Anda di halaman 1dari 2

Perubahan hormonal pada pubertas

Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin releasing hormone


(GnRH) dari hipotalamus, diikuti oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks
yang melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya, sekuens ini akan diikuti
dengan timbulnya tanda- tanda seks sekunder, pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi.
Gonadotropin releasing hormone disekresikan dalam jumlah cukup banyak pada saat janin
berusia 10 minggu, mencapai kadar puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian
menurun pada saat akhir kehamilan.1 Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim
umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer. Pada saat lahir GnRH
meningkat lagi secara periodik setelah berlangsung sampai usia 4 tahun ketika susunan saraf
pusat menghambat sekresi GnRH.
Pubertas normal diawali oleh terjadinya aktivasi aksis hipotalamus hipo sisgonad dengan
peningkatan GnRH secara menetap.
Kontrol neuroendokrin untuk dimulainya pubertas masih belum diketahui secara pasti.
Terdapat berbagai faktor yang dianggap berperan dalam awitan pubertas, antara lain faktor
genetik, nutrisi, dan lingkungan lainnya.3 Secara genetik terdapat berbagai teori yang
mengatur awitan pubertas, antara lain pengaturan oleh gen GPR54, suatu G-coupled protein
receptor. Mutasi pada gen GPR54 dapat menyebabkan terjadinya hipogonadotropik
hipogonadisme idiopatik. Pada tikus percobaan, desiensi gen GPR54 menyebabkan volume
testis tikus jantan menjadi kecil, sedangkan pada tikus betina menyebabkan terlambatnya
maturasi folikel dan pembukaan vagina. Pada tahun 1971, Frisch dan Revelle mengemukakan
peran nutrisi terhadap awitan pubertas.5 Frisch dan Revelle menyatakan bahwa dibutuhkan
berat badan sekitar 48 kg untuk timbulnya menarke, sedangkan pada penelitian selanjutnya
dinyatakan bahwa dibutuhkan perbandingan lemak dan (lean body mass) tertentu untuk
timbulnya pubertas dan untuk mempertahankan kapasitas reproduksi.

Leptin, suatu hormon yang dihasilkan di jaringan lemak yang mengatur kebiasaan makan dan
termogenesis diperkirakan juga berperan dalam mengatur awitan pubertas. Pada keadaan
puasa kadar leptin menurun, begitu pula dengan kadar gonadotropin. Penemuan ini
menunjang hipotesis peran nutrisi dalam pengaturan pubertas.Pada penelitian selanjutnya
ternyata hal ini masih dipertanyakan karena kadar leptin tetap akibat sensitivitas gonadalstat.
Selama periode prepubertal gonadalstat tidak sensitif terhadap rendahnya kadar steroid yang
beredar, akan tetapi pada periode pubertas akan terjadi umpan balik akibat kadar steroid yang
rendah sehingga GnRH secara diurnal pada usia sekitar 6 tahun. Hormon GnRH kemudian
akan berikatan dengan reseptor di hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan
luteneizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini terlihat dengan
terdapatnya peningkatan sekresi LH 1-2 tahun sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang
pulsatil terus berlanjut sampai awal pubertas.

Pada anak perempuan, mula-mula akan terjadi peningkatan FSH pada usia sekitar 8 tahun
kemudian diikuti oleh peningkatan LH pada periode berikutnya. Pada periode selanjutnya,
FSH akan merangsang sel granulosa untuk menghasilkan estrogen dan inhibin. Estrogen akan
merangsang timbulnya tanda-tanda seks sekunder sedangkan inhibin berperan dalam kontrol
mekanisme umpan balik pada aksis hipotalamus- hiposis-gonad. Hormon LH berperan pada
proses menarke dan merangsang timbulnya ovulasi.10 Hormon androgen adrenal, dalam hal
ini dehidroepiandrosteron (DHEA) mulai meningkat pada awal sebelum pubertas, sebelum
terjadi peningkatan gonadotropin. Hormon DHEA berperan pada proses adrenarke.

Proses menarke normal terdiri dalam tiga fase yaitu fase folikuler, fase ovulasi, dan fase
luteal (sekretori). Pada fase folikuler, peningkatan GnRH pulsatif dari hipotalamus akan
merangsang hiposis untuk mengeluarkan FSH dan LH yang kemudian merangsang
pertumbuhan folikel. Folikel kemudian akan mensekresi estrogen yang menginduksi
proliferasi sel di endometrium. Kira-kira tujuh hari sebelum ovulasi terdapat satu folikel yang
dominan. Pada puncak sekresi estrogen, hiposis mensekresi LH lebih banyak dan ovulasi
terjadi 12 jam setelah peningkatan LH. Pada fase luteal yang mengikuti fase ovulasi ditandai
dengan adanya korpus luteum yang dibentuk dari proses luteinisasi sel folikel. Pada korpus
luteum kolesterol dikonversi menjadi estrogen dan progesteron. Progesteron ini mempunyai
efek berlawanan dengan estrogen pada endometrium yaitu menghambat proliferasi dan
perubahan produksi kelenjar sehingga memungkinkan terjadinya implantasi ovum. Tanpa
terjadinya fertilisasi ovum dan produksi human chorionic gonadotropine (hCG), korpus
luteum tidak bisa bertahan. Regresi korpus luteum mengakibatkan penurunan kadar
progesteron dan estrogen yang menyebabkan terlepasnya endometrium, proses tersebut
dikenal sebagai menstruasi. Menstruasi terjadi kira-kira 14 hari setelah ovulasi. Pada anak
laki-laki, perubahan hormonal ini dimulai dengan peningkatan LH, kemudian diikuti oleh
peningkatan FSH.

Anda mungkin juga menyukai