A. Pengertian Perkawinan
Nikah menurut arti asli adalah hubungan seksual, tetapi menurut arti
halal hubungan seksual sebagai suami isteri antara seorang pria dan
seorang wanita. 1
perkawinan, diantaranya :
29
30
melihat dari satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan
menjadi halal. 2
2
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 9
3
Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Fokus Media, Bandung, 2012, hlm. 7.
31
yang sangat kuat, artinya suatu ikatan yang sangat suci yang tidak
Perkawinan.
(tiga), yaitu:
1) Unsur Agama
4
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty,
Yogyakarta, 2007, hlm. 138-139.
32
Unsur agama ini dapat dilihat dalam Sila pertama Pancasila yang
2) Unsur Hukum
Kantor Urusan Agama ( KUA ) dan bagi yang beragama non Islam
3) Unsur Sosial
kehidupan masyarakat.
33
berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya (wathi). 6 Kata “nikah”
sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti
akad nikah. 7
dalam menarik akar kata saja. Apabila ditinjau dari segi hukum nampak jelas
bahwa prnikahan atau perkawinan adalah aqad yang bersifat luhur dan suci
antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai
sakinah. Sebagai suatu sistem hukum yang lengkap, hukum perkawinan islam
(nikah) memiliki unsur mendasar yang merupakan tuntunan bagi umat islam
yakni:
5
Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm. 456.
6
Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subul al-Salam, Dahlan, Bandung, hlm. 109.
7
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Dar al-Fikr, Beirut, 1989, hlm. 29.
34
pekerjaan itu keji dan dibenci dan sejahat jahat jalan (QS An-Nisa 22)
meningkat menjadi suami isteri yang satu sama lain punya hak dan
proses pernikahan, sebab arti yang terkandung dalam nikah atau kawin
badan suami istri itu mempunyai akibat terhadap iddah jika terjadi
keluarga yang penuh kasih sayang dan saling menyantuni satu sama
ayat 21
36
aspek agama. 8
benteng agar manusia tidak terjerumus pada jurang kehinaan dan kenistaan
Ali Gazali, ada lima manfaat yang bisa diperoleh dari perkawinan yaitu
8
Nadimah Tanjung, Islam dan Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta, hlm.28
9
Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyari, Hukum Perdata Islam “Kompetensi Peradilan
Agama tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, dan Shodaqah, Mandar Maju,
Bandung, 1997.
37
barulah ada perkawinan apabila dilakukan antara seorang pria dan seorang
jenis.
terjadi jika memenuhi syarat formil dan materil berserta prosedur dan
pelaksanaannya.
10
Ibid, hlm. 123.
11
Hilman Hadikusumo, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990,
hlm.7.
38
diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah
SWT.12
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mistaqon
ibadah.
12
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Yogyakarta, 1978, hlm.11.
13
Ibid, hlm.8.
14
H.F.A. Voolmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali, Jakarta, 1983, hlm.50.
39
pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk
waktu lama. 16
kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dan
15
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sumur, Bandung, 1974, hlm. 7.
16
Soebekti, R. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1976, hlm. 23.
17
Ibid, hlm. 1-2.
18
Mulyadi, Op.Cit, hlm. 9.
40
antara suami istri dan anak-anak serta orang tua agar tercapai suatu kehidupan
Dalam suatu perkawinan diharuskan adanya ikatan lahir batin antara seorang
membina kehidupan yang rukun, tentram dan bahagia dalam suasana cinta
kasih dari dua jenis makhluk ciptaan Allah SWT. Perkawinan merupakan
salah satu peristiwa kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia
19
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000, hlm. 14.
20
Sajuti Malik, Hukum Keluarga Indonesia, UI Press, Jakarta, 1974, Hlm. 47.
41
sebagai salah satu gerbang untuk memasuki kehidupan yang baru bagi
sebagai wujud ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti sunnah nabi,
yang artinya:
21
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm.8
42
a. Asas Kesukarelaan
Islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon
suami-isteri saja, tetapi juga antara kedua orang tua kedua belah pihak
disebutkan tadi, ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam
dahulu oleh wali atau orang tuanya. Menurut Sunnah Nabi, persetujuan
Asas ini juga disebutkan dalam Sunnah Nabi. Diceritakan oleh Ibnu
dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang lain yang disukainya.
dalam hal yang lain berbeda, misalnya: suami menjadi kepala keluarga
tangga.
selama hidup (Alqur‟an surah Al-Rum (30):21). Karena asas ini pula
seperti yang terdapat pada masyarakat Arab Jahiliyah dahulu, hal ini
atau boleh beristri lebih dari seorang asal dapat memenuhi beberapa
semua wanita yang menjadi isterinya. Dalam Ayat 129 surah yang sama
maka Allah SWT menegaskan bahwa seorang lagi-laki lebih baik hanya
menikahi seorang wanita saja. Ini berarti isteri lebih dari seorang merupakan
jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang laki-laki Muslim kalau
45
Menurut jumhur ulama rukun perkawinan itu ada lima, dan masing-
tersebut adalah : 23
22
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 139.
23
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Modern, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011,
hlm.10.
46
Jadi syarat rukun dari perkawinan yaitu calon suami dan isteri yang
laki-laki, selain itu untuk wali nikah dan saksi nikah adalah laki-laki,
dewasa dan dapat dipercaya dan beragama Islam, untuk ijab kabul
kata nikah.
menyimpulkan menurut fuqoha’, rukun nikah terdiri dari Al-ijab dan Al-
dan juga Syuhud. Menurut Malikiyah, rukun nikah ada 5: wali, mahar,
calon suami-istri, dan Sighat. Jelaslah para ulama tidak saja membedakan
dalam menggunakan kata rukun dan syarat tetapi juga berbeda dalam
yaitu, calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali, saksi, ijab dan
1) Calon suami
2) Calon isteri
3) Wali nikah
4) Dua saksi
5) Ijab dan qabul 24
Dalam hal ini akan diperjelas lagi mengenai hal tersebut diatas,
yaitu :
24
UU RI nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawianan dan Kompilasi Hukum Islam, Citra
Umbara, Bandung, hlm. 232.
48
2) Wali
dan tidak syah nikah tanpa wali laki-laki. Dalam KHI Pasal 19
menikahkannya.
artinya :
25
EM. Yusmar, Wanita dan Nikah Menurut Urgensinya, Pustaka ‘Azm, Kediri, 2006,
hlm. 16.
26
EM. Yusmar, Ibid., hlm. 16.
49
Syarat-syarat wali :
a) Islam
b) Sudah baligh
c) Berakal sehat
d) Merdeka
e) Laki-laki
f) Adil
g) Sedang tidak melakukan ihram
a) Bapak.
b) Kakek dari jalur Bapak
c) Saudara laki-laki kandung
d) Saudara laki-laki tunggal bapak
e) Kemenakan laki-laki (anak laki-lakinya saudara laki-laki
sekandung)
f) Kemenakan laki-laki (anak laki-laki saudara laki-laki
bapak)
g) Paman dari jalur bapak
h) Sepupu laki-laki anak paman
i) Hakim bila sudah tidak ada wali –wali tersebut dari jalur
nasab.
yakni, muslim, aqil, baligh. Wali nikah terdiri dari: wali nasab
Jadi wali nasab yaitu laki-laki garis lurus ke atas atau ayah,
keturunan laki-laki, selain itu juga bisa dari kerabat paman, jika
Jadi wali hakim ada jika wali nasab tidak ada atau tidak
27
Nuruddin dan Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Prenada Media,
Jakarta, 2004, hlm. 73.
51
wali nasab tidak mau, maka wali nikah ada jika ada putusan
pengadilan.
3) Saksi
itu.
4) Shighat (Ijab-Qabul)
28
https://mihwanuddin.wordpress.com/2011/03/17/rukun-dan-syarat-pernikahan-
menurut-khi-kompilasi-hukum-islam/. Diakses 17 Juli 2016.
52
akad nikah ialah: rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan
adalah:
1. Pasal 6 menyebutkan :
29
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-Undangan Perkawinan Di
Indonesia, Airlangga University Press, Jakarta, 1988, hlm. 39.
53
tua, jika orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu
2. Pasal 7 menyebutkan :
tahun.
3. Pasal 8 menyebutkan :
4. Pasal 9 menyebutkan :
5. Pasal 10 menyebutkan :
6. Pasal 11 menyebutkan :
7. Pasal 12 menyebutkan :
Pasal tersebut yaitu Pasal 11 dan Pasal 12, bagi wanita yang putus
undangan tersendiri.
E. Putusnya Perkawinan
Secara garis besar menurut Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 113 dan
a. Kematian
b. Perceraian
30
Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Siraja, Jakarta, 2006, hlm.
171.
56
dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang
hakim.
Dalam Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pasal 39 ayat (1)
mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu namun tidak berhasil. Jadi
melakukan perceraian harus didasari oleh alasan yang cukup bahwa kedua
belah pihak tidak dapat lagi hidup rukun sebagai suami-istri. Dalam hal ini
31
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum
Indonesia, Ghema Insani Press, Jakarta, 1994, hlm 112.
57
juga menjelaskan hal yang sama seperti yang terdapat pada Pasal 66 ayat (1)
yang berbunyi :
32
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Di Indonesia, Jakarta,
Kencana, 2004, hlm. 221.
58
dikenal juga istilah cerai gugat. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa
cerai talaq adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami kepada isteri. Sedangkan
cerai gugat adalah cerai yang dijatuhkan oleh isteri kepada suami.
F. Larangan Perkawinan
1) Ibu Kandung
2) Anak perempuan
3) Saudara perempuan
4) Saudara perempuan ibu
5) Saudara perempuan bapak
6) Anak perempuan saudara laki-laki
7) Anak perempuan saudara perempuan
33
Mardani Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Mosern, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011,
hlm.12
34
ibid
59
Al-Qur’an surat An-nisa ayat 23. Tujuh orang yang disebutkan diatas, di
23 yaitu :
35
Ibid, hlm. 12-13
60
semenda telah dilarang dalam surat an-nisa ayat 23, yang mana ayat
22 artinya :
ayat 23 yaitu :
selamanya) adalah13:
ada halangan perkawinan. Hal ini berarti sebuah perkawinan tidak dapat
isterinya :
mash dalam masa iddah talaq raj’i ataupun salah seorang diantara
seorang wanita bekas isterinya yang ditalaq tiga kali, atau dengan
gugur jika bekas isteri tersebut telah kawin dengan pria lain,
masa iddahnya
Tentang Perkawinan
yang :
saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dan