Anda di halaman 1dari 4

Opini Bidang Anggaran

Di buat oleh Muchlishin Tenaga Ahli Ibu Eva Yuliana, M.Si


Anggota DPR RI Fraksi NasDem

Dalam UUD 1945 Amandemen ke-4 pada pasal 23, ayat 1 dijelaskan bahwa APBN sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan UU dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, negara menggunakan APBN sebagai
instrumen untuk mengelola keuangan negara.
APBN Tahun Anggaran 2020 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2020, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2020
sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan
maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan APBN Tahun Anggaran 2020 antara Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. APBN Tahun Anggaran 2020 juga
mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan perkembangan internasional dan domestik
terkini, kinerja APBN Tahun Anggaran 2018, serta berbagai langkah antisipatif yang telah
ditempuh di tahun 2019, maupun rencana kebijakan yang akan dilaksanakan di tahun 2020.
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan
negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau
pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi
negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah
direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung
pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun
proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil
tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah
menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas
perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Dalam merencanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan juga Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pasti memiliki masalah dan berpotensi merugikan
masyarakat. Permasalahan umum dan klasik setiap tahunnya bukan merupakan rahasia umum
lagi, masyarakat sudah memahami pada saat bulan-bulan tertentu pemerintah daerah dan juga
pusat dalam menyusun APBN maupun APBD pasti terjadi permasalahan. Permasalahan
Anggaran di Indonesia yang sering kita jumpai, baik APBN maupun APBD menurut Ahmad
Erani Yustik Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance
(INDEF) adalah:
APBN atau APBD selalu di desain defisit baik dari dinas atau instansi terkait sehingga
memberi kesempatan adanya inefisiensi dan praktik koruptif.
Desain APBN atau APBD hanya dipahami sebagai proses teknokratis untuk mengalokasikan
sumber daya ekonomi (anggaran), tetapi APBN tidak dimengerti juga sebagai instrumen
ideologis untuk mendekatkan tujuan bernegara sebagai amanat konstitusi.
Asumsi ekonomi makro yang disusun hanya mendasarkan kepada tujuan sempit tetapi
mengabaikan semangat keadilan sosial, seperti aspek ketimpangan pendapatan.
Besaran anggaran tidak mencerminkan permasalahan dan kontekstualisasi dasar
pembangunan nasional. Buktinya, alokasi anggaran ke sektor perkebunan dan industri
pertanian tergolong kecil padahal sebagian tenaga kerja berada di sektor tersebut.
Amanah UU tidak semuanya dijalankan dengan baik. Sebagai contoh, alokasi anggaran
kesehatan diharuskan minimal 5 persen dari APBN, namun selama ini dilakukan pemotongan
anggaran sehingga mendapatkan porsi kurang dari 2 persen.
Penerimaan negara dihitung sangat rendah, baik yang bersumber dari pajak maupun
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sehingga membuka peluang terjadinya korupsi baik
oleh perorangan maupun kelompok yang menyebabkan penerimaan negara terus berkurang
seperti yang terus berulang selama ini.
Selain faktor di atas yang menjadikan masalah dalam pembuatan anggaran di daerah terus
muncul adalah dalam sistem mekanisme pembuatan APBD itu sendiri. Jika faktor
sebelumnya yang menjadikan permasalahan adalah pemborosan penggunaan anggaran
belanja yang dibelanjakan oleh pegawainya dan tentu saja tidak tepat sasaran yang
seharusnya dapat dirasakan oleh masyarakat umum. Permasalahan terkait pembuatan
anggaran di daerah itu karena inkonsistensi yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah
daerah namun juga dilakukan oleh DPRD, akibat inkonsistensi tersebut banyak program yang
ingin dijalankan oleh pemerintah daerah tidak sesuai dengan anggaran yang direncanakan.
Alhasil, ketika masuk dalam tahap pelaksanaan program tersebut sulit dijalankan.
Pemerintah seharusnya mengatur regulasi untuk menindaklanjuti pihak yang menyusun
anggaran baik di pusat maupun daerah, dan perlu adanya pihak yang membenahi agar fungsi
dan tujuan anggaran kembali secara jelas sesuai dengan awal yang telah direncanakan. Peran
DPR/DPRD perlu terus diawasi oleh lembaga terkait seperti KPK supaya penyusunan dan
penetapan anggaran belanja sesuai dengan yang telah direncanakan dan tidak salah sasaran
sesuai aturan pokok yang telah ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945. Selaras dengan
tujuan yang telah diamanatkan undang-undang keuangan negara dilampirkan bahwa belanja
negara/daerah dirinci sampai unit terkecil seperti; organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja. Dimana unit kegiatan hingga jenis belanja perlu selaras denga satu sama lain
agar mendapat persetujuan DPR/DPRD yang nantinya akan dikaji oleh dinas keuangan.
Selain itu, masalah kedua yang menjadi kendala adalah ketiadaan pihak yang memimpin
(leading sector) pengelolaan anggaran pendidikan. Sebagai contoh pengelolaan sekolah dasar
di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan madrasah
ibitidaiyah oleh Kementerian Agama yang sejatinya memiliki kurikulum yang hampir sama,
kecuali soal pendidikan agama. Perbedaan pengelolaan itu membuat masing-masing lembaga
punya pandangan berbeda mengenai output siswa yang berkualitas. Dengan kata lain
pembiayaan anggaran yang dilakukan jika terdapat pihak yang memimpinnya maka anggaran
yang akan dikeluarkan akan tepat sesuai rencana sehingga output siswa yang diinginkan
dapat berhasil untuk diwujudkan.
Yang terakhir dan paling penting adalah evaluasi. Sejak pemberlakuan mandatori 20 persen
anggaran pendidikan di dalam APBN 10 tahun silam, belum pernah ada evaluasi mengenai
korelasi anggaran dengan kualitas pendidikan yang dihasilkan. Padahal, evaluasi ini sangat
penting untuk menilai, apakah anggaran pendidikan yang besar ini sudah cukup atau memang
perlu ditambah lagi. Jadi permasalahan tiap tahun anggaran yang dikeluarkan oleh
pemerintah akan mendapatkan output yang sesuai dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat. Dan juga permasalahan tingkat pendidikan dengan negara tetangga pun dapat
diatasi dengan tiga komponen yang telah disebutkan diatas tadi.
Oleh karena itu anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah selama ini sudah lebih dari
cukup, karena berbagai hal yang menyebabkan tidak maksimum hasil yang didapatkan dari
berbagai bidang ataupun sektor yang telah dianggarkan oleh pemerintah menjadi sia-sia.
Perlu adanya kebijakan atau regulasi baru yang ditetapkan pemerintah agar kejadian yang
sama tidak berulang kali. Dimulai dari hal yang sangat sederhana yaitu pada proses
pembuatan anggaran harus sesuai dengan apa yang diperlukan tanpa melebihkan anggaran
agar tidak mengalami pembengkakan yang terus terjadi seperti yang sudah berlalu. Lalu pada
proses perizinan tidak hanya dilakukan oleh DPR/DPRD namun juga perlu ada ikut campur
tangan dari pihak tertentu yang memimpin jalannya pengesahan anggaran agar tidak terjadi
inkonsentrasi yang sering terjadi.
Lalu yang terakhir adalaha pemerintah harus lebih giat untuk mengkaji setiap anggaran yang
telah ditetapkan sesuai tidak dengan rencana yang telah dibuat. Jika terjadi kesalahan
pemerintah bisa mengkoreksi dan membuat atisipasi agar hal serupa tidak terjadi di tahun
depan dalam proses pembuatan anggaran.

Anda mungkin juga menyukai