Anda di halaman 1dari 15

1

TUGAS MANDIRI
CRITICAL APPRAISAL DAN UJI DIAGNOSTIK

Pembimbing:
Ns. Meyni Rumondor, S. Kep., M. Kes

Disusun oleh:
Nama : Astivani Laksander
Nim : 1814201196
Kelas : A1Kep/Sem4

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA
TAHUN AJARAN 2020
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, kami menyajikan makalah mengenai “Critical Appraisal dan Uji
Diagnostik”.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik dari
segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas
bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis
ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya kesehatan.
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1. Latar Belakang.............................................................. 1


1.2. Tujuan............................................................................ 2
1.3. Manfaat.......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3

2.1 Definisi ......................................................................... 3


2.2. Tujuan .......................................................................... 4
2.3. Langkah – langkah dalam Critical appraisal................ 5
2.4. Nilai Uji Diagnostik...................................................... 7
2.5. Uji Diagnostik Baru dan Baku Emas............................ 8
2.6. Langkah-Langkah Uji Diagnostik................................. 11

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


4

Telaah kritis atau critical appraisal adalah cara atau metode untuk mengkritisi secara
ilmiah terhadap penulisan ilmiah. Telaah kritis menjadi suatu keharusan bagi seorang klinisi
untuk menerapkan pengetahuan baru dalam praktek sehari-hari. Telaah kritis digunakan
untuk menilai validitas (kebenaran) dan kegunaan dari suatu artikel atau journal ilmiah.
Telaah Kritis merupakan bagian dari Evidence-Based Medicine.1
EBM merupakan praktik kedokteran klinis yang memadukan bukti terbaik yang ada,
keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien. EBM bertujuan membantu klinisi agar pelayanan
medis memberikan hasil klinis yang optimal kepada pasien. Penggunaan bukti ilmiah dari
riset terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis yang lebih efektif, bisa
diandalkan, aman, dan cost-effective.1
Pada masa lalu penentuan apakah seorang sakit atau tidak sakit semata-mata
dilakukan dengan dasar pemeriksaan klinis, yang terbukti banyak menyebabkan kesalahan
diagnosis. Kemudian berkembang amat pesat berbagai pemeriksaan penunjang atau prosedur
diagnostik, mulai dari pemeriksaan laboratorium sederhana sampai pemeriksaan pencitraan
yang canggih. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita memerlukan berbagai jenis uji diagnostik
untuk menegakkan diagnosis pada sebagian besar kasus.2
Uji diagnostik dapat dibagi berdasarkan pada kegunaannya misalnya untuk skrining,
untuk memastikan atau menyingkirkan diagnosis, untuk memantau perjalanan penyakit,
menentukan prognosis dan lain-lain.1 Agar dapat digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis, mendeteksi atau memprediksi penyakit pada sekelompok orang yang tampaknya
sehat, tetapi mempunyai risiko terkena suatu penyakit tertentu (population at risk) maka alat
uji tersebut harus memiliki tingkat akurasi yang tinggi hingga dapat diandalkan. Untuk
memperoleh alat uji yang dimaksud di atas dapat dilakukan uji tunggal seperti sensitivitas,
spesifisitas dan uji prediksi atau uji gabungan.3

Dalam makalah ini akan dijelaskan pengertian, tujuan, hasil Critical Appraisal dan uji
diagnostik dan langkah-langkah yang diperlukan dalam critical appraisal agar kiranya dapat
memperdalam tentang uji diagnostik dan menerapkannya dalam studi epidemiologi..

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami
tentang “Critical Appraisal dan uji diagnostik” dan untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
5

1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca
khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya agar dapat
lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai “Critical Appraisal dan uji
diagnostik”.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Criticals appraisal atau telaah kritis adalah cara atau metode untuk mengkritisi secara
ilmiah terhadap penulisan ilmiah. Telaah kritis menjadi suatu keharusan bagi seorang klinisi
untuk menerapkan pengetahuan baru dalam praktek sehari-hari. Telaah kritis digunakan
untuk menilai validitas (kebenaran) dan kegunaan dari suatu artikel atau journal ilmiah.1
Critical Appraisal (Kajian Kritis) adalah suatu proses evaluasi secara cermat dan
sistematis untuk memutuskan apakah suatu tulisan penelitian atau majalah ilmiah layak
dipercaya. Hal ini merupakan salah satu kemampuan dasar yang penting bagi seorang klinisi
untuk dapat mengetahui dan menggunakan data-data penelitian yang dapat dipercaya dan
efisien. 1

Uji diagnostik adalah satu tindakan prosedur medis dengan maksud menyingkirkan
ketidakpastian tentang apakah suatu penyakit benar ada atau tidak. Idealnya, uji diagnostik
(laboratorium, imejing-radiologi, prosedur) yang dilakukan untuk melengkapi informasi
medis, hasilnya cepat diperoleh artinya status kesehatan belum banuak berubah diagnosis
(hasil) telah didapat, sehingga diagnosis dapat ditegakkan disertai biaya yang murah.4

Uji diagnostik dapat dilakukan secara bertahap (serial) , atau dilakukan sekaligus
beberapa uji diagnostik (paralel). Uji diagnostik yang ideal jarang sekali ditemukan yaitu uji
yang memberikan hasil positif pada semua subyek yang sakit dan memberikan hasil negatif
pada semua subyek yang tidak sakit. Hampir pada semua jenis penyakit atau keadaan
abnormal dilakukan penelitian untuk memperoleh uji diagnostik baru.2

2.2. Tujuan

Critical appraisal berfungsi sebagai berikut:

 Secara sistematik mengevaluasi literature ilmiah


 Dapat memilih literature yang akan diambil
 Memutuskan artikel manakah yang akan mempengaruhi pekerjaan yang akan
dilakukan
7

 Memisahkan penghalang antara peneliti dengan hasil penelitian


 Mendukung perkembangan dari Evidence Based Medicine (EBM). 5

Pengembangan uji diagnostik dapat mempunyai beberapa tujuan, termasuk:2


1. Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit
Untuk keperluan ini uji diagnosis harus sensitif (kemungkinan negatif semu kecil),
sehingga apabila didapatkan hasil yang normal (hasil uji negatif) dapat
dipergunakan untuk menyingkirkan adanya penyakit. Ia juga harus spesifik
(kemungkinan hasil positif semu kecil), sehingga apabila hhasilnya abnormal
dapat dipergunakan untuk menentukan adanya penyakit.
2. Untuk keperluan skrining
Skrining dilakukan untuk mencari penyakit pada subyek yang asimtomatik,
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan agar diagnosis dini dapat
ditegakkan. Uji diagnostik untuk skrining harus mempunyai sensitivitas yang
sangat tinggi meskipun spesifisitasnya sedikit rendah. Penyakit yang perlu
dilakukan skrining memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
 Prevalens penyakit harus tinggi, meski kata “tinggi” ini relatif
 Penyakit tersebut menunjukkan morbiditas dan / atau mortalitas yang
bermakna apabila tidak diobati
 Harus ada terapi efektif yang dapat mengubah perjalanan penyakit
 Pengobatan dini memberikan hasil yang lebih baik ketimbang pengobatan
pada kasus lanjut
3. Untuk pengobatan pasien. Dalam pengobatan pasien, uji diagnostik sering
dilakukan berulang-ulang untuk :
 Memantau perjalanan penyakit atau hasil terapi
 Mengidentifikasi komplikasi
 Mengetahui kadar terapi suatu obat
 Menetapkan prognosis
 Mengkonfirmasi suatu hasil pemeriksaan yang tak terduga
Untuk kepentingan tersebut, reprodusibilitas suatu uji diagnostik sangat penting,
artinya apabila suatu uji dilakukan terhadap subyek yang sama pada waktu yang
sama, maka uji diagnostik tersebut harus memberi hasil yang sama pula
8

4. Untuk studi epidemiologi. Uji diagnostik seringkali dilaksanakan dalam studi


epidemiologi. Suatu uji diagnostik yyang memberikan hasil yang positif (ada
penyakit) atau negatif (tidak ada penyakit) sering dipakai dalam survai untuk
menentukan prevalens suatu penyakit.

2.3. Langkah – Langkah Critical appraisal


Secara formal penilaian kritis (critical appraisal) perlu dilakukan terhadap
kualitas bukti-bukti yang dilaporkan oleh artikel riset pada jurnal. Penilaian kritis
kualitas bukti dari artikel riset meliputi penilaian tentang validitas (validity),
kepentingan (importance), dan kemampuan penerapan (applicability) bukti bukti
klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan, kerugian, yang
akan digunakan untuk pelayanan medis individu pasien, disingkat “VIA”.1
1. Validity
Setiap artikel laporan hasil riset perlu dinilai kritis tentang apakah kesimpulan
yang ditarik benar (valid), tidak mengandung bias. Bias adalah kesalahan
sistematis (systematic error) yang menyebabkan kesimpulan hasil riset yang
salah tentang akurasi tes diagnosis, efektivitas intervensi, akurasi prognosis,
maupun kerugian/ etiologi penyakit.1
Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung dari cara
peneliti memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur variabel, dan
mengendalikan pengaruh faktor ketiga yang disebut faktor perancu (confounding
factor). Untuk memperoleh hasi riset yang benar (valid), maka sebuah riset perlu
menggunakan desain studi yang tepat.1
2. Importance
Bukti yang disampaikan oleh suatu artikel tentang intervensi medis perlu dinilai
tidak hanya validitas (kebenaran)nya tetapi juga apakah intervensi tersebut
memberikan informasi diagnostik ataupun terapetik yang substansial, yang
cukup penting (important), sehingga berguna untuk menegakkan diagnosis
ataupun memilih terapi yang efektif.1
Suatu tes diagnostik dipandang penting jika mampu mendiskriminasi
(membedakan) pasien yang sakit dan orang yang tidak sakit dengan cukup
substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes diagnostik. Suatu
intervensi medis yang mampu secara substantif dan konsisten mengurangi
risiko terjadinya hasil buruk (bad outcome), atau meningkatkan probabilitas
9

terjadinya hasil baik (good outcome), merupakan intervensi yang penting dan
berguna untuk diberikan kepada pasien. Suatu intervensi disebut penting hanya
jika mampu memberikan perubahan yang secara klinis maupun statistik
signifikan, tidak bisa hanya secara klinis signifikan atau hanya secara statistik
signifikan. 1
Ukuran efek yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam
mencegah risiko terjadinya hasil buruk adalah absolute risk reduction (ARR),
relative risk reduction (RRR), dan number needed to treat (NNT). Ukuran efek
yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam meningkatkan
kemungkinan terjadinya hasil baik adalah absolute benefit increase (ABI), relative
benefit increase (RBI), dan number needed to treat (NNT). 1
Setiap intervensi medis di samping berpotensi memberikan manfaat juga
kerugian (harm). Ukuran efek yang digunakan untuk menunjukkan meningkatnya
risiko terjadi kerugian oleh suatu intervensi medis adalah rasio risiko (RR), odds
ratio (OR), absolute risk increase (ARI), relative risk increase (RRI), dan
number needed to harm (NNH).1

3. Applicability
Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika bisa
diterapkan pada pasien di tempat praktik klinis. ‗Bukti terbaik‘ dari sebuah setting
riset belum tentu bisa langsung diekstrapolasi (diperluas) kepada setting praktik
klinis dokter. Untuk memahami pernyataan itu perlu dipahami perbedaan antara
konsep efikasi (efficacy) dan efektivitas (effectiveness). Efikasi (efficacy) adalah
bukti tentang kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara
klinis maupun statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat
terkontrol. Situasi yang sangat terkontrol sering kali tidak sama dengan situasi
praktik klinis sehari-hari. Suatu intervensi menunjukkan efikasi jika efek intervensi itu
valid secara internal (internal validity), dengan kata lain intervensi itu memberikan
efektif ketika diterapkan pada populasi sasaran (target population).1

2.4. Nilai Uji Diagnostik


Sebelum suatu metode digunakan, protokol evaluasi metode harus memastikan bahwa
prosedur pengukuran memenuhi kriteria, seperti keakuratan, presisi, dan stabilitas yang
10

dibutuhkan. Terdapat empat indikator yang sering digunakan untuk menilai reliabilitas dari
suatu tes laboratorium yaitu akurasi, presisi, sensitivitas dan spesifisitas.6
Akurasi adalah kemampuan suatu tes untuk mengukur apa yang seharusnya diukur,
dan diartikan sebagai proporsi dari seluruh hasil tes (positif dan negatif) yang benar. Presisi
adalah kemampuan suatu tes ntuk memberikan hasil yang sama dengan pengulangan pada
pasien yang sama atau sampel.6
Validitas dari suatu tes didefinisikan sebagai kemampuan untk membedakan antara
yang menderita penyakit dan yang tidak menderita penyakit. Validitas memiliki dua
komponen yaitu sensitivitas dan spesifisitas. 7
Cara mudah untuk melihat hubungan antara hasil uji dan kebenaran diagnosis tampak
pada gambar berikut:8

  PENYAKIT

    Ya Tidak
positif benar
Positif positif salah (b)
(a)
UJI
negtive semu negative benar
Negatif
(c) (d)
Gambar 2.1. Hubungan antara hasil uji diagnostik dan terjadinya penyakit. Terdapat
dua kemungkinan pada hasil uji untuk benar (true positive and true negative) dan dua
kemungkinan hasil uji adalah salah (false positive and false negative)

2.5. Uji Diagnostik Baru dan Baku Emas


Uji diagnostik baru tentu diperlukan, dengan harapan nilai diagnostiknya tidak beda
dengan uji diagnostik referensi yang dipakai sebagai standar baku emas (gold standard),
prosedurnya lebih nyaman bagi pasien, hasilnya lebih cepat diperoleh dan biaya lebih murah.4
Baku emas (gold standard) merupakan standar untuk pembuktian ada atau tidaknya
penyakit pada pasien, dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada (meskipun bukan
yang termurah atau termudah). Baku emas yang ideal selalu memberikan hasil positif pada
semua subyek dengan penyakit dan selalu memberikan hasil negatif pada semua subyek tanpa
penyakit. Dalam praktik hanya sedikit baku emas yang ideal, sehingga kita harus memakai uji
diagnostik terbaik yang ada, sebagai baku emas.2
11

Hasil uji diagnostik cukup banyak berupa skala dikotom seperti normal dan abnormal,
sakit dan sehat, positif dan negatif dan berbentuk tabel 2 x 2. Hasil uji diagnostik umumnya
berupa :4,8

 Sensitivitas, adalah besarnya persentase orang menderita penyakit bila hasil ujinya
positif.

 Spesifisitas, adalah besarnya persentase orang tidak menderita penyakit bila hasil
ujinya negatif

 Nilai prediktif positif (NPP), adalah persentase orang dengan uji tes positif akan
menderita penyakit di kemudian hari

 Nilai prediktif negatif (NPN), adalah persentase orang dengan uji tes negatif tidak
akan menderita penyakit di kemudian hari

 Rasio likelihood

Rasio likelihood positif (LR+) adalah kecenderungan berapa besar peningkatan post-
tes probabiliti dari pre-tes probabiliti jika hasil uji diagnostik positif.

Rasio likelihood negatif (LR-) adalah probabilitas hasil uji negatif pada orang yang
sakit dibagi dengan probabilitas uji tes negatif pada orang yang tidak sakit.

 Pre-tes probabiliti atau prior probability adalah besarnya probabilitas dari orang yang
menderita penyakit sebelum tes tersebut dilakukan. Pre-test odds of disease
( prevalence ) merupakan estimasi atau perkiraan besarnya probabilitas sebelum tes
dilakukan pada orang yang menderita penyakit dibandingkan dengan probabilitas
orang yang tidak menderita penyakit.

 Post-tes probabiliti adalah besarnya probabiliti dari orang yang menderita penyakit
setelah tes diagnostik dilakukan. Post test odds of disease adalah estimasi besarnya
probabilitas setelah tes dilakukan pada orang yang menderita penyakit dibandingkan
dengan probabilitas orang yang tidak menderita penyakit.

Gambar berikut menunjukkan hubungan antara uji diagnostik dan adanya kemunculan
penyakit. Merupakan ekspansi dari gambar 2.1.4,8
12

  PENYAKIT

    Ya Tidak Jumlah

Positif a b a+b

UJI Negatif c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d


Gambar 2.2. karakteristik uji diagnostik
Sensitivisitas = a / (a + c)
Spesifisitas = d/ (b + d)
NPP = a/ (a + b)
NPN = d/ (c + d)
LR+ = sensivisitas/ (1- spesifisitas)
LR- = (1- sensitivisitas)/ spesifisitas
Pre-test probability/ prevalens = (a + c )/ (a +b +c +d )
Pre-test odds = prevalensi / (1 – prevalensi)
Post-test odds = pre-tes odds x LR+
Post-tes probability = post-tes odds/ (post-test odds + 1)

2.6. Langkah-langkah penelitian uji diagnostik


Pelaksanaan uji diagnostik memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:1
1. Menentukan mengapa diperlukan uji diagnostik baru
Dalam hal ini harus diidentifikasi apakah misalnya uji yang saat ini tersedia
bersifat invasif, terlalu mahal, terlalu sulit, atau memerlukan keahlian khisus, dan
apakah alat diagnostik yang baru dapat mengatasi kekurangan tersebut.
2. Menetapkan tujuan utama uji diagnostik
Uji diagnostik untuk skrining memerlukan sensitivitas yang tinggi; bila uji
diagnostik untuk skrining memberikan hasil positif, maka perlu konfirmasi dengan
pemeriksaan lainnyg. Uji diagnostik untuk konfirmasi diagnosis juga memerlukan
nilai sensitivitas yang tinggi dengan spesifisitas yang cukup, sedangkan untuk
menyingkirkan penyakit, diperlukan uji dengan spesifisitas yang tinggi
3. Memilih subyek penelitian
13

Subyek harus terdiri atas orang sehat, mereka yang sakit ringan, dan sakit berat.
Besal sampel perlu ditentukan berdasarkan interval kepercayaan (biasanya IK
95%). Harus tersedia subyek yang cukup.
4. Menetapkan baku emas
Baku emas merupakan suatu hal yang mutlak dalam setiap penelitian uji
diagnostik. Telah disebutkan bahwa baku emas merupakan suatu uji diagnostik
terbaik yang tersedia. Kadang suatu alat diagnosis secara teoritis ideal dipakai
sebagai baku emas, namun kenyataannya tidak baik dipakai karena memberikan
hasil yang salah.
5. Melaksanakan pengukuran
Pengukuran terhadap variabel prediktor (alat diagnostik yang diuji) maupun
variabel efek (baku emas) harus dilakukan dengan cara standar dan harus
diusahakan pengukuran dilakukan secara tersamar (masked, blinded), yakni
pemeriksa variabel prediktor (uji tidak boleh mengetahui hasil pemeriksaan
variabel efek (baku emas) dan sebaliknya.
6. Melakukan analisis
Laporkanlah sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif atau negatif serta
likelihood ratio-nya, masing-masing dengan interval kepercayaan yang dipilih.
Apabila hasil uji diagnostik berskala ordinal atau kontinu, harus disertakan ROC
14

BAB III
KESIMPULAN

3. Kesimpulan
1. Criticals appraisal atau telaah kritis adalah cara atau metode untuk mengkritisi secara
ilmiah terhadap penulisan ilmiah.
2. Langkah – langkah dalam Critical Apraisal dapat disingkat dengan “VIA” (Validity,
Important, Applicability)
3. Critical appraisal dapat berfungsi sebagai, cara untuk mengevaluasi literature ilmiah
secara sistematik, dapat membantu dalam memilih literature yang diperlukan,
memutuskan artikel manakah yang akan mempengaruhi pekerjaan yang akan
dilakukan , memisahkan penghalang antara peneliti dengan hasil penelitian dan
mendukung perkembangan dari Evidence Based Medicine (EBM)
4. Uji diagnostik merupakan satu tindakan prosedur medis dengan maksud
menyingkirkan ketidakpastian tentang apakah suatu penyakit benar ada atau tidak
5. Uji diagnostik bertujuan untuk menegakkan diagnosis, untuk keperluan skrining,
untuk pengobatan pasien, dan untuk studi epidemiologi.
6. Hasil uji diagnostik berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif , nilai
prediksi negatif, rasio likelihood positif, rasio likelihood negatif, pre-tes probabiliti
(prevalensi), pre-tes odds, post-tes odds, dan post-tes probabiliti.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Murti B, Prof, dr, MPH, MSc, PhD (2011). Makalah “Pengantar Evidence-Based”.
Ilmu Kesehatan Masyarakat : Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.
2. Pusponegoro, H.D., Wirya, I..G.N.W., Pudjiadi, A.H., Bisanto, J., Zulkarnain, S.Z.
(2011). Uji Diagnostik. Dalam S. Sastroasmoro, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis (hal. 193-216). Jakarta: Sagung Seto.

3. Budiarto,E. (2003). Uji Diagnostik. Metodologi Penelitian Kedokteran , 184-195.


Jakarta; ECG.

4. Mukhtar, Z. (2011). Uji Diagnostik. Dalam Z. Mukhtar, T. S. Haryuna, E. Effendy, A.


Y. Rambe, Betty, & D. Zahara, Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran
(hal. 97-106). Medan: USU Press.

5. Belsey J. (2009). What is evidence-based medicine? London: Hayward Medical


Communications,.

6. Rao, L. V. (2011). Introduction to Laboratory Medicine. Dalam M.A. Williamson,


L.M. Snyder, Interpretation of Diagnostic Tests (hal 6-10). Philadelphia: Lippinoctt
Williams & Wilkins.

7. Gordis,L. (2008). Assessing the Validity dan Reliability. Epidemiology 4th ed.
Philadelphia; Elsevier.

8. Fletcher, R.H., Fletcher, S.W., Wagner, E.H. (1996). Diagnosis. Clinical


epidemiology the essentials, 43-66. USA: williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai