Anda di halaman 1dari 34

 Memahami Akidah Islam dan metode meningkatkan kualitasnya

Pengertian Akidah
Menurut bahasa akidah berasal dari kata “aqada-ya’qidu-aqdan-aqiidatan”. ‘aqdan
artinya simpul, ikatan, perjanjian dan kukuh. Aqiidah berarti keyakinan, kepercayaan. Dengan
demikian, akidah berarti sesuatu yang dipegang teguh dan kuat dalam lubuk jiwa dan tidak dapat
beralih dari padanya. Adapun menurut istilah, akidah adalah kumpulan kebenaran yang dapat
diterima secara umum oleh manusia bberdasarkan akal, wahyu, dan fitrah serta diyakini
kebenarannya dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengannya. Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa akidah islam adalah sesuatu yang dipercayai dan diyakini
kebenarannya oleh hati manusia, sesuai ajaran islam dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan
hadis.
Akidah hampir sama dengan iman. Ada sedikit perbedaan akidah dengan iman. Iman
adalah sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan
anggota badan. Adapun akidah hanya keyakinan. Jadi jika akidah terkait dengan aspek
dalam(aspek hati) dari iman, iman tidak hanya menyangkut aspek hati, tetapi juga aspek luar.
Aspek dalam iman adalah keyakinan dan aspek luarnya berupa pengakuan lisan dan
pembuktiannya dengan amal perbuatan.
Selain iman, akidah juga semakna dengan tauhid. Ttauhid artinya mengesakan.
Tauhidullah artinya mengesakan Allah. Ajaran tauhid merupakan tema sentral akidah dan iman.

B.    Perbandingan Akidah, Tauhid, dan Ilmu kalam


Akidah adalah keyakinan. Akidah islam bersumber pada Al-Qur’an dan hadis. Artinya,
apapun yang disampaikan Allah melalui Al-Qur’an dan apapun yang disampaikan nabi melaui
hadis, yang memiliki kesahihan dan dapat dipertanggung jawabkan, wajib kita yakini dan imani
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tauhid artinya mengesakan. Asal makna tauhid adalah meyakinkan bahwa Allah adalah
satu dan tidak ada sekutu bagi-NYA. Ilmu tauhid membahas tentang keesaan Allah dan sifat-
sifat_NYA, baik sifat wajib, mustahil maupun jaiz, dan membahas tentang rasul-rasul Allah.
Ilmu ini dinamakan tauhid karena pembahasan yang paling menonjol menyangkut pokok
keesaan Allah yang merupakan asas pokok agama islam, sebagaimana yang berlaku terhadap
agama yang benar yang telah dibawakan oleh para rasul Allah terdahulu. Para ulama sepakat
bahwa pengertian tauhid itu mengandung 3unsur mutlak yaitu, tauhid rububiyah, tauhid
mulkiyah, dan tauhid uluhiyah.
Pada perkembangan selanjutnya, ilmu tauhid itu disebut ilmu kalam. Artinya, ilmu yang
membicarakan perdebatan diantara kalangan pemikir mengenai masalah-masalah akidah.
Masalah akidah yang dibahas dalam ilmu  kalam, misalnya, kebaradaan Tuhan dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan-NYA dengan menggunakan argumentasi-argumentasi filosofi dan
logika. Jadi yang dibicarakan dalam ilmu tauhid dan ilmu kalam adalah masalah akidah. Dengan
adanya akidah, muncullah ilmu tauhid dan ilmu kalam.

C.    Dalil Naqli tentang Akidah


Diantara dalil naqli tentang akidah, tauhid, dan iman sebagai berikut:
1.     Surah al-Anbiya 21:21
‫ام اتخذوا الهة من االرض هم ينشرون‬

“Apakah mereka mengambil tuhan-uhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang
yang mati)?” (QS.al-Anbiya/21:21)

2.     Surah an-Nahl/16:106
“Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali
orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dan beriman (dia tidak berdosa), tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan
mereka mendapat adzab yang besar.” (QS. an-Nahl/16:106).

D.    Ruang Lingkup Pembahasan Akidah Islam


Ruang lingkup pembahasan akidah islam ada empat, yaitu ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat,
dan sam’iyat. Yang dimaksud ilahiyat adalah pembahasan segala sesuatu yang berhubungan
dengan Allah, seperti wujud, Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya, dan lain-lain. Nubuwat
adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan para nabi dan rasul, kitab-
kitab Allah, mukjizat, karamah dan lain-lain. Ruhaniyat adalah pembahasan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan dan lain-lain.
Sam’iyat membahas tentang segala sesuatu yang hanya bisa kita ketahui lewat sam’I, yaitu lewat
dalil naqli Al-Qur’an dan hadis.
Jika dibaca ulang, keempatruang lingkup akidah tersebut, sebenarnya termasuk dalam
pembahasan rukun iman yang enam. Paparan rukun iman tersebut sebagai berikut.
1.     Kepercayaan tentang adanya Allah dan segala sifat-sifat-Nya, yaitu sifat wajib, mustahil, dan
jaiz. Kepercayaan tentang wujud Allah dapat dibuktikan dengan keteraturan dan keindahan alam
semesta ini.
2.     Kepercayaan tentang alam gaib, yaitu percaya adanya alam dibalik alam nyata ini dan makhluk-
makhluk yang ada didalamnya, seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh.
3.     Kepercayaan tentang kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada rasul. Kitab-kitab tersebut
diturunkan agar menjadi pedoman hidup manusia.
4.     Kepercayaan tentang para nabi dan rasul Allah. Para nabi member petunjuk dan bimbingan
kepada manusia agar melakukan hal-hal yang baik dan benar.
5.     Kepercayaan tentang hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, seperti hari
bangkit dari kubur, timbangan amal baik dan amal buruk, pahala, siksa, surge, dan neraka.
6.     Kepercayaan tentang takdir, yaitu percaya qadha dan qadar Allah.

E.    Fungsi Akidah dalam Mendasari Akhlak


Akidah berfungsi membimbing tindakan manusia. Akidah membimbing manusia dalam
berakhlak baik atau buruk. Jika seseorang memiliki akidah yang benar dan memahaminya
dengan baik, akidahitu akan membimbingnya untuk berbuat kebaikan. Sebaliknya, jika
seseorang memiliki akidah yang tidak benar, akidah itu akan membimbingnya menuju akhlak
tercela.
Ijma’  merupakan kesepakatan ulama terkait dengan hukum yang belum jelas di Al-
Qur’an dan hadis. Dasar hokum ijma’ adalah surah (an-Nisa/4:59. Adapun qiyas adalah
mempersamakan suatu kejadian yang belum ada ketentuan hukumnya dal Al-Qur’an dan hadis
dengan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan hukum yang ditentukan
oleh nash tersebut karena adanya kesamaanillat hukum pada hukum.
Jadi fungsi akidah dalam mendasari akhlak dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.   Akidah sebagau dasar setiap tindakan manusia (akhlak).
2.   Akidah yang benar mendasari terlaksananya akhlak yang terpuji.
3.   Akidah yang tidak benar akan mendasari terlaksananya akhlak tercela.
4.   Semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap dalil yang menjadi sumber akidah islam maka
semakin tinggi pula tingkat perilaku terpuji manusia.
5.   Lemahnya akhlak seseorang menujukan lemahnya akidah.
F.     Contoh-contoh Akhlak Terpuji sebagi Akibat dari Akidah yang Benar
1.     Akhlak terhadap Allah
a.      Takwa
Takwa adalah memelihara diri dari adzab Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya. Ciri orang yang bertakwa adalah memiliki iman yang enam,
memiliki ihsan, memiliki islam.
b.     Cinta dan rida
Cinta adalah perasaan diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang
terpaut hatinya kepada yang dicintainya dengan penuh semangat dan kasih sayang.
c.      Ikhlas
Yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata untuk mencari keridaann Allah dan
atanpa pamrih kepada manusia.
d.     Tawakal
Tawakal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan
menyerahkan segala keputusan hanya kepada Allah.
e.      Syukur
Yang dimaksud dengan syukur adalah memuji kepada yang member nikmat, dengan mengakui
nikmat tersebut dalam hati, mengikrarkan secara lisan, dan kemudian menjadikan nikmat itu
sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
f.      Muraqabah
Adalah kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah swt.
g.     Tobat
Adalah memohon ampunan dari Allah swt, atas dosa baik yang disengaja atau yang tidak dengan
disertai penyesalan dan berjanji tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut.
2.     Akhlak terhadap Rasulullah
a.      Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
b.     Mencintai dan memuliyakan Rasul
c.      Mengikuti dan mentaati Rasul
d.     Mengucapkan salawat dan salam
3.     Akhlah Pribadi
Sifat amanah (dapat dipercaya) merupakan sifat terpuji bagi diri sendiri. Ada juga seperti
istiqamah, iffah, mujahadah, syaja’ah, tawadu, malu, sabar dan pemaaf juga merupakan sifat
erpuji bagi diri sendiri.
4.     Akhlak dalam Keluarga
a.    Birrul walidaini (berbakti kepada kedua orang tua)
b.   Hak dan kasih sayang suami istri
c.    Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak
d.   Silaturahmi dengan karib kerabat
5.     Akhlak bermasyarakat
a.      Bertamu dan menerima tamu
b.     Hubungan baik dengan tetangga
c.      Hubungan baik dengan masyarakat
d.     Pergaulan muda-mudi
e.      Ukhuwah islamiyah
6.     Akhlak bernegara
a.    Musyawarah
b.   Menegakkan keadilan
c.    Amar ma’ruf nahi munkar
d.   Hubungan pemimpin dengan yang dipimpin
G.   Contoh-contoh Akhlak Tercela sebagai Akibat dari Akidah yang Tidak Benar
1.     Syirik
2.     Riya/pamrih
3.     Sombong/takabur
4.     Memaki dan mencela
5.     Durhaka terhadap ibu dan bapak
6.     Menjadi saksi palsu atau mengucapkan sumpah palsu
7.     Memakan harta anak yatim
8.     Memutuskan silaturahmi
9.     Menyakiti tetangga

H.    Hubungan antara Akidah dan Akhlak


Hubungan antara akhlak dan iman tercermin dalam pernyataan rasulullah yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah oleh at-Tirmizi sebagai berikut:
  “Orang mukmin yang sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya“ (H.R. at-Tirmizi).
Seseorang yang memiliki akidah yang benar dan kuat akan mampu mewujudkan akidah
tersebut elalui perbuatan baik yang berupa akhlak mulia (al-akhlak al- karimah). Pendidikan
akhlak diperlukan oleh manusia untuk mengubah karakter manusia dari yang tidak baik menjadi
baik.
Metode Peningkatan Kualitas Aqidah Islamiyah
   Meyakini keesaan Allah (Unity of Godhead)
Setiap manusia harus memiliki aqidah yang benar tentang Tuhan, bahwa Dia adalah Esa.
QS Al Ikhlas ayat 1-4 memberi petunjuk tentang jati diri Allah.
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.                                               

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.          


3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,                                       
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."                       

          Meyakini Allah menciptakan segala sesuatu (Unity of Creation)


Dengan kuasa Allah alam semesta dicipta dengan sangat mengagumkan.
Alam raya dicipta Allah dengan tujuan dan bukan sia-sia
        Meyakini Allah menghargai dan memuliakan manusia (Unity of Mankind)
Manusia adalah makhluk Allah yang terhormat dan fungsional. Keterhomatan itu dapat
dilihat dari segi kesempurnaan penciptaannya dibanding makhluk lainnya, sehingga Allah
memuliakannya tanpa pandang status dan golongan dan secara fungsional manusia yang
paling layak menjadi penguasa bumi. 
          Meyakini Allah memberi petunjuk sebagai pedoman hidup (Unity of
Guidance)
Pedoman hidup seorang muslim adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Rasulullah SAW bersabda : “ Aku tinggalkan kepada kamu sekalian dua perkara yang tidak
akan tersesat kamu selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan
Sunnah Nabi-Nya”. (HR. Ibnu Abdil Barr)

2. Memahami Konsep Tauhid dalam Islam


Pengertian Tauhid
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab wahhada-yuwahhidu-tauhiidan artinya
mengesakan. Secara etimologis tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah
SWT adalah Esa, Tunggal, Satu. Mentauhidkan berarti mengakui dan meyakini ke-Esaan
Allah dan menge-Esakan Allah. Adapun secara terminologi tauhid adalah ilmu yang
membahas tentang wujud Allah SWT, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifatsifat yang
boleh disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang tidak boleh ada pada-Nya. Juga
membahas tentang Rasul Allah, meyakini kerasulan mereka.
Tauhid bukan hanya diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus
dihayati dengan sepenuh hati, baik dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan. Apabila
tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan benar dan baik, kesadaran seseorang
akan tugas dan kewajibannya sebagai manusia atau hamba Allah SWT yang mencakup
beberapa macam antara lain:
1. Keesaan zat Allah SWT.
2. Keesaan sifat
3. Keesaan perbuatan
4. Keesaan dalam beribadah kepada-Nya.
B. Tujuan dan Manfaat Tauhid.
Pada hakikatnya tauhid ini bukan sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi
lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Oleh karena itu, apabila tauhid telah
dimiliki, dimengerti dan dihayati dengan baik dan benar, maka akan menjadikan tauhid
sebagai:
a.      Kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul
dengan sendirinya;
b.     Pembimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang kurus seperti yang tela
dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon, tuhid adalah pokok
akar untuk menemukan kemabli jalan Allah, yang dapat membawa umat manusia kepada
puncak segala kebajikan.
c.      Akan melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di alam ini adalah ciptaan Tuhan,
semuanya akan kembali kapada Tuhan, dan segala sesuatu berada dalam urusan yang Maha
Esa itu.
d.     Sebagai pokok dan landasan berfikir dan bertindak bagi umat Islam.
e.      Sebagai rasa ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan
kemusyrikan.
f.      Sebagai pembentukan sikap dan perilaku
g.     Sebagai landasan falsafah hidup.
Manafaat tauhid bagi kehidupan manusia:
       Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keuatamaan.
       Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk
mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
       Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang
dapat menyesatkan.
       Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Dalam konteks pengembangan umat, tauhid berfungsi untuk mentransformasikan setiap
individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih ideal. Dalam arti, memiliki sifat-
sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu sosial, politif, ekonomi dan
budaya.
C.        Kedudukan Tauhid
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam, antara lain sebagai
berikut:
a.      Tauhid adalah tujuan penciptaan manusia.
b.     Tauhid adalah tujuan diutusnya para Rasul.
c.      Tauhid merupakan perintah Allah yang paling utama dan pertama.
d.     Tauhid adalah poros perbaikan umat.
e.      Tauhid dalam Al-Qur’an.
D.        Istilah-istilah Ilmu Tauhid
       Ilmu Ushuluddin
Ushuluddin berasal dari dua kata, yaitu ushul dan ad-dien. Ushul adalah bentuk jamak
dariashlun yang berarti: dasar atau asas, sedangkan ad-dien adalah agama sehingga
ushuluddin mempunyai pengertian dasar atau dasar agama, yaitu aqidah, tauhid dan i’tiqad
(keyakinan) dan rukun iman. Dinamakan ilmu ushuluddin (ilmu aqoid) karena pokok
pembeicaraannya adalah dasar-dasar kepercayaan agama yang menjadi pondasi agama
Islam, yakni akidah atau keyakinan kepada Allah SWT.
       Ilmu Kalam
Ilmu kalam adalah suatu kajian ilmiah yang berupa untuk memahami keyakinan-
keyakinan keagamaan dengan didasarkan pada argumentasi dan rasional. Tauhid dinamakan
ilmu kalam karena ilmu ini membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan
argumentasi tentang keberadaan Allah sebagai Tuhan yang paling berhak disembah
termasuk kalamullah yang disampaikan kepada para Nabi dan Rasul.
       Ilmu Ketuhanan (Theologi)
Secara etimologi kata Theologi itu terdiri atas dua kata, yakni Theos berarti Tuhan
dan logos  yang bermakna ilmu. Secara terminologi Theologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang Tuhan dan berhubungan dengan manusia baik berdasarkan
kebenaran agama (wahyu) ataupun berdasarkan penyeledikan akal murni. Tauhid
dinamakan juga dengan Theologi karena adanya kepercayaan kepada Tuhan dan segala
sesuatu yang bertalian dengan-Nya, hubungan Tuhan dengan manusia dan alam semesta,
baik yang ghaib dan yang nyata.
E.        Macam-macam Tauhid
Tauhid terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1.  Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah, Tuhan yang berhak disebah tidak ada
sekutu bagi-Nya.
2.               Tauhid Rububiyah
Adalah meyakini dan mengesakan Allah SWT dalam hal perbuatan-Nya seperti mencipta,
memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya, memberi manfaat,
memelihara, mengatur dan perbuatan lain yang merupakan perbuatan-perbuatan khusus
Allah SWT.
3.               Tauhid Mulkiyah
Adalah mentauhidkan Allah dalam mulkiyah-Nya yaitu mengesakan Alla terhadap
pemilikan, pemerintahan, dan penguasaan-Nya terhadap alam ini.
4.               Tauhid Rahmaniyah
Adalah beriman kepada nama dan sifat Allah Ar-Rahman yang artinya Maha Pengasih, Dia-
lah Allah yang mengasihi seluruh makhluk-Nya tidak ada yang bisa menyamai kasih
sayang-Nya apalagi lebih pengasih dari pada Dia.
F.         Makna Tauhid dalam kehidupan
1.   Membebaskan manuisa dari belenggu kepercayaan palsu.
Islam dengan konsep tauihidnya datang tidak mengenal kompromi. Oleh karena itu,
seorang muslim harus mampu menghilangkan segala bentuk ketergantungan terhadap
benda-benda dan memandangnya sebagai benda apa adanya, benda-benda yang seharusnya
ditundukkan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
2.   Persamaan (emansipasi) harkat dan martabat kemanusiaan.
Agar tetap terjaga harkat dan martabat kemanusiaannya manusia harus menyelamatkan
imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Allah SWT. Ini berarti hanya dengan
menghambakan diri kepada Allah manusia akan mendapatakan kepribadiannya yang utuh
dan integral.
G.        Kisah Teladan
1. Bilal bin Rabah
Nama lengkapnya Bilal bin Rabah Al-Habasyi, ia berasal dari negeri Habasyah,
sekarang Ethiopia. Ia biasa dipanggil Abu Abdillah dan digelari Muadzdzin Ar-Rasul. Bilal
lahir di daerah As-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah.ia berpostur tinggi, kurus, warna
kulitnya coklat, pelipisnya tipis, dan rambutnya lebat.
Ibunya seorang hamba sahaya (budak) milik Umayah bin Khalaf dari Bani Jumuh. Bilal
menjadi budak mereka hingga akhirnya mereka masuk Islam. Ia sahabat Rasulullah yang
berasal dari non-Arab. Dahulu Umayah bin Khalaf pernah menyiksa Bilal dan menjemurnya
di tengah padang pasir selama beberapa hari. Diperutnya diikat dengan batu besar dan
lehernya diikat dengan tali. Laluorang-orang kafir menyuruh anak-anaknya untuk
mnyeretnya ke perbukitan Mekkah. Saat beliau sedang disiksa tidak ada yang diminta Bilal
kepada para penyiksa selain memohon kepada Allah. Berkali-kali Umayah bin Khallaf
menyiksa Bilal dan memintanya untuk keluar dari agama Islam. Namun Bilal tetap teguh
pendirian. Ia selalu mengucapkan “Ahad-ahad”. Dan ia menolak untuk mengingkari agama
Islam. Maka Abu Bakr memerdekakannya. Lalu Umar bin Khottob berkata, “Abu Bakar
adalah seorang pemimpin (sayyid) kami.” Setelah  merdeka, mengabdikan untuk Allah dan
Rasul-Nya. Kemana pun Rasulullah SAW pergi Bilal senantiasa berada di samping
Rasulullah. Karena itu pula, para sahabat Nabi SAW sangat menghormati dan memuliakan
Bilal, sebagaimana mereka memuliakan dan menghormati Rasulullah SAW.
2.   Ashahabul Khafi
Ashahabul Kahfi adalah kisah sejumlah pemuda yang berjuang untuk mempertahankan
akidahnya. Mereka menyelamatkan diri ke sebuah gua dari kejaran Raja Dikyanus yang
menyembah berhala dan tertidur selama 309 tahun. Diikuti dengan seekor anjingnya yang
membentangkan kedua lengannya di depan pintu. Dalam tidur panjangnya mereka seperti
orang tidur yang hanya semalam saja. Tubuh mereka di bolak-balikkan ke kanan dan ke kiri
serta telinga mereka ditutup sehingga mereka tidak terbangun oleh suara-suara yanga ada di
sekitarnya. Ketika mereka terjaga dari tidurnya, wajah kota sudah berubah sangat drastis
dan uang perak yang mereka miliki sudah tidak berfungsi lagi. Ini menandakan pada mereka
bahwa mereka tidak tidur hanya sehari saja tetapi beratus-ratus tahun.
Kisah Ashabul kahfi ini memberikan inspirasi kepada pengembang ilmu pengetahuan
dan teknologi, khususnya dalam teori hibernasi, yaitu teori kondisi ketidakaktifan dan
penurunan fungsi metabolisme pada tubuh, serupa dengan kondisi tidur. Para pemuda
Ashabul kahfi yang tertidur selama ratusan tahun tetap bertahan hidup atnpa makan dan
minum dan tidak mengelami kerusakan pada tulang dan otot. Padahal kerusakan dan
hancurnya otot tidak terhindarkan pada orang-orang yang kelaparan sehingga dapat
menyebabkan kematian. Kini, teori hibernasi lebih dikembangkan bagi para astronot dan
para penderita kerusakan sel tulang.
3.   Kisah Keluarga Yasr bin Ammar
Setiap hari Yasir, Summayah, dan Ammar dibawa kepadang pasir Mekkah yang sangat
panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa. Penderitaan dan pengalaman Summayah
dari siksaan ini amat mengerikan dan menakutkan, namun sumayah telah menunjukkan
sikap dan pendirian tangguh, yang dari awal hingga akhir dibuktikan kepada manusia
dengan suatu kemuliaan yang tak pernah terhapus dan kehormatan yang pamornya tak
pernah luntur.
Bagaimanapun juga, semua bencana itu tidaklah dapat menekan jiwa ammar, walau
telah menekan punggung dan menguras tenaganya. Ia merasa dirinya benar-benar celaka,
ketika pada suatu hari tukang-tukang cambuk dan para penderanya menghabiskan segala
daya upaya dalam melampiaskan kezaliman dan kekejiannya. Semenjak hukuman bakar
dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara
merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak napasnya dan mengelupas
kulitnya yang penuh dengan luka. Pada hari itu, ketika ia tak sadarkan diri karena siksaan
yang dmeikian berat, orang-orang itu berkata padanya, “Pujalah olehmu Tuhan-tuhan
kami!” Ammar pun mengikuti perintah mereka tanpa menyadari apa yang keluar dari
bibirnya. Karena sadar dengan dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah
diucapkannya, maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di matanya betapa besar
kesalahannya yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang tidak dapat ditebus lagi dan
diampuni lagi.
Ketika Rasulullah menemui sahabatnya itu didapatinya ia sedang menangis, maka
disapulah tangisnya dengan tangan beliau seraya berkata, “Orang-orang kafir itu telah
menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan
begitu?” “Benar wahai Rasulullah”, ujar Ammar. Rasulullah tersenyum berkata, “Jika
mereka memaksamu lagi, tidak apa, ucapkanlah apa yang kamu katakan tadi!”. Lalu
Rasulullah membacakan kepadanya ayat yang muliaberikut ini, “Kecuali orang yang
dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan...” (QS. An-Nahl: 106)

 3.
Bukti Keotentikan Al-Quran

Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu
diantaranya adalah ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia
adalah kitab yang selalu dipelihara. “Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu
lahafizhun” (sesungguhnya kami yang menurunkan Al-Quran dan kamilah pemelihara-
pemelihara-Nya) (QS 15:9).
          Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas
dasar kemaha kuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan
oleh mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat diatas, setiap
muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda
sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta
dibaca oleh para sahabat nabi saw.
          Tetapi dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain ? dan, dapatkah
bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan jaminan
Allah diatas ? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan diatas.

Bukti-bukti dari Al-Quran sendiri.


          Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat rasyad Khalifah, mengemukakan bahwa
didalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan keotentikannya. Huruf-
huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surat dalam Al-Quran adalah jaminan
keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima Rasullulah saw. Tidak berlebih dan atau
berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya habis
terbagi 19, sesuai dengan sejumlah huruf-huruf  B(i)sm All(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him.
(Huruf a dan i dalam kurung tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab). Kata Ism terulang
sebanyak  19 , Allah sebanyak 2698 sama dengan 142 X 19, sedangkan kata Al-
Rahman sebanyak 57 atau 3 X19 dan Al-Rahim sebanyak 114 atau sama dengan 6 X 19.
         Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57
kali atau 3 X 19
         Huruf-huruf (Kaf), (ha’), (ya’), (‘ayn), (shad) dalam surat Maryam, ditemukan
sebanyak 798 kali atau 42 X 19
         Huruf (nun) yang memulai surat yang memulai surat Al-Qalam, ditemukan sebanyak
133 atau 7  X 19
         Kedua huruf (Ya’) dan (Sin)  pada surat Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285
atau 15 X 19.
         Kedua huruf (Tha’) dan (ha’)  pada surat Thaha masing-masing berulang sebanyak 342
atau 18 X 19
         Huruf-huruf (ha’) dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surat yang dimulai
dengan kedua huruf ini, ha’ mim, kesemuanya merupakan perkalian dari 114 X 19, yakni
masing-masing berjumlah 2166
           Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran, oleh
Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti leotentikan Al-Quran. Karena, seandainya ada
ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan kalimatnya dengan kata atau
kalimat lain, maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau. Angka 19
merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-
Quran sendiri, yakni yang termuat dalam surat Al-Muddatssir ayat 30 yang turun dalam
konteks ancaman terhadap seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran.
 Bukti-bukti Kesejarahan
           Al-Quran Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut
sementara Ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh dua hari. Ada beberapa
faktor yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Quran,
yaitu :
1.       Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang
tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam
hal hafalan, orang Arab – bahkan sampai kini – dikenal sangat kuat.
2.       Masyarakat Arab – Khususnya pada masa turunnya Al-Quran – dikenal sebagai
masyarakat sederhana dan bersahaja, kesederhanan ini, menjadikan mereka memiliki waktu
luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
3.       Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan, mereka bahkan
melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
4.       Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahaan bahasanya dan sangat
mengagumkan bukan saja bagi orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat
menhyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi
berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslim
disamping mengagumi keindahan bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya, serta
menyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
5.       Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum muslim untuk
memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat
sambutan yang hangat.
6.       Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan
peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Di samping itu, ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah
pencernaan maknanya dan proses penghafalan.
7.       Dalam Al-Quran, demikian pula hadist-hadist Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang
mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikat teliti dan hati-hati dalam menyampaikan
berita – lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan firman Allah atau sabda Rasul-Nya.
          Faktor-faktor diatas menjadi penunjang terpeliharanya dan dihafalkannya ayat-ayat
Al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat
ratusan sahabat Rasulullah saw. Yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam peprangan
Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw. Telah gugur tidak kurang
tujuh puluh orang penghafal Al-Quran. Walaupun Nabi saw. Dan para sahabat menghafal
ayat-ayat Al-Quran, namun untuk menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau
tidak hanya menggandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa
setiap ada ayat turun, Nabi saw, lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai
menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan 
tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dipelepah
kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Kepingan naskah tulisan yang
diperintahkan rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk kitab pada masa pemerintahan
Khalifah Abu Bakar r.a. atau usul Umar ibn Al-Khaththab, yang menunjuk Zaid ibn Tsabit
sebagai ketua tim penyusunan Al-Quran. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh
kaum muslimin untuk membawa naskah tulisah ayat Al-Quran yang mereka miliki ke
Masjid Nabawi.Naskah yang diterima harus memenuhi dua syarat yaitu :
1.       Harus sesuai dengan hafalan para sahabat.
2.       Tulisan tersebut benar-benar adalah tulisan atas perintah dan ditulis dihadapan Nabi saw.
Untuk membuktikan syarat kedua harus adanya dua orang saksi mata.
           Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa Al-
Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikitpun dengan apa
yang diterima dan dibaca Rasulullah saw lima belas abad yang lalu.
3. Memahami Bukti Keotentikan Islam
Membuktikan keotentikan Al-Qur’an ditinjau dari segi keunikan redaksinya, kemukjizatannya,
dan sejarahnya.
a.       Ditinjau dari keunikan redaksinya.
Abdurrazaq Naufal dalam bukunya Al-Ijaz Al- ‘Adad Al-qur’an Al-
Karim(kemukjizatan dari segi bilangan dalam Al-Qur’an) dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1.    Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Misalnya :
          (al-hayah /kehidupan) dan (al-maut/kematian) masing-masing sebanyak 145 kali.
          (an-naf /manfaat) dan (al-fasad/kerusakan atau mudarat) masing-masing sebanyak 50
kali.
          (al-harr /panas) dan (al- bard/dingin) masing-masing 4 kali.
2.    Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan sinonim atau makna yang
dikandungnya. Missalnya :
          (al-harts/membajak [sawah]) dan (az-zira’ah/bertani) masing-masing 14 kali.
          (al- ‘ujub/membanggakan diri atau angkuh) dan( al-ghurur /angkuh) masing-masing 27
kali.
          (adh-dhallun/orang sesat) dan (al-mauta/mati jiwanya) ) masing-masing 17 kali.
3.    Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk pada
akibatnya. Misalnya :
          (al- infaq/menafkahkan) dan (ar-ridha/kerelaan) masing-masing 73 kali.
          (al-bukhl/kekikiran) dan (al-hasrah/penyesalan) masing-masing 12 kali.
          (al-kafirun/orang-orang kafir) dan (an-nar/neraka atau pembakaran) masing-masing 154
kali.
4.    Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya. Misalnya :
          (al-israf/pemborosan) dan (as-sur’at/ketergesa-gesahan) masing-masing 23 kali.
          (al-mau’izhah/nasehat atau petuah) dan (al-lisan/lidah) masing-masing 25 kali.
          (al-asra/tawanan) dan (al-harb/perang) masing-masing 6 kali.
5.    Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut ditemukan pula keseimbangan khusus,
misalnya:
          Kata (yaum/hari) dalam bentuk tunggal,sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam
setahun.
          Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada “tujuh”,dan penjelasan ini diulanginya
sebanyak tujuh kali pula yaitu pada surah-surah Al-Baqarah :29, Al-Isra’:44, Al-
Mu’minun : 86, Fush-shilat :12, Ath-Thalaq :12, Al-Mulk :3, dan Nuh : 15.
          Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik (rasul), atau (nadzir/pemberi
peringatan) keseluruhannya berjumlah 518 kali,dan ini seimbang dengan jumlah penyebutan
nama-nama nabi,dan  rasul, dan pembawa berita tersebut, yakni 518 kali.[3]
b.      Ditinjau dari kemukjizatannya.
Kemukjizatan al-Qur’an pada dasarnya berpusat  pada dua segi, yaitu segi isi atau
kandungan al-Qur’an, dan segi bahasa al-Qur’an.
1.      Segi isi atau kandungan al-Qur’an.
          Al-Qur’an mengungkap sekian banyak ragam hal gaib seperti halnya mengungkap
kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusia, karena masanya yang telah
demikian lama, seperti peristiwa tenggelamnya fir’aun dan diselamatkannya badannya.[4]
          Dalam al-Qur’an banyak terdapat ramalan-ramalan tentang peristiwa-peristiwa yang
belum terjadi tetapi kemudian betul-betul terjadi dalam sejarah sebagaimana diramalkan,
misalnya, ramalan al-Qur’an tentang kemenangan akhir kerajaan Romawi dalam
peperangan melawan kerajaan Persi, dan menjadi kenyataan sejarah pada tahun 624 M,
yaitu 7 tahun sesudah ramalan al-Qur’an.
          Al-Qur’an sebagai kitab suci Allah yang terakhir merupakan kitab suci yang lengkap dan
sempurna, dimana pokok-pokok atau prinsip-prinsip ajaran yang dahulu yaitu Taurat,
Zabur, dan Injil telah dibawa juga oleh al-Qur’an, bahkan dalam bentuknya yang sempurna.
Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa agama Islam yang dibawa Nabi terakhir, yaitu Nabi
Muhammad Saw. merupakan puncak kesempurnaan dari agama Allah yang diwahyukan
kepada para Nabi-nya sejak Nabi yang pertama.[5]
2.      Segi bahasa al-Qur’an.
Dari segi bahasa, al-Qur’an merupakan bahasa bangsa Arab Quraisy yang
mengandung sastra Arab yang sangat tinggi mutunya. Ketinggian mutu sastra al-Qur’an ini
meliputi segala segi. Kaya akan perbendaharaan kata-kata, padat akan makna yang
terkandung, sangat indah dan sangat bijaksana dalam menyuguhkan isinya.[6]
Dalam gaya bahasanya yang menakjubkan alQur’an mempunyai beberapa
keistimewaan, diantaranya :
          Kelembutan al-Qur’an secara lafzhiah yang terdapat pada susunan suara dan keindahan
bahasanya.
          Keserasian al-Qur’an baik untuk awam maupun kaum cendekiawan, dalam arti bahwa
semua orang dapat merasakan keagungan dan keindahan al-Qur’an.
          Sesuai dengan akal dan perasaan, dimana al-Qur’an memberikan doktrin pada akal dan
hati, serta merangkum kebenaran dan keindahan sekaligus.[7]
c.       Ditinjau dari sejarahnya.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. secara berangsur-angsur lebih
dari 20 tahun.[8] Nabi Muhammad Saw. setelah menerima wahyu langsung menyampaikan
wahyu tersebut kepada para sahabat agar mereka menghafalnya sesuai dengan hafalan Nabi,
tidak kurang dan tidak lebih. Dalam rangka menjaga kemurnian al-Qur’an, Nabi Saw.
memanggil para sahabat yang pandai menulis, untuk menulis ayat-ayat yang baru saja
diterimanya disertai informasi tempat dan urutan setiap ayat dalam suratnya. Ayat-ayat
tersebut ditulis dalam pelepah-pelepah kurma, batu-batu, kulit-kulit atau tulang-tulang
binatang.
Setelah rasulullah wafat pemeliharaan al-Qur’an dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar
bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Abu Bakar mengemban tugas pemeliharaan al-Qur’an
dengan melakukan penghimpunan naskah-naskah al-Qur’an yang berserakan menjadi satu
mushaf. Hal ini dikarenakan banyak para sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan
perang Yamamah. Dalam pertempuran tersebut 70 orang penghafal al-Qur’an gugur.
Kemudian baru pada masa Utsman bin Affan tersusun pembukuan al-Qur’an standar dalam
rangka menjaga otentitas al-Qur’an sekaligus mereduksi dan mengantisipasi konflik internal
sekitar qira’at pada masa itu. Sejak itu umat islam dalam membaca al-Qur’an berpegang
pada bentuk bacaan yang sesuai dengan mushaf   Utsmani.
 4. Memahami ayat Al quran tentang manusia dan tugasnya sebagai hamba Allah dan
khalifah di bumi pada surat :
a. Surah Al Mu’ min
Surat Al Mu'minuun terdiri atas 118 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah.
Dinamai Al Mu'minuun, karena permulaan ayat ini manerangkan bagaimana seharusnya
sifat-sifat orang mukmin yang menyebabkan keberuntungan mereka di akhirat dan
ketenteraman jiwa mereka di dunia. Demikian tingginya sifat-sifat itu, hingga ia telah
menjadi akhlak bagi Nabi Muhammad s.a.w. 

Pokok-pokokisinya. 

1.Keimanan: 
Kepastian hari berbangkit dan hal-hal yang terjadi pada hari kiamat; Allah tidak
memerlukan anak atau sekutu. 

2.Hukum-hukum: 
Manusia dibebani sesuai dengan kesanggupannya; rasul-rasul semuanya menyuruh manusia
memakan makanan yang halal lagi baik; pokok-pokok agama yang dibawa para nabi adalah
sama, hanya syariatnya yang berbeda-beda. 

3.Kisah-kisah: 
Kisah Nuh a.s.; kisah Hud a.s. kisah Musa a.s. dan Harun a.s.; kisah Isa a.s. 

4.Danlain-lain: 
Tujuh perkara yang harus dipenuhi, oleh seorang mukmin yang ingin mendapat
keberuntungan hidup di dunia maupun di akhirat; proses kejadian manusia; tanda-tanda
orang yang bersegera kepada kebaikan; nikmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia
wajib disyukuri.

b. Menerangkan kandungan surah an- Nahl


Surat ini terdiri atas 128 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Surat ini
dinamakan An Nahl yang berarti lebah karena di dalamnya, terdapat firman Allah s.w.t. ayat
68 yang artinya : "Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah." Lebah adalah makhluk Allah
yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara
madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al Quranul Karim. Madu berasal dari bermacam-
macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia (lihat
ayat 69). Sedang Al Quran mengandung inti sari dari kitab-kitab yang telah diturunkan
kepada Nabi-nabi zaman dahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua
bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (Lihat surat (10)
Yunus ayat 57 dan surat (17) Al Isra' ayat 82). Surat ini dinamakan pula "An Ni'am" artinya
nikmat-nikmat, karena di dalamnya Allah menyebutkan pelbagai macam nikmat untuk
hamba-hamba-Nya.

Pokok-pokok isinya :

1. Keimanan:

Kepastian adanya hari kiamat; keesaan Allah; kekuasaan-Nya dan kesempurnaan ilmu-Nya
serta dalil-dalilnya; pertanggungan jawab manusia kepada Allah terhadap segala apa yang
telah dikerjakannya.

2. Hukum-hukum:
Beberapa hukum tentang makanan dan minuman yang diharamkan dan yang dihalalkan;
kebolehan memakai perhiasan-perhiasan yang berasal dari dalam laut seperti merjan dan
mutiara; dibolehkan memakan makanan yang diharamkan dalam keadaan terpaksa; kulit
dan bulu binatang dari hewan yang halal dimakan; kewajiban memenuhi perjanjian dan
larangan mempermainkan sumpah; larangan membuat-buat hukum yang tak ada dasarnya;
perintah membaca isti'aadzah (a'uudzubillahi minasyaithaanirrajiim = aku berlindung
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk); larangan membalas siksa melebihi siksaan yang
diterima.

3. Kisah-kisah:
Nabi Ibrahim a.s.

4. Lain-lain:
Asal kejadian manusia; madu adalah untuk kesehatan manusia; nasib pemimpin-pemimpin
palsu di hari kiamat; pandangan orang Arab zaman Jahiliyah terhadap anak perempuan;
ajaran moral di dalam Islam; pedoman da'wah dalam Islam.

Surat An Nahl mengandung keterangan tentang sifat-sifat orang musyrikin, dan tingkah
laku mereka, serta tantangan mereka terhadap kebenaran hari kiamat dan kerasulan
Muhammad s.a.w., kemudian Allah s.w.t. menyebutkan peringatan-peringatan-Nya kepada
mereka dan azab yang mereka alami sebagai akibat dari sifat perbuatan mereka itu. Dalam
surat ini, Allah menunjukkan bukti-bukti ke Esaan-Nya seraya memaparkan nikmat-nikmat
yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dan surat ini memuat juga hukum-hukum
dan ajaran-ajaran tentang akhlak.
c. Mendeskripsikan isi surat Al Baqarah
Surat “al-Baqarah” yang terdiri dari 286 ayat ini diturunkan oleh Allah s.w.t kepada Nabi
Muhammad s.a.w. untuk disampaikan kepada umatnya, di saat beliau sudah berada di Madinah.
dan  sebagian besar ayat-ayat tersebut diturunkan pada permulaan tahun hijriyah, kecuali ayat
281 diturunkan di Mina pada Hajji Wadaa’ (Haji Nabi Muhammad s.a.w. yang terakhir).

Oleh karena itu surat al-Baqarah dimasukkan dalam golongan surat-surat al-Madaniyyah. Surat
al-Baqarah juga merupakan surat yang terpanjang di antara surat-surat Al-Qur’an dan yang di
dalamnya terdapat pula ayat yang terpanjang yaitu Ayat 282.

Surat ini dinamakan “Al-Baqarah” karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi
betina yang diperintahkan Allah kepada bani Israil (ayat 67 sampai dengan 74), di mana
dijelaskan watak orang Yahudi pada umumnya.

Al-Baqarah juga disebut “Fusthaathul Qur’an” (puncak al-Qur’an) karena memuat beberapa
hukum tatanan umat Islam dalam beribadah kepada Allah s.w.t. dan tata cara berkomunikasi
dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia (mu’amalat), aturan-aturan tersebut tidak
disebutkan dalam surat yang lain.

Selain kedua sebutan nama tersebut yang dimiliki surat al-Baqarah, ia juga dinamai surat “alif-
laam-miim” karena surat ini dimulai dengan Alif-laam-miim.

Pokok-pokok pembahasan yang terdapat dalam surat al-Baqarah, diantaranya, yaitu:

1. Keimanan, pada surat al-Baqarah menjelaskan tata cara berdakwah Islamiyyah dalam
menyampaikan dan menanamkan nilai-nilai keimanan akan ke-Esa-an Allah s.w.t. yang
dilakukan Nabi Muhammad s.a.w. kepada umat Islam, ahlul kitab, dan para musyrikin yang ada
pada saat itu.

2. Hukum-hukum menurut ajaran agama Islam, diantaranya perintah mengerjakan shalat,


menunaikan zakat, hukum puasa, hukum haji dan umrah, hukum qishas, hal-hal yang halal dan
haram, bernafkah di jalan Allah, hukum arak dan judi,  cara menyantuni anak yatim, larangan
riba, hutang-piutang, kewajiban mencari nafkah dan orang yang berhak menerimanya, tata cara
dan hukum wasyiat kepada kedua orang tua dan kaun kerabat, hukum sumpah, kewajiban
menyampaikan amanat, larangan sihir, hukum merusak masjid, hukum merubah kitab-kitab
Allah, hukum haidh, ‘iddah, thalak, khulu’, illa’ dan hukum memberikan air susu kepada anak
orang lain, hukum melamar dan membayar mahar, larangan mengawinkan wanita musyrik dan
sebaliknya, dan hukum perang.

3. Kisah-kisah para Nabi, diantaranya; kisah penciptaan Nabi Adam a.s, kisah Nabi Ibrahim a.s,
kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Dan dalam surat al-Baqarah juga menjelaskan hal-hal selain ketiga hal tersebut, diantaranya
menjelaskan sifat-sifat orang yang bertaqwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah yang
luhur, perumpamaan-perumpamaan, arah yang menjadi kiblat orang muslim dalam beribadah
sholat, dan menjelaskan keadaan makhluk-makhluk Allah setelah ddihidupkan kembali dari
kematiannya pada hari akhir kelak.

d. menguraikan isi surat az Zariyat

Surah Az-Zariyat [51] ayat 56 ini memberikan arah umum tugas manusia bahwa manusia
diciptakan tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Pernyataan ini
memberikan penegasan bahwa saat diangkat sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi,
manusia tidak bebas bertindak semau yang diinginkannya. Perilaku manusia dituntun untuk
selalu sadar terhadap Tuhan dan menjalin hubungan dengan-Nya.

Berikut Surat Az-Zariyat Ayat 56

Wa ma - khalaqtul-jinna wal-insa illa- liya'budu-n(i)


Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S. Az-
Zariyat Ayat 56)

Terdapat tiga cara Allah menyebut manusia dalam Al-Qur’an. Ketiga sebutan itu adalah an-nas,
al-insa atau al-insan, dan al-basyar.

1. Sebutan an-nas merujuk pada maksud manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama
dengan manusia lain dalam hubungan saling membutuhkan.
2. Sebutan al-insa atau al-insan merujuk kepada maksud manusia sebagai makhluk yang
memiliki hati nurani, akal, dan jiwa, serta emosi.
3. Sebutan al-basyar merujuk pada maksud manusia sebagai makhluk biologis yang
membutuhkan makan,minum, dan berbagai kebutuhan biologis yang lain.

Manusia dipanggil dengan sebutan al-insa menunjukkan panggilan Allah SWT. pada


jiwa kemanusiaan manusia yang unik dibandingkan makhluk Allah SWT. yang lain.
Manusia berbeda dari batu, hewan, atau tanaman. Manusia memiliki akal sekaligus hati. Manusia
memiliki nafsu, emosi, sekaligus fitrah kesucian jiwa. Artinya, manusia memiliki potensi untuk
berbuat baik dan potensi untuk berbuat buruk. Dengan kedua potensi inilah manusia dipanggil
oleh Allah SWT.

Dengan menggunakan kata al-insa Allah SWT. ingin mengingatkan manusia yang dapat
berbuat baik sekaligus berbuat buruk itu bahwa dirinya ada di dunia ini tidak lain hanya untuk
beribadah kepada Allah SWT. Secara tidak langsung Allah mengingatkan manusia untuk berlaku
sebaik-baiknya dan menjauhi potensi buruk yang ada pada dirinya. Allah SWT. mengingatkan
manusia untuk menjalani kehidupannya sesuai dengan tuntunan yang telah Allah SWT. sediakan
untuk manusia.
Beribadah kepada Allah SWT. merupakan keniscayaan dalam kehidupan manusia.
Beribadah kepada Allah SWT. memiliki dua tindakan nyata, satu tindakan dalam kesadaran diri
kita selaku manusia dan satu tindakan nyata dengan semua potensi yang ada pada diri kita untuk
menuruti keinginan Allah SWT. atas kita. Tindakan dalam kesadaran adalah keimanan
kita kepada Allah SWT. sebagai ilah yang kita sembah dan Rabb yang memiliki kekuasaan
mutlak atas diri kita. 

Kesadaran ini memberikan warna tauhid dalam diri kita sekaligus membebaskan jiwa kita dari
kemusyrikan. Inilah dasar dalam beribadah kepada Allah SWT. Kesadaran jiwa itu selanjutnya
mewujud dalam tindakan nyata untuk mengikuti tuntunan dan aturan Allah SWT. dalam
menjalani kehidupan. Kesadaran itu ada di sepanjang hidup kita karena setiap tindakan kita
adalah ibadah kepada Allah SWT. Dengan kata lain, hidup kita adalah ibadah kepada
Allah SWT.

Beribadah kepada Allah SWT. bukanlah semata menjalankan salat lima kali sehari atau
berpuasa pada bulan Ramadan. Beribadah kepada Allah SWT. seharusnya kita lakukan
dalam setiap tarikan napas kita. Setiap gerakan jari kita, setiap langkah kaki kita, setiap ucapan
yang keluar dari lisan kita seharusnya bernilai ibadah kepada Allah SWT. Dengan demikian, kita
beribadah kepada Allah SWT. saat menuntut ilmu. Kita beribadah kepada Allah SWT. saat
berjalan ke pasar dan sebagainya.

Pada ayat ini Allah SWT. juga memberikan informasi bahwa tidak hanya manusia yang
memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT. Ada makhluk lain yang juga
mendapat tugas yang sama. Makhluk itu adalah jin. Bangsa jin yang merupakan makhluk tak
kasat mata bagi manusia diciptakan Allah SWT. dari nyala api. Mereka juga memiliki
pola kehidupan selayaknya manusia. Dalam arti mereka juga memiliki hati nurani, akal, emosi,
bahkan kehidupan sosial. Mereka berkeluarga, bermasyarakat, dan juga bernegara.

Jin diciptakan Allah SWT. untuk beribadah kepada-Nya. Namun, syariat yang digunakan
dalam ibadah mereka, hanya Allah yang mengetahui. Ada sebagian pendapat mengatakan bahwa
syariat mereka adalah syariat manusia dan mengikuti ajaran yang disampaikan oleh para nabi
manusia. Pendapat ini dikuatkan dengan berbagai dasar Al-Qur’an dan hadis. Di antaranya hadis
dari Nabi Muhammad SAW. bahwa ada serombongan kaum jin yang datang menemui
Nabi Muhammad SAW. untuk belajar agama dan Nabi Muhammad SAW. pun dengan senang
hati menyampaikan pelajarannya. 

Hal ini menunjukkan bahwa kaum jin belajar syariat kepada manusia. Dengan demikian, pastilah
mereka juga menggunakan syariat yang mereka pelajari tersebut. Pendapat lain menyebutkan
bahwa mereka memiliki syariat mereka sendiri dalam beribadah. Pendapat ini beralasan bahwa
karakteristik manusia dan jin berbeda. Oleh karena itu, seharusnyalah Allah menurunkan syariat
yang sesuai dengan keunikan yang dimiliki  bangsa jin.

5. macam macam sunnah & fungsinya terhadap Al Qur’an

          Sunnah atau hadits berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1.       Sunnah Qauliyah, yaitu khabar berupa perkataan Nabi SAW yang didengar dan
disampaikan oleh seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain.

2.      Sunnah Fi’liyah, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW yang
diketahui dan disampaikan oleh para sahabat kepada orang lain. Seperti tata cara
menunaikan shalat lima waktu yang dipraktekkan Nabi,  cara berwudlu’ dan cara haji.

3.      Sunnah Taqririyah, yaitu sesuatu yang timbul dari sahabat Rasulullah SAW yang
telah  diakui oleh beliau, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
4. Sunnah Hammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi Saw. tetapi belum dikerjakan.
Sebagian ulama hadis ada yang menambahkan perincian sunnah tersebut dengan
sunnah hammiyah. Karena dalam diri Nabi Saw. terdapat sifat-sifat, keadaan-
keadaan (ahwal) serta himmah (hasrat untuk melakukan sesuatu). Dalam riwayat
disebutkan beberapa sifat yang dimiliki beliau seperti, “bahwa Nabi Saw. selalu bermuka
cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka
berteriak, tidak suka berbicara kotor, tidak suka mencela,..” Juga mengenai sifat
jasmaniahbeliau

6. memahami ayat al quran dan hadist tentang kewajiabn menuntut ilmu dan
menyampaikan kepada sesama
1. Kewajiban menuntut ilmu surat at taubat

Ibnu Abu Hatim menjelaskan Asbabun nuzul surah At-Taubah 122 dari sebuah hadis yang
diriwayatkan Ikrimah. Beliau menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya ini, yaitu,
"Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang
pedih." (Q.S. At-Taubah 39).

Asbabun nuzul surah At Taubah Ayat 122 


Baca juga:
 Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 278: Perintah Meninggalkan Riba
 Asbabun Nuzul Surat al-Baqarah Ayat 29: Proses Penciptaan Langit dan Bumi
 Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah 183: Menggapai Takwa dengan Berpuasa
Allah menjelaskan dalam surat At Taubah ayat 122 ini bahwa pada waktu itu ada orang-orang
yang tidak berangkat ke medan perang. Mereka tidak berangkat perang karena sibuk
mengajarkan agama kepada kaumnya di daerah Badui (pedalaman). Melihat kejadian itu, orang-
orang munafik berkomentar, "Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah
pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu."

Kemudian turunlah surat ini (At-Taubah ayat 122) yang menjawab komentar orang-orang
munafik tersebut. "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke
medan perang)." (Q.S At-Taubah ayat 122).

Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya yang menjelaskan Asbabun nuzul surah At
Taubah 122. Riwayat hadis tersebut  melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair yang menceritakan,
bahwa keinginan umat Islam yang sangat besar untuk ikut berjihad sangat besar sehingga ketika
Rasulullah mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya ingin berangkat. Mereka
meninggalkan Nabi SAW di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah
surat at-Taubah ayat 122 sebagai respon atas prilaku para sahabat nabi.

Berdasarkan asbabun nuzul surat at-Taubah ayat 122 di atas, dapat dipahami bahwa ketika umat
Islam berada dalam peperangan, hendaknya semua orang Islam tidak berangkat ke medan
perang. Akan tetapi sebagian umat Islam harus ada yang di tinggal di daerahnya untuk menuntut
ilmu. Para sahabat yang tidak berangkat ke medan perang bertugas menuntut ilmu dan
mendalaminya dengan tekun agar ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan
dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat
Islam dapat ditingkatkan.

Pendalaman ilmu agama merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan
penyampaian bukti-bukti. Islam menilai orang-orang yang menuntu ilmu sama halnya dengan
orang yang berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw telah bersabda:

‫يوزن يوم القيامة مداد العلماء بدم الشهداء‬

"Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang
dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)".

Tugas umat Islam adalah mempelajari ajaran agamanya, serta mengamalkannya dengan baik,
kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Hal
tersebut merupakan kewajiban kolektif umat Islam dan setiap pribadi muslim sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah telah bersabda:

‫بلغوا عني ولو آية‬

"Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat
Alquran".

Namun, tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk menuntut ilmu serta mendalami
ilmu agama. Ada yang dikarenakan sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di
toko dan sebagainya.

Oleh karena itu harus ada sebagian umat Islam yang fokus menuntut ilmu dan mendalaminya
agar mereka dapat menyebarkan ilmu yang telah didapatkannya ketika kembali ke masyarakat
dan menjalankan misi dakwah Islam dengan cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil
yang lebih baik pula.
Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi pelita bagi umatnya. Ia
harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan
pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan
bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama.

Dari penjelasan asbabun nuzul surat at-Taubah ayat 122 di atas, dapat diambil suatu pengertian,
bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam
kewajiban: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.

Menurut pengertian yang tersurat dari surat at-Taubah ayat 122, kewajiban menuntut ilmu
pengetahuan dalam bidang ilmu agama lah yang ditekankan Allah SWT. Namun, setiap ilmu
pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka, serta tidak bertentangan
dengan norma-norma agama, wajib dipelajari.

Allah memerintahkan umat Islam untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan
yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana
yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula
hukumnya. [dutaislam.com/in]

2. kandungan surat an – mujaadalah

Isi Kandungan Q.S Al-Mujadalah : 11


 
A. Penjelasan Al-Quran Surat Al-Mujadalah:11
Surat Al-Mujadalah:11 menerangkan tentang etika (sopan santun) bila berada dalam suatu majlis
dan kedudukan orang yang beriman, serta orang yang berilmu pengetahuan. 
Dalam buku pembelajaran Al-Quran Hadits)dan Tafsir Al-Mishbah, dijelaskan bahwa Surat Al-
Mujadalah ini turun pada hari jum’at. Ketika itu Rasul berada di satu tempat yang sempit
(Shuffah) dan menjadi kebiasaan bagi beliau memberikan tempat khusus buat para sahabat yang
terlibat dalam perang Badr, karena besarnya jasa mereka. Ketika majlis tengah berlangsung
datanglah beberapa orang sahabat yang mengikuti perang Badr. Kemudian datang pula yang
lainnya. Mereka yang baru datang memberi salam, dan Rasulpun serta sahabat menjawab salam
tersebut. Tapi mereka yang telah datang lebih dahulu (yang sudah duduk) tidak bergeser
sedikitpun dari tempat duduknya, sehingga mereka yang baru datang berdiri terus. Maka Nabi
SAW memerintahkan kepada sahabat-sahabat yang lain yang tidak terlibat dalam perang Badr
untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi SAW.
Perintah Nabi itu, mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini yang digunakan oleh
kaum munafik untuk memecah belah dengan berkata : ”Katanya Muhammad berlaku adil, tetapi
ternyata tidak.” Nabi yang mendengar kritik itu bersabda: ”Allah merahmati siapa yang memberi
kelapangan bagi sandaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di ataspun
turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu. Hal ini juga diperjelas dalam Asbabun nuzul
(2001:549).
Apa yang dilakukan Rasul terhadap para sahabat dikenal juga dalam pergaulan internasional
seperti istilah peraturan protokoler, dimana orang-orang terhormat memiliki tempat-tempat yang
terhormat disamping Kepala Negara, hal ini sebagimana tertuang dalam Quran Surat An-Nisa :
95
Artinya : ”Tidaklah sama antara mu’min yang duduk-selain yang mempunyai uzur-dengan
orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwa mereka. Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan diri mereka atas orang-orang yang
duduk, satu derajat. Kepada masing-masing, Allah menjanjikan pahala yang besar (Q.S An-
Nisa : 95).
Adapun bebrapa hal yang bisa diperoleh dari Quran surah Al-Mujadalah: 11 ini antara lain :
1. Etika Dalam Majlis
Etika dalam majlis ini maksudnya adalah bahwasanya ketika berada dalam suatu majlis,
hendaklah kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru datang. Dalam buku
pembelajaran Al-Quran Hadits dikatakan bahwasanya yang sempit itu bukanlah tempatnya
melainkan hatinya. Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri, membuat enggan
memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal ini hati sangat berperan.
Berangkat dari kata ( ) Tafassahu dan ( ) Afsahu terambil dari kata ( ) Fasaha yakni lapang.
Sedang kata ( ) unsyuzu terambil dari kata ( ) nusyuz yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut
pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain
untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar
pindah. (Quraish Shihab 2002 : 79)
Kembali kepada kata nusyuz yang artinya berdiri atau fansyuzu yang berarti berdirilah, kata
tersebut mengisyaratkan untuk berdiri, maka berdirilah. Artinya apabila kita diminta untuk
berdiri dari majlis Rasulullah, maka berdirilah. Hal ini yang kemudian menajdi pedoman umum,
apabila pemilik majlis (protoloker) menyuruh berdiri, maka berdirilah, karena tidak layak apabila
orang yang baru datang meminta berdiri orang yang telah datang terlebih dahulu dan duduk
ditempat orang itu. Sabda Nabi :
Artinya : ” Janganlah seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain dari tempat duduknya, akan
tetapi lapangkanlah dan longgarkanlah.
Kata Majalis ( ) adalah bentuk jama’ dari kata ( ) majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk.
Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan agama ketika
itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk,
tempat berdiri atau tempat berbaring. Karena tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah
memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yang
lemah. Seorang tua non muslim sekalipun, jika anda ( yang muda) duduk di bus, kereta sedang
dia tidak mendapat tempat duduk, maka adalah wajar dan beradab jika anda berdiri untuk
membri tempat duduk. (Quraish Shihab 2002 : 79).
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwasanya sebagai orang yang beriman kita (manusia) harus
melapangkan hati demi saudaranya yang lain. Dengan kita memberikan kelapangan kepada
orang lain, maka ” niscaya Allah akan melapangkan bagimu”. Artinya karena hati telah
dilapangkan terlebih dahulu menerima sahabat, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka
dan hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan.
Jadi sekurang-kurangnya etika dalam suatu majlis adalah memberikan kelapangan tempat duduk,
maka dengan demikian Allah juga akan melapangkan pula bagi kita pintu-pintu kebajikan di
dunia dan di akhirat. Sebagaimana. Sabda Nabi :
Artinya : ”Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba itu mau menolong sesama
saudaranya. (H.R. Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi) 
2. Manfaat beriman dan berilmu pengetahuan 
Selanjutnya dalam ayat tersebut dijelaskan ” Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-
orang yang beriman diantaramu, dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat”. Artinya ada orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah, yaitu orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan, dengan bebrapa derajat. 
Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana.
Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Tentu saja yang dimaksud
dengan ( ) / yang diberi pengetahuan. Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar berimnan dan beramal saleh, dan yang kedua
beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi
lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan
pengajatrannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.
(Quraish Shihab 2002:79-80)
Kita bisa saksikan, orang-orang yang dapat menguasai dunia ini adalah orang-orang yang
berilmu, mereka dengan mudah mengumpulkan harta benda, mempunyai kedudukan dan
dihormati orang. Ini merupakan suatu pertanda bahwa Allah mengangkat derajatnya.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan jika ilmu tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat..
tetapi jika pengetahuan yang dimiliki tersebut hanya digunakan untuk mencelakakan atau
membahayakan orang lain maka hal tersebut tidak dibenarkan. 
Jadi antara iman dan ilmu harus selaras dan seimbang, sehingga kalau menajdi ulama, ia menjadi
ulama yang berpengetahuan luas, kalau ia menjadi dokter, maka akan menajdi dokter yang yang
beriman dan sebagainya.
Pada akhir ayat juga dijelaskan bahwasanya Allah itu selalu melihat apa yang kamu kerjakan,
jadi tidak ada yang samar dihadapan Allah. Dan Allah akan mebalas semua apa yang kita
kerjakan. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang jahat akan dibalas
sesuai dengan kejahatannya.
3. Contoh semangat keilmuan 
Adapun yang dapat dijadikan sebagai contoh dari semangat keilmuan adalah:
1) Rasulullah itu sendiri merupakan contoh teladan yang tidak mengenal lelah dalam mencari
ilmu, Beliau senantiasa membaca dan menimba ilmu dari alam rasa dan yang semuanya
bersumber dari Allah SWT.
2) Apabila ada suatu majlis maka bergabunglah karena pasti disana akan didapatkan suatu
pengetahuan baru yang akan emnambah wawasan dan referensi sehingga kita dapat
mengaplikasikan apa yang didapatkan. Seperti contoh sahabat Nabi yang pulang dari medan
perang. Beliau tetap bergabung dalam majlis ilmu yang dilaksanakan oleh Nabi. Dalam dunia
kita saat ini yaitu seringlah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang peduli
dengan bidang-bidang keilmuan.
3) Ikutilah jejak para tokoh-tokoh agamawan, ilmuan, tokoh pemikir yang selalu berupaya untuk
menciptakan iklim yang baru sehingga saat ini kita dapat menikmatinya dan dimasa mendatang.
Dari ketiga contoh diatas masih banyak lagi contoh-contoh yang lain yang dapat dijadikan
sebagai bahan referensi seperti kita yang saat ini tengah duduk diantara teman-teman kita, ini
juga merupakan contoh dari semangat keilmuan. Tentunya menjadi renungkan sebuah hadits
yang menyuruh kita untuk menuntut ilmu walau sampai ke negeri Cina yang berbunyi :
Artinya : ”Tuntutlah ilmu walau sampai kenegeri cina.” 
Dan menuntut ilmu juga merupakan kewajiban bagi manusia dalam rangka menngenal Sang
Pencipta, mengenal alam dan mengenal sesama.
3. Hadist Riwayat ibn majah dan Anas Bin Malik

1. Pengertian Kewajiban menuntut Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran tentang sesuatu
yang diperoleh melalui pembelajaran.[2]
Begitupun Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan,
mengetahui segala kemaslahatan dan jalan kemanfaatan danmenganalisa segala pengalaman
yang di dapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan
segala kebutuhan hidup.
Kewajiban menuntut ilmu pengetahuan sangat di perlukan oleh manusia untuk mencapai
kebahagian di dunia maupun di akhirat, menuntut ilmu wajib bagi setiap orang, karena ilmu
memiliki struktur keilmuan yang mengandung dari bagian-bagian yang satu sama lain berkaitan.
[3]
 

1. Hadist dan PenjelasanTentang Kewajiban Menuntut Ilmu


2. Hadist
3. ‫ُق ْال َجنَّ ِة‬ ْ َ‫ك طَ ِريقًا ي‬
ِ ‫طلُبُ فِي ِه ِع ْل ًما َسهَّ َل هَّللا ُ بِ ِه طَ ِريقًا ِم ْن طُر‬ َ َ‫َم ْن َسل‬

Rasululloh Bersabda :
“Barangsiapa yang menapaki suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan
memudahkan baginya jalan ke Surga”.
[ H.R. Ibnu Majah & Abu Dawud ]
َ‫ = َسلَك‬Menapaki
‫ = طَ ِر ْيقًا‬Jalan
ُ‫طلُب‬ ْ َ‫ = ي‬mencari
‫ = َسه ََّل‬memudahkan[4]

2. Penjelasan

Menurut Ibnu Hajar kata Thoriqon diungkapkan dalam bentuk nakiroh, begitu juga dengan kata
ilmu yang mencakup semua jalan atau cara untuk mendapatkan ilmu, baik sdikit maupun banyak.
Kalimat ‫سهَّ َل هَّللا ُ ِب ِه طَ ِريقًا‬
َ (Allah memudahkan baginya jalan), yaitu Allah memudahkan baginya
jalan diakhirat atau jalan di dunia, dengan cara memberi hidayah untuk melakukan perbuatan
baik yang mengantarkanny menuju surga. Hal ini mengandung berita gembira bagi orang yang
menuntut ilmu, bahwa Allah memudahkan mereka untuk mencari dan mendapatkannya, karena
menuntut ilmu adalah salah satu jalan menuju surga.
Dalam hadist di atas, Rosulullah memberikan motivasi belajar kepada para sahabat (umat)nya
dengan mengemukakan manfaat, keuntungan, dan kemudahan yang akan di dapat oleh setiap
orang yang berusaha mengikuti proses belajar. Meskipun Beliau tidak menggunakan kata
perintah, namun hadist di atas dapat di pahami sebagai perintah.
Anjuran yang terdapat dalam hadist ini sejalan dengan pernyataan Allah dslam al-Quran surah
al-Fatir (35):28. 
  Alloh Ta’ala berfirman : 
  Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. [Al
Fathir: 28]
      Menurut Ibnu Abbas, “ Orang yang berilmu tentang Allah yang maha Pencipta di antara
hamba-hambanya adalah orany yang menyekutukannya dengan suatu apapun, menghalalkan apa
yang di halalkan Allah, mengharamkan apa yang di haramkan-Nya.
Dari Hadist dan atsar di atas dapat di pahami dengan jelas bahwa ilmu pengetahuan itu
memudahkan orang yang menuju surga. Hal itu mudah di pahami karena dengan ilmu, seseorang
yang mengetahui aqidah yang benar, cara-cara beribadah dengan benar dan bentuk-bentuk
akhlak yang mulia. Sdlain itu orang berilmu mengetahui pula hal-hal yang dapat merusak aqidah
tauhid, perkara-perkara yang merusak pahala ibadah, dan memahami pula sifat dan perilaku
buruk yang perlu di hindari. Semua itu akan membawanya ke surga bahkan kesejahteraan di
dunia.[6]

1. Hadist pendukung dari hadist di atas 

           Dari abu hurairah r.a. berkata: aku mendengar Rosulallah saw bersabda: ”Ingatlah, bahwa
dunia ini terkutuk , dan semua yang ada di dalamnya juga terkutuk, kecuali dzikrullah dan
sesuatu yang di cintainya, orang alim (orang yang berilmu) dan orang yang belajar ilmu”.(HR.at-
Turmudzi dan ia berkata ini hadist hasan).
Hadist ini menjelaskan bimbingan Rasulullah saw kepada umatnya, bagaimana bersahabat
dengan dunia atau benda yang ada yang ada di sekitarnya. Dunia dan benda di sekitarnya tidak
membahagiakan manusia dan tidak seluruhnya menyelamatkan dari penderitaan. Oleh karena itu,
dunia dan benda di sekitar kita yang di miliki akan di minta pertanggung jawaban di sisi Allah
nanti.
  
Dari Anas bin Malik berkata: Rosulallah saw bersabda: ”Barang siapa yang keluar dalam
mencari ilmu, maka ia pada jalan Allah sehingga ia pulang “. (HR.at-Turmudzi)
Hadist ini memberi motivasi kepada umat agar selalu mencari ilmu dan selalu menuntut ilmu.
Mencari ilmu adalah kebutuhan pokok bagi manusia untuk membekali kehidupannya yang
sangat bermanfaat,bagi orang mukmin kemanfaatan ilmu yang di peroleh di dunia dan akhirat.[7]
 
 
 
 
 
 
7. pengertian , kedudukan sejarah tasawuf dalam islam

Menurut Etimologi

Pengertian tasawuf menurut etimologi juga pendekatan lainnya, terdapat perbedaan. Secara
umum, diantara perbedaan tersebut tentu ada garis merah atau benang merah yang dapat ditarik.

1. Berasal dari Kata Shuffah

Tasawuf berasal dari istilah shuffah. Shuffah berarti serambi tempat duduk. Suffah berasal di
serambi masjid Madinah yang disediakan untuk mereka yang belum memiliki tempat tinggal
atau rumah dan dari orang-orang muhajirin yang ada di Masa Rasulullah SAW. Mereka dipanggi
sebagai Ahli Suffah atau Pemilik Sufah karena di serambi masjid Madinah itulah tempat mereka.

2. Berasal dari Kata Shaf

Selain itu, istilah tawasuf juga berasal dari kata Shaf. Shaf memiliki arti barisan. Istilah ini
dilekatkan kepada tasawuf karena mereka, para kaum sufi, memiliki iman yang kuat, jiwa dan
hati yang suci, ikhlas, bersih, dan mereka senantiasa berada dalam barisan yang terdepan jika
melakukan shalat berjamaah atau dalam melakukan peperangan.

3. Berasal dari Kata Shafa dan Shuafanah

Istilah Tasawuf juga ada yang mengatakan berasal dari kata shafa yang artinya bersih atau jernih
dan kata shufanah yang memiliki arti jenis kayu yang dapat bertahan tumbuh di daerah padang
pasir yang gersang.

4. Berasal dari Kata Shuf

Pengertian Tasawuf juga berasal dari kata Shuf yang berarti bulu domba. Pengertian ini muncul
dikarenakan kaum sufi sering menggunakan pakaian yang berasal dari bulu domba kasar. Hal ini
melambangkan bahwa mereka menjunjung kerendahan hati serta menghindari sikap
menyombongkan diri. Selain itu juga sebagai simbol usaha untuk meninggalkan urusan-urusan
yang bersifat duniawi. Orang-orang yang menggunakan pakaian domba tersebut dipanggil
dengan istilah Mutashawwif dan perilakunya disebut Tasawuf.

Menurut Terminologi

Pengertian tasawuf menurut terminologi dari para ahli sufi juga terdapat varian-varian yang
berbeda. Hal ini dapat dijelaskan dari berbagai pandangan sufi berikut:

1. Menurut Imam Junaid

Menurut seorang sufi yang berasal dari Baghdad dan bernama Imam Junaid, Tasawuf memiliki
definisi sebagai mengambil sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah.
2. Menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang syekh yang berasal dari Afrika Utara. Sebagai
seorang sufi ia mendefinisikan tasawuf sebagai proses praktek dan latihan diri melalui cinta yang
mendalam untuk ibadah dan mengembailikan diri ke jalan Tuhan.

3. Sahal Al-Tustury

Sahal Al Tustury mendefinisikan tasawuf sebaai terputusnya hubungan dengan manusia dan
memandang emas dan kerikil. Hal ini tentu ditunjukkan untuk terus menerus berhubungan dan
membangun kecintaan mendalam pada Allah SWT.

4. Syeikh Ahmad Zorruq

Menurut Syeikh Ahmaz Zorruq yang berasal dari Maroko, Tasawuf adalah ilmu yang dapat
memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata untuk Allah dengan menggunakan
pengetahuan yang ada tentang jalan islam. Pengetahuan ini dikhususkan pada pengetahuan fiqh
dan yang memiliki kaitan untuk mempebaiki amalan dan menjaganya sesuai dengan batasan
syariah islam. Hal ini ditujukan agar kebikjasanaan menjadi hal yang nyata.

Kedudukan Tasawuf Dalam Syari`at Islam

Keteladan Rosulullah Saw yang telah mendapatkan penilaian super cum laude dari Allah, adalah target
yang ingin dicapai atau setidaknya didekati oleh/dengan tasawuf keteladanan itu.[5] Sufisme atau
tasawuf atau mistisisme Islam, adalah suatu situasi pengalaman spiritual yang pararel dengan aliran
utama kesadaran Islam yang diurunakan dari wahyu profetis dan yang dipahami dalam syai1ah dan
teologi. Dalam madzhab sufi mengatakan mistisisme adalah metode tertentu dalam penghampiran
kepada realitas dengan memamfaatkan fakultas-fakultas spiritual intuitif dan emosional yang umumnya
tidak aktif dan terpendam.

Sufisme adalah bunga atau getah dari pohon Islam. Atau dapat pula dikatakan bahwa sufisme adalah
permata diatas mahkota Islam. Ketika kita berbicara sufisme, maka sebenarnya kita sedang berbicara
mengenai aspek tradisi Islam yang paling dalam dan universal. Kenyataan bahwa pada saat ini di Barat
banyak sekali perhatian yang tertuju kepada metafisika dan spiritualitas Timur. Apa lagi di era modern
seperti saat ini kebutuhan terhadaf tasaawuf sangat dibutuhkan, karena manusia modern sangat haus
dan dahaga akan kebutuhan-kebutuhan spiritual untuk memperoleh kepastian ((yakin). Oleh sebab itu,
dalam tasawuf ditunjukan tahapa-tahapan menuju kesempurnaan spiritual untuk mendapatkan
kepastian itu berdasarkan kata-kata Al-Quran, yaitu : sains atau ilmu mengenai kepastian, mata
kepastian, dan kebenaran mengenai kepastian.

Ketiga tingkatan ini merupkan tahapan-tahapan utama didalam proses inisiasi, yaitu tahap pengetahuan
mental, tahap penyaksian dan tahap realisasi terhadap hal-hal suci di dalam diri. Kehidupan sosial
manusia modern yang semakin komplek menuntut adanya pencerahan spiritual, ketajaman mata batin
disamping kecerdasan rasio. Semakain manusia mampu menyadari pentingnya pesan sufisme dengan
segala kandungan spiritual dalam kehidupannya, maka ia akan semakin cerdas secara spiritual. Manusia
modern juga perlu mengembalikan aktivitas perenungan kehidupannya. Setiap perenungan yang
dilakukan dan diinternalisasikan dalam diri manusia dapat memberikan semacam petunjuk karena
adanya proses evaluasi dan intropeksi di dalamnya. Dengan berkontemplasi, manusia akan semakin tahu
siapa dirinya, sehingga dengan demikian juga niscaya mengetahui siapa Tuhannya. Dengan demikian,
tasawuf benar-benar merupakan kebutuhan spiritual bagi manusia modrn.[6]  jadi kedudukan tasawuf
dalam syari`at Islam

Pertama, sebagai metode atau jalan untuk mendapatkan kelezatan dalam beribadah, karena tasawuf
dipandang sebagai salah satu metode untuk mendapatkan hal tersebut, sehingga kelezatan ibadah tidak
akan didapat apabila orang-orang muslim tidak bertasawuf.

Kedua, sebagai metode untuk mencapai derajat ihsan, karena tasawuf mempunyai sumber dan landasan
yang kokoh, kuat dari ajaran Islam.

Ketiga, tasawuf sebagai sarana memperkuat mental, ketabahan dalam beribadah.

Keempat, tasawuf sebagai landasan dalam mengaplikasikan rasa syukur baik syukur secara lisan, tingkah
laku atau kemantapan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan
Allah.

Kelima, tasawuf sebagai ruang untuk menilai dan mempelajari serta menelaah kelemahan diri didalam
melaksanakan kewajiban atau perbuatan baik dan kesukaran dalam menjauhi serta meninggalkan apa-
apa yang dilarang oleh Islam.[7]

8. Manfaat dan hikamh kontrol diri

QS. Al Anfal (8): 72 ُ ْ‫ك َبع‬


‫ض ُه ْم‬ َ ‫صرُوا أُولَ ِئ‬ ِ ‫اجرُوا َو َجا َهدُوا ِبأَمْ َوال ِِه ْم َوأَ ْنفُسِ ِه ْم فِي َس ِب‬
َ ‫يل هَّللا ِ َوالَّذ‬
َ ‫ِين آَ َو ْوا َو َن‬ َ ‫ِين آَ َم ُنوا َو َه‬
َ ‫إِنَّ الَّذ‬
‫ين َف َعلَ ْي ُك ُم ال َّنصْ ُر إِاَّل َعلَى َق ْو ٍم‬ ِ ‫صرُو ُك ْم فِي ال ِّد‬ َ ‫ِين آَ َم ُنوا َولَ ْم ُي َها ِجرُوا َما لَ ُك ْم مِنْ َواَل َيت ِِه ْم مِنْ َشيْ ٍء َح َّتى ُي َها ِجرُوا َوإِ ِن اسْ َت ْن‬
َ ‫ض َوالَّذ‬ ٍ ْ‫أَ ْو ِل َيا ُء َبع‬
)72( ‫ون بَصِ ي ٌر‬ ‫هَّللا‬
َ ُ‫اق َو ُ ِب َما َتعْ َمل‬ ٌ ‫َب ْي َن ُك ْم َو َب ْي َن ُه ْم مِي َث‬

QS. Al Hujurat (49):12 ‫ض ُك ْم َبعْ ضًا‬ ُ ْ‫الظنِّ إِ ْث ٌم َواَل َت َج َّسسُوا َواَل َي ْغ َتبْ َبع‬ َّ ‫ض‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
َّ ‫ِين آَ َم ُنوا اجْ َت ِنبُوا َكثِيرً ا م َِن‬
َ ْ‫الظنِّ إِنَّ َبع‬
)12( ‫أَ ُيحِبُّ أَ َح ُد ُك ْم أَنْ َيأْ ُك َل َلحْ َم أَخِي ِه َم ْي ًتا َف َك ِرهْ ُتمُوهُ َوا َّتقُوا هَّللا َ إِنَّ هَّللا َ َت َّوابٌ َرحِي ٌم‬

َ ‫ون إِ ْخ َوةٌ َفأَصْ لِحُوا َبي َْن أَ َخ َو ْي ُك ْم َوا َّتقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم ُترْ َحم‬
QS. Al Hujurat (49):10 )10( ‫ُون‬ َ ‫إِ َّن َما ْالم ُْؤ ِم ُن‬

QS. Al Anfal (8): 72  Terjemahan : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan
pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan
(terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun
atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan
kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali
terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.

Kandungan QS. Al Anfal (8): 72 Pada ayat ini disebutkan tiga golongan antara lain : Golongan Muhajirin,
Golongan Anshor  dan golongan kaum muslimin yang tidak berhijrah ke  Madinah. -Golongan pertama
ialah yang memperoleh derajat tertinggi dan mulia di sisi Allah yaitu kaum Muhajirin yang pertama-tama
berhijrah bersama Nabi Muhammad saw. ke Madinah dan orang-orang yang menyusul berhijrah
kemudian yaitu berhijrah sebelum terjadinya perang Badar. Semua kekerasan dan kekejaman yang
ditimpakan kepada kaum Muhajirin ini disambut dengan sabar dan tabah dan tidak dapat
menggoyahkan keimanan mereka sedikit pun. Mereka tetap bertahan dan berjuang membela agama
yang hak dan bersedia berkorban dengan harta dan jiwa, bahkan mereka bersedia meninggalkan
kampung halaman, anak, istri dan harta benda mereka. Oleh sebab itu mereka diberi sebutan oleh Allah
dengan keistimewaan, pertama "beriman", kedua "berhijrah", ketiga "berjuang dengan harta dan benda
di jalan Allah".

Golongan kedua ialah: "Kaum Ansar" di Madinah yang memeluk agama Islam, beriman kepada Nabi saw.
dan mereka berjanji kepada Nabi dan kaum Muhajirin akan sama-sama berjuang di jalan Allah, bersedia
menanggung segala resiko dan duka perjuangan, untuk itu mereka siap berkorban dengan harta dan
jiwa. Nabi Muhammad saw. menanamkan rasa ukhuwah Islamiah antara kedua golongan ini sehingga
kaum Ansar memandang kaum Muhajirin sebagai saudara keturunannya, masing-masing golongan
dapat mewarisi. Karena itu Allah memberikan dua sebutan kepada mereka, pertama "memberi tempat
kediaman" dan kedua "penolong dan pembantu" dalam hal ini pula mereka dinamai "kaum Ansar".
Seakan-akan kedua golongan ini karena akrabnya hubungan telah menjadi satu, sehingga tidak ada lagi
perbedaan hak dan kewajiban di antara mereka. Karena itu Allah telah menetapkan bahwa hubungan
antara sesama mereka adalah hubungan karib kerabat, hubungan setia kawan, masing-masing merasa
berkewajiban membantu dan menolong satu sama lainnya bila ditimpa suatu bahaya atau malapetaka.
Mereka saling tolong-menolong, saling nasihat-menasihati dan tidak akan membiarkan orang lain
mengurus urusan mereka, hanya dari kalangan merekalah diangkat pemimpin bilamana mereka
membutuhkan pemimpin yang akan menanggulangi urusan mereka.

Golongan ketiga ialah: golongan kaum Muslimin yang tidak berhijrah ke Madinah. Mereka tetap saja
tinggal di negeri yang dikuasai oleh kaum musyrikin seperti orang mukmin yang berada di Mekah dan
beberapa tempat di sekitar kota Madinah. Mereka tidak dapat disamakan dengan kedua golongan
Muhajirin dan Ansar karena mereka tidak berada dikalangan masyarakat Islam, tetapi berada di
kalangan masyarakat musyrikin. Maka hubungan antara mereka dengan kaum Muslimin di Madinah
tidak disamakan dengan hubungan antara mukmin Muhajirin dan Ansar dalam masyarakat Islam. Kalau
hubungan antara sesama mukmin di Madinah sangat erat sekali bahkan sudah sampai kepada tingkat
hubungan karib kerabat dan keturunan, maka hubungan dengan yang ketiga ini hanya diikat dengan
keimanan saja. Demikianlah hubungan antara dua golongan pertama dengan golongan ketiga ini, yang
harus diperhatikan dan diamalkan dan mereka harus bertindak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan Allah. Allah selalu melihat dan mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-Nya.

QS. Al Hujurat (49):12 Terjemahan : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Kandungan QS. Al Hujurat (49): 12 Al-Qur’an surah al-Hujurat /49: 12  menjelaskan bahwa Allah Swt.
melarang berprasangka buruk, yaitu menyangka seseorang melakukan perbuatan buruk Umar bin Al
Khathab ra. pernah berkata, "Janganlah kalian berprasangka terhadap ucapan yang keluar dari saudara
mukmin kecuali dengan prasangka baik. Sedangkan engkau sendiri mendapati adanya kemungkinan
ucapan itu mengandung kebaikan." Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulllah saw
bersabda, "Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian
meneliti rahasia orang lain, mencuri dengan, bersaing yang tidak baik, saling dengki, saling membenci,
dan saling membelakangi. Jadilah kalian ini sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara." (hadis ini
juga diriwayatkan oleh Bukhari, dan Muslim, juga Abu Dawud) Pada surah al-Hujurat /49: 12  juga
terdapat pemberitahuan tentang larangan berghibah. Ghibah masih diperbolehkan bila terdapat
kemaslahatan yang lebih kuat, seperti misalnya dalam Jarh (menilai cacat dalam masalah hadits), Ta'dil
(menilai baik/peninjauan kembali dalam masalah hadits), dan nasihat. Adapun bagi orang-orang yang
berghibah/menggunjing orang lain, diwajibkan bertaubat atas kesalahannya, dan melepaskan diri
darinya (bergunjing) serta berkemauan keras untuk tidak mengulanginya lagi. Diriwayatkan oleh malik
dari Abu Hurairah RA, bahwarasulullah SAW bersabda ‫اياكم والظن فان الظن الحديث وال تجسسوا وال‬
) ‫نتافسوا والتحاسدوا وال تباعضوا وال تدابروا وكونوا عبادالله اخونا( متفق عليه‬

Artinya: Jauhilah prasangka karena prasangka itu adalah cerita yang paling dusta, dan janganlah kamu
saling memaki, saling mencari kesalahan, saling membanggakan, saling beriri,saling membenci, dan
jadilah kamu hamba – hamba Allah yang bersaudara .

QS. Al Hujurat (49):10 Terjemahan : Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.

Kandungan QS. Al Hujurat (49): 10 Sesungguhnya orang-orang mukmin yang mantap imannya serta
dihimpun oleh keimanan, kendati tidak seketurunan adalah bagaikan bersaudara seketurunan, dengan
demikian mereka memiliki keterikatan bersama dalam iman dan juga keterikatan bagaikan seketurunan;
karena itu wahai orang-orang beriman yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian antar kelompok-
kelompok damaikanlah walau pertikaian itu hanya terjadi antara kedua saudara kamu apalagi jika
jumlah yang bertikai lebih dari dua orang dan bertakwalah kepada Allah yakni jagalah diri kamu agar
tidak ditimpa bencana, baik akibat pertikaian itu maupun selainnya supaya kamu mendapat rahmat
antara lainrahmatpersatuan dan kesatuan. Kata (‫ )إنما‬digunakan untuk membatasi sesuatu. Di sini kaum
beriman dibatasi hakikat hubungan mereka dengan persaudaraan. Seakan-akan tidak ada jalinan
hubungan antar mereka kecuali persaudaraan itu. Kata (‫ )إخواة‬adalah bentuk jamak dari kata (‫)أخ‬, yang
dalam kamus-kamus bahasa sering kali diterjemahkan saudara atau sahabat. Kata ini pada mulanya
berarti yang sama. Persamaan dalam garis keturunan mengakibatkan persaudaraan, demikian juga
persamaan dalam sifat atau bentuk apapun. Ada juga persaudaraan karena persamaan kemakhlukan,
seperti Nabi Muhammad saw. menamakan jin adalah saudara-saudara manusia. Ayat di atas
mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar
anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya,
perpecahan dan keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada
puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata
qital yang puncaknya adalah peperangan.
Rangkuman Materi Alquran QS. Al Anfal (8): 72); QS. Al Hujurat (49):12; dan QS Al Hujurat (49):10 1.     
QS. Al Anfal (8): 72 Tiga golongan dalam umat islam antara lain : Golongan Muhajirin, Golongan Anshor 
dan golongan kaum muslimin yang tidak berhijrah ke  Madinah.

2.      QS. Al Hujurat (49):12 Allah SWT. Melarang hamba-hambanya yang beriman berprasangka buruk
pada keluarganya dan terhadap orang lain. karena sebagian prasangka itu merupakan perbuatan yang
mengakibatkan dosa dan janganlah kamu mencari – cari kesalahan orang lain Allah memperumpamakan
orang yang menggungjing selain saudaranya yang mukmin seperti orang yang memakan daging
saudaranya yang mati.

3.      QS Al Hujurat (49):10 Persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat
kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya, perpecahan dan
keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada puncaknya dapat
melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata qital yang
puncaknya adalah peperangan.

Hadist
  Kandungan Q.S.  Al-Hujurat /49: 10 

Al-Qur’an surah al-Hujurat /49: 10 menjelaskan bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu


bersaudara, oleh karena itu pereratlah tali persaudaraan. Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Dari Abi Musa ra. dia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, 'Orang mukmin yang satu dengan yang
lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan. (HR. Bukhari)

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:


Artinya: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya.
Barang siapa yang berusaha mencukupi kebutuhan saudaranya, Allah akan mencukupi kebutuhanya.” (HR.
Bukhari)

9. Qishash
Qishash berasal dari kata ‫ قصاص‬yang artinya memotong atau berasal dari kata Iqtassan yang artinya
mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas perbuatannya. Menurut syara'
qishash ialah hukuman balasan seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan
fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.

Macam-Macam Qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka qishash dibedakan menjadi dua yaitu:
Qishash pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunuh).
Qishash anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak atau
menghilangkat fungsi anggota badan).

Hukum Qishash
Hukum mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishash anggota badan, dijelaskan
dalam Al-Qur'an surat Al-Miadah ayat 45:

‫وكتبنا عليهم فيها ان النفس بالنفس والعين بالعين واالنف باالنف واالذن باالذن والسن بالسن والجروح قصاص فمن تصدق به فهو كفارة له‬
‫ومن لم يحكم بما انزل هللا فاولئك هم الظالمون‬

Artinya:
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan
jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan lukapun ada
qishashnya. Barang siapa melepaskan (hak qishashnya) akan melepaskan hak itu (menjadi) penembus
dosa baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang dzalim. (Q.S Al-Maidah ayat 45)

Syarat-Syarat Qishash
Hukuman qishash wajib dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut:

A. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik). Jika seorang mukmim
membunuh orang kafir, orang murtad, pezina yang sudah menikah, ataupun seorang pembunuh, maka dal
hal ini hukuman qishash tidak berlaku. Rasulullah SAW bersabda:

‫الَ يُ ْقتَ ُل ُم ْسلِ ٌم بِكَافِ ٍر‬


Artinya:
Tidak dibunuh seorang muslim yang membunuh orang kafir. H.R Al-Bukhari)

Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang muslim yang membunuh orang kafir tidak diqishash. Pun
demikian, harus dipahami bahwa orang kafir terbagi menjadi bagian yaitu:

Kafir yang melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan muslimin hingga sampai pada tahapan
"memerangi". Seorang muslim yang membunuh kafir ini tidak diqishash dan tidak dikenai hukuman
apapun.
Kafir yang berada di bawah kekuasaan penguasa muslim dan berinteraksi secara damai dengan kalangan
muslimin. Penguasa muslim berhak menghukum seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi. Semakin
jelas disini, bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai siapapun, termasuk juga kalangan
non muslim, selama mereka tidak berniat menghancurkan dinul Islam dan mendzalimi kalngan muslimin.

B. Pembunuh sudah baligh dan berakal. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:


Dari Aisyah R.A bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Terangkat hukum (tidak kena hukum) dari
tiga orang yaitu: orang tidur hingga ia bangun; anak-anak  hingga ia dewasa; dan orang gila hingga ia
sembuh dari gilanya." (H.R Ahmad dan Abu Dawud)
C. Pembunuh bukan bapak (orang tua dari terbunuh). Jika seorang bapak (orang tua) mem
bunuh anaknya maka ia tidak dikenakan qishash. Rasulullah SAW bersabda:

Tidak dibunuh seorang bapak (orang tua) yang membunuh anaknya. (H.R Ahmad dan At-Tirmidzi)
Dalam hal ini hakim berhak menjatuhkan ta'zir kepada orang tua tersebut, semisal mengasingkannya
dalam rentangw aktu tertentu atau hukuman lain sehingga membuatnya ia jera. Adapun jika seorang anak
membunuh orang tuanya maka ia wajib dihukum qishash.

D. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh. Seperti muslim dengan muslim,
merdeka dengan merdeka, dan hamba dengan hamba. Allah berfirman:

‫ا ايها الذين امنوا كتب عليكم القصاص في القتلى الحر بالحر والعبد بالعبد واالنثى باالنثى فمن عفي له من اخيه شيء فاتباع بالمعروف‬
‫واداء اليه باحسان ذلك تخفيف من ربكم ورحمة فمن اعتدى بعد ذلك فله عذاب اليم‬

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. (Q.S
Al-Baqarah ayat 178)

E. Qishash dilakukan dalam hal yang sama. Misalnya jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan lain
sebagainya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 45:

‫وكتبنا عليهم فيها ان النفس بالنفس والعين بالعين واالنف باالنف واالذن باالذن والسن بالسن والجروح قصاص فمن تصدق به فهو كفارة له‬
‫ومن لم يحكم بما انزل هللا فاولئك هم الظالمون‬
Artinya:
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan
jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan lukapun ada
qishashnya. Barang siapa melepaskan (hak qishashnya) akan melepaskan hak itu (menjadi) penembus
dosa baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang dzalim. (Q.S Al-Maidah ayat 45) 

Hikmah Qishah
Hikmah yang dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sangat menjaga serta menjaga
kehormatan dan kesalamatan jiwa manusia. Perilaku perbuatan pembunuhan diancam dengan qishash
baik yang terkait pada al-jinayat 'alan nafsi (tindakan pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah 'ala ma
dunan nafsi (tindakan pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun menghilangkan fungsinya)
akan menimbulkan banyak efek postitif. Yang terpeting diantaranya adalah:
1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan.
2. Dapat memberikan keamanan dan ketertiban.
3. Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang pertumpahan darah.
10. Muhammad Abduh
Di bidang politik, ia berpendapat bahwa terdapat hubungan yang erat antara seseorang dengan tanah airnya.
Prinsip demokrasi harus secara bersama-sama dilaksanakan oleh rakyat dan pemerintah. Sejarah Islam telah 
membuktikan  betapa kuatnya demokrasi dipegangi oleh kaum muslimn  pada masa-masa pertama Islam.

Muhamad Abduh  berpendapat bahwa tiap negara mempunyai Undang-undang yang cocok dengan dasar-dasar
kebudayaan dan politik yang berlaku di tempat itu atas dasar perbedaan geografi, keadaaan perdagangan serta
pertaniaannya. penyususn undang-undang tidak perlu meniru pembuatan undang-undang di Negara lain. Mengenai
bentuk undang-undang  dan peraturan pada umumnya bagi suatu bangsa, harus mencerminkan  karakter rakyatnya
sesuai dengan  kebiasaan  hidupnya. Jadi pendidikanlah yang terlebih dahulu diutamakan agar mereka bisa
mencapai tujuan.

 Adapun fungsi undang-undang dikatakan hanya memelihara keadaan yang sudah ada bukan untuk mengadakan
perubahan. Sedangkan  perubahan adat dan akhlak suatu umat dan pengarahan kepada suatu tujuan hanya bisa
dicapai dengan pendidkan bukan dengan undang-undang.

Dengan ketiga hal tersebut yakni tanah air, demokrasi dan pertalian undang-undang dengan keadaan tanah air
seperti bahasa, agama, adat dan akhlak, Muhammad Abduh telah membentangkan apa yang harus  dibela oleh
seorang warga Negara dan yang telah membentuk kepribadiannya sebagai manusia dan warga negara. Karena itu
seorang tidak boleh mengorbankan tanah airnya, bagaimanapaun juga keadaanya dan tidak boleh mengorbankan
bahasa, agama, akhlak dan tradisi bangsanya sebagaimana ia harus memegangi prinsip demokrasi dalam
pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai