengan NaOH sebanyak 0,8 mL sampai terjadi perubahan
warna menjadi warna ungu
l) Dicatat hasil yang didapatkan
m) Dihitung koefisien distribusinya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Pengamatan
a) Kelarutan
Sampel Suhu Kertas Saring Kosong Kertas Saring Residu
Asam Borat Normal 0,96 g 2,23 g
Asam Borat Panas 0,96 g 2,24 g
a) Koefisien Distribusi
C2 4 %
Koefisien distribusi = = = 0,307%
C1 1 3 %
= < 1 (lebih cenderung larut dalam air)
4.3 Pembahasan
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut
sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat
ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter.
Kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh,
yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah
dikocok ataupun diaduk akan terjadi kesetimbangan antar zat yang larut dengan
zat ynag tidak larut (Atkins, 1994).
Kelarutan dalam besaran kuantitatif didefinisikan sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
disperse molekuler homogen (Martin, 1990).
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dari pelarut juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, larutan dan
untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,
1999).
Koefisien distribusi merupakan perbandingan kelarutan suatu zat di dalam
dua pelarut berbeda dan tidak saling bercampur, serta mempunyai harga tetap
pada suhu tertentu (Voight, 1995).
Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam
pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut
lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi
lebih mudah. Selain itu, organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila
koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan
menjadi hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh
sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa
senyawa yang larut baik dalam bentuk lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil
hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam
ekstrasel (Ernest, 1999).
a. Kelarutan
1. Penentuan kelarutan asam borat pada suhu 25ºC
Adapun dalam praktikum kali ini hal pertama yang dilakukan yaitu
menyiapkan dalat dan bahan kemudian dibersihkan alat menggunakan alkohol
70%. Menurut Pratiwi (2008) alkohol dapat bersifat antiseptik dan desinfektan,
sehingga dapat membunuh kuman yang ada pada alat-alat yang akan digunakan
selama praktikum.
Ditimbang asam borat pada neraca analitik sebanyak 2 gram. Kemudian
diukur 25 ml air pada gelas ukur lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker. Asam
borat yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi 25 ml
air. diaduk hingga homogen. Karena pengadukan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kelarutan. Menurut Martin (1990) semakin cepat
pengadukan, semakin besar luas permukaan, semakin mudah larut.
Kertas saring kosong ditimbang terlebih dahulu menggunakan neraca
analitik. Karena menurut (Syukri S,1999) Kertas saring dipakai
untuk memisahkan endapan atau padatan dari pelarut.
Asam borat yang telah dilarutkan di dalam air disaring menggunakan
kertas saring yang telah dijenuhkan menggunakan air yang diletakkan kedalam
corong untuk mengambil residunya.
Residu yang tertinggal pada kertas saring dimasukkan kedalam oven lalu
ditimbang. Alasan dimasukkannya residu ke dalam oven menggunakan kertas
saring agar lebih mudah untuk mengetahui residu yang didapatkan (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Residu yang telah dikeluarkan dari dalam oven kemudian ditimbang
dengan neraca analitik.
2. Penentuan kelarutan pada suhu 100ºC
Adapun dalam praktikum kali ini hal pertama yang dilakukan yaitu
menyiapkan dalat dan bahan kemudian dibersihkan alat menggunakan alkohol
70%. Menurut Pratiwi (2008) alkohol dapat bersifat antiseptik dan desinfektan,
sehingga dapat membunuh kuman yang ada pada alat-alat yang akan digunakan
selama praktikum.
Ditimbang asam borat pada neraca analitik sebanyak 2 gram. Kemudian
dipanaskan ± 25 ml air pada penangas hingga mendidih.
Air yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam gelas beaker. Asam borat
yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi 25 ml air.
diaduk hingga homogen. Karena pengadukan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kelarutan. Menurut Martin (1990) semakin cepat pengadukan,
semakin besar luas permukaan, semakin mudah larut.
Kertas saring kosong ditimbang terlebih dahulu menggunakan neraca
analitik. Karena menurut Syukri S, (1999) kertas saring dipakai
untuk memisahkan endapan atau padatan dari pelarut.
Asam borat yang telah dilarutkan di dalam air disaring menggunakan
kertas saring yang telah dijenuhkan menggunakan air yang diletakkan kedalam
corong untuk mengambil residunya.
Residu yang tertinggal pada kertas saring dimasukkan kedalam oven lalu
ditimbang. Alasan dimasukkannya residu ke dalam oven menggunakan kertas
saring agar lebih mudah untuk mengetahui residu yang didapatkan (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Residu yang telah dikeluarkan dari dalam oven kemudian ditimbang
dengan neraca analitik.
b. Koefisien distribusi
1. Penentuan koefisien distribusi tanpa minyak
Langkah pertama yaitu menyiapkan alat dan bahan lalu membersihkan alat
menggunakan alkohol 70%. Menurut Pratiwi (2008) alkohol dapat bersifat
antiseptik dan desinfektan, sehingga dapat membunuh kuman yang ada pada alat-
alat yang akan digunakan selama praktikum.
Paracetamol ditimbang hingga 0,1 gr dan dilarutkan ke dalam aquades
sebanyak 50 ml. Menurut Dirjen POM (1979) paracetamol larut dalam 70 bagian
air. kemudian diaduk hingga homogen.
Paracetamol yang sudah dilarutkan diambil sebanyak 25 ml untuk dititrasi.
Menurut Keenan (2012) titrasi merupakan proses penentuan banyaknya suatu
larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui sebelumnya untuk bereaksi secara
lengkap dengan larutan yang konsentrasinya belum diketahui sebelumnya.
Ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalein ke dalam larutan paracetamol
lalu titrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,25 N sebanyak 1 ml dititrasi
sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda keunguan. Hal ini
disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah
alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang
dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga
dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari
bening menjadi merah muda keunguan. Menurut Timberlake (2004) dalam larutan
asam fenolftalein tidak berwarna, kemudian buret berisi di isi dengan larutan
NaOH yang konsentrasinya telah diketahui. Dan dengan hati-hati NaOH
ditambahkan ke asam pada flask. Bisa diketahui bahwa netralisasi telah
berlangsung ketika fenolftalein dalam larutan berubah warna menjadi merah muda
keunguan. Ini disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang ditambahkan dan
molar NaOH, kita dapat menentukan konsentrasi asam.
Setelah itu dicatat volume evaluasinya dan dihitung koefisien
distribusinya.
2. Koefisien distribusi dengan minyak
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan dibersihkan alat
menggunakan alkohol 70%. Menurut Pratiwi (2008) alkohol dapat bersifat
antiseptik dan desinfektan, sehingga dapat membunuh kuman yang ada pada alat-
alat y0ang akan digunakan selama praktikum.
Paracetamol ditimbang sebanyak 0,1 gr lalu dilarutkan ke dalam aquades
50 ml. diambil larutan paracetamol sebanyak 25 ml kemudian ditambahkan
minyak kelapa sebanyak 25 ml ke dalam corong pisah, larutan dikocok hingga
homogen. Digunakannya corong pisah untuk pemisahan komponen kimia diantara
dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen
larut pada fase pertama dan sabagiannya lagi larut pada fase kedua (Sudjadi,
1986)
Larutan yang telah dikocok didiamkan beberapa saat sampai minyak dan
larutan paracetamol terpisah atau memberikan batas. Setelah terjadi pemisahaan
diambil lapisan air. Menurut Golib, Ibnu. (2007) dikarenakan apabila lapisan
minyak yang di titrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalen. Selanjutnya NaOH 0,25 N
sebanyak 0,8 ml dititrasi sampai terjadi perubahan warna merah muda keunguan.
Hal ini disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini
adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel
asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua
asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna
larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Menurut Timberlake (2004)
dalam larutan asam fenolftalein tidak berwarna, kemudian buret berisi di isi
dengan larutan NaOH yan konsentrasinya telah diketahui. Dan dengan hati-hati
NaOH ditambahkan ke asam pada flask. Bisa diketahui bahwa netralisasi telah
berlangsung ketika fenolftalein dalam larutan berubah warna menjadi merah
muda. Ini disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang ditambahkan dan molar
NaOH, kita dapat menentukan konsentrasi asam.
Setelah itu dicatat volume evaluasinya dan dihitung koefisien
distribusinya.
Berdasarkan hasil percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kelarutan asam borat pada suhu 25ºC adalah 1,4294 gram dengan
g
konsentrasi 0,061176 . Sedangkan kelarutan asam borat pada suhu 100ºC
ml
g
adalah 1,9877 gram dengan konsentrasi 0,079508 . Jadi, asam borat lebih
ml
larut pada pelarut bersuhu tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lund
(1994) bahwa kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang
proses melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan
akan menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran
panas/kalor (reaksi endotermik).
2. % kadar dari larutan paracetamol 25 ml yang dititrasi dengan NaOH 1 ml
adalah 100% kadar dan larutan paracetamol yang ditambahkan 25 ml
minyak ricini adalah 80%. Jadi, paracetamol lebih mudah larut pada fase air
jika dilihat dari % kadar.
Adapun kemungkinan kesalahan yang menyebabkan hasil praktikum tidak
sesuai dengan literatur. Hal ini disebabkan karena kurangnya ketelitian, sampel
yang digunakan berlebihan, larutan kurang larut dan kurangnya kebersihan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Tingkat kelarutan suatu zat/bahan obat dapat ditentukan dengan melihat
tabel kelarutan zat terlarut dalam bagian zat pelarut. Dimana semakin
kurang dari 1 bagian zat pelarut yang dibutuhkan dalam melarutkan bagian
zat terlarut maka zat tersebut sangat mudah larut, sedangkan jika lebih dari
1.000 sampai 10.000 maka obat tersebut sangat sukar larut, bahkan jika
lebih dari 10.000 maka zat tersebut praktis tidak larut.
2. Koefisien distribusi dapat ditetapkan dengan melihat kelarutan paracetamol
pada aquadest dan kelarutan larutan paracetamol dengan oleum ricini,
dimana hasil yang diperoleh bahwa paracetamol lebih cenderung tertarik ke
dalam air yang dapat dibuktikan dengan hasil yang diperoleh yaitu 0,2 %.
Dimana jika nilai koefisien distribusinya < 1, maka senyawa tersebut lebih
cenderung larut dalam fase air.
5.2 Saran
5.2.1 Jurusan
Pihak jurusan sebaiknya membekali mahasiswa agar mempunyai
kemampuan akademik, sehingga mahasiswa yang bersangkutan mampu
melakukan praktikum dibagian apapun.
5.2.2 Laboratorium
Saran untuk laboratorium, sebaiknya alat-alat yang ada di laboratorium
lebih diperhatikan dan dirawat lagi agar saat praktikum, praktikan bisa
menggunakan dengan baik dan maksimal tanpa ada kekurangan.
5.2.3 Asisten
Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih
ditingkatkan lagi khususnya dalam memberikan bimbingan kepada praktikan saat
mengikuti praktikum.
5.2.4 Praktikan
Untuk praktikan diharapkan lebih banyak menguasai materi mengenai
kelarutan dan koefisien distribusi ini, praktikan diharapkan dapat tepat waktu
dalam proses pelaksanaan praktikum, disiplin dan sopan santun baik kepada dosen
maupun asisten yang berada di dalam laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2003. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: UGM Press.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Dyah Pratiwi. 2013. Anatomi pengolahan limbah media padat pada puskesmas.
Kabupaten pati.
Iskandar, yusuf. 2007. Karasteristik zat metabolit sekunder dalam ekstrak bunga
krisan (chrysanhemum cinerariaefolium) sebagai bahan pembuatan
biopeptisida. Semarang: FMIPA
Martin, Alfred, 1993. Farmasi Fisik, jilid I Edisi III. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Soebagio, dkk. 2000. Kimia analitik 2 (JICA). Malang: Universitas negeri malang
Svehla. 1979. Buku ajar vogel: Analisis anorganik kuantitatif makro dan
semimikro. Jakarta : PT kalman media pustaka.