Anda di halaman 1dari 12

I.

Desain Jasa

Sistem pengoperasian dan penyampaian jasa dibutuhkan agar agar operasi jasa dapat
berlangsug dengan semestinya. Sistem ini harus dirancang sedemikian rupa agar nantinya
menghasilkan bentuk jasa yang efektif bagi pelanggan.

1. Pasar sasaran.

Salah satu aspek yang penting dalam rangka menyusun rancangan jasa adalah penetuan
pasar sebagai sasaran yang ingin dilayani. Pasar dapat diartikan sebagai semua pelanggan
potensal yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin bersedia atau
sanggup untuk melibatkan diri dalam proses pertukaran guna memuaskan kebutuhan atau
keinginan tersebut. Dengan ditetapkannya pasar sasaran, maka perusahaan dapat lebih mudah
menyeimbangkan keterampilan dan kapasitasnya dengan kebutuhan dan keinginan
pelanggannya.

Pertama, sifat jasa maupun perilaku pelanggan tidak terlalu berbeda atau sulit untuk
dibedakan. Kedua, permintaan atas jasa perusahaan cukup tinggi, sehingga pasar tidak
memperdulikan bila ada perbedaan produk(jasa). Ketiga, kemampuan perusahaan
memproduksi jasa relatif seragam atau kalau pun dibedakan, tidak akan memberikan manfaat
yang berarti. Contoh jenis jasa yang banyak menerapkan pendekatan ini adalah Bank,
bioskop, dan restoran fastfood, dimana jasa yang diberikan relatif tidak dibedakan.

2. Pendekatan segmentasi pasar.

Pedagang segmentasi pasar beranggapan bahwa tidak semua pasar memiliki perilaku dan
respon yang homogen. Dengan demikian perlu dilakukan pengelompokan pasar keseluruhan
yang bersifat heterogen kedalam segmen-segmen tertentu dimana masing-masing segmen
memiliki kesamaan perilaku dan respon. Perusahaan kemudian memilih satu atau beberapa
segmen yang akan dijadikan pasar sasaran. Setiap segmen akan dilayanin dengan program
pemasaran dan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan segmen tersebut.
Contoh jenis jasa yang banyak menerapkan segmentasi pasar adalah jasa transportasi

 Desain Sistem Penyampaian Jasa


Proses desain atau perancanngan sistem penyampaian jasa merupakan suatu proses
kreatif yang diawali dengan menyusun tujuan jasa. Dari tujuan itu baru diidentifikasikan dan
dianalisis semua alternatif yang dapat digunakan mewujudkannya. Kemudian dilakukan
seleksi dan pemilihan alternatif yang paling sesuai. Umumnya desain sistem penyampaian
jasa mencakup aspek lokasi fasilitas, tata letak fasilitas, desain pekerjaan, keterlibatan
pelanggan, pemilihan peralatan dan kapasitas jasa. Pada prinsipnya proses desain jasa
merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus. Apabila sudah diimplementasikan,
maka segala macam modifikasi dapat saja dilakukan dalam rangka menyesuaikan diri dengan
perkembangan dan perubahan yang terjadi.
 Unsur-Unsur Desain Jasa
1. Kontak pelanggan
- Seberapa sering pelanggan akanb mengalami kontak dengan jasa perusahaan?
- Bagaimana sifat kontak tersebut?
2. Lokasi komsumsi jasa
- Apakah pelanggan datang kelokasi fasilitas jasa (seperti salon, sekolah) atau jasa
perusahaan yang mendatangi pelanggan (seperti katering, jasa pertamanan)?
3. Desain fasilitas dan aksesori jasa
- Bagaimana keadaan aspek-aspek fasilitas jasa, seperti tata letak, warna, perabot
dan sebagainya?
- Apa saja yang harus dilakukan berkaitan dengan karyawan (seragamnya),
kendaraan (warna dan logo), dan komunikasi nonpersonal (kop surat, brosur, dan
sebagainya)?
4. Teknologi
- Bagaimana keseimbangan antara teknologi dan sumberdaya manusia dalam
pelaksanaan pekerjaan karyawan dan pemanfaatan jasa oleh pelanggan?
5. Karyawan
- Berapa jumlah karyawan yang dibutuhkan ?
- Berapa rasio antara karyawan tetap dan paruh waktu ?
- Berapa rasio antara karyawan backoffice dan frontoffice?
- Berapa jumlah penyedia yang dibutuhkan untuk mengawasi para karyawan front
office ?
- Keterampilan apa saja yang dibutuhkan dan bagaimana cara memperolehnya ?
- Seberapa jauh para karyawan perlu bersikap fleksibel ?
6. Struktur organisasi
- Berapa lapis/jenjang manajemen yang dibutuhkan ?
- Bagaimana mengorganisasikan fungsi-fungsi keuangan, operasi, sumberdaya
manusia, dan pemasaran ?
 Tipe Operasi Jasa
Dalam sistem jasa tedapat empat tipe operasi yang banyak dijumpai, yaitu  :
1. Proyek.
Dalam tipe ini, ada sejumlah aktifitas yang saling terkait dan didefinisikan dengan
jelas, serta diselesaikan dalam tahap-tahap tertentu. Umumnya aktifitas-aktifitas tersebut
dikerjakan dalam jangka waktu relatif lama dan volumenya kecil/sedikit. Apabila semua
aktifitas  tersebut telah selesai, maka dengan sendirinya proyek yang bersangkutan juga
rampung. Beberapa jasa profesional yang menangani banyak proyek lain arsitek,
konsultan, pengacara, akuntan, dokter
2. Batch
Dalam proses job shop, jasa disesuaikan dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.
Oleh karena itu faktor terpenting dalam tipe ini adalah kemampuan untuk melaksanakan
berbagai kombinasi dan tahapan/rangkaian aktifitas yang berbeda bagi setiap konsumen.
Dengan kata lain, fleksibilitas merupakan faktor yang dominan. Contohnya jasa katering,
perawatan medis dan bengkel.
3. Lini (flow shop)
Tipe ini berhubungan dengan penyampaian jasa yang telah distabdarisasi, sehingga
rangkaian operasi yang dilakukan relatif sama (seperti aliran perakitan/assembling).
Aliran proses yang dilakukan mirip dengan suatu garis, karena itu sering disebut tipe
lini/garis. Contoh jasa yang termasuk dalam kategori ini antara lain pencucian sepeda
motor dan mobil, registrasi atau pendaftaran ulang diberbagai perguruan tinggi,
pemeriksaan kesehatan, dan perpanjangan stnk/sim.
4. Proses berkesinambungan (ongoing process).
Kepolisian dan Barisan Pencegah Kebakaan merupakan contoh jasa yang termasuk
dalam tipe proses berkesinambungan (beroperasi 24 jam). Selain menyediakan jasa
seperti mencegah dan menangani kriminalitas serta bahaya kebakaran, kedua contoh
tersebut juga memberikan suatu jasa melalui keberadaannya (availability). Kebanyakan
orang akan merasa lebih aman apabila mereka yakin bahwa polisi dan petugas pemadam
kebakaran segera akan datang manakala dibutuhkan bantuannya.
 Pendekatan dan Sistem Jasa
Ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan dalam rangka mendesain suatu sistem
jasa  :
1. Jasa personal
Pendekatan ini didasari keyakinan bahwa jasa merupakan sesuatu yang sifatnya
personal, artinya dilakukan oleh individu tertentu dan ditujukan kepada individu lainnya.
Oleh sebab itu setiap pelanggan harus dilayani secara personal sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Setiap karyawan diberi wewenang dan keleluasaan dalam
bertindak guna melayani setiap pelanggan.
2. Pendekatan lini produksi
Melalui pendekatan ini, jasa rutin disediakan dalam lingkungan yang terkendali untuk
menjamin konsistensi kualitas dan efisiensi operasi. Pada dasarnya pendekatan ini
berusaha mengadaptasi konsep manufaktur kedalam sektor jasa.
Beberapa karakteristik yang menunjang keberhasilan pendekatan ini, dianataranya :
a. Adanya keterbatasan karyawan dalam hal kebebasan bertindak, pembatasan
keleluasaan bertindak ini dimaksudkan untuk mencapai keseragaman dan
konsistensi dalam kualitas, sebagai contoh jasa penyemprotan DDT untuk
mencegah mewabahnya penyakit demam berdarah. Jasa ini perlu memiliki
konsistensi dalam kualitas, sehingga setiap pelanggan berharap akan jasa yang
identik dimanapun ia berada dan siapapun penyedia jasanya.
b. Adanya pembagian kerja
Pendekatan lini produksi menyarankan agar keseluruhan pekerjaan dipecah atau
dibagi-bagi menjadi berbagai kelompok tugas. Masing-masing kelompok tugas
membutuhkan spesialisasi keterampilan karyawan. Dengan demikian setiap
karyawan hanya perlu memenuhi syarat keterampilan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas tertentu.
c. Menggantikan sumberdaya manusia dengan teknologi tertentu. Adanya
kemajuana teknologi dan komputerisasi memungkinkan dilakukannya substitusi
secara sistematis, dimana mesin atau peralatan tertentu akan menggantikan
sumberdaya manusia. Hal ini sudah mulai banyak diterapkan, misalnya dalam
industri perbankan yang menggunakan ATM.
d. Standarisasi Jasa
Menu yang terbatas pada suatu restoan memungkinkan pelayanan dan
ketersediaan hidangan secara cepat dan efisien. Adanya pembatasan pilihan jasa
memungkinkan usaha perencanaan dan prediksi lebih awal atas pelayanan dan
permintaan pelanggan. Jasa akan menjadi proses rutin yang dilengkapi dengan
tugas yang jelas dan aliran pelanggan yang teratur. Selain itu standarisasi juga
bermanfaat dalam menciptakan keseragaman kualitas jasa, karena itu proses jasa
menjadi lebih mudah dikendalikan.
 Lokasi Fasilitas Jasa
Lokasi fasilitas seringkali menetukan kesuksesan suatu jasa, karena lokasi erat kaitannya
dengan pasar potemsial suatu perusahaan. Misalnya rumah sakit umumnya menempati
daerah yang cukup luas dan berlokasi dekat daerah yang padat penduduknya, karena rumah
sakit bertujuan untuk melayani masyarakat umum secara luas. Sedangkan restoran fastfood
bisa berlokasi dimana saja, bahkan didaerah yang jarang penduduknya sekalipun. Disamping
itu, lokasi juga berpengaruh terhadap dimensi-dimensi strategik seperti fleksibiltas,
competitive positioning, manajemen permintaan, dan fokus.
Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa
faktor berikut :
1. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum.
2. Visibiltas, misalnya lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan.
3. Lalu lintas (traffic), dimana ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
Banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan peluang besar terjadinya impulse
buying. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa pula menjadi hambatan, misalnya terhadap
pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran atau ambulans.
4. Tempat parkir yng luas dan aman.
5. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha kemudian hari.
6. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. Misalnya
warung makan yang berdekatan dengan daerah kost, asrama mahasiswa, atau
perkantoran.
7. Persaingan, yaitu lokasi pesaing. Misalnya dalam menetukan lokasi wartel (warung
telekomunikasi), perlu dipertimbangankan apakah dijalan atau daerah yang sama banyak
pula terdapat wartel lainnya.
8. Peraturan Pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang tempat reparasi (bengkel)
kendaraan bermotor berdekatan dengan pemukiman penduduk.
 Desain dan Tata Letak Fasilitas Jasa
Desain dan tata letak fasilitas jasa erat kaitannya dengan pembentukan persepsi
pelanggan. Pada banyak jenis jasa, persepsi yang diperoleh dari interaksi pelanggan dengan
fasilitas jasa berpengaruh terhadap kualitas jasa tersebut dimata pelanggan. Pelanggan yang
ingin mencari kenyamanan suasana dalam menikmati hidangan restoran akan lebih menyukai
desain restoran yang desainnya menarik. Misalnya pencahayaan tertata apik, dindingnya
dihiasi lukisan-lukisan menarik, mebel yang berkualitas, dan lain-lain.
 Desain fasilitas jasa
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam desain fasilitas jasa meliputi :
1. Sifat dan tujuan organisasi jasa
            Sifat suatu jasa seringkali menentukan berbagai persaratan desainnya. Misalnya desain
rumah sakit perlu mempertimbangkan ventilasi yang memadai, ruang peralatan medis yang
representatif, ruang tunggu pasien yang nyaman, kamar pasien yang nyaman, ruang dokter dan
kamar praktek yang bisa menjamin privacy (misalnya kedap suara, tidak rembus pandang) dan
lain-lain. Desain fasilitas yang baik dapat memberikan beberapa manfaat, misalnya perusahaan
mudah dikenali, desain eksterior bisa menjadi tanda atau petunjuk mengenai sifat jasa
didalamnya. Banyak organisasi jasa yang memperoleh manfaat langsung dari desain khusus yang
disesuaikan dengan sifat dan tujuannya. Misalnya restooran masakan jepang yang mendesain
ruangan makannya dengan arsitektur jepang, akan menciptakan suasana restoran seolah-olah
seperti di Jepang.
2. Ketersediaan tanah dan kebutuhan akan ruang/tempat.
            Setiap perusahaan jasa yang membutuhkan tanah untuk untuk mendirikan lokasi
fasilitasnya perlu mempertimbangkan kemampuan finansialnya, pperaturan pemerintah berkaitan
dengan kepemilikan tanah dan pembebasan tanah, dan lain-lain. Dimasa kini ketersediaan tanah
sangat terbatas dan kalaupun ada, harganya selangit.
3. Fleksibilitas.
            Fleksibilitas desain sangat dibutuhkan apabila volume permintaan sering berubah dan
apabila spesifikasi jasa cepat berkembang sehingga resiko keuangan menjadi besar. Kedua
kondisi ini menyebabkan fasilitas jasa harus dapat disesuaikan dengan mudah dan
memperhitungkan pula kemungkinanperkembangan dimasa datang.
4. Faktor estetis.
            Fasilitas jasa yang tertata secara rapi, menarik, dan estetis akan dapat meningkakan sikap
positif pelanggan terhadap suatu jasa. Selain itu sikap karyawan terhadap pekerjaannya juga
dapat meningkat. Aspek-aspek yang perlu ditata misalnya tinggi langit-langit bangunan, lokasi
jendela dan pintu,bentuk pintu yang beraneka ragam dan dekor interior.
5. Masyarakat dan lingkungan sekitar.
            Masyarakat (terutama pemerhati masalah sosial dan lingkungan hidup) dan lingkungan
disekitar fasilitas jasa memainkan peranan penting dan berpengaruh besar terhadap perusahaan.
Apabila perusahaan tidak mempertimbangakn faktor ini maka kelangsungan hidup perusahaan
bisa terancam. Misalnya gelanggang olahraga (untuk pertandingan olahraga dan pertunjukan
musik) perlu memperhatikan beberapa faktor seperti fasilitas parkir yang cukup luas, jumlah
pintu keluar dan masuk yang memadai, dan lain-lain.
6. Biaya konstruksi dan operasi.
            Kedua jenis biaya ini dipengaruhi desain fasilitas. Biaya konstruksi dipengaruhi oleh
jumlah dan jenis bahan bangunan yang digunakan. Biaya operasi dipengaruhi oleh kebutuhan
energi ruangan, yang berkaitan dengan perubahan suhu. 
 Tata letak fasilitas jasa
Keadaan (setting) dan lingkungan tempat penyampaian jasa merupakan aspek yang tidak
kalah pentingnya dan tidak boleh dilupakan dalam desain jasa. Persepsi pelanggan terhadap
suatu jasa dapat dipengaruhi oleh atmosfir (suasana) yang dibentuk oleh eksterior dan interior
fasilitas tersebut
Bila kita memasuki salah satu hotel atau bank, seringkali secara sadar atau tidak sadar kita
memikirkan beberapa hal berikut:
o Apa yang dapat digambarkan bentuk luar (eksterior) hotel atau bank tersebut tentang
penawaran yang ada didalamnya ?
o Apakah itu semua dapat mengkomunikasikan secara jelas mengenai sifat jasanya ?
o Bagaimana interiornya mencerminkan suasana yang ada ?
o Perasaan apa yang muncul ?
o Bagaiman kita harus bersikap ?
Adapun unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam tata letak fasilitas jasa meliputi (Mudie
dan Cottam, 1993) :
1. Pertimbangan/perencanaan spasial
Aspek-aspek seperti simetri, proporsi, tekstur, warna dan lain-lain dipertimbangkan,
dikombinasikan, dan dikembangkan untuk memancing respon intelektual maupun emosional
dari pemakai orang yang melihatnya. Respon inilah yang dipersepsikan sebagai kualitas
visual. Kualitas ini dapat dimanupalasi atau dikendalikan perancang untuk
menciptakanlingkungan tertentu yang mampu mendorong terbentuknya respon yang
diinginkan dari pelanggan.
2. Perencanaan ruangan.
Unsur ini mencakup perancangan interior dan arsitektur, seperti penempatan perabotan
dan perlengkapannya dalam ruangan, desain, aliran sirkulasi, dan lain-lain.
3. Perlengkapan (perabotan).
Perlengkapan/perabotan memiliki berbagai fungsi, diantaranya sebagai sarana pelindung
barang-barang berharga berukuran kecil, sebagai barang pajangan, sebagai tanda
penyambutan bagi para pelanggan, dan sebagai sesuatu yang menunjukan status pemilik atau
penggunaannya.
4. Tata Cahaya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain tata cahaya adalah cahaya disiang
hari, warna, jenis dan sifat aktifitas yang dilakukan didalam ruangan, persepsi penyedia jasa
akan tugasnya, tingkat ketajaman penglihatan, dan suasana yang diinginkan (tenang, damai,
segar, riang, gempita, dan lain-lain)
5. Warna
Banyak orang yang menyatakan bahwa warna memiliki bahasanya sendiri, dimana warna
dapat mengerakkan perasaan dan emosi. Sebagai contoh, warna bendera setiap negara
memiliki maknanya sendiri-sendiri. Merah pada bendera Indonesia berarti berani dan putih
artinya suci. Di dalam suatu warna terkandung tiga unsur :
o Hue (corak warna), yaitu nama dari warna, seperti merahh, biru, hijau.
o Value ( nilai warna), yaitu terang atau gelapnya suatu warna.
o Chroma, yakni intensitas kekuatan atau kemurnian warna
II. Fleksibilitas Manufaktur

Fleksibilitas manufaktur merupakan kemampuan perusahaan untuk merespon secara efektif


perubahan yang terjadi, baik yang terajadi di internal (operasi) perusahaan, maupun di eksternal
lingkungan perusahaan (Gerwin, 1993).

Ada empat area lingkungan perusahaan yang mempengaruhi fleksibilitas manufaktur yaitu:

1.         Strategi

2.         Faktor lingkungan

3.         teknologi

4.         atribut organisasi (gerwin,1987).

Sejalan dengan makna yang telah diuraikan, Flexible Manufacturing System (FMS) adalah suatu
sistem manufaktur otomatis dengan volume dan variasi produk level menengah yang dikontrol
oleh komputer.

FMS meliputi spektrum lebar dari aktivitas manufaktur seperti mesin-mesin produksi, metal
working, pabrikasi, dan assembly. Pada sebuah FMS, suatu kelompok part–part dari produk–
produk dengan karakteristik serupa diproses.

Komponen penting dari suatu FMS adalah :

a. mesin Numerical Control (NC)/(CNC) yang mampu saling bertukar tools secara otomatis.

b. Sistem material handling otomatis untuk memindahkan part–part di antara mesin–mesin

c. station fixturing berupa Automated Guided Vehicle (AGV) dan Robot. Semua komponen di


atas dikontrol oleh komputer.
d. perangkat–perangkat lain seperti mesin pengukur koordinat dan mesin pencuci part-part yang
diproses.

Pada FMS setiap job guna memproduksi sesuatu, mempunyai beberapa alternatif jalur mesin–
mesin untuk menyelesaikannya. Sistem penanganan material pada FMS harus dikontrol
komputer untuk menentukan alternatif jalur job tadi secara otomatis. Disiplin antrian yang
digunakan biasanya adalah First Come First Serve (FCFS), Last Come First Serve (LCFS) atau
prioritas.

Mesin NC/CNC adalah sebuah mesin yang dikendalikan dengan kode angka–angka adalah
proses yang secara otomatis menjalankan operasi manufaktur menurut perintah yang tersusun
dalam kode angka.

Namun mesin berkode angka ini memiliki kelemahan jika dibandingkan dengan mesin biasa,
yakni:

1.      memerlukan modal yang besar.

2.      penggunaannya menuntut berbagai perubahan pada peranan operator, penyedia dan pekerja
yang lain, tingkat dukungan tenaga spesialis dan tenaga terampil, serta membawa berbagai
masalah yang biasanya timbul bila orang menggunakan teknologi baru.

Flexible Manufacturing System (FMS) pertama kali didesain pada pertengahan 1960-an oleh
perusahan Inggris, dan diberi nama system 24.

Sehubungan dengan kurangnya kontrol teknologi, sistem tersebut tidak pernah selesai diinstal.
Instalasi awal Flexible Manufacturing System (FMS) di US yang paling terkenal terdapat di
Caterpillar Inc. oleh Kearney &  Trecker. Tujuan dari FMS sangat spesifik dan menuntut
penerapan yang spesial. FMS tidak mempunyai fleksibilitas seperti yang telah didefinisikan di
atas, tetapi bagaimanapun Kearney & Trecker merasa cukup puas.

Persaingan pasar pada awal 1980-an menuntut adanya efisiensi produksi yang tinggi, biaya
rendah, respon yang cepat; sebagai hasilnya para usahawan menginstall FMSs untuk produksi
berskala kecil dan menengah. FMS sendiri didefinisikan oleh Automation
Encyclopedia (Graham 1988), sebagai berikut:
“Flexible manufacturing system adalah satu atau lebih mesin produksi yang diintegrasikan
dengan pemindahan material secara otomatis, dimana operasinya diatur dengan komputer”.

Untuk mencapai fleksibilitas dan respon yang cepat yang dibutuhkan kustomer maka
diberlakukanlah Flexible manufacturing system (FMS).  5 level teknologi yang dibuat
bedasarkan FMS contohnya : Enterprise, system, sel, mesin dan  peralatan .  Sebuah bangunan
blok dari FMS disebut dengan Flexible Manufacturing Cell (FMC).  FMC adalah suatu
kelompok atau grup mesin yang saling berhubungan.

Fleksibilitas dalam Sistem Manufaktur Fleksibel

Flexibility dapat didefinisikan sebagai sekumpulan property dari sistem manufaktur yang


mendukung perubahan kapasitas dan kapabilitas produksi (Carter, 1986). Fleksibilitas dalam
sistem manufaktur sering digambarkan sebagai:

1.    Kemampuan untuk beradaptasi sesuai perubahan engineering

2.    Peningkatan jumlah bagian yang sama yang diproduksi dalam suatu sistem

3.    Kemampuan mengakomodasi perubahan rute yang memungkinkan sebagian dari produk


diproduksi oleh mesin yang berbeda

4.     Kemampuan untuk merubah setup sistem dengan cepat dari satu tipe produksi ke yang
lainnya.

Adapun macam-macam fleksibilitas pada SMF adalah:

1. Fleksibilitas Mesin (Machine Flexibility)

Fleksibilitas mesin berarti kemampuan sebuah mesin untuk melakukan bermacam–macam


operasi pada bermacam-macam part produk dengan tipe dan bentuk berbeda. Keuntungan yang
didapat dari mesin fleksibel dan pergantian tipe part yang diproses dengan cepat ini adalah
kebutuhan besar lokasi yang ekonomis dan waktu proses yang lebih rendah.

2. Fleksibilitas Rute (Routing Flexibility)

Fleksibilitas Rute berarti part–part produk tersebut dapat diproduksi dengan beberapa rute
alternatif. Fleksibilitas rute secara utama digunakan untuk memanage perubahan internal yang
disebabkan oleh kerusakan alat, kegagalan pengontrol, dan hal-hal lain sejenis dan juga dapat
membantu peningkatan output.

3. Fleksibilitas Proses (Process Flexibility)

Fleksibilitas Proses atau yang dikenal juga dengan nama Mix Flexibility adalah kemampuan
untuk menyerap perubahan yang terjadi pada produk dengan melakukan operasi–operasi sejenis
atau memproduksi produk–produk sejenis atau mempermudah untuk menambah line poduksi
baru dan mengurangi kecelakaam kerja yang bias terjadi pada line produksi.

4. Fleksibilitas Produk (Product Flexibility)

Fleksibilitas Produk atau yang dikenal dengan nama Mix-Change Flexibility adalah kemampuan


untuk melakukan perubahan menuju set–set produk baru yang harus diproduksi secara cepat dan
ekonomis, untuk merespon perubahan market dan engineering dan untuk beroperasi pada basis
pelayanan pesanan terbatas.

5. Fleksibilitas Produksi (Production Flexibility)

Fleksibilitas Produksi berarti kemampuan untuk memproduksi bermacam–macam produk tanpa


perlu adanya penambahan pada peralatan-peralatan berat/penting, walaupun penambahan tool–
tool baru atau sumber daya lain dapat dimungkinkan. Hal ini menyebabkan dapat diproduksinya
berbagai macam jenis produk dengan biaya dan waktu yang memadai.

6. Fleksibilitas Ekspansi (Expantion Flexibility)

Fleksibilitas Ekspansi berarti kemampuan untuk merubah sistem manufaktur untuk


mengakomodasi perubahan produk–produk secara umum. Perbedaannya dengan definisi
Fleksibiltas Produksi adalah, pada Fleksibilitas Ekspansi perubahan produk diikuti pula dengan
penambahan peralatan beratnya. Tapi hal ini dapat dilakukan dengan mudah karena perubahan
dan penambahan itu dapat dikerjakan pada desain sistem manufaktur yang aslinya.

Andri Feryanto & Endang Shyta Triana. (2015). Pengantar Manajemen (3 in 1) untuk Mahasiswa
dan Umum. Yogyakarta: Mediatera.

Heizer, Jay dan Barry Render. (2015), Operations Management (Manajemen Operasi), ed.11,
Penerjemah: Dwi anoegrah wati S dan Indra Almahdy, Salemba empat, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai