Anda di halaman 1dari 8

IMPLEMENTASI TEORI-TEORI PERKEMBANGAN PADA KEGIATAN

PEMBELAJARAN.

A. Teori Kognitif

Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan seorang


psikologis swiss. Pengertian Kognitif sendiri merupakan salah satu ranah dalam
taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang
terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention),
penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), dan evaluasi
(evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional(akal). Teori kognitif lebih menekankan
bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional
yang dimiliki oleh orang lain. [ CITATION Sig18 \l 1033 ]

Implementasi dalam kegiatan pembelajaran :

Dalam hail ini, peran seorang pendidik sangatlah vital. Beberapa implementasi
yang harus diketahui dan diterapkan adalah sebagai berikut:

1. Belajar tidak harus berpusat pada guru tetapi peserta didik harus lebih
aktif. Oleh karenanya peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan
sesuatu yang dipelajarinya. Konsekwensinya materi yang dipelajari harus
menarik minat belajar peserta didik dan menantangnya sehingga mereka
asyik dan terlibat dalam proses pembelajaran.
2. Bahan pembelajaran dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian
utama. Peserta didik akan sulit memahami bahan pelajaran Jika frekuensi
belajar hitung loncat-loncat. Bagi anak SD pengoperasian suatu
penjumlahan harus menggunakan benda-benda terutama di kelas-kelas
awal karena tahap perkembangan berpikir mereka baru mencapai tahap
operasi konkret.
3. Dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan tahapan
perkembangan kognitif peserta didik. Materi dirancang sesuai dengan
tahapan perkembangan kognitif itu dan harus merangsang kemampuan
berpikir mereka.
4. Belajar harus berpusat pada peserta didik karena peserta didik melihat
sesuatu berdasarkan dirinya sendiri. Untuk terjadinya proses belajar harus
tidak ada proses paksaan agar sifat egosentrisnya tidak terbunuh.
[ CITATION bad18 \l 1033 ]

B. Teori Psikososial

Psikososial adalah hubungan antara kesehatan mental atau emosional


seseorang dengan kondisi sosialnya. Istilah psikososial merupakan gabungan
antara psikologis dan sosial. Dengan demikian, pengertian perkembangan
psikososial adalah perkembangan yang berkaitan dengan emosi atau mental
seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Jadi, perkembangan psikososial
merupakan perubahan atau perkembangan kepribadian yang berkaitan dengan
hubungan sosial. [ CITATION Sig18 \l 1033 ]

Erikson membagi tahapan perkembangan psikososial menjadi delapan tahapan


seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini.

Tahap Perkiraan Usia Krisis Psikososial


I Lahir - 18 bulan Trust vs Mistrust (percaya vs tidak
percaya)
II 18 bulan - 3 tahun Autonomy vs Doubt (kemandirian vs
keraguan)
III 3 tahun – 6 tahun Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa
bersalah)
IV 6 tahun – 12 tahun Industry vs Inferiority (ketekunan vs
rasa rendah diri)
V 12 tahun -18 tahun Identity vs Role Confusion (identitas
vs kekacauan identitas)
VI Dewasa awal (± Intimacy vs Isolation (keintiman vs
18 tahun – 40 isolasi)
tahun)
VII Dewasa Generativity vs Self Absorption
pertengahan (± 40 (generativitas vs stagnasi)
tahun – 65 tahun)
VIII Dewasa akhir / tua Integrity vs Despair (integritas vs
(± 65 ke atas) keputusasaan)
[ CITATION Rim13 \l 1033 ]
Implementasi teori Psikososial pada kegiatan pembelajaran :
Contohnya dalam impleementasi teori psikososial dalam pembelajaran di Sekolah
Dasar, dimana seorang anak memasuki sekolah dasar pada usia ±6 tahun. Menurut
teori Erikson, usia ini sudah memasuki fase ke-IV, yaitu industry vs inferiority.
Siswa yang masuk ke dalam suatu sekolah memiliki latar belakang akademik dan
sosial yang berbeda-beda. Agar pembelajaran menjadi lebih efisien dan efektif,
hendaknya seorang guru harus mengenali karakteristik peserta didiknya agar lebih
mudah dalam mengembangkan model pembelajaran yang akan digunakan dalam
mengajar. Pada tahap ini, hendaknya guru dapat memotivasi siswanya agar dapat
melalui fase ini dengan baik, sehingga siswa tidak merasa rendah diri akan
kelurangan yang dimilikinya. Menurut teori Piaget, anak pada usia 7-11 tahun
akan memasuki tahap concrete operational stage, dimana anak menerapkan logika
berpikir pada barang-barang yang konkrit (Slavin, 2006). Pembelajaran karakter
sangat tepat diterapkan pada anak usia ini, sebab anak pada usia ini cenderung
untuk meniru segala perbuatan maupun perkataan yang dilihat maupun didengar
yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Oleh sebab itu,
hendaknya seorang guru mampu memberikan contoh yang baik kepada anak usia
ini dengan berperilaku dan bertutur kata yang sopan. Pembelajaran karakter ini
diharapkan dapat menjadi bekal bagi siswa untuk dapat melewati fase-fase
perkembangan psikososial selanjutnya dengan baik. [ CITATION Rim13 \l 1033 ]

C. Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalisis merupakan teori yang berusaha untuk menjelaskan tentang
hakikat dan perkembangan kepribadian manusia. Unsur-unsur yang diutamakan
dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini
mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik
dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak
atau usia dini. [ CITATION Sig18 \l 1033 ]

Impementasi Teori Psikoanalitik dalam kegiatan pembelajaran :


Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian Sigmund Freud, maka ada
beberapa teorinya yang dapat aplikasikan dalam bimbingan, yaitu:
1. konsep kunci bahwa ”manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan
dan keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan,
dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan- keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam
memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang
dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang
dilakukan benar-benar efektif. Hal ini sesuai dengan fungsi  bimbingan itu
sendiri.
2. konsep kunci tentang “kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan
sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu
supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih,
memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu
mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya
sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak
sesuai dengan norma agama, social dalam masyarakatnya.
3. konsep psikolanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil)
terhadap perjalanan manusia.Walaupun banyak para ahli yang mengkritik,
namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan
dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem
pembinaan akhlak individual, keluarga dapat melatih dan membiasakan
anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama
dan sosial. Norma- norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui
proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah
keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu
diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.
4. Teori Freud tentang “tahapan perkembangan kepribadian individu” dapat
digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun
pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola
bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian
individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang
berbeda. Oleh karena itukonselor yang melakukan bimbingan haruslah
selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin
bimbingannya menjadi efektif.
5. konsep Freud tentang “ketidaksadaran” dapat digunakan dalam proses
bimbingan yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat
mengurangi impuls- impuls dorongan id (naluri) yang bersifat irrasional
sehingga berubah menjadi rasional. [ CITATION Had15 \l 1033 ]

D. Teori Moral

Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral


didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.
Dalam Teori Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-
prinsip dasar hasil temuan Piaget. Perkembangan moral merupakan proses
perkembangan kepribadian siswa selaku anggota masyarakat dalam berhubungan
dengan orang lain, sebab prilaku moral pada umumnya merupakan unsur
fundamental dalam  bertingkah laku social.[ CITATION Sig18 \l 1033 ]

Implentasi Teori Moral dalam kegiatan pembelajaran :

Pendidikan moral berdasarkan teori perkembangan moral oleh Kohlberg


disebut pendekatan kognitif. Peran guru dalam hal ini ada dua macam, yaitu (1)
menciptakan konflik negatif, dan (2) merangsang perspektif sosial murid-murid.
Dua prinsip ini secara langsung diambil dari teori Kohlberg. Dalam mengajar,
guru perlu mengatur kegiatan belajar dalam suatu pola interaksi sosial. Langkah-
langkah pedagogis yang harus dilakukan untuk menumbuhkan penalaran moral,
seni bertanya, dan menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk perkembangan
moral. Dalam hal ini, peran guru sangat penting dalam penerapan pendidikan
moral saat proses pembelajaran dimana guru menjadi kunci pokok yang utama.
Hal-hal yang diajarkan oleh guru, akan menjadi panutan bagi siswanya. Saat guru
mengajarkan hal-hal yang baik maka akan menghasilkan output yang baik pula,
begitu juga sebaliknya. Perbuatan guru pun akan menjadi panutan bagi peserta
didiknya. Apabila perbuatan guru tersebut baik maka siswa akan menirunya,
begitu pula sebaliknya. Namun, jika perbuatan buruk yang ditiru oleh siswa maka
itu akan sangat berdampak buruk bagi siswa tersebut. Oleh karena itu, guru harus
menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya agar dapat mewujudkan peserta
didik yang bermoral baik.

Dalam proses belajar mengajar di kelas, guru tidak hanya mengajarkan mata
pelajaran yang diajarkan namun guru dapat menyisipkan pelajaran nilai-nilai
moral kepada siswa agar bukan pengetahuan akademik saja yang didapatkan
tetapi juga pengetahuan nilai-nilai moral. Dapat diartikan bahwa guru tidak hanya
mengajar tetapi juga mendidik. Mendidik disini berarti bahwa guru mengajarkan
nilai-nilai moral, sopan santun, etika yang baik kepada siswa. Guru tidak sekedar
menyampaikan konten pelajaran yang lebih mengedepankan aspek kognitif, tetapi
juga aspek afektif dan psikomotorik yang diwujudkan dalam sebuah proses dan
aplikasi. Dalam  praktek  pembelajaran, guru tidak  monoton  dilakukan dalam
bentuk ceramah saja, melainkan lebih mengutamakan kepada peneladanan diri
dan pelatihan pembentukan karakter . Hal ini dimaksudkan agar pada saat di
lingkungan dalam maupun luar sekolah siswa dapat berperilaku yang baik yang
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di sekolah maupun di luar sekolah.
Selain itu, guru juga dapat menjadi fasilitator bagi siswa yang ingin mencurahkan
masalahnya. [ CITATION Nur13 \l 1033 ]

E. Teori Behavior

Teori behaviori adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman . Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori ini hingga sekarang masih merajai
praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada
penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok
bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan
sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan)
disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari


beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Gagasan-gagasan seperti
yang telah dikemukakan oleh para pencetus aliran behaviorisme seperti Thorndike
tentang perlunya bantuan guru untuk menciptakan prilaku siswa, perlunya
keterampilan-keterampilan yang dilatihkan, dan disiplin mental menjadi dasar
bagi pengembangan aliran behaviorisme di sekolah. Di samping itu, gagasan
Guthrie tentang perlunya reinforcement dalam pembelajaran sampai saat ini
diakui menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran.
Lebih dari itu gagasan Skinner tentang perlunya pengaturan pembelajaran oleh
guru, respons aktif dari siswa, adanya feedback setelah adanya respons dari
pembelajar dan kebebasan siswa dalam mempelajari materi sesuai dengan ritme
pembelajar menjadi dasar bagi pengembangan kurikulum di Indonesia. [ CITATION
Sig18 \l 1033 ]

Implementasi Teori Behavior dalam kegiatan pembelajaran :


Implementasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran,  pebelajar dianggap sebagai objek pasif
yang selalu membutuhkan motivasi dan  penguatan dari pendidik. Oleh karena itu,
para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses  pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati
kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran
menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti
urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum
secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi
buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil
belajar. [ CITATION Wah17 \l 1033 ]

Anda mungkin juga menyukai