Anda di halaman 1dari 10

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

DI LABORATORIUM
MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Dosen Pengampu: Catur Yuliwinarto

Disusun oleh :

1. Nur Azizah (121111073)


2. Nafatya Nazmi (121111071)
3. Aris Munandar (121111068)
4. Sholikhin (121111069)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2014

1|Page
I. PENDAHULUAN
Setiap pekerja dalam melakukan pekerjaannya berhak mendapat perlindungan
atas keselamatan dan kesehatannya, karena keselamatan dan kesehatan merupakan
unsur penting untuk menjadikan pekerja yang berkualitas dan produktif. Oleh karena
itu perlu dilakukan upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja.
Pembinaan norma-norma tersebut diwujudkan dalam undang-undang dan peraturan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang memuat ketentuan-ketentuan umum
tentang keselamatan dan kesehatan kerja serta hal-hal lain yang yang berhubungan
dengan K3.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja
(laboran/analis) pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Secara keilmuan K3 merupakan
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.1

II. RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja problem yang dihadapi saat di laboratorium?
2. Bahaimana kebijakan pemerintah mengenai K3 di laboratorium?

III. PEMBAHASAN

1. Problem di Labortorium
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Kecelakaan yg paling berat. Untuk menghindari risiko dari kecelakaan dan
terinfeksinya petugas menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang
paling ringan sampai berat khususnya pada laboratorium kesehatan sebaiknya
dilakukan tindakan pencegahan seperti pemakaian APD, apabila petugas laboratorium
tidak menggunakan alat pengaman, akan semakin besar kemungkinan petugas
1
http://yunimusya.wordpress.com//.

2|Page
laboratorium terinfeksi bahan berbahaya, khususnya berbagai jenis virus(Depkes RI,
1996/97).2
Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab
timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis,
uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan
factor manusia juga (WHO), salah satunya pekerja tidak menggunakan APD. Penyakit
Akibat Hubungan Kerja adalah  penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan
kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan
di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan
kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya
berkaitan dengan faktor –faktor yaitu :
1. Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan
kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, dengan solvent yang digunakan dalam
komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua
bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan
mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat
kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya
sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan
basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
2. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja meliputi :
1) Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
2) Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
3) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4) Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.

2
http://heber-makariorio.blogspot.com/2010/10/undang-undang-tentang-laboratorium.html//

3|Page
5) Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol
dapat membahayakan petugas yang menangani.
6) Pencahayaan, kurangnya cahaya ditempat kerja mengakibatkan kelelahan pada
mata. Keluhan lainnya iritasi mata, sakit kepala, penglihatn terganggu dst.
7) Panas, suhu udara nyaman di Indonesia sekitar 26-28 C dan kelembaban 560-70%.
Efek panas pada ruangan dapat menyebabkan heat syncope.C
8) Getaran, akibat dari getaran yang berat dapat menimbulkan penyakit Raynaud atau
white Finger “ gejalanya rasa kesemutan pada jari tangan pada waktu bekerja dan
sesaat setelah berhenti bekerja.
9) Hewan, bahayanya di gigit hewan, transmisi penyakit dan reaksi alergi
10) Radiasi, dua radiasi pengion dan non pengion ( tanpa pelepasan electron)

3. Faktor Ergonomi

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual
dan kuratif, Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor
yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah
dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis
(stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja.3

2. Kebijakan Pemerintah tentang K3 di Laboratorium

A. Peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja


Terhadap Radiasi
Dalam peraturan ini diatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selanjutnya
ketentuan nilai ambang batas yang diizinkan, diatur lebih lanjut oleh instansi yang
berwenang. Pengaturan mengenai petugas dan ahli proteksi radiasi, pemeriksaan

3
Ibid, http://yunimusya.wordpress.com//

4|Page
kesehatan calon pekerja dan pekerja radiasi, kartu kesehatan, pertukaran tugas
pekerjaan, ketentuan-ketentuan kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi
lainnya, pembagian daerah kerja dan pengelolaan limbah radioaktif, kecelakaan dan
ketentuan pidana. Rangkuman isi peraturan sebagai berikut :
a. Instalasi atom harus mempunyai petugas dan ahli proteksi radiasi dimana petugas
proteksi mempunyai tugas menyusun pedoman dan instruksi kerja, sedangkan ahli
proteksi mempunyai tugas mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja
terhadap radiasi.
b. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada pekerja radiasi adalah:
 calon pekerja radiasi
 berkala setiap satu tahun
 pekerja radiasi yang akan putus hubungan kerja.
c. Pekerja radiasi wajib mempunyai kartu kesehatan dan petugas proteksi radiasi
wajib mencatat dalam kartu khusus banyaknya dosis pajanan radiasi yang
diterimamasing-masing pekerja.
d. Apabila pekerja menerima dosis radiasi melebihi nilai ambang batas yang
diizinkan, maka pekerja tersebut harus dipindahkan tempat kerjanya ketempat lain
yang tidak terpajan radiasi.
e. Perlu adanya pembagian daerah kerja sesuai dengan tingkat bahaya radiasi dan
pengelolaan limbah radioaktif.
f. Perlu ada tindakan dan pengamanan untuk keadan darurat apabila terjadi
kecelakaan radiasi.

g. Pelanggaran ketentuan ini diancam pidana denda Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah)4

B. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1244/ Menkes/SK/XII/1994 tentang


Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis
Pedoman ini menjelaskan mengenai klasifikasi mikroorganisme dan
laboratorium, manajemen keamanan kerja laboratorium, yang meliputi tingkatan
manajemen keamanan kerja, kewajiban petugas atau tim keamanan kerja dalam
laboratorium, system pencatatan dan pelaporan adanya bahaya di dalam laboratorium,
pelatihan keamanan kerja dalam laboratorium, praktek laboratorium yang benar,

Sanusi Ibrahim, dkk, Teknik Laboratorium Kimia Organik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013),
4

hlm.90-91

5|Page
pengelolaan specimen, tata ruang dan fasilitas laboratorium, sterilisasi, desinfeksi,
dekontaminasi dan tata laksana limbah laboratorium, peralatan laboratorium dan
bahaya yang dapat dicegah, kesehatan petugas laboratorium dan lain sebagainya.

Manajemen operasional laboratorium:

1. Tata ruang
2. Peralatan yang baik dan terkalibrasi
3. Infrastruktur
4. Administrasi laboratorium
5. Organisasi laboratorium
6. Fasilitas pendanaan
7. Inventarisasi dan keamanan
8. Pengamanan laboratorium
9. Disiplin yang tinggi
10. Ketrampilan SDM
11. Peraturan dasar

12. Penanganan masalah umum dan jenis-jenis pekerjaan.5

C. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 472/Menkes/Per/V/1996 tentang


Pengamanan Bahaya Berbahaya Bagi Kesehatan

Dalam peraturan ini di atur tentang distribusi atau pengedaran, pengelolaan


bahan berbahaya bagi kesehatan, dimana setiap bahan berbahaya yang diedarkan
harus diberi wadah dan kemasan dengan baik dan aman. Pada wadah kemasan
dicantumkan nama sediaan atau nama dagang, nama bahan aktif, isi berat netto,
kalimat peringatan dan tanda atau symbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada
kecelakaan yang disebut MSDS (Material Safety Data Sheet). Dalam peraturan ini
juga dilampirkan daftar bahan berbahaya yang harus didaftarkan6

D. Peraturan tentang Alat Pelindung Diri (APD)


Dasar Hukum:
1) Undang-undang No.1 tahun 1970.

5
Ibid, Sanusi Ibrahim, dkk, Teknik Laboratorium Kimia Organik, hlm.95
6
Marham Sitorus, Laboratorium Kimia (Pengelolaan dan Manajemen), (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), hlm.2

6|Page
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
untuk memberikan APD
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang APD.
c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak
tenaga kerja untuk memakai APD.
d. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma.
2) Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981  Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban
pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk
menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3) Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan
nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat
pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat
kerja
4) Permenakertrans  No.Per.03/Men/1986 Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja
yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa
pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau
pelindung muka dan pelindung pernafasan.

Laboratorium menggunakan bahan kimia dengan bermacam sifat bahaya,


maka sebaiknya laboratorium mempunyai peralatan keselamatan standar berikut:

Jas Laboratorium Alat pemadam kebakaran

Sarung tangan Selimut api

Pelindung mata dan muka Tangga

Alat/kra pencuci mata Karet penghisap

Alat pernafasan (respirator masker) Tanda peringatan keselamatan7

Beberapa tipe bahaya yang disebabakan oleh bahan kimia,yaitu:

a) Ledakan
b) Kebakaran

7
Ibid, Marham Sitorus, Laboratorium Kimia (Pengelolaan dan Manajemen), hlm.20-25

7|Page
c) Keracunan
d) Bahaya kecil
e) KorosifIritasi
f) Radiasi.8

IV. KESIMPULAN
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab
timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Penyakit (problem) akibat kerja di laboratorium
kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor –faktor yaitu :
a. Faktor kimia
b. Faktor fisik
c. Faktor ergonomi
Kebijakan pemerintah mengenai K3 di laboratorium sebagai upaya untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dapat dilihat dalam perundang –undangan
berikut:
1) Peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja
Terhadap Radiasi
2) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1244/ Menkes/SK/XII/1994 tentang
Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis
3) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 472/Menkes/Per/V/1996 tentang
Pengamanan Bahaya Berbahaya Bagi Kesehatan
4) Peraturan tentang Alat Pelindung Diri (APD)

V. PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini. kritik
dan saran konstruktif dari pembaca sangat diharapkan untuk mewujudkan hasil yang
8
Sanusi Ibrahim, dkk, Teknik Laboratorium Kimia Organik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013),
hlm.104-106

8|Page
lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca
umumnya.

9|Page
DAFTAR PUSTAKA

- Ibrahim, Sanusi dkk, 2013, Teknik Laboratorium Kimia Organik, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
- Sitorus, Marham, 2013, Laboratorium Kimia (Pengelolaan dan Manajemen),
Yogyakarta: Graha Ilmu.
- http://yunimusya.wordpress.com//. Diunduh pada tanggal 29 Oktober 2014.
- http://heber-makariorio.blogspot.com/2010/10/undang-undang-tentang-
laboratorium.html//. Diunduh pada tanggal 28 Oktober 2014.

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai