Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau
cair.
Diare adalah pengeluaran feses yang lunak dan cair disertai sensasi ingin defekasi
yang tidak dapat ditunda. (Grace, Pierce A&Borley, Neil R, 2006)
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih ) dalam satu hari.(DEPKES RI 2011)

B. Etiologi
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit) alergi,
malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar penyebab diare.
Pada balita, penyebab diare terbanyak adalah infeksi virus terutama Rotavirus
(Permatasari, 2012). Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak
dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin
yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan
akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan
mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara klinis
penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebakan
oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi
dan sebab-sebab lainya (DEPKES RI, 2011). Penyebab diare sebagian besar adalah
bakteri dan parasit, disamping sebab lain seperti racun, alergi dan dispepsi (Djamhuri,
1994).
 Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk

1
Virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe 40,41), Small bowel structure virus,
Cytomegalovirus.
 Bakteri
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC). Enteroaggregative
E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E coli (EIEC), Enterohemorragic E.coli (EHEC),
Shigella spp., Camphylobacterjejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholera 01, dan V.
Cholera 0139, salmonella (non-thypoid).
 Parasit
Protozoa, Giardia lambia, Entamoeba histolityca, Balantidium coli, Cryptosporidium,
Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis.
 Heliminths
Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria philippinensis, Trichuris trichuria.
 Non Infeksi
Malabsorbsi, Keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imonodefisiensi, obat dll.
Menurut Arif Mansjoer dkk (2000) etiologi diare antara lain:
a. Infeksi virus (Rotavirus, Adenovirus), bakteri (E. Colli, Salmonella, Shigella, Vibrio
dll), parasit (protozoa : E. hystolitica, G. lamblia; cacing : Askaris, Trikurus; Jamur :
Kandida) melalui fecal oral : makanan, minuman,yang tercemar tinja atau kontak
langsung dengan tinja penderita.
b. Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Makanan : alergi makanan, basi atau keracunan makanan
d. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
e. Faktor lingkungan dan perilaku
f. Psikologi : rasa takut dan cemas (Arif Mansjoer dkk, 2000)

C. Patofisiologi
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus, menstimulasi
sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan kapasitas untuk
absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus yang lebih kecil.

2
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh gangguan
malabsorpsi. Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis.,
misalnya ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui stimulasi usus
oleh saraf parasimpatis. Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh pengeluaran feses
dalam jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare jenis ini antara lain adalah kolitis
ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua penyakit ini memiliki komponen fisik dan
psikogenik (Elizabeth J. Corwin, 2007).

3
D. Klasifikasi
Terdapat 2 klasifikasi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005), yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung kurang dari 2
minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya mendadak, disertai lemah dan kadang-
kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti atau berakhir dalam beberapa jam sampai

4
beberapa hari. Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun
adanya infeksi
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat
diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling
sering,
c. Penyebablain diare akut adalah infeksi lain (missal, infeksi traktus urinarius dan
pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotik, toksin yang
teringesti, iriitable bowel syndrome, enterocolitis dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal diare.
Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare spesifik dan diare
non spesifik. (Wijaya, 2010)
 Diare spesifik adalah diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau
parasit.
 Diare non spesifik adalah diare yang disebabkan oleh makanan
Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan
dan keenceran tinja yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik
secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu
penyakit berat.
Tanda-tanda diare kronik seperti: demam, berat badan menurun, malnutrisi,
anemia, dan meningginya laju endap darah. Demam disertai defense otot perut
menunjukan adanya proses radang pada perut. Diare kronik seperti yang dialami
seseorang yang menderita penyakit crohn yang mula-mula dapat berjalan seperti serangan
akut dan sembuh sendiri. Sebaliknya suatu serangan akut seperti diare karena infeksi
dapat menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapat diarahkan untuk
memebedakan antara diare akut dengan diare kronik.

E. Manifestasi Klinis
 Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer

5
 Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
 Keram abdominal
 Demam
 Mual dan muntah
 Anorexia
 Lemah
 Pucat
 Perubahan tanda tanda vital; nadi dan pernafasan cepat
 Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan menyembuhkan
penyakit yang mendasari (Baughman, 2000).
1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan glukosa
oral dan larutan elektrolit.
2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamid
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non- infeksius.
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau
lansia.
Penatalaksanaan diare akut pada anak:
1. Dehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat
dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat
diberiakn Nacl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul
Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare
6
akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.
b. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari
badan dapat dihitung dengan cara atau rumus :
Mengukur BJ plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus :

BJ – 1,025
X BB X 4ml
0,001

Metode Pierce Berdasarkan keadaan klinis, yakni:


 Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
 Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
 Diare berat, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

Keterangan:
PWL: Previus Water Lose (ml/kgBB) = cairan muntah.
WL: Normal Water Lose (ml/K9BB) = cairan diuresis, penguapan, pernapasan

7
WL: Concomitant Water Lose (ml/KGBB) = cairan diare dan muntah yang terus menerus
c. Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa
cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO, dan glukosa. Untuk diare akut dan
kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEgl, Pada anak dibawah
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l.
Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
d. Cairan parenteral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai
berikut:
 Untuk anak umur 1 bl -2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit = 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15
tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus I ml = 20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kg BB/menit = 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran
ml=15 tts atau 4 tts/KGBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit.
 Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml-15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
2 jam pertama : 20 ml/kgBB jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
 Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg :
Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan
4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO: 1 1/2%.

8
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 ts)
8 tts/kg/BB/mt (1 mt =20 tts).
 Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10%
+ bagian NaHCO, 1½%).
2. Dietetik
Untuk anak dibawah tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7 kg, jenis makanan:
 Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lenak tak jenuh.
 Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
 Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas kebutuhan
kalori, kebutuhan asam amino, dan kebutuhan mikronutrien.
Kebutuhan kalori :
a. BBLR : 150 Kkal/ Kg BB
b. BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan
c. BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB
d. BB 11- 20 Kg: 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)
e. BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB - 20)

Kebutuhan Asam amino :

a. BBLR 2,5 3/ Kg BB
b. Usia 0 -1 tahun : 2,5 g/ Kg BB
c. Usia 2 -13 tahun 1,5-2g/ kg BB

Kebutuhan Mikronutrien :

a. Kalium 1,5 - 2,5 meg/ kg BB


b. Natrium 2.5 – 3.5 meq/ kg BB

9
Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur tempe yang
bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan diare. Adapun sasaran dan
kegunaannya adalah untuk meringankan kerja usus bagi penderita diare dan
diberikan kepada anak usia 6 -12 bulan dan anak usia 1 -5 tahun. Adapun bahan
yang dibutuhkan adalah tepung beras 30 gram, tempe 50 gram. margarine 10
gram dan gula pasir 20 gram, serta air 200 ml.

Adapun caranya ada 2 yaitu cara pertama : tempe di blender ditambah 20 cc,
campurkan tempe yang sudah diblender dengan tepung beras, gula pasir,
margarine dan air sebanyak 200 ce, aduk hingga rata, lalu mask diatas api sampai
mengental dan siap disajikan. Cara kedua: tempe direbus lalu dihaluskan, campur
tempe, tepung beras, margarine, gula pasir dengan sisa rebusan tempe sebanyak
200 cc. Masak diatas api sampai mengental kemudian disaring dan siap untuk
disajikan.

3. Obat – obatan

10
Kunci: D: Dewasa; A: Anak-anak; PO: Per Oral; M: Mula-mula, TR: tingtur: >: lebih dari:
tts: tetes.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
 Tes darah: hitung darah lengkap: anemia atau trombositosis mengarahkan
dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi patokan
untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.
 Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C. Difficile
ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan

11
berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin, bukan berdasarkan
ditemukannya organisme saja.
 Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan prioritas
diagnosis klinis yang paling mungkin :
 Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi
darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12 dan
folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk penyakit siliaka.
 Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum menyingkirkan
giardiasis.
 Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan
Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih
sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini
dibutuhkan diet yang terstandardisasi.
 Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi
pankras, sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dan/atau CT pankreas.
 Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan penyakit
seliaka dan giardiasis.
 Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih
menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan
ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan kolitis mikroskopik
(misalnya kolistik limfositik, kolitis kolagenosa).
 Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan
berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).
 Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn
atau bahkan struktur usus halus.
 Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di urutan
terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap merupakan cara
paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan diare sekretorik.

12
 Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormonharus
dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal dan
belum mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut :
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk
Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada
riwayat perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit
(ameba, Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter,
Clostridium difficile).
c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer
(atau kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik.
H. Komplikasi
Menurut (SPM Kesehatan Anak IDAI, 2004) yaitu:
a. Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
b. Syok
c. Kejang
d. Sepsis
e. Gagal Ginjal Akut
f. Ileus Paralitik
g. Malnutrisi
h. Gangguan tumbuh kembang

I. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata umum
Tempat tinggal : di daerah sanitasi buruk.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat gastroenteritis, glardiasis, penyakit seliakus, sindrom iritabilitas kolon, otitis
media akut, tondilitas, ensefalitis dan lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu

13
Pernah mengalami diare, pernah menderita penyakit pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pernah menderita penyakit saluran pencernaan.
5. Keluhan utama
Anak sering menangis, tidam mau makan dan minum, badan lemas.
6. Pola kesehatan fungsional
 Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene anak kurang : kebiasaan ibu memelihara kuku anak, cuci tangan
sebelum makan, makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan basi
 Nutrisi dan metabolik
Hipertermi, penuturan berat badan total sampai 50%, dnoteksia, muntah
 Eliminasi BAB
Feces encer, frekuensi bervariasi dari 2 sampai 20 per hari.
 Aktifitas
Kelemahan tidak toleran terhadap aktifitas.
 Sensori
Nyeri ditandai dengan menangis dan kaki diangkat ke abdomen.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tampak lemah dan kesakitan.
b. Tanda vital
Berat badan menurun 2% dehidrasi ringan
Berat badan menurun 5% dehidrasi sedang
Berat badan menurun 8% dehidrasi berat
TD menurun karena dehidrasi
RR meningkat karena hipermetabolisme, cepat dan dalam (kusmoul)
Suhu meningkat bila terjadi reaksi inflmasi
Nadi meningkat (nadi perifer melemah)
c. Mata: cekung
d. Mulut: mukosa kering
e. Abdomen: turgor jelek

14
f. Kulit: kering

b. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan ditandai
dengan penurunan berat badan tiba tiba dan haus
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang tidak adekuat ditandai dengan diare
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan yang
ditandai dengan buang air besar secara terus menerus

c. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan :
cairan berhubungan keperawatan selama 3 x 24 1. Timbang
dengan output jam, diharapkan kebutuhan popok/pembalut
berlebihan ditandai cairan dan elektrolit dalam jikadiperlukan
dengan penurunan berat tubuh pasien dapat teratasi 2. Pertahankan catatan
badan tiba tiba dan haus dengan : intake dan output
1. Input dan output cairan yang akurat
elektrolitseimbang. 3. Monitor status hidrasi
(kelembaban
2. Menunjukkan membran membran mukosa,
mukosa lembab dan nadi adekuat,tekanan
turgor jaringan normal. ortostatik), jika
diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan cairan
IV
6. Monitor status nutrisi
7. Dorong masukan oral
8. Kolaborasi dengan

15
dokter.

Manajemen hipovolemi :
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
2. Monitor tingkat HB
dan hematocrit
3. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
4. Monitor berat badan
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi :
nutrisi kurang dari keperawatanselama 3 x 24 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh jam, diharapkan makanan
berhubungan dengan kebutuhannutrisi pasien 2. Kolaborasi dengan
intake makanan yang dapat teratasi dengan : ahli gizi
tidak adekuat ditandai untukmenentukan
dengan diare 1. Berat badan ideal jumlah kalori dan
sesuai dengan tinggi nutrisiyang
badan dibutuhkan pasien
3. Anjurukan pasien
2. Tidak ada tanda-tanda untuk meningkatkan
malnutrisi intake IV
3. Menunjukan 4. Anjurkan pasien
peningkatan fungsi untuk meningkatkan
pengecapan dari protein dan vitamin C
menelan 5. Berikan substansi
gula
4. Tidak terjadi 6. Monitor jumlah
penurunan berat badan nutrisi dan kandungan

16
yang berarti kalori
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi

Monitor nutrisi :
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitasyang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orang
tuaselama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam,dan
mudah patah
10. Monitor kadar

17
albumin, total
protein,HB, dan kadar
HT
11. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Manajemen tekanan :
kulit berhubungan keperawatanselama 3 x 24 1. Anjurkan pasien
dengan gangguan volume jam, diharapkan kerusakan untuk menggunakan
cairan yang ditandai integritas kulit pasien pakaian yang longgar
dengan buang air besar dapat teratasi dengan : 2. Jaga kebersihan kulit
secara terus menerus agar tetap bersih dan
1. Integritas kulit yang kering
baik bisa dipertahankan 3. Mobilisasi pasien
(sensasi, elastisitas, ( ubah posisi pasien)
temperatur, hidrasi, setiap 2 jam sekali
pigmentasi) 4. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
2. Tidak ada luka atau lesi daerah tertekan
pada kulit 5. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
3. Perfusi jaringan baik 6. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
4. Menunjukkan hangat
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinyacidere

18
berulang

5. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami

19

Anda mungkin juga menyukai