Analisis Hadis Wanita Menjadi Pemimpin
Analisis Hadis Wanita Menjadi Pemimpin
Ari Suciani
11160360000009
ari.suciani16@mhs.uinjkt.ac.id
FAKULTAS USHULUDDIN
Abstrak
Pemimpin Wanita
1
Amrullah, Kontribusi Syuhudi Ismail dalam Konteksualisasi Pemahaman Hadis Mutawâtir: Jurnal
Keilmuan Tafsir Hadis Volume 7, Nomor 1, Juni 2017. 98
(لح َق ْو ٌم َولَّ ْوا أ َْمَر ُه ُم ْامَرأَةً )رواه البخاري والرتمذي والنسائ عن أيب بكرة
َ لَ ْن يُ ْف
Tidak akan sukses suatu kaum (masyarakat) yang menyerahkan (untuk
memimpin) urusan mereka pada wanita. (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan al-Nasa’i dari
Abu Bakrah)
Berbicara mengenai kepemimpinan khususnya perempuan di era
kontemporer ini memanglah tidak terlalu tabu namun keimanan sebagian kalangan
akan teks suci dari utusan Ilahi yang langsung mengamalkan dan hanya melihat
keotentikan sanadnya yang menganggap bahwa jika sanadnya sudah otentik maka
matan yang disampaikan tidak akan bertentangan dengan kitab suci al-Qur’an yang
berlaku sepanjang zaman.
Sehingga ulama kontemporer seperti Syuhudi Ismail2 perlu meluruskan teks
suci itu secara kontekstual karena ajaran-ajaran yang terkandung dalam hadis-hadis
Nabi adakalanya bersifat universal, temporal, atau lokal. Ia juga menjelaskan, teks-
teks hadis adakalanya harus dipahami secara tekstual, dan adakalanya harus
dipahami secara kontekstual. Jadi, dalam memahami hadis, identifikasi ajaran hadis:
apakah bersifat universal, temporal, ataukah lokal, harus dilakukan terlebih dahulu.
Selanjutnya, ditentukan apakah teks-teks hadis itu harus dipahami secara tekstual,
ataukah harus dipahami secara kontekstual.
Jika perbedaan sifat-sifat ajaran hadis seperti dijelaskan di atas tidak
diperhatikan, alias ditumpang tindihkan satu sama lain, yang terjadi adalah
kekeliruan dalam memahami hadis, dan menjauhkan dari pesan dan maksud yang
diharapkan Nabi. Jika ajaran hadis yang temporal dan lokal, misalnya, dipahami
secara universal, yang terjadi adalah pemahaman tekstual yang tidak pada
tempatnya, dan akhirnya bisa menggiring pelakunya kepada kekakuan dan
kejumudan. Sebaliknya, jika ajaran hadis yang universal dipahami secara temporal
dan lokal, yang terjadi adalah penabrakan syariat Islam yang diwahyukan kepada
Nabi, yang pada gilirannya akan mengantarkan pelakunya kepada sikap
meremehkan konsep ubudiah yang terkadang tidak bisa dinalar, melainkan bersikap
patuh dan tunduk sepenuhnya.3
Oleh karena itu Syuhudi Ismail dalam metode kontekstual hadisnya, ia
melihat konteks hadis menjadi dua segi, yaitu pertama, dari segi posisi dan fungsi
Nabi, lalu yang kedua, dari segi situasi dan kondisi dimana suatu hadis muncul. 4
Menurut Syuhudi Ismail, jumhur ulama memahami hadis tersebut secara
tekstual. Mereka berpendapat bahwa berdasarkan petunjuk hadis tersebut,
2
Cendekiawan muslim dalam bidang hadis, kelahiran Lumajang 23 April 1943. Ia juga merupakan
Guru Besar Ilmu Hadis di UIN Alauddin Makassar. Dalam pemikiran kontekstual hadisnya, ia
terpengaruh oleh Said Agil Husein Munawwar seorang Guru Besar Tafsir dan Hadis di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dari Said Agil, Syuhudi banyak menerima masukan tentang ilmu hadis dan
metodologi kajian hadis. Hal ini dapat dilihat pada saat Syuhudi Ismail cenderung menggunakan
pendekatan kontekstual dengan mempertimbangkan asbab al-wurud dalam memahaminya, seperti
penjelasan hadis dalam bukunya hadis Nabi yang tekstual dan kontektual.
3
Amrullah, Kontribusi Syuhudi Ismail dalam Konteksualisasi Pemahaman Hadis, Mutawâtir: Jurnal
Keilmuan Tafsir Hadis Volume 7, Nomor 1, Juni 2017, h. 84
4
Taufan Anggoro, Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail Dalam Memahami Hadis Diroyah:
Jurnal Ilmu Hadis 3, 2 (Maret 2019) 97
pengangkatan wanita menjadi kepala negara, hakim pengadilan, dan berbagai
jabatan yang setara dengannya dilarang. Mereka menyatakan bahwa wanita menurut
petunjuk syara’ hanya diberi tanggung jawab untuk menjaga harta suaminya. 5
5
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual : Telaah Ma’anil Hadis tentang
Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintang, 2009) 65
6
Tasmin Tangngareng, Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Hadis, Jurnal KARSA, Vol. 23
No. 1, Juni 2015, 167
7
M. Ali Rusdi Bedong dan Fauziah Ahmad, Kepemimpinan Wanita Di Dunia Publik (Kajian Tematik
Hadis) Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 2 Juli – Desember 2018, 224
8
M. Ali Rusdi Bedong dan Fauziah Ahmad, Kepemimpinan Wanita Di Dunia Publik (Kajian Tematik
Hadis) Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 2 Juli – Desember 2018, 226
Menurut Tasmin dalam artikelnya, sebagian ulama tidak berpendapat
perempuan tidak bisa menjadi pemimpin dengan alasan hadis tersebut hanya bersifat
sekadar pemberitaan bukan ketentuan hukum, dan hadis tersebut tidak berlaku
umum. Karena hadis tersebut disabdakan oleh Nabi Saw. Berkaitan dengan peristiwa
suksesi di Persia. Hadis itu tidak hanya berhenti di situ, ia juga tidak mengandung
penegasan melarang seluruh perempuan menjadi pemimpin masyarakat.9
Fatima Mernissi10 menolak keras hadis ini dengan melakukan kritik tajam
terhadap hadis ini. Dia mengkritik dari sisi sanad dan matannya. Dalam kritiknya, ia
mempertanyakan kredibilitas Abû Bakrah sebagai periwayat hadis, dan mengapa
Abû Bakrah baru memunculkan hadis ini pada saat terjadi kemelut politik dalam
perang Jamal antara Â‟isyah dan Alî bin Abû Thâlib setelah 23 tahun wafatnya
Rasulullah Saw., yang mana dirinya berpihak kepada Alî. Lagi pula konteks hadis
tersebut tertuju pada kasus suksesi kisra di Persia yang mewariskan tahta kepada
anak perempuannya yang tidak memiliki kapasitas sebagai pemimpin.11
Menurut Quraish Shihab hadis tersebut juga tidak bersifat umum. Buktinya
hadis tersebut merupakan respon Nabi terhadap masyarakat Persia bukan kepada
masyarakat secara keseluruhan dan dalam semua aspek. Bahwa maksud hadis nabi
itu adalah nabi sebenarnya hanya ingin mengambarkan tentang ketidakberuntungan
orang-orang Persi, karena mereka terikat pada sistem kerajaan, sehingga harus
mengangkat putrinya sebagai pengganti menjadi pemimpin untuk menggantikan
ayahnya yang sudah meninggal, sekalipun di tengah umat ada sekian banyak orang
yang ‘seribu kali’ lebih pantas menjadi pemimpin daripada putrinya tersebut.12
Analisis Historis
9
Tasmin Tangngareng, Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Hadis, Jurnal KARSA, Vol. 23
No. 1, Juni 2015, 172
10
Aktivis gerakan feminisme Maroko
11
Tasmin Tangngareng, Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Hadis, Jurnal KARSA, Vol. 23
No. 1, Juni 2015, 174
12
Dewi Sa’diyah Isu Perempuan” (Dakwah Dan Kepemimpinan Perempuan Dalam Kesetaraan
Gender) Jurnal Ilmu Dakwah Vol 4 No. 12 Juli – Desember 2008,.313
13
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual……64-67
14
Guru Besar Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
15
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadits (Paradigma Interkoneksi Berbagai Teori dan Metode
Memahami Hadis Nabi) (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2016) 78
Dilihat dari periwayatan hadis ini adalah ketika Abu Bakrah meriwayatkan
hadis ini saat akan terjadi peristiwa al-jamal di mana ‘Aisyah, Thalhah dan al-
Zubair sepakat pergi ke Bashrah untuk mengajak orang-orang menuntut kematian
‘Utsman ibn ‘Affan kepada pemerintah yang berkuasa yaitu khalifah ‘Ali ibn Abi
Thalib agar melaksanakan hukum qishash terhadap pembunuh ‘Utsman.19
Kemudian Abu Bakrah tidak mau bergabung dengan ‘Aisyah meskipun Abu Bakrah
sependapat dengan ‘Aisyah dalam perang al-jamal dengan alasan hadis di atas
sehingga Abu Bakrah memutuskan untuk tidak ikut campur dalam perang al-jamal.16
Hadis itu disabdakan tatkala Nabi mendengar dari penjelasan sahabat beliau
tentang pengangkatan wanita menjadi ratu di Persia. Peristiwa suksesi itu terjadi
pada tahun 9 H.
Kakek Buwaran adalah Kisra bin Burwaiz bin Anusyirwan. Dia pernah
dikirimi surat ajakan memeluk Islam oleh Nabi Saw. Kisra menolak ajakan itu dan
bahkan merobek-robek surat Nabi. Ketika Nabi menerima laporan bahwa surat
beliau telah dirobek-robek oleh Kisra, maka Nabi lalu bersabda bahwa siapa saja
yang telah merobek-robek surat beliau, dirobek-robek (diri dan kerajaan) orang itu.
Tidak berselang lama, Kerajaan Persia lalu dilanda kekacauan dan berbagai
pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga dekat kepala negara.
Dalam kondisi Kerajaan Persia dan masyarakat itu, maka Nabi yang
memiliki kearifan tinggi menyatakan bahwa bangsa yang menyerahkan masalah-
masalah (kenegaraan dan kemasyarakatan) mereka kepada wanita tidak akan sukses
(menang atau beruntung). Sebab bagaimana mungkin akan sukses, kalau orang yang
memimpin itu adalah makhluk yang sama sekali tidak dihargai oleh masyarakat
yang dipimpinnya. Salah satu syarat yang harus dimiliki pemimpin adalah
kewibawaan, sedang wanita pada saat itu sama sekali tidak memiliki kewibawaan
untuk menjadi pemimpin masyarakat.
Pada waktu itu, derajat kaum wanita dalam masyarakat berada di bawah
derajat kaum laki-laki. wanita sama sekali tidak dipercaya untuk ikut mengurus
kepentingan masyarakat umum, terlebih-lebih dalam masalah kenegaraan. Hanya
laki-lakilah yang dianggap mampu mengurus kepentingan masyarakat dan negara.
Keadaan seperti itu tidak hanya di Persia saja, tetapi juga di Jazirah Arab dan lain-
lain.
16
M. Ali Rusdi Bedong dan Fauziah Ahmad, Kepemimpinan Wanita Di Dunia Publik (Kajian Tematik
Hadis) Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 2 Juli – Desember 2018, 221
Dalam masyarakat Arab dahulu, perempuan tidak mempunyai kedudukan
bahkan seperti sampah. Dengan mudahnya perempuan diwariskan ke saudara laki-
lakinya, dan dianggap rendah karena sikap lemah lembutnya yang tidak bisa
melawan perbuatan jahat.17
Islam datang mengubah nasib kaum wanita. Mereka diberi berbagai hak dan
kehormatan dan kewajiban oleh Islam sesuai dengan harkat dan martabat mereka
sebagai makhluk yang bertanggung jawab di hadirat Allah, baik terhadap diri,
keluarga dan masyarakat, maupun negara.
Saat ini, di era kebangkitan umat Islam, era millenium ketiga, peran publik
perempuan lambat namun pasti telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, sejalan dengan era keterbukaan dan dijunjungnya
nilai-nilai demokrasi, serta semakin terbukanya penafsiran keagamaan yang lebih
moderat dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, peran publik perempuan mulai
diperhitungkan dan diakui oleh masyarakat. Tidak sedikit perempuan yang
menempati pos-pos penting di lembaga publik. 19 Seperti Tri Risma yang menjabat
Wali Kota Surabaya, Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan, Puan Maharani
menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan lain-lain.
20
M. Ali Rusdi Bedong dan Fauziah Ahmad, Kepemimpinan Wanita Di Dunia Publik (Kajian Tematik
Hadis) Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 2 Juli – Desember 2018, 227
21
Siti Zubaidah, Pemikiran Fatima Mernisi Tentang Kedudukan Wanita Dalam Islam (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2010) 112
nalurinya yang teliti dan peduli, sehingga diharapkan kepemimpinannya akan
memperbaiki dan memperbarui tatanan sebelumnya.
Oleh karena itu dengan melihat hadis Nabi di atas dan pandangan Syuhudi
Ismali terkait pemimpin perempuan dalam perspektif sejarah, maka jika seorang
perempuan itu mempunyai prestasi, kapabilitas dan kewibawaan ia pantas menjadi
pemimpin. Walaupun masih ada sedikit kalangan yang menganggap perempuan
tidak bisa menjadi pemimpin, itu tidaklah berpengaruh secara signifikan karena yang
penting adalah keberanian dan kapabilitas untuk menunjukkan bahwa seorang
perempuan itu bisa memimpin. Seperti mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti
yang diawal jabatannya diwarnai kontroversi karena pendidikan dan gayanya yang
nyentrik, tentu saja ini menimbulkan pertanyaan semua rakyat Indonesia kenapa
presiden memilih seorang perempuan yang kontroversional. Selang berjalannya
waktu ternyata Susi mampu membuktikan kinerjanya yang membuat prestasi baru.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Ash-Shalabi, Muhammad Ali.2012.Sejarah Lengkap Rasulullah
Saw.Jakarta: Pustaka Al Kautsar
Ismail, Muhammad Syuhudi.1988.Kaedah Keshahihan Sanad Hadis:
Telaah Kritis dengan Pendekatan Ilmu Sejarah.Jakarta: Bulan Bintang
Ismail, Muhammad Syuhudi.1991.Pengantar Ilmu Hadis.Bandung: Angkasa
Mustaqim, Abdul.2016.Ilmu Ma’anil Hadits (Paradigma Interkoneksi
Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi.Yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta
Zubaidah, Siti.2010Pemikiran Fatima Mernisi Tentang Kedudukan Wanita
Dalam Islam (Bandung: Citapustaka Media Perintis
Amrullah, Kontribusi Syuhudi Ismail dalam Konteksualisasi Pemahaman
Hadis, Mutawâtir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis Volume 7, Nomor 1, Juni 2017
Dewi Sa’diyah Isu Perempuan” (Dakwah Dan Kepemimpinan Perempuan
Dalam Kesetaraan Gender) Jurnal Ilmu Dakwah Vol 4 No. 12 Juli – Desember 2008
M. Ali Rusdi Bedong dan Fauziah Ahmad.Kepemimpinan Wanita Di Dunia
Publik (Kajian Tematik Hadis) Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 2 Juli –
Desember 2018
Munawir Haris, Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam, Jurnal Analisis
Vol. 15, No. 1, Januari 2015
Taufan Anggoro, Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail Dalam
Memahami Hadis Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 3, 2 (Maret 2019)