Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Dalam bidang industry kefarmasian, perkembangan teknologi farmasi
sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Ini dapat
ditunjukan dengan banyaknya sediaan obat-obatan. Di zaman sekarang ini sudah
banyak bentuk sediaan obat yang dapat dijumpai di pasaran. Bentuk-bentuk
sediaan farmasi yang beredar tersebut memiliki bentuk yang beragam, baik dalam
bentuk larutan, suspensi, emulsi, solida (kapsul, suppositoria, serbuk tablet) dan
lain-lain. Dimana masing-masing dari bentuk sediaan tersebut memiliki tujuan
terapi yang berbeda-beda serta rute pemberian yang berbeda-beda pula.
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan
ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk
yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Farmasi juga
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik,
memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis, serta
menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian
dan penggunaannya secara aman. Beberapa cabang ilmu farmasi yaitu
farmasetika, farmakologi, farmakologiklinis, farmakognosi, biofarmasi,
farmasifisika, farmakokinetika, farmakodinamika, farmakoterapi, kimiafarmasi,
biologifarmasi, toksikologi, dan teknologi sediaan liquida semi solida dan solida.
Sediaan solida merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk dan
tekstur yang padat dan kompak. Jenis-jenis sediaan solida antara lain kapsul, pil
tablet, serbuk dan suppositoria.
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalaui dubur,
berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh.
Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada
suhu tubuh. Bahan dasar yang seringdigunakan adalah lemak coklat (Oleum
cacao), polietilenglikol atau lemak tangkawang (Oleumshoreae) atau gelatin.
1.2 Maksud dan tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara memformulasi sediaan
suppositoria, paracetamol.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara memfacturing
paracetmol dalam bentuk suppositroia.
3. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi bentuk suppositoria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DASAR TEORI
2.1.1 Definisi Suppositoria
Menurut FI edisi III, Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot
dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina, maupun uretra, berbentuk peluru.
2.1.2 Macam-Macam Pemberian Suppositoria
Adapun Menurut Syamsuni (2006), Macam – macam suppositoria yaitu :
1. Melalui Rektal
a. Mencuci tangan dengan benar menggunakan air dan sabun.
b. Melepaskan penutup pada enema.
c. Berbaringlah miring dengan posisi kaki bawah diluruskan dan kaki bagian atas
ditekuk ke depan perut.
d. Keluarkan sedikit obat dan oleskan pada bagian ujung botol enema.
e. Masukkan ujung enema kedalam rektum (anus/ dubur) secara pelan-pelan. Hindari
memaksa enema masuk karena dapat melukai rektum (anus/ dubur).
f. Tekan botol enema hingga dosis obat yang dianjurkan oleh Dokter masuk
seluruhnya.
Catatan: penggunaan enema hanya untuk sekali pakai. Jika penggunaan sesuai dosis
tidak semuanya, maka sisa enema dalam kemasan tetap harus dibuang.
2. Melalui Vagina
a. Gunakan obat vaginal sebelum tidur. Berbaring akan mencegah obat keluar dari
vagina.
b. Mencuci daerah vagina dengan sabun lembut dan air. Lalu keringkan dengan
menggunakan handuk.
c. Untuk produk krim vagina dapat menggunakan aplikator. Buka kemasan krim dan
pasang pada aplikator.
d. Tekan kemasan krim untuk memasukkan krim ke dalam aplikator sesuai dosis yang
dianjurkan dokter. Lepaskan aplikator dari kemasan krim.
e. Penggunaan tablet atau suppositoria untuk vagina dapat memakai aplikator. Buka
tablet atau suppositoria dari kemasan dan pasang pada aplikator.
f. Masukkan aplikator ke dalam vagina dengan posisi membuka kaki dan menekuk
salah satu lutut.
g. Atau berbaring dengan posisi telentang dengan lutut ditekuk dan kaki agak
terpisah.
h. Mendorong pangkal aplikator hingga semua obat masuk. Lalu lepaskan aplikator
dari vagina.
i. Jika aplikator dapat digunakan kembali maka cuci aplikator dengan menggunakan
sabun. Namun jika aplikator hanya sekali pakai maka buanglah setelah digunakan.
j. Mencuci tangan dengan benar menggunakan air dan sabun.
2.1.3 Keuntungan dan Kekurangan Suppositoria (Jannah, 2008) :
a. Keuntungan Supositoria:
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
2. Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung
3. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat berefek
lebih cepat daripada penggunaan obat peroral
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
b. Kerugian Supositoria
1. Pemakaiannya tidak menyenangkan
2. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang
2.1.4 Tujuan penggunaan suppositoria yaitu :
a. Supositoria dipakai unjtuk pengobtan local,baik di dalam rectum,vagina,atau
uretra,seperti pada penyakit haemorroid/wasir/ambeien,dan infeksi lainnya.
b. Cara rectal juga digunakan untuk distribusi sistemik,karena dapat diserap oleh
membran mukosa dalam rectum .
c. Jika penggunaan obat secara oral tidak memungkinkan,misalnya pada pasien yang
mudah muntah atau pasien yang tidak sadarkan diri.
d. Aksi kerja awal akan cepat diperoleh,karena obat diabsorpsi melalui mukosa
rectum dan langsung masuk dalam sirkulasi darah.
e. Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
2.1.5 Basis suppositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur,
melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting.
Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu
padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada
suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut dan
didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun sistemik.
Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut :
1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta
pemisahan obat.
4. Kadar air mencukupi.
5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus diketahui jelas.
2.1.6 Persayaratan basis Suppositoria
1. Secara fisiologi netral ( tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat
disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataun tengik, terlallu keras, juga oleh
kasarnya bahan obat yang diracik)
2. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat)
3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)
4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat
berlangsung cepat dalam cetakan,kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan
mendaak dalam cetakan)
5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini
dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu
tinggi sehingga tetap stabil).
2.1.7 Macam-macam basis Suppositoria.
1. Basis berlemak, contohnya : oleum cacao.
2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak :campuran tween dengan gliserin
laurat.
3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya : gliserin-gelatin, PEG
(polietien glikol).
2.1.8 Bahan dasar supositoria
1. Bahan dasar berlemak : oleum cacao
Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan, memiliki bau yang khas
dan bersifat polimorf (mepunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu
sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan
dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat
akan mencai sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti Kristal
metastabil.
Keuntungan oleum cacao :
a. Dapat melebur pada suhu tubuh
b. Dapat memadat pada suhu kamar
Kerugian oleum cacao :
a. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran).
b. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan
dengan bahan tertentu.
c. Meleleh pada udara yang panas.
2. PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000.
Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500
(carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG
di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti
malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut:
1. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%)
2. Bahan dasar berair : PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%
Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam
cairan sekresi tubuh.
Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:
1. Tidak mengiritasi atau merangsang
2. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao
3. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh
Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain :
1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa yang
menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air
dahulu sebelum digunakan.
2. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga mengahambat pelepasan obat.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar, lalu
dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar
lemak coklat
2.2 Studi Preformulasi Zat Aktif
Zat Aktif : Paracetamol
Kekuatan Sediaan : 250 mg
Kelarutan : Lerut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
95% p, dalam 13 bagian aseton p.
pKa : -4,4
Ph : 5,5 – 6,5 (Lewis, 2007)
Inkompatibilitas : Inkom terhadap permukaan nylon dan rayin
Stabilitas : Terhidrolisis pada Ph minimal 5-7, stabil pada
temperature 450c (dalam bentuk serbuk), dapat
terdegradasi quinominim dan terbentuk warna pink,
cokelat, dan hitam. Relatif stabil terhadap oksidasi,
menyerap uap air dalam jumlah tidak signifikan pada
suhu 25% dan kelembabab 90%.
Koefisien Partisi : Log 0,46
Dosis :
Efek Farmakologi : Paracetamol dapat menurunkan demam dengan bekerja
pada hipotalamus yang mengakibatkan validasi dan
pengeluaran keringst.(Turkoski,2003) pada dosis
terapetik, inhibisi sintesis prostaglandin tidak
signifikan pada jaringan penhiral sehingga
paracetamol memiliki efek anti inflamasi,yang rendah.
(Maihford,2007).
2.3 Analisis Permasalahan
Suppositoria adalah Sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk
terpadu, dapat melunak,melarut atau meleleh pada suhu tubuh. (Kemenkes RI,
2014).
Ditinjau dari tujuan pemberian zat aktif paracetamol sebagai analgesic dan
antipiretik yang dibuat untuk mendapatkan efek yang cepat kepada pasien
terutama anak anak yang susah untuk menelan obat sehingga paracetamol dapat
dijadikan suppositoria akan menghasilkan efek yang cepat sama halnya dengan
rute intravena selain itu menurut (Pharm,2005),apabila paracetamol diberikan
melalui rektal maka akan menghasilkan bioavibilitas antara 80-100% oleh karena
itu paracetamol dibuat dalam bentuk suppositoria. (Suryani dkk, 2009).
Menurut Waiswa et al (2007), Dalam formulasi suppositoria ini diperlukan
basis lemak coklat menurut (Rowe,2009),oleum cacao berdaya guna dalam
melepaskan zat aktif dari pada yang lain karena mempunyai titik lebur pada suhu

31-34 Dibuat dalam bentuk suppositoria digunakan untuk melebur pada suhu
tubuh,karena oleum cacao digunakan sebagai bahan dasar suppositoria yang

ketambahan zat aktif jadi titik leburnya menjadi 35-37


BAB III
PENDEKATAN FORMULA
a. Basis
1. Setil alkohol (Rowe, 2009)
Nama Resmi : Alcoholum Cetylicum
Nama lain :  Alkohol cetylicus
Rumus molekul : C16H34O

Struktur molekul :

Berat molekul : 242,44 g/mol


Alasan penambahan : Karena bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi
penstabil dan pengental dan termasuk kedalam
fase minyak pada sedikit kosmetik.
Kelarutan : Bebas larut dalam etanol (95%) dan eter,
kelarutan meningkat dengan meningkatnya
suhu, praktis tidak larut dalam air, larut ketika
dicairkan dengan lemak, parafin cair dan padat,
dan isopropil mengkristal.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan oksidator kuat. Alkohol
setil tanggung jawab untuk menurunkan titik
lebur ibu profen, yang menghasilkan
kecenderungan lengket selama proses pelapisan
kristal ibu profen.
Stabilitas : Setil alkohol stabil dihadapan asam, alkali,
cahaya dan udara, itu tida menjadi tenging. Itu
harus disimpan ditempat yang tertutup wadah
ditempat yang sejuk dan kering.
Konsentrasi : 2 – 10%
2. Oleum Cacao (Rowe, 2009)
Nama Resmi : OLEUM CACAO
Nama lain :  Lemak Coklat
Rumus molekul : -

Struktur molekul :-
Berat molekul :-
Alasan penambahan : Oleum cacao dibuat dalam bentuk suppositoria
ditujukan untuk melebur pada suhu tubuh,
karena oleum cacao digunakan sebagai bahan
dasar suppositoria dengan ketambahan zat aktif

jadi titik leburnya semula 31-34˚C menjadi 35-

37˚C
Kelarutan : Mudah larut dalam kloroform, ester dan
minyak bumi, sangat larut dalam etanol
mendidih, sedikit larut dalam etanol 95%
Inkompatibilitas : Terjadi reaksi kimia antara basis lemak
suppositoria
Stabilitas : Memanaskan oleum cacao lebih dari 36˚C
selama persiapan suppositoria dapat terjadi
pemurnian yang cukup besar dari titik
soodifikasi karena pembentuk metastabil
Konsentrasi : 40 – 96%
3. Gliserin (Rowe, 2009)
Nama Resmi : GLYCERIN
Nama lain :  Gliserin
Rumus molekul : C3H8O3

Struktur molekul :

Berat molekul : 92,09 g/mol


Alasan penambahan : Gliserin merupakan basis yang dapat dibuat
pada sediaan suppositoria rektal
Kelarutan : Larut dalam air, metanol, dan etanol 95%, tidak
larut dalam minyak, benzene dan kloroform,
larut dalam 1:500 dalam etil aseton 1:11.
Sangat larut dalam aseton.
Inkompatibilitas : Dapat mengkristal pada temperature rendah
dan Kristal-kristal tidak akan mencair
walaupun dipanaskan.
Stabilitas : Tidak teroksidasi oleh udara atmosfer, stabil
pada udara bila disimpan pada udara yang
sejuk
Konsentrasi : 70%
b. Peningkat kelarutan
1. Tween 80 (Rowe, 2009)
Nama Resmi : POLYSORBATUM-80
Nama lain :  Polisorbat-80, tween 80
Rumus molekul : C64H124O26

Struktur molekul :
Berat molekul : 1.310 g/mol
Alasan penambahan : Untuk meningkatkan kelarutan dari zat aktif
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dan dalam etanol
(95%) P, dalam etil asetat P, dan dalam
metanol P, sukarlarut dalam parafin dan
minyak biji
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas: Perubahan warna atau
pengendapan dapat terjadi dengan berbagai
bahan, terutama fenol, tannin.
Stabilitas : Stabil bila dicampurkan dengan elektrolit, asam
lemah dan basa lemah Pereaksi saponifikasi
terjadi jika dilakukan penambahan basa
kuat/asam kuat.
Konsentrasi : 1-15%
2. Span 80 (Rowe, 2009)
Nama Resmi : SORBITON MONO
Nama lain :  Span 80
Rumus molekul : C64H124O26

Struktur molekul :

Berat molekul : 1.310 g/mol


Alasan penambahan : Untuk meningkatkan kelarutan dari zat aktif
Kelarutan : Mudah larut dalam air, daalam etanol 95%
Psukar larut dalam Parafin cair dan
dalamminyak biji kapas
Inkompatibilitas :-
Stabilitas : Stabil bila dicampurkan dengan elektrolit, asam
lemah dan basa lemah Pereaksi saponifikasi
terjadi jika dilakukan penambahan basa
kuat/asam kuat.
Konsentrasi : 1-15%
BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
4.1 Formulasi
Rancangan formulasi suppositoria
R/
Paracetamol 0,5 gr
Cetil Alkohol 0,75 gr
Gliserin 2 ml
Tween 1 ml
4.2 Perhitungan
a. Perhitungan Bahan
1. Paracetamol 200 mg = 0,25 gr
= 2 gr – 0,25 gr
= 1,75 gr

2. Gliserin = ½ x 1,75 = 0,875 gr


= 0,875 x 2 = 1,75 gr

3. Cetil Alkohol = ½ x 1,75 = 0,875 gr


= 0,875 x 2 = 1,75 gr
BAB V
CARA KERJA DAN EVALUASI
5.1 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang paracetamol sebanyak 4 gram
3. Ditimbangkan oleum cacao sebnyak 4 gram
4. Ditimbang cara alba sebanyak 0,15 gram
5. Dileburkan car alba diatas panangas suhu 5℃ hingga melebur
6. Ditambahkan oleum cacao 1/3 bagian
7. Ditambahkan paracetamol, diaduk hingga homogen
8. Ditambahkan sisa oleum cacau
9. Setelah basis dan zat aktif tercampur semua, dituang campuran kedalam
cetakan yang sudah diolesi gliserin
10. Dimasukan kedalam lemari pendingin
11. Setelah memadat dikeluarkan dari cetakan, dan timbang
12. Dilakukan evaluasi
5.2 Tabel Evaluasi

N
Jenis Evaluasi Prinsip Evaluasi Syarat Evaluasi Hasil
o
1 Uji titik leleh Uji ini, merupakan Suppositoria
seusatu ukuran dicelupkan
waktu yang telah seluruhnya
diperlukan dalam
suppositoria untuk penangas air,
meleleh sempurna yang kontas
bila dalam penangas dalam waktu
air dengan yang
temperature tetap diperlukan
yaitu 37℃ suppositoria
sebaiknya uji untuk
kirasan meleleh meleleh
mikro adalah serpurna
temperature meleleh atau
yang diukur dalam menyebar
pipa kapiler (Dirjen dalam air
pom, 1995) sekitarnya
diukur
(Dirjen Pom,
1995)
2 Uji Kehancuran Uji kehancuran Air pada 37℃
dirancang sebagai dipompa
metode untuk melalui
mengukur dinding
kekerasan atau rangkap
kerapuhan ruang
suppositoria (Dirjen tersebut, dan
Pom, 1995) suppositoria
disiskan
kedalam
dinding
dalam yang
kering.Uji
ini
dikeringkan
dengan
penempatan
600gram
diatas
lempeng
datar pada
interval
waktu 1
menit, 200
gram bobot
ditambahkan
danbobot
dimana
suppositoria
masuk
dalam titik
hancurnya
atau gaya
menetukan
kararktersirti
k kekerasan
atau
kerapuhan
suppositoria
3 Uji Disolusi Pengujian awal Digunakan
dilakukan dengan keranjang
penetapan biasa kawat mesh
dalam gelas piala atau suatu
yang mengandung membrane
suatu medium untuk
(Dirjen Pom, 1995) memisahkan
ruang
sampel dari
bak reservor.
Sampel yang
ditutup
dalam pipa
analisis atau
membrane
alami juga
dapat
dikaji ,alat
sel alir
digunakan
untuk
menahan
sampel
ditempatnya
dengan
kapas,
saringan
kawat, dan
dengan
manik
manik(Dirje
n Pom,
1995)
4 Uji Keseragaman bobot ini Ditimbang
Keseragama ditetapkan unutk suppositoria
n Bobot menjamin satu persatu
keseragaman bobot dan dihitung
tiap suppositoria rata ratanya.
yang dibuat Dihitung
bobotnya seragam persen
diharapkan akan kelebihan
memiliki masing
kandungan bahan masing
obat yang sama, suppositoria
sehingga akan terhadap
mempunyai efek bobot rata
terapi yang sama ratanya .
(Dirjen Pom, 1995) Keseragama
n atau
variasi bobot
yang didapat
tidak boleh
lebih dari
kurang lebih
5%
BAB VI
PEMBAHASAN
4.1 Pembahsan
Suppositoria merupakan sediaan padat  yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak, atau meleleh pada suhu
tubuh. Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh
pada suhu tubuh. Sebagai bahan dasar digunakan lemak coklat, polietilen
glikol berbobot molekul tinggi, lemak atau bahan lain yang cocok. kecuali
dinyatakan lain, digunakan lemak coklat (Depkes RI, 1979). 
Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan sediaan suppositoria,
adapun alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu
batang pengaduk, cawan porselin, gelas ukur, neraca analitik, penangas air,
spatula, lumpang alu. Sedangkan bahan yang di gunakan yaitu paracetamol
0,5 gram, cetyl alkohol 0,75 gram, gliserin 2 ml dan tween 80 sebanyak 3
tetes. Dalam pembuatan suppositoria tahap awal yang dilakukan yaitu
membersihkan alat yang akan di gunakan dengan menggunakan alkohol 70%.
Menurut Pratiwi (2008), alkohol 70 % dapat mempercepat proses
pembersihan alat dari mikroorganisme. Selanjutnya dipanaskan air pada
penangas air. Lalu ditimbang bahan yang akan digunakan untuk membuat
suppositoria. Selanjutnya pada pembuatan suppositoria dimasukkan cetyl
alkohol kedalam cawan porselin yang diletakkan diatas penangas dan diaduk
hingga melebur. Ditambahkan paracetamol sedikit demi sedikit sambil
diaduk. Kemudian ditambahkan gliserin, lalu diaduk hingga homogen. Karena
gliserin pada  umumnya  merupakan basis yang dapat dibuat suppositoria
rektal (Rowe, 2009). Kemudian ditambahkan tween 80 sebanyak 3 tetes untuk
meningkatkan kelarutan dari sediaan suppositoria. Cetakan terlebih dahulu di
olesi dengan gliserin,tujuannya yaitu untuk mempermudah pada saat
pengeluaran dalam cetakan, menghindari sisa-sisa sediaan menempel pada
cetakan (Ansel, 1989). Lalu dituangkan sediaan yang telah tercampur
kedalam cetakan, dan didinginkan sediaan kedalam freezer. Dikeluarkan
sediaan lalu dilakukan evaluasi. Pada evaluasi suppositoria dengan uji titik
lebur hasil yang kami dapatkan yaitu 10 menit pada suhu 37˚C, karena kisaran
nilai normal suhu tubuh adalah 36,6-37,9˚C (Breman, 2009) peristiwa
melebur dapat ditentukan dengan atau ditentukan waktu leburnya, dimana
suppositoria melebur tanpa sisa atau meleleh dengan sempurna (voight, 1971).

Anda mungkin juga menyukai