kimia. Cara ini memerlukan waktu yang ama sehingga praktis digunakan dalam bidang
farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat kinetika
kimia adalah:
1. Kecepatan reaksi
Kecepatan atau laju suatu reaksi diberikan sebagai ± dC/dt. Artinya terjadi penambahan (+)
atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hokum aksi massa, laju
suatu reaksi kimia sebanding hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing
dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zatyang ikut serta
dalam reaksi. Dalam reaksi :
aA + bB + ….. = Produk
laju reaksinya adalah :
Laju = - 1/a d(A)/dt
= -1/b d(B)/dt = …… = k(A)a(B)b……
k adalah konsentrasi laju. Laju berkurang masing-masing komponen reaksi diberikan dalam
bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi.
3. Temperatur
Sejumlah faktor lain, selain konsentrasi dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Diantaranya
adalah temperature, pelarut, katalis dan sinar. Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira
dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10°C. Pengaruh temperature terhadap laju ini diberikan
dengan persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh Arrhineus.
k = Ae-Ea/RT
atau
log k = log A – Ea . 1
2,303 RT
Dimana laju spesifik, A adalah konstanta yang disebut factor frejuensi, Es asalah energi
aktifasi R adalah konstanta gas, 1,987 kalori/derajat mol, dan T adalah temperature absolute.
Konstanta itu dapat dicari dengan menentukan k pada berbagai temperature dan memplot 1/T
terhadap log k.
5. Pengaruh pH
Reaksi penguraian beberapa larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H +)
atau basa (OH-). Katalisator ini disebut katalisator asam basa khusus. Misalnya pada reaksi
hidrolisa ester (S) dalam air (R).
S + R ---------- P
S + H+ ---------- SH+
SH+ + R ====== P
Skema reaksi umum ini menganggap bahwa hasil reaksi P pada reaksi hidrolisis ini tidak
bergantung kembali membentuk ester.
Untuk reaksi ini pada umumnya, laju pembentukan hasil reaksi dinyatakan dengan :
dP = k (SH+)
dt (S)(H+)
konsentrasi asam konjugat SH+ merupakan jumlah yang dapat diukur, karena pra-
kesetimbangan membutuhkan :
K = (SH+)
(S)(H+)
Sehingga :
(SH+) = K (S)(H+)
Dan :
dP = kK(S)(H+)
dt
( Connors : 1994).
II.2 Uraian bahan
1. Air suling (Ditjen POM, 1979: 96)
ama resmi : Aqua destillata
ama lain : Air suling
M/BM : H2O / 18,02
merian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
nyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
gunaan : Sebagai air pendingin
BAB III
PROSEDUR KERJA
BAB IV
Kadar Absorban
PCT
5 0,29
6 0,378
7 0,464
8 0,359
9 0,632
10 0,702
11 0,788
b. Data
Waktu 40 50 60
0 32,37382 38,432 32,352
30 31,86473 40,42473 32,78836
60 31,74109 39,88655 31,66836
90 31,30473 39,50109 31,35564
120 29,80655 38,99927 30,432
150 29,26836 38,432 33,58836
180 30,26473 37,77745 29,70473
Suhu b K
40 1,67619 x 10- 1,67619 x 10-5
5
= 0,21440
IV.2 Pembahasan
Untuk membuat suatu sediaan zat obat menjadi suatu bentuk sediaan akhir, bahan-
bahan farmasetik dibutuhkan. Sebagai contoh, dalam pebuatan larutan sediaan farmasi, satu
atau lebih pelarut digunakan untuk melarutkan bahan tersebut, pengawet dapat ditambahkan
untuk mencegah pertunbuhan mikroba, penstabil bisa digunakan untuk mencegah peruraian
obat, dan pemberi warna serta pemberi rasa ditambahkan untuk menambah penampilan
produk.
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi
kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah perlu bahwa pengkajian awal ini
dihubungkan dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya
pengotoran dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut. Pengkajian
kestablian yang dihubungkan dalam fase preformulasi termasuk kestabilan obat itu sendiri
dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan, dan kestabilan dalam adanya zat penambah
yang diharapkan.
Ketidakstabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-
obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka ragam.
Ketidakstabilan formulsai obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu
perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan
dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak dibuktikan sendiri dan hanya dapat
dipastikan melalui analisis kimia. Data ilmiah yang menyinggung kestabilan dari suatu
formulasi menghasilkan ramalan shelf-life yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut
dan bila perlu, untuk merangsang kembali obat tersebut dan untuk formulasi kembali bentuk
sediaan tersebut. Jelaslah laju dan kecepatan terjadinya degradasi obat dalam suatu formulasi
merupakan hal yang sangat penting. Pengkajian laju perubahan kimia dan cara di mana zat
tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti konsentrasi obat atau reaktan, pelarut yang
digunakan, kondisi temperatur dan tekanan, dan adanya zat-zat kimia lain dalam formulasi
tersebut disebut reaksi kinetika.
Kestabilan suatu zat merupakan factor yang harus diperhatikan yaitu pembuatan
sediaan farmasi. Oleh karena itu hasil dari pembuatan sediaan farmasi itu khususnya obat
dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil uaraian itu bersifat toksik sehingga
sangat atau dapat membahayakan pada konsumen. Oleh karena itu kita perlu mengtahui
factor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat atau obat sehingga dapat dipilih
suatu kondisi dimana kestabilan obat optimum. Faktro-faktor yang dapat mempengaruhi
kestabilan suatu obat antara lain yaitu panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH dan
mikroorganisme.
Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu obat stabil
artinya dalam waktu lama obat akan berada dalam keadaan semula, tidak mengalami
perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang sesuai persyaratan.
Efek farmakokinetik dari sampel obat yaitu absorpsi parasetamol cepat dan
sempurna di saluran pencernaan .Konsentrasi tertinggi dicapai dalam waktu ½ jam dan
masa paruh plasma antara 1-3 jam .Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam
plasma 25% parasetamol terikat di protein plasma . Obat ini di metabolism oleh
enzim mikrosom di hati . Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat . obat ini diekskresi
di ginjal , sebagian kecil sebagai parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi.
Dalam percobaan ini kita akan menentukan energi aktivasi (Ea) dimana Ea yaitu
kemampuan suatu sediaan untuk dapat mengalami penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus
ditentukkan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan
membadingkan dua harga konstanta penguraian zat pada temperatur atau suhu yang berbeda
sehingga dapat ditentukkan energi aktivasinya. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu
sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.
Hasil percobaan adalah diperoleh hasil untuk waktu paruh atau (t1/2) adalah
1,92961 dengan nilai t90 yaitu 0,21440.
Aplikasi stabilitas bahan obat dalam dunia farmasi yaitu untuk mengetahui profil
fisika kimia yang lengkap dari bahan obat yang tersedia, yaitu dengan diketahui stabilitas
suatu obat, maka kita dapat mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia dari obat tersebut. sangat
penting dimana kita dapat mengetahui dan menetapkan massa kadaluarsa (data exp) dari
setiap sediaan obat atau makanan yang diproduksi.
BAB V
V.1 KESIMPULAN
Dari percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Nilai dari t1/2 adalah 1,929824
2. Nilai dari t 90 adalah 0,21440
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan obat adalah suhu, cahaya, kelembaban, oksigen,
ph dan mikroorganisme.
V.2 Saran
Sebaiknya alat dan bahan dilaboratorium dilengkapi agar mempermudah proses
praktikum. Dan diharapkan kerjasama yang baik antara praktikan dan asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H..C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. Diterjemahkan oleh Farida ibrahim, UI-
press, Jakarta, 993.
Martin, A.dkk, 1993. Farmasi Fisika Edisi III Volume II. Diterjemahkan oleh yoshito, UI press,
Jakarta. 1029, 1030,1143,1144.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta.
Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “, Edisi 18th, Marck Publishing
Company, Easton, Pensylvania, 591.
Dra. Susanti dan Dra. Yeanny wenas. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Tim Penyusun, 2006. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Fakultas Farmasi, UMI, Makassar,
24,25,26.
Stabilitas Obat
BAB I
PENDAHULUAN
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama sampai
ketenangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang
lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat
toksik sehingga dapat membahayakan dan dampak negatif bagi jiwa pasien. Oleh karena itu
perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat dapat sehingga
Penjelasan diatas menjelaskan kepada kita betapa pentingnya kita mengetahui pada
keadaan yang bagaiman suatu obat tersebut aman dapat tahan atau bertahan lama, sehingga
obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat
tersebut.
Olah karena itu pada percobaan ini dilakukan atau dimaksudkan dalam salah satu
percobaan pada paraktikum farmasi fisika, sehingga setelah melakukan percobaan stabilitas
obat, praktikum dapat mengetahui bagaimana karateristik obat tersebut, atau pada keadaan
yang bagaimana suatu obat dapat bertahan lebih lama, serta mampu memperkirakan
terhadap suhu.
1. Maksud dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap penguraian obat.
2. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan t1/2 dan t 90 dari obat terhadap pengaruh
suhu.
Penentuan laju penguraian obat terhadap perbedaan suhu yaitu 30’,40’,50’ yang
..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang
berkhasiat. Batas kadar obat yang masih bersisa 90% tidak dapat lagi disebut sub standar
waktu diperlukan hingga tinggal 90% disebut umur obat (Martin, Swarbrick, Cammarata,
1983).
Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan melalui perhitungan
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis digunakan
dalam bidang farmasi. Hal-hal penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu obat
adalah reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi.Bahkan bentuk-bentuk sediaan padat
yang mengandung obat-obat labil air harus dilindungi dari kelembaban atmosfer. Ini dapat
dibantu dengan menggunakan suatu penyalut pelindung tahan air menyelimuti tablet atau
dengan menutup dan menjaga obat dalam wadah tertutup kuat (Martin et al, 1993).
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian
dari beberapa larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H†) atau basa (OHˉ)
dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan
Penguraian bahan berkhasiat pada bentuk sediaan farmasi terjadi melalui berbagai
fotolisis, yang paling sering dijumpai adalah hidrolisis dan oksidasi-reduksi (Lachman,
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian
dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H +) atau basa (OH-) dengan
menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak
formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia
Untuk obat-obat tertentu 1 bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih stabil dari pada
lainnya, hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum diprakarsai percobaan uji
stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin merupakan katalisator pada kerusakan obat
atau mungkin menjadikan dirinya tidak akan stabil dalam mengubah penampilan fisik bahan
Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat
dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi (Lachman et al, 1994)
pengaruhnya dalam sistem biologi. Beberapa bulan dihubungkan dengan lainnya secara
kimiawi dan memasukkan pengaruh yang sama. Modifikasi bahan obat yang ada secara kimia
dengan senyawa-senyawa yang paten. Jadi suatu ciri senyawa mungkin diolah secara sintesis
dari suatu susunan aktifitas dasar farmakologi untuk mendapatkan bahan-bahan obat yang
lebih baik dalam satu kelompok senyawa . senyawa-senyawa yang mempunyai kelebihan
Kelarutan : Larut dalam 170 bagian air dan praktis tidak
Sejumlah baku pembanding parasetaol ditimbnag seksama dan diencerkan denan air suling
hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Sejumlah larutan ini dipipet ke dalam labu uku dan
diencerkan dengan aquades sampai tanda hingga konsentrasinya 50 ppm, kemudian diukur
serapannya pada rentang panjang gelombang 200-300. Selanjutnya dibuat kurva antara
konsentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal. Selanjutna dibuat kurva
0,1 N, encerkan engan air secukupnya hingga 200,0 ml pada 5,0 ml, tambahkan 9,5 ml
natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan serair secukupnya hingga 100,0 ml. ukur. Ukur
vial-vial tersebut dimasukkan ke daam oven dnn suhu 40 , 50 dn 60 , pada jam ke 0, 30, 60,
90, 120, 150 dan 180 menit diambil 1 vial dan diukur kadar paracetamol.
kemudian dipipet sebanyak 1 ml ditambhakan air hingga 50 ml. ukur serapannya. Hitung
METODE KEJA
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas ukur, gelas kimia,
labu takar 10 ml, pipet tetes, pipet volume, batang pengaduk, kuvet, spektrofotometri dan
vial.
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aquadest dan sirup
kering amoxicillin.
3. Diambil 1 ml,lalu diencerkan menjadi 10 ml dalam labu takar 10 ml (untuk menit ke-0)
8. Dilakukan hal yang sama untuk menit ke- 15,30,45 dan 60 uuntuk masing-masing suhu.
Konsentrasi
Absorban (A)
(ppm)
75 0,24139
100 0,31486
125 0,38985
150 0,46347
175 0,53815
200 0,6422
225 0,7004
250 0,7969
a = -0,00352
b = 0,00316
r = 0,998
y = a + bx
y = 0,0032x – 0,0035
2. Data absorban amoxicilin dry syrup
Waktu ABSORBAN
(menit) Suhu 30 C0
Suhu 400C Suhu 500C
0 0,309 0,275 0,311
15 0,303 0,244 0,256
30 0,272 0,243 0,341
45 0,243 0,236 0,344
60 0,273 0,236 0,318
Suhu 30˚
- Menit ke 0
X = x fp
= x
=988,9873 ppm
- Menit ke 15
X = x fp
=
=970,0000ppm
- Menit ke 30
X = x fp
=
=871,8987 ppm
- Menit ke 45
X = x fp
=
=780,1266 ppm
- Menit 60
X = x fp
=
=875,0633 ppm
Suhu 40˚
- Menit 0
X = x fp
=
=881,3924 ppm
- Menit 15
X = x fp
=
=783,2911 ppm
- Menit 30
X = x fp
=
=780,1266 ppm
- Menit 45
X = x fp
=
=757,9747 ppm
- Menit 60
X = x fp
=
=757,9747 ppm
Suhu 50˚
- Menit 0
X = x fp
=
=995,3165 ppm
- Menit 15
X = x fp
=
=818,10ppm
- Menit 30
X = x fp
=
=1090,2532ppm
- Menit 45
X = x fp
=
=1099,7468ppm
- Menit 60
X = x fp
=
=1017,4684ppm
4. Data log konsentrasi Amoxicilin
Waktu LOG C
(menit) Suhu 30 C 0
Suhu 400C Suhu 500C
0 2,9952 2,9452 2,9980
15 2,9868 2,8939 0,4150
30 2,9405 2,8922 3,0375
45 2,8922 2,8797 3,0413
60 2,9420 2,8797 3,0075
Perhitungan :
Waktu 1/C
(menit) Suhu 300C Suhu 400C Suhu 500C
0 0,00101 0,00113 0,00100
15 0,00103 0,00128 0,38456
30 0,00115 0,00128 0,00092
45 0,00128 0,00132 0,00091
60 0,00114 0,00132 0,00098
Perhitungan :
Untuk menit 0 =
15 =
30 =
45 =
60 =
Untuk menit 0 =
15 =
30 =
45 =
60 =
15 =
30 =
45 =
60 =
R
Orde
30 40 50
0 -0,7816263 -0,8389545 0,38327324
1 -0,7656972 -0,8461503 0,35884394
2 0,74855628 0,85337744 -0,3536345
7. Penentuan tetapan laju reaksi (K)
Suhu B K
30 -2,7848101 2,78481013
40 2,7474 x10-06 2,7474 x10-06
50 7,60966821 7,60966821
Perhitungan :
Orde 0 : k = b
b = 2,7848101 = k
b = 2,7474 x 10-06 = k
b = 7,60966821 = k
Perhitungan :
Untuk mendapatkan nilai a,b,r makan regresikan antara 1/T dengan log K :
y = a + bx
Log k = y, log A = a, = b, = x
Log k = 13,86832523
K = anti log k
= 7,384570312 x 1013
t1/2 =
menit
t90 =
= 1802,669002 menit
B. Pembahasan
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk
bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut.
Sediaan obat atau kosmetika yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas
yang dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan
Pada umumnya penetuan ketabilan suatu zat padat dilakukan dengan cara kinetia kimia.
Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama. Sehingga praktis digunakan dalam bidang
farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat dengan cara
kinetika kimia adalah kecepatan reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi,
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke
dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi.jika persamaan itu menghasilkan
harga K yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi
tersebut.Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat garis lurus, reaksi adalah orde nol.
Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu
reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus bila 1/ (a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi
mula-mula sama). Jika plot 1 /(a-x)² terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh
Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal, a. Waktu
paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi orde kedua,
dimana a = b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde ketiga, dimana a = b = c,
sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar hasil di atas memperlihatkan waktu
K = Sexp ( -Ea/RT )
Molekul tidak bereaksi sampai mereka menjadi aktif. Ea adalah energi aktifitas yaitu jumlah
energy yang dibutuhkan untuk menempatkan molekul dalam keadaan diaktifkan dari mana
mereka bereaksi membentuk produk reaksi. Jika suhu meningkat, sebagian besar dari
Waktu paruh (t1/2) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk setengah dari jumlah
awal obat/ zat lain dihilangkan dari tubuh, atau bagi obat untuk mengurangi setengah
konsentrasi aslinya dalam darah. Hilangnya obat dapat karena berubah menjadi zat lain atau
dibuang melalui urin.Sedangkan T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang
berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi
nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju,
dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi
orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing
berpangkat satu.
Praktikum kali ini bertujuan untuk menerangkan factor – factor yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat, menentukan energi aktivasi dari reaksi suatu zat dan menentukan usia
simpan suatu zat, dimana zat atau bahan obat yang digunakan untuk diukur stablitasnya yaitu
amoksisilin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain, panas, cahaya,
kelembaban, O2, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam
formula sediaan obat. Suatu sediaan obat yang dipapar langsung oleh cahaya matahari bisa
mengalami kerusakan baik dari kemasan maupun sediaan. Sedian obat dapat mengalami
oksidasi dengan adanya O2. Sediaan dapat berjamur dengan adanya mikroorganisme. Suatu
Mekanisme kerja spektrofotometri, sinar dari sumber sinar adalah sinar polikromatis
dilewatkan melalui kuvet yang berisi contoh maka akan menghasilkan sinar yang
ditransmisikan dan diterima oleh detektor untuk diubah menjadi energi listrik ang
kekuatannya dapat diamati oleh alat pembaca (satuan yang dihasilkan adalah absorban atau
transmitan).
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya bisa diproduksi dalam jumlah
yang besar dan juga memerlukan mutu yang lama untuk sampai ketangan pasien yang
membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang dapat mengalami
penguraian dan mengakibatkan hasil urai dan zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perludiketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum.
Hal-hal yang penting dalam menentukan kestabilan suatu zat secara kinetika kimia
adalah:
Pada percobaan ini digunakan berbagai variasi suhu dari 30 0, 400, dan 500 C, dengan
menggunakan obat amoxicilin sebagai sampelnya. Hal ini dimaksudkan guna untuk dapat
menentukan pengaruh suhu terhadap kestabilan suatu obat sehingga kita dapat mengetahui
pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan terurai lebih
Penggunaan metode dengan kenaikkan suhu, apabila disimpan pada suhu normal atau
suhu kamar, membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu
Dan juga digunakan variasi waktu yaitu 0, 15, 30,45, 60 menit untuk mengetahui
dimana pada setiap waktu, kestabilan suatu sediaan atau obat makin berkurang atau batas
Dari praktikum ini diperoleh hasil waktu paruh amoxicillin dry syrup adalah 90,1336
menit dan t90 adalah 30,04 jam (obat akan terurai 10% setelah 30,04 jam).obat akan terurai.
Aplikasi stabilitas obat dalam bidang farmasi yakni kestabilan suatu zat merupakan
faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini
penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
memerlukan waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang
diterima pasien berkurang. Adakalanya hasil urai tersebut bersifat toksis sehingga
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor mempengaruhi
kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain, panas, cahaya,
kelembaban, O2, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan tambahan yang dipergunakan dalam
dan t90 adalah 30,04 jam (obat akan terurai 10% setelah 30,04 jam).
B. Saran
Sebaiknya alat laboratorium lebih dilengkapi lagi agar praktikum berjalan dengan
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan Farida Ibrahim, UI Press,
Jakarta.
Ditjen POM, 1979. ”Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Lachman, dkk, 1994. ”Teori dan Praktek Farmasi Industri”, Universitas Indonesia, Jakarta