Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

OKSIGENASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN ASMA


BRONKHIAL

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Keperawatan

Dosen pengampu : Martono, S.Kep., Ns., MPd.

Disusun Oleh :
1. Arin Widiastuti ( P27220018049 )
2. Choyrun Nisa F ( P27220018051 )
3. Fiqi Makrifah ( P27220018057 )
4. Meliana Krisnandiar ( P27220018066 )
5. Taris Sekar Pramesthi S ( P27220018079 )

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

Tahun Akademik 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNya, kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien dengan Gangguan Asma Bronkhial.
Pembuatan Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi tugas metodelogi
keperawatan.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan Asuhan Keperawatan ini


masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya
untuk perbaikan sangat diharapkan untuk penyempurnaan Asuhan Keperawatan
ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dan memberi masukan sehingga Asuhan Keperawatan ini dapat
diselesaikan. Ucapan terima kasih juga saya berikan kepada Bapak Martono
S.Kep.,Ns.,MPd yang telah membimbing kami dalam penyusunan Asuhan
Keperawatan ini. Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Semoga isi yang disajikan dalam Asuhan
Keperawatan dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR ISI

ii
Cover
..........................................................................................................................
i
Kata Pengantar
..........................................................................................................................
ii
Daftar Isi
..........................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.................................................................................................................
1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
............................................................................................................
3
2. Tujuan Khusus
............................................................................................................
3
C. Manfaat
.................................................................................................................
3
D. Sistematika Penulisan
.................................................................................................................
5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep Dasar Asma
1. Pengertian
............................................................................................................
7
2. Klasifikasi
............................................................................................................
7

iii
3. Etiologi
............................................................................................................
8
4. Patofisiologi
............................................................................................................
9
5. Manifestasi Klinis
............................................................................................................
10
6. Pemeriksaan Penunjang
............................................................................................................
11
7. Penatalaksanaan
............................................................................................................
13
8. Diagnosa Banding
............................................................................................................
14
9. Komplikasi
............................................................................................................
15
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Asma
1. Pengkajian Keperawatan
............................................................................................................
15
2. Pemeriksaan Fisik
............................................................................................................
16
3. Diagnosa dan Intervensi
............................................................................................................
20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
.................................................................................................................
23

iv
B. Riwayat Kesehatan
.................................................................................................................
24
C. Pemeriksaan Fisik
.................................................................................................................
29
D. Pemeriksaan Penunjang
.................................................................................................................
33
E. Terapi Yang Diberikan
.................................................................................................................
33
F. Data Fokus
.................................................................................................................
34
G. Rumusan Masalah
.................................................................................................................
35
H. Diagnosa Keperawatan
.................................................................................................................
35
I. Intervensi
.................................................................................................................
36
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
.................................................................................................................
38
B. Saran
.................................................................................................................
39

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padatnya aktivitas lalu lintas yang hilir mudik menjadi penyebab

tingginya polusi udara, terutama pada kendaraan bermotor. Hal ini

menyebabkan kondisi udara terpapar oleh polutan, sehingga dapat

menimbulkan efek buruk pada kesehatan. Indonesia, khususnya Jakarta

menurut WHO merupakan negara yang memiliki kurang lebih 12,5 juta

penderita asma, secara ironis juga tercatat sebagai salah satu kota dengan

polusi terburuk di dunia, yang 70%-nya disebabkan oleh kendaraan bermotor.

Asma merupakan suatu penyakit dimana terjadi serangan sesak napas

yang terjadi secara tiba-tiba, dimana seseorang mengalami kesulitan untuk

bernapas, seperti dada terikat tali yang begitu kuat dan disertai suara mengi.

Putra et al (2018), menjelaskan asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik

yang biasanya menginfeksi saluran pernapasan, dan dapat mengakibatkan

hiperresponsif jalan pernapasan yang biasa ditandai dengan suatu gejala

episodik berulang berupa batuk, sesak nafas, mengi dan rasa berat di dada

terutama pada waktu malam hari dan dini hari yang pada umumnya bersifat

revesible baik dengan maupun tanpa pengobatan.

Penyakit asma merupakan penyakit kronis yang menyerang semua umur,

baik anak-anak sampai orang dewasa yang disebabkan karena faktor bawaan

(genetik) maupun faktor lingkungan yang terdapat polusi udara dan adanya

hewan peliharaan. Bulu hewan peliharaan dapat menjadi sarang hidupnya

1
tungau, debu, jamur dan alergen lainnya . Serangan asma yang mendadak dan

keterlambatannya dilakukan penanganan medis menyebabkan tingginya angka

kematian asma. Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (Global

Initiative for Asthma) (2011), di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta

orang menderita Asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma

mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma

merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan

berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab

meningkatnya penderita Asma. Data dari berbagai negara menunjukkan bahwa

prevelensi penyakit Asma berkisar antar 1-18% (GINA, 2011).

Berdasarkan data AstraZeneca pada 2017, Indonesia menempati posisi

ke-5 di antara negara-negara Asia untuk tingkat kematian tertinggi akibat asma.

Karena asma pula, 3,1—5,5 hari kerja/sekolah hilang per kapita setiap tahun

akibat adanya korelasi antara polusi udara dan biaya penyakit pernapasan.

Seseorang yang mengalami serangan asma akan kesulitan untuk menarik

napas, dada terasa seperti diikat dengan tali, terasa sesak dan berat. Disertai

dengan adanya suara mengi. Novarin et al (2015) menjelaskan pada klien asma

aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi terhambat, sehingga ventilasi paru

tidak optimal. Keadaan tersebut mengakibatkan klien asma memiliki

ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal selama

pernapasan terutama ketika ekspirasi.

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan. Adanya hambatan saluran

pernapasan mengakibatkan menyempitnya saluran pernapasan bagian bawah

2
sehingga kesulitan untuk bernapas. Sudiro et al (2019) menjelaskan tingkat

keparahan obstruksi jalan napas diukur melalui nilai-nilai FVC (Forced Vital

Capacity/Kapasitas Vital Paksa) dan FEV1 (Volume Pernapasan Paksa Dalam

Satu Detik) menggunakan Spirometri. Model pengukuran untuk nilai cucal

FVC (Forced Vital Capacity/Kapasitas Vital Paksa) dan FEV1 (Volume

Pernapasan Paksa Dalam Satu Detik) mampu memprediksi tingkat keparahan

ostruksi jalan napas.

Salah satu peran perawat dalam penanganan penyakit asma yaitu

pemenuhan akan kebutuhan oksigenasi dan memberikan asuhan keperawatan

yang profesional dan komprehensif. Di dalam asuhan keperawatan klien

dengan gangguan asma dilakukan penatalaksanaan asma meliputi pengobatan

baik secara nonfarmakologi maupun pengobatan farmakologi. Bhaskara, et al

(2018) menjelaskan tujuan terpenting penatalaksanaan asma adalah untuk

mencapai dan mempertahankan kontrol asma. Tingkat kontrol asma adalah

tingkatan dimana manifestasi asma dapat diamati pada pasien atau telah

berkurang maupun menghilang dengan pengobatan

Oleh karena latar belakang tersebut, kelompok kami membuat makalah

dengan judul "Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada

Pasien dengan Gangguan Asma Bronkhial".

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan gambaran Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan

Oksigenasi Pada Pasien Asma Bronkhial

3
2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendiskripsikan pengkajian pada pasien dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien asma.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien asma.

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan

gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien asma bronkhial.

C. Manfaat

1. Bagi Institusi Penddikan

Diharapkan memberikan referensi, serta menambah wawasan dan informasi

kepada institusi pendidikan terutama mahasiswa keperawatan untuk

membekali mahasiswa tentang Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan

Oksigenasi Pada Pasien Dengan Gangguan Asma Bronkhial.

2. Bagi Penelitian

Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu penelitian keperawatan

khususnya tentang Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

Pada Pasien Dengan Gangguan Asma Bronkhial.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan menambah informasi dan pengetahuan kepada masyarakat

tentang Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada

Pasien Dengan Gangguan Asma Bronkhial.

4
4. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan akan memberi masukkan agar dapat memberikan tindakan

keperawatan yang tepat terhadap klien yang mengalami gangguan

Pemenuhan Oksigenasi Pada Pasien Asma Bronkhial.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi pada

pasien dengan gangguan asma bronkhial, terdiri dari:

1. Bagian Pembuka

Bagian pembuka merupakan awal dari penulisan penulisan asuhan

keperawatan pemenuhan oksigenasi pada pasien dengan gangguan asma

bronkhial yang mencakup halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi.

2. Bagian Inti

a. BAB I Pendahuluan

Bab ini memaparkan dan menjelaskan secara keseluruhan tentang

gambaran asuhan keperawatan yang mencakup latar belakang,

tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.

b. BAB II Tinjauan Teori

Bab ini memaparkan dan menjelaskan tentang tinjauan teori yang

mendukung asuhan keperawatan, mulai dari konsep dasar

(pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan

penunjang, dan penatalaksanaan) serta konsep asuhan keperawatan

(pangkajian dan intervensi).

5
c. BAB III Asuhan Keperawatan

BAB III berisi tentang gambaran asuhan keperawatan pemenuhan

oksigenasi pada pasien dengan gangguan asma bronkhial dari

pengkajian sampai dengan intervensi

d. BAB IV Bagian Penutup

Penutup berisi kesimpulan dan saran menjelaskan tentang

kesimpulan gambaran asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien dengan ganggsuan asma bronkhial.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Asma Bronkhial

1. Pengertian

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai

ciri bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama

percabangan trakeobronial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus

seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi

Soemantri & Irman, (2009).

Black dan Hawks, (2014) menjelaskan asma adalah gangguan pada

bronkus yang ditandai adanya bronkospasme periodik yang reversibel

(kontraksi berkepanjangan saluran napas bronkus).

Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma, (2015) gangguan asma

bronkhial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan

penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat

berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir,

dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.

Dapat dijelaskan bahwa asma merupakan penyakit sistem pernapasan

yang ditandai adanya kontraksi berkepanjangan saluran napas bronkus.

7
2. Klasifikasi

Klasifikasi asma berdasarkan etiologi

a. Asma Bronkhial Tipe Atopik (Ekstrinsik)

Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan

alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernapasan, kulit,

saluran pencernaan, dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang

bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).

b. Asma Bronkhial Tipe Non-atopik (Intrinsik)

Asma nonalergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pernapasan

alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi

saluran pernapasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang

berat, dan tekanan jiwa atau stres psikologis (Mutaqqin, 2014).

3. Etiologi

Asma terjadi dalam keluarga yang menunjukkan bbahwa asma

merupakan gangguan yang diturunkan. Tampaknya, faktor lingkungan

(misal, infeksi virus, alergen, polutan) berinteraksi dengan faktor keturunan

mengakibatkan penyakit asma. Faktor lain yang memicu termasuk keadaan

pemicu (stres, tertawa, menangis), olahraga, perubahan suhu, dan bau-bau

yang menyengat. Asma termasuk sebagai komponen dari triad penyakit

yaitu, asma, polip nasal, dan alergi aspirin (Black dan Hawks, 2014).

8
4. Patofisiologi

Black dan Hawks (2014) menjelaskan patofiologi asma ketika seorang

klien terpapar sebuah alergen, immunoglobulin E (IgE) akan diproduksi

oleh limfosit B. Antibodi IgE akan melekat pada sel mast dan basofil di

dinding bronkus. Sel mast akan mengosongkan dirinya melepaskan

mediator peradangan kimia, seperti histamin, bradikidin, prostaglandin, dan

substansi reaksi lambat (slow-reacting substance/SRS-A). Zat-zat tersebut

menginduksi dilatasi kapiler yang menyebabkan edema saluran napas dalam

usaha untuk menyingkirkan alergen. Mereka juga menginduksi kontriksi

saluran napas untuk menutupnya sehingga tidak menghirup alergen lebih

banyak lagi.

Sekitar setengah hari dari seluruh klien asma mengalami reaksi fase

lambat (late-phase). Meskipun manifestasi klinis yang dihasilkan sama

dengan fase awal, reaksi fase lambat akan dimulai 4-8 jam setelah paparan

dan dapat bertahan selama beerapa jam atau hari.

Pada fase kedua, pelepasan mediator kimia menghasilkan respons

pada saluran napas. Pada respons fase lamat, mediator menarik sel-sel

radang lainnya dan memuat siklus ostruksi, serta inflamasi yang terus-

menerus. Peradangan kronis ini menyebabkan saluran napas menjadi

hippersponsif. Saluran napas yang hipperesponsif ini menyebabkan episode

erikutnya berespon tidak hanya pada antigen spesifik, tetapi pada ransangan

seperti kelelahan fisik dan menghirup udara dingin. Frekuensi dan

keparahan dari gejala klinis yang ada dapat meningkat.

9
Resep alfa-adrenergik dan beta-adrenergik dari sistem paraf simpatis

dapat ditemukan pada bronkus. Rangsangan terhadap reseptor alfa-

adrenergik menyebabkan kontriksi bronkus, sebaliknya ransangan terhadap

beta-adrenergik menyebabkan dilatasi bronkus. Adenosisn monofosfat siklik

(cAMP) merupakan penyeimbang antara kedua reseptor tersebut.

5. Manifestasi Klinis

Black dan Hawks (2014) menjelaskan klien yang mengalami asma

akan mengalami kesulitan bernapas dan memerukan usaha untuk bernapas.

Tanda usaha untuk bernapas antara lain napas cuping hidung, bernapas

melalui mulut, dan penggunaan otot bantu pernaapsan. Sianosis merupakan

gejala lanjutan.

Smetlzer, S.C (2018) juga menjelaskan manifestasi klinis asma

meliputi

a. Gejala asma paling umum adalah batuk (dengan atau tanpa disertai

produksi mukus), dispnea, dan mengi (pertama-tama pada ekspirasi,

kemudian bisa juga terjadi selama inspirasi)

b. Serangan asma paling sering terjadi pada malam hari atau pagi hari

c. Eksaserbasi asma sering kali didahului oleh peningkatan gejala selama

berhari-hari, namun dapat pula terjadi secara mendadak

d. Sesak dada dan dispnea

e. Diperlukan usaha untuk melakukan ekspirasi dan ekspirasi memanjang

10
f. Sering proses eksaserbasi, sianosis sentral sekunder akibat hipoksia berat

dapat terjadi

g. Gejala tambahan, seperti diaforesis, takikardia, dan pelebaran tekanan

nadi mungkin dijumpai pada pasien asma

h. Asma yang disebabkan oleh latihan fisik : gejala maksimal selama

menjalani latihan fidik, tidak terdapat gejala pada malam hari, dan

terkadang hanya muncul gambaran sensasi seperti "tercekik" selama

menjalani latihan fisik

i. Reaksi yang parah dan berlangsung terus-menerus, yakni status

asmatikus, bisa saja terjadi

j. Eksema, ruam, dan edema temporer merupakan reaksi alergi yang

biasanya menyertai asma

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut (Mutaqqin, 2014) meliputi

pemeriksaan diagnostik, pemeriksaan kulit, pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan radiologi.

a. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pengukuran Fungsi Paru (Spiromeri)

Pengukuran ini dilakukan sebelum dan pemberian bronkodilator

aerosol golongan adrenargik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak

lebih dari 20% menunjjukan diagnosis asma.

11
2) Tes Provokasi Bronkhus

Dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau

lebih setelah tes provakasi dan denyut jantung 80-90% dari

maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR

10% atau lebih.

b. Pemeriksaan Kulit

Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik

dalam tubuh

c. Pemeriksaan Laboratorium

1) Analisis Gas Darah (AGD/Astrup)

Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat

hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik

2) Sputum

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang

ebrat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan

transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaskan sekelompok sel-

sel epitel dari perlekatannya.

3) Sel eosinofil

Sel eosofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-

1500/mm³ baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung

sel eosinofil normal antara 100-200/mm³.

4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia

12
d. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya

normal, tetapi prosedur ini harus dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma

sepertidiatinum, atelektasis, dan lain-lain.

7. Penatalaksanaan

Black dan Hawks (2014) menjelaskan manajemen asma diberikan

sesuai tingkat keparahannya dan ditujukan untuk meredakan spasme saluran

napas. Tujuan umum terapi asma adalah mencegah asma kronis dan

eksaserasi asma, menjaga aktivitas tetap normal, menjaga fungsi paru

mendekati normal, pengobatan optimal dengan efek samping atau tanpa

efek samping, dan kepuasan klien terhadap perawatan asma.

Manajemen kegawatdaruratan pada klien dimulai dengan inhalasi

agen agonis beta2. Agonis beta2 akan menstimulasi reseptor beta adrenergik

dan mendilatasi saluran napas. Bila spasme tidak berkurang (misalnya

FEV1 masih <50% di bawah perkiraan), atropin sulit dapat diberikan baik

melalui nebulisasi maupun intravena (IV). Atropin merupakan agen

antikolinergik yang bekerja dengan cara menghambat efek sistem

parasimpatis. Tonus otot polos pada bronkus akan meningkat bila nervus

vagus terangsang. Bila terapi ini tidak mengurangi manifestasi klinis, klien

harus dibawa ke rumah sakit untuk terapi lebih lanjut.

13
Suplementasi oksigen dibutuhkan bila PaO2 turun hingga di bwah 60

mm Hg. Intubasi enditrakin dan ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan.

Sedasi hingga obat paralitik kadang diutuhkan untuk menghambbat usaha

respirasi klien sehingga mencegah udara terjebak lebih banyak dan tekanan

udara meningkat di paru. Status asmatikus ditangani dengan penggunaan

kprtikosteroid IV secara agresif dan pemberian obat beta-adrenergik hirup

untuk mencegah intubasi dan ventilasi mekanik.

Inflamasi mukosa dikontrol melalui penggunaan kortikosteroid hirup.

Strerod mencegah pengosongan sel mast, sehingga dapat mengurangi edema

dan spasme.

8. Diagnosa Banding

menurut Muttaqin (2014)

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya

bronkhokonstriksi, bronkhopasme, edema mukosa dan dinding bronkus,

serta sekresi mukus yang kental

b. Risiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhuungan dengan

peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas

c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan assma

menetap

d. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh erhubungan

dengan penurunan nafsu makan

14
e. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

keletihan

f. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang

dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas)

g. Kurangnya pengetahuan yang berhuungan dengan informasi yang tidak

adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

9. Komplikasi

Status asmatikus adalah komplikasi dari asma yang berat dan

mengancam jiwa. Episode akut spasme bronkus yang terjadi cenderung

meningkat. Dengan spasme bronkus berat, beban untuk bernapas meningkat

menjadi 5-10 kali lebih berat, sehingga dapat menyebabkan pulmonal akut

(gagal jantung kanan yang dikarenakan penyakit paru). Bila status

asmatikus berlanjut, hipoksemia akan semakin memburuk dan akan terjadi

asidosis. Bila kondisi tersebut tidak titangani dan diperbaiki, dapat terjadi

henti napas maupun henti jantung (Black dan Hawks, 2014).

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Asma

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma menurut

Muttaqin (2014)

15
a. Anamnesis

Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada,

dan adanya keluhan sulit bernapas.

b. Riwayat Penyakit Saat Ini

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama

dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti

dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu

pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan

tekanan darah.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya

inspeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis,

dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu dan alergen-

alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat

pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi lain pada

anggota keluarganya

e. Pengkajian Psiko-sosio-kultural

Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien

dengan asma bronkhial

16
f. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang

tidak akan menimbulkan serangan asma

g. Pola Hubungan dan Peran

Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya

secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan

dan peran klien, baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun

lingkungan kerja serta peran yang terjadi setelah klien mengalami

serangan asma.

h. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya

i. Pola Penanggulangan Stres

Stres dan ketenggangan emosional merupakan faktor intrinsik pencetus

serangan asma. Kaji penyeab terjadinya stres.

j. Pola Sensorik dan Kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri

klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stesor yang dialami klien

sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun semakin akan

tinggi.

k. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya

merupakan metode penanggualangan stres yag konstruktif.

17
2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Kaji kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara,

denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-oto

bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi

istirahat klien.

1) B1 (Breathing)

a) Inspeksi, inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan

kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi

otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, frekuensi

pernapasan.

b) Palpasi kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal

c) Perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menjadi datar dan rendah

d) Auskultasi, terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai

dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi,

dengan unyi napas tambahan utamaa wheezing pada akhir ekspirasi

2) B2 (Blood)

Memonitor dampak asma pada pada status kardiovaskular meliputi

keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.

3) B3 (Brain)

Diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran

18
klien.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine. Perawat perlu memonitor ada

tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.

5) B5 (Bowel)

Kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi. Pengkajian

tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-

kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.

6) B6 (Bone)

Kaji adanya edema ekstermitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada

ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen

kaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,

turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,

pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis.

Pada rambut, kaji warna rambut, kelemabapan, dan kusam. Kaji

tentang bagaimana tidur dan istirahat klien, serta berapa besar akibat

kelelahan yang dialami klien. Kaji adanya wheezing, sesak, dan

optopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Kaji

aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan aktivitas

lainnya.

19
3. Diagnosa dan Intervensi

Diagnosa dan intervensi menurut Muttaqin (2014)

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

bronkospasme

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi

kebersihan jalan napas kembali efektif

Kriteria hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat

menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada

suara napas tambahan dan wheezing (-), pernapasan klien normal (16-20

x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.

Intervensi

1) Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum

Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya

obstruksi

2) Atur posisi semifowler

Rasional : Meningkatkan ekspansi dada

3) Ajarkan cara batuk efektif

Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat mempermudah

pengeluaran sekret yang melekat di jalan napas

4) Bantu klien latihan napas dalam

20
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan

meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk

dikeluarkan

5) Kolaborasi dalam pemberian obat

Bronkodilator golongan B2

Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg.

Fenoterol HBr 0,1 % Solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg

Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin)

bolus IV 5-6 mg/kg BB

Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung

menuju area ronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat

berdilatasi. Pemberian secara intravena merupakan usaha

pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan

pernapasan, dan proses penyakit

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran

gas membaik

Kriteria evaluasi: Dapat mendemonstrasikan batuk efekti, frekuensi

napas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 60-120 x/meni, warna kulit normal,

tidak ada dipnea, dan gas darah arteri (GDA) dalam batas normal

Rencana Intervensi

1) Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output

21
Rasional : untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau

penyimpangan dari hasil hasil klien

2) Tempatkan klien pada posisi semi fowler

Rasional : posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik

3) Berikan terapi intravena sesuai anjuran

Rasional : untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat

mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat-obat darurat

4) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/menit selanjutnyasesuaikan

dengan hasil PaO2

Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-oto pernapasan

5) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda-

tanda toksisitas

Rasional : pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti

kondisi sebelumnya

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K

DENGAN ASMA BRONKHIAL

A. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : Ny. K

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 56 Tahun

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Sidorejo, kopen, teras boyolali

No. Rm : 052980

Diagnosa medis : Asma Bronkhial

Penanggung Jawab

Nama : Tn. I

Umur : 58 Tahun

23
Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Sidorejo, kopen, teras boyolali

Hubungan dengan pasien : Suami

B. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien datang ke UGD RSUD Boyolali dengan keluhan nafas terasa

sesak sekali, batuk, sudah berobat tetapi tidak berkurang. Di UGD

klien dilakukan tindakan nebulizer dengan combifent, pemasangan O2

3 liter/ menit, injeksi amonipillin ½ ampul intravena dan IVFD Dex

5% drip aminopilin ½ ampul, 20 tetes/menit.

Klien mengeluh nafas terasa sesak, batuk, banyak mengeluarkan

dahak, karena faktor pencetus kehujanan dan terpapar debu, timbulnya

keluhan mendadak dengan lamanya terus menerus, semenjak sakit

tidak bisa tidur karena sesak nafas, tidak ada nafsu makan, perut terasa

mual, jika makan muntah, tidak dapat beraktifitas seperti biasanya, jika

banyak bergerak nafas bertambah sesak.

2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien mengatakan memiliki penyakit asma sejak masih kecil. Klien

tidak pernah menderita sakit yang parah. Klien pernah dirawat di

RSUD dengan penyakit yang sama pada tahun 2016. Klien tidak ada

alergi obat , makanan, tetapi klien tidak tahan terhadap cuaca yang

dingin dan debu.

24
3. Riwayat Keluarga

: Perempuan : Pasien

: laki – laki : Keturunan

: Menikah : Serumah

Keluarga pasien mengatakan pasien tinggal serumah dengan suami dan

anaknya

Keluarga pasien mengatakan tidak ada penyakit menurun ataupu menular

25
4. Riwayat Psikologis dan Spiritual

a. Orang yang terdekat dengan klien adalah suaminya

b. Interaksi dengan keluarga:

Pola komunikasi klien terbuka sedangkan yang membuat

keputusan dalam keluarha adalah suaminya, untuk kegiatan

kemasyarakatan jarang dilakukan, karena klien lebih sering

menghabiskan waktunya bersama keluarga.

c. Dampak penyakit klien terhadap keluarga

Keluarga klien mengatakan cemas jika penyakit asma klien

kambuh dan takut terjadi sesuatu dengan klien.

d. Mekanisme koping terhadap stress :

Jika ada masalah klien selalu tidur dan mencari pertolongan

dengan bercerita dengan suaminya.

e. Persepsi klien terhadap penyakitnya:

1) Hal yang dipikirkan saat ini adalah klien mengatakan ingin

cepat sembuh dan akan berusaha agar penyakitnya tidak

kambuh lagi

2) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit yaitu klien tidak

dapat melakukan kegiatan sperti biasanya

f. Tugas perkembangan menurut usia saat ini adalah sebagai ibu

rumah tangga

g. Sistem nilai kepercayaan nilai –nilai yang bertentangan dengan

kesehatan tidak ada, klien percaya dengan penanganan dokter

26
sedangkan aktivitas keagamaan atau kepercayaan yang dilakukan

adalah klien shalat lima waktu dan klien percaya dengan Tuhan

YME, tapi semenjak sakit klien jarang shalat.

5. Lingkungan

Klien tinggal bersama suami dan anak juga cucunya, klien mengatakan

lingkungan rumahnya berdebu, jarang membersihkan rumah karena

sibuk mengurus cucunya.

6. Kebiasaan sehari – hari

a. Nutrisi

Sebelum sakit : sebelum sakit frekuensi makan klien 3x / hari,

selera makan klien baik, jenis makanan nasi, sayur dan lauk pauk.

Tidak ada makanan pantangan, tidak ada alergi makanan dan klien

menyukai semua jenis makanan. Klien minum 7 – 8 gelas/hari.

Tidak ada kebiasaan sebelum yang dilakukan sebelum makan BB :

47 kg, TB : 150 cm.

Selama sakit : semenjak sakit sampai dirawat nafsu makan klien

menurun. Klien mengatakan perutnya terasa mual jika makan.

Klien tidak pernah menghabiskan porsi makanan yang disajikan

( hanya 3 sendok makan ). Diit yang diberikan adalah bubur 2500

kalori, BB 46 kg, TB 150 cm.

b. Eliminasi

Sebelum sakit : BAB normal, 1 x/hari tetapi waktunya tidak tentu,

konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, tidak ada keluhan

27
saat BAB dan tidak menggunakan obat pencahar. BAK normal 5 -6

x/hari , warna kuning jernih.

Selama sakit : sejak dirawat klien baru sakit sekali da tidak

menggunakan obat pencahar. BAK normal 4- 5 x/hari. Warna

kuning teh, hanya jika BAK klien dibantu oleh keluarga dan

perawat menggunakan pispot.

c. Kebersihan diri

Sebelum sakit : klien mandi 2 x/hari dengan menggunakan sabun,

sikat gigi 3 x/hari denganmenggunakan pasta gigi, cuci rambut

setiap mandi dengan menggunakan shampo dan mengganti pakaian

setiap selesai mandi.

Selama sakit : klien mandi dengan cara dilap dibantu oleh

anaknya menggunakan sabun, sikat gigi 2 x/hari menggunakan

pasta gigi, cuci rambut belum pernah, mengganti pakaian setiap

selesai mandi. Sejak dirawat klien mandi dibantu oleh anaknya dan

dirawat dengan cara dilap.

d. Istirahat dan tidur

Sebelum sakit : klien tidur 7 jam/hari, dari jam 22.00 wib s/d jam

05.00 wib. Klien jarang tidur siang, hanya sesekali saja. Sebelum

tidur klien menonton TV dan klien tidak pernah mengalami

gangguan saat tidur.

Selama sakit : semenjak sakit klien susah tidur. Sudah 2 malam

klien tidak dapat tidur, klien hanya bisa tidur 3 jam/hari, dan klien

28
selalu terbangun jika tidur. Klien mengatakan tidak bisa tidur

karena nafasnya sesak.

e. Aktivitas dan latihan

Sebelum sakit : klien ibu rumah tangga dan menjaga cucunya di

rumah. Olahraga jarang dilakukan, apabila ada waktu luang klien

lebih senang bersantai bersama keluarganya. Selama ini jika

beratifitas terlalu berat, nafas terlalu sesak.

Selama sakit : semenjak sakit aktivitas klien dibantu oleh

keluarga dan perawat.

7. Pola Kebiasaan Yang Mempengaruhi Kesehatan

Klien tidak merokok, klien tidak pernah meminum minuman keras dan

tidak ada ketergantungan obat.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaran umum

Kesadaran : Compos mentis

Tanda- tanda Vital : TD : 130/80 mmHg

RR : 32 ×/menit

N : 92 × /menit

S : 37°C

29
2. Sistem Penglihatan

Inspeksi : Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan

bola mata normal. Konjungtiva ananemis, kornea jernih, sklera tidak

ikterik tapi tampak merah, pupil isohor, tidak ada strabismus, fungsi

penglihatan baik, tidak ada tanda – tanda peradangan , tidak memakai

kaca mata, tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap cahaya kanan

dan kri positif, tampak warna hitam pada kelopak mata bawah skitar

mata, mata tampak sayu, tidak ada hematoma.

3. Sistem Pendengaran

Palpasi : daun telinga simetris dan tidak sakit bila digerakkan, tidak

bengkak. Tidak ada serumen dan juga nanah, tidak ada lesi, tidak ada

tinitus, tidak ada perasaan penuh di telinga, fungsi pendengaran baik,

pada pemeriksaan garputala hasil positif kanan dan kiri, tidak

menggunakan alat bantu pendengaran.

4. Sistem Wicara

Inspeksi : Tidak ada kesulitan dan gangguan berbicara, tidak

memakai ETT dan trakeostomi.

5. Sistem Penciuman

Bentuk hidung simestris, septum terletak ditengah, tidak ada secret,

tidak terdapat sinusitis, tidak ada polip, tidak ada epitaksis, fungsi

penciuman baik

6. Sistem Pernafasan

30
Frekuensi 30 x/menit , irama tidak teratur, menggunakan alat bantu

pernafasan yang terpasang O2 3liter/menit, jalan nafas tidak bersih,

tampak retraksi costal, adanya pernafasan cuping hidung, adanya

batuk yang produktif, tidak ronkhi, adanya wheezing, rales tidak ada,

hemaptoe tidak ada.

7. Sistem Kardiovaskuler

Sirkulasi perifer yaitu nadi 100 x/menit, irama teratur, denyut kuat,

TD 130/80 mmHg, tidak terdapat distensi vena jugularis, palpasi kulit

teraba dingin, tidak adaoedema, adanya sianosis, pengisian kapiler

2/detik. Sirkulasi jantung yaitu Heart Rate 100 x/menit , irama teratur,

tidak ada bunyi jantung tambahan gallop dan murmur, tidak ada nyeri

dada saat aktivitas maupun tidak beraktivitas.

8. Sistem Hematologi

Tidak adanya keluhan kesakitan. Tidak adanya splenomegali, mimisan

dan ekimosis juga tidak ada, tidak ada perdarahan, ptechiae dan

purpura tidak ada, tidak ada hematomoegali dan gusi tidak mudah

berdarah.

9. Sistem Saraf Pusat

Tingakt kesadaran yaitu composmentis, Glasgow Coma Scale ( GCS )

yaitu 15 ( Motorik 6, Verbal 5, Mata 4 ) tidak ada peningkatan

Tekanan Intra Kranial ( TIK ), tidak ada kejang, tidak ada

kelumpuhan, mulut tidak miring, bicara tidak pelo, orientasi orang,

tempat dan waktu baik, tidak ditemukan reflek patologik babinski.

31
10. Sistem Pencernaan

Tidak ada nyeri tekan pada epigastrium, tidak ada nyeri tekan pada

titik MC, Burney, tidak konstipasi, tidak diare, peristaltik usus 15

x/menit. Tidak ada pembesaran pada hepar, tidak ada acites, umbilicus

tidak meninjol, tidak ada bayangan bendungan pembuluh darah vena

pada kulit abdomen, tidak ada luka bekas operasi.

11. Sistem endokrin

Gula darah 107, nafas tidak berbau keton, tidak ada poliura, tidak ada

polidipsi, tidak ada poliphagia.

12. Sistem Urogenital

Tidak ada retensi urine, tidak inkontenesia, tidak ada nuctoria,

kebiasaan BAK 6 – 7 x/menit dan terkontrol, dalam jumlah 80 cc/jam,

warna kuning teh, tidak terdapat distensi kandung kemih, tidak ada

sakit pinggang, tidak ada penyakit kelamin.

13. Sistem Integumen

Turgor kulit elastis, kulit kering , keadaan kulit bersih, tidak ada lesi,

tidak ada ulkus, tidak ada ptechiae, tidak gatal, tidak ada insisi

operasi, tidak ada luka bakar, tidak ada decubitus, tidak ikterik.

14. Sistem ekstremitas

Pada ekstremitas atas terpasang IV line RL di tangan sebelah kiri 20

tetes / menit, ekstremitas bawah tidak ada oedema, tidak ada jejas

dikaki. Kekuatan ektremitas atas dan bawah baik.

32
D. Pemeriksaan Penunjang

1. Haemoglobin : 13 gr%

2. Leukosit : 5600 mmᶾ

3. Trombosit : 220.000 mmᶾ

4. Hematokrit : 40%

5. Gula Darah Sewaktu : 107 mg/dl

6. SGOT : 85 mg/d

7. SGPT : 89 mg/dl

8. Ureum : 28,0 mg/dl

9. Cretinin : 1,17 mg/dl

E. Terapi Yang Diberikan

Combifent

Pemasangan O2 3 liter/ menit

Injeksi amonipillin ½ ampul intravena

IVFD Dex 5% drip aminopilin ½ ampul, 20 tetes/menit

33
F. DATA FOKUS

Data Subjektif :

1. Klien mengeluh nafas terasa sesak

2. Klien mengatakan banyak mengeluarkan banyak dahak yang berwarna

keputihan

3. Klien mengatakan ketika bangun tidur terasa sesak napas

4. Klien mengatakan memiliki riwayat asma sejak kecil

5. Klien mengatakan tidak dapat beraktivitas seperti biasanya karena jika

banyak bergerak nafas bertambah sesak

6. Klien mengatakan alergi terhadap cuaca dingin

7. Klien mengatakan badannya terasa lemah

Data Objektif :

1. Klien tampak mual – mual

2. Klien tampak lemah

3. Adanya perubahan jam tidur dari 7 jam/hari menjadi 3 jam/hari

4. TD 130/80 mmHg, Nadi 92 x/menit, RR 32 x/menit

5. Irama nafas tidak teratur

6. Menggunakan alat bantu pernapasan yaitu 02 3 liter/menit

7. Adanya pernafasan cuping hidung

8. Adanya whezing

9. Jalan napas tidak bersih, terdapat sputum berwarna keputihan

10. Klien tampak sesak napas

11. Adanya batuk yang produktif

34
G. RUMUSAN MASALAH

Mukus berlebihan b.d Tidak efektifnya bersihan jalan napas d.d

DS :

a. Klien mengatakan batuk berdahak dengan dahak berwarna putih

b. Klien mengatakan sesak napas

c. Klien mengatakan batuk

DO :

a. Klien tampak sesak napas disertai batuk berdahak berwarna

putih kental

b. Suara napas klien terdengar wheezing

c. Jalan napas tampak tidak bersih terdapat sputum berwarna

keputihan

d. TD : 130/80 mmHg

RR : 32 x/menit

N : 92 X/menit

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Mukus berlebihan berhubungan dengan tidak efektifnya bersihan jalan

napas

35
I. INTERVENSI

Diagnosa Mukus berlebihan berhubungan dengan tidak efektifnya bersihan

jalan napas

Setelah dilakaukan tindakan selama 2x24 jam diharapkan masalah klien

dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Dapat mendemonstrasikan batuk efektif

Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)

Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu

napas.

Intervensi

6) Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum

Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya

obstruksi

7) Atur posisi semifowler

Rasional : Meningkatkan ekspansi dada

8) Ajarkan cara batuk efektif

Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat mempermudah

pengeluaran sekret yang melekat di jalan napas

9) Bantu klien latihan napas dalam

Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan

meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk

dikeluarkan

36
10) Kolaborasi dalam pemberian obat

Bronkodilator golongan B2

Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg.

Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin)

bolus IV 5-6 mg/kg BB

Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung

menuju area ronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat

berdilatasi. Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan

agar dilatasi jalan napas dapat optimal

37
A. Kesimpulan
1. Dari pengkajian dan pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan
gangguan asma bronkhial didapatkan beberapa diagnosa yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

adanya bronkhokonstriksi, bronkhopasme, edema mukosa dan

dinding bronkus, serta sekresi mukus yang kental

b. Risiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhuungan dengan

peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal

napas

c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan

assma menetap

d. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

erhubungan dengan penurunan nafsu makan

e. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

keletihan

f. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang

dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas)

g. Kurangnya pengetahuan yang berhuungan dengan informasi yang

tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

2. Intervensi keperawatan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien dengan gangguan asma bronkhial pada

umumnya sudah sesuai teori menurut Muttaqin (2014), tetapi masih

38
ada beberapa intervensi yang tidak diterapkan dalam kasus Ny. K

karena kondisi pasien.

B. Saran

1. Pada saat merumuskan diagnosa, sebaiknya lebih memperhatikan dan

teliti dalam data yang akan dirumuskan sebagai diagnosa. Jangan

sampai ada diagnosa yang bisa dirumuskan pada kasus tetapi tidak

dirumuskan karena keterbatasan data, kurang cermat dan teliti.

2. Intervensi sebaiknya disusun menurut diagnosa yang dirumuskan dan

disesuaikan dengan kondisi pasien maupun kenyataan yang ada di

tempat pasien dilakukan perawatan. Sehingga dapat menghindari

intervensi yang tidak bisa dilakukan karena kondisi pasien yang tidak

memungkinkan dilakukan intervensi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Bhaskara, Y., Bakhtiar, R., & Moerad, E. B. (2017). Hubungan tingkat kontrol asma
dengan kualitas hidup pasien asma di klinik paru rsud abdul wahab sjahranie
samarinda, 000(2), 2–10.
Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manjemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban Patria.
Mangguang, M. D. (2016). FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASMA PADA ANAK DI KOTA
PADANG, 3(1), 1–7.
Muttaqin, A. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Novarin, C., & Widayati, N. (2015). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap
Aliran Puncak Ekspirasi Klien dengan Asma Bronkial di Poli Spesialis Paru B Rumah
Sakit Paru Kabupaten Jember, 3(2).
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action.
Putra, Y. A., Udiyono, A., & Yuliawati, S. (2018). GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN DAN
DERAJAT SERANGAN ASMA PADA PENDERITA DEWASA ASMA BRONKIAL, 6.
Smeltzer, S. C. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Edisi 8). Jakarta: EGC.
Soemantri, & Irman. (2009). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudiro, S., Martono, M., Nursalam, N., & Efendi, F. (2019). Early Detection of Risk Factors
and Severity of Airway Obstruction Through Early Detection of Risk Factors and
Severity of Airway Obstruction Through Measurement of Critical Values of FVC and
FEV 1 on Bus Terminal Officers, (January). https://doi.org/10.5958/0976-
5506.2019.00126.8

40

Anda mungkin juga menyukai