Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara keberishan dan


kesehatan seorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Perawatan diri adalah salah
satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan guna mempertahankan
kehidupan nya.

Skabies adalah penyakit pada kulit yang disebabkan oleh kuman Sarcotes scabie
yaitu seperti tungau yang memparasitkan diri pada kulit manusia yang
mengakibatkan rasa gatal pada kulit dan menimbulkan papul, vesikel bahkan
menyebabkan ulkus dan erosi pada kulit. Insidensnya di Indonesia masih cukup
tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Amiruddin dkk., dalam
penelitian skabies di Rumah Sakir Dr. Soetomo Surabaya, menunjukkan insidens
penderita skabies selama 2008-2010 adalah 2,7%. Abu A dalam penelitiannya di RSU
Dadi Ujung Pandang mendapatkan insidens skabies 0,6% pada tahun 1995-1998.

Perawat merupakan bagian dari tim kesehatan yang memiliki lebih banyak
kesempatan untuk melakukan intervensi kepada pasien, sehingga fungsi dan peran
perawat dapat dimaksimalkan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
penderita seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik,
perawat juga dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan
fungsi edukatornya dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap penderita
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan penderita dan keluarga
yang nantinya diharapkan dapat meminimalisir resiko maupun komplikasi yang
mungkin muncul dari skabies tersebut.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat materi skabies dalam penulisan
makalah ilmiah.

1
1.2 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan


pada pasien dengan scabies.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :

1. Menjelaskan anatomi fisiologi kulit.

2. Menjelaskan pengertian Skabies.

3. Menjelaskan etiologi Skabies.

4. Menjelaskan manifestasi klinis Skabies.

5. Menjelaskan patofisiologi Skabies.

6. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan Skabies.

7. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Skabies

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
(kepekaan) terhadap Sarcoptes scabiei var. Humini.s (Adhi Djuanda. 2007).

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang mudah
menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Penyebabnya scabies adalah Sarcoptes scabiei (Isa Ma’rufi, Soedjajadi K, Hari B N,
2005).

Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari
manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua
ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite)
Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997).

Jadi menurut kelompok scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi
kuman parasitik (Sarcoptes scabiei) yang mudah menular manusia ke manusia, dari
hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan yang ada
dimuka bumi ini. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari
penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Penyakit scabies
ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal Sarcoptes scabei tersebut, kutu
tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan
lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.

2.2 Etiologi

Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman sarcoptes scabei. Secara morfologik
sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan tidak memiliki mata. Sarcoptes betina
yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke
dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam
waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat
3
terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan
kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.(Keperawatan Medikal Bedah, 2002).
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, super famili
Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scbiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S.
Scabiei yang lain, misalnya kambing dan babi.

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya


cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna puith kotor, dan
tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk
melekat, dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan
pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi diatas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih
dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina
yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan
2-3 mm sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur
akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar.
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.

Faktor resiko dari skabies ini adalah :

1. Skabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat
di muka.

2. Skabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaanya


berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
4
Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama
terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri bila menjauhi
hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.

3. Skabies inkognito

Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies,
sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid toikal yang
lama dapat menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respon imun seluler.

4. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat
tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

Cara penularan (transmisi) :

Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual.

Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal,
dan lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atai
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis
yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.

2.3 Manifestasi Klinis

Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardial berikut ini :

1. Pruritus (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu
yang lebih lembab dan panas.

Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah


keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang tungau tersebut.

5
2. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustula, ekskoriasi, dll). Tempat
predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari
tangan, peregelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian
depan, areola mammae (wanita) dan lipatan glutea, umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang
dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.

Terdapat agen parasitik satu atau lebih stadium hidup agen parasitik ini, merupakan
hal yang paling diagnostik.

Pada pasien yang menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadangkala sangat sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat
timbul likenifikasi, impetigo, da furunkulosis.

2.4 Pathways

6
2.5 Komplikasi

Gatal Intens Yang Ditimbulkan Kudis Membuat Sulit Untuk Di Garuk Sering Di
Garuk Membuat Luka Terbuka Sehingga Dapat Menyebabkan Infeksi Kulit.

7
2.6 Penatalaksanaan

Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :

a. Penatalaksanaan secara umum.

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur

setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus

dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian

pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama

bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara

waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan

kebersihan lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status

gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:

1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi

pengobatan secara serentak.

8
a. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu

menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang

akan dipakai harus disetrika.

b. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,

kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari

selama beberapa jam.

c. Penatalaksanaan secara khusus.

Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies

yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:

a. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam

bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori

pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada

bayi berumur kurang dari 2 tahun.

b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,

diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering

memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

c. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya

1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap

semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.

Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu

kemudian.

9
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,

mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari

mata, mulut, dan uretra.

e. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan

gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10

jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi

di bawah umur 12 bulan.

10
BAB III
PEMBAHASAN DAN HASIL
3.1 Pengkajian Data

1.1. Identitas
1.
a. Identitas klien

Nama : Ny.s

Umur : 54 Tahun

Jenis kelamin : perempuan

Pendidikan :sd sederajat

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Status material : ibu rumah tangga

Alamat : jl. B. Dharsono blok cikroka Rt022/005 kel.

kertawinangun prov. jabar kota Cirebon

kecamatan kedawung

Tanggal masuk : 12/11/2018

Tanggal pengkajian : 14/11/18

Dx medis : dyspepsia

No.MedRek : 022-420

DPJP : dr. Azhari

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Nn.D

Umur : 24 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

11
2. Keluhan Utama
Klien Mengeluh Gatal
3.2 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan pada pagi hari pukul 10:00 wib tanggal 12-11-

2018 klien tiba di IGD lalu di periksa oleh dokter dan

perawat,kemudian klien ditetapkan di ruangan 308 Amethys 7

Klien mengeluh gatal . klien juga mengeluh pusing, klien tampak

lemas dan mengalami mual.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan sebelum nya tidak pernah mengalami penyakit

seperti ini dan tidak pernah di rawat di Rumah sakit, Klien juga

mengatakan tidak memiliki alergi apapun.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan tidak ada dan tidak memiliki penyakit menular dan

menurun seperti, Asma,paru-paru,hipertensi maupun penyakit lainnya.

12
3.3 Psikososial

1. Pola persepsi
Menurut klien penyakit yang di deritanya karna sering beraktivitas

dan pola makan yang tidak seimbang.

2. Pola psikologis

Klien tampak cemas dengan penyakit yang di deritanya dan ingin

cepat sembuh.

3.4 Spiritual Dan Budaya


Klien mengatakan selalu berdoa agar segera sehat dan dapat berkumpul

kembali dengan teman-temanya di pesantren, Budaya klien sama dengan

tetangganya yaitu budaya jawa.

3.5 Pemeriksaan Fisik

1. Penampilan umum
Klien Tampak Pucat Lemas,Letih, Lesu, Banyak Bekas Luka Garukan Dan

Mengeluh Gatal Pada Tubuh.

2. Tanda-Tanda Vital TD :

120/80mmhg

N : 100x/mnt

R : 24x/mnt

o
S : 36,7 C

3. Wajah
Berbentuk bulat dan simetris ,rambut berwarna putih dan lurus,tidak terdapat

kotoran/ketombe dan rambut tidak rontok, Terdapat Kemerahan Di Wajah

4. Mata

Bentuk mata simetris warna sama dengan sekitar, tidak ada luka,

pergerakan bola mata normal, konjungtiva anemis ,sclera berwarna putih

dapat membuka dan menutup dengan sempurna, fungsi baik, terbukti dapat

melihat kedatangan perawat.


5. Telinga

Bentuk simetris antara kanan dan kiri ,warna kulit sama dengan sekitar fungsi

pendengaran baik, terbukti klien dapat menjawab pertanyaan perawat tanpa

di ulang, telinga terdapat kotoran.

6. Hidung

Bentuk simetris warna sama dengan sekitar tidak terdapat secret,


7. Mulut
Bibir simetris, warna kecoklatan tidak ada sariawan, gigi tampak bersih ,

aroma sedap, jumlah gigi lengkap.

8. Leher
Bentuk simetris warna sama dengan sekitar dapat bergerak dengan bebas,

9. Dada
Bentuk dada simetris warna sama kulit dengan sekitar, pergerakan dada

normal respirasi 24x/menit tidak ada kelainan suara pernafasan.

10. Abdomen

Warna kulit sama dengan sekitar, terdapat nyeri pada abdomen bagian bawah

kanan dan kiri, terdapat bercak merah.

11. Genitalia
Klien mengatakan tidak mau di periksa demi menjaga privacy nya maka

perawat tidak memeriksanya, namun klien mengatakan tidak ada kelainan

genitalia.

12. Ekstremitas

Atas : Warna kulit sama dengan sekitar, pergerakan sedikit terganggu karna

terpasang infuse Rl di tangan kanan.


Bawah : Warna kulit sama dengan sekitar, terdapat lesi bekas garukan

pada ekstremitas bawah

3.6 pemeriksaan penunjang

1. Cari terowongan dan amati ujung yang terdapat papul atau vesikel, kemudian
papul vesikel di congkel denangan jarum dan diletakkan di atas kaca objekdan
di tutup dengan kaca penutup untuk diamati dengan mikrosop cahaya
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan di tamping di atas kertas putih dan di
amati dengan kaca pembesar.
3. Membuat biopsi irisan yaitu dengan menjepit lesi dua jari kemudian buat
irisan dengan pisau dan di periksa dengan mikrosop.
3.8 Terapi Obat

1. Permetrim 5%
2. Krotamitan 10% krim / losio
3. Gameksan 1%
3.9 Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds: Garukan Resiko infeksi
Klien mengatakan tubuhnya gatal-
berhubungan
gatal dan perih akibat garukan
Do: dengan jaringan
l\kulit klien tampak kemerahan dan
kulit rusak
banyak bercak- bercak akibat
garukan.

2 Ds: Gatal yang Gangguan pola


klien mengatak sulit tidur karna berlebihan tidur berhubungan
akibat gatal yang mengganggu dengan rasa gatal
Do:
Klien tampak kelelahan kurang tidur
sehingga tubuh nya lemas.

3 Ds: Sulitnya Gangguan


Klien mengatakan sudah beberapa beraktivitas kebersihan diri
hari ini tidak mandi akibat gatal dan
rasa perih saat terkena air.
Do:

Klien tampak kusam

3.10 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kulit rusak
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa gatal.
3. Gangguan kebersihan diri berhubungandengan penampilan kurang menarik.
3.10 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnose keperawatan Perencanaan


Tujuan Intervensi Rasional
1 Resiko infeksi berhubungan Umum 1. Observasi ttv 1. Untuk
Setelah dilakukan tindakan 2. Inspeksi kondisi mengetahui
dengan jaringan kulit rusak
asuhan keperawatan 3X24 Jam keadaan
luka
resiko infeksi berhubungan umum klien
dengan jaringan kulit rusak 2. Untuk
dapat teratasi. 3. Ajarkan cara mengetahui
menghindari keadaan luka
Khusus 3. Untuk
infeksi menghindari
Setelah dilakukan tindakan insfeksi
asuhan keperawatan 3X24 Jam 4. Kolaborasi berlebih
resiko infeksi berhubungan dengan dokter 4. Untuk
dengan jaringan kulit rusak tantang mengurangi
dapat teratasi. pemberian anti kemerahan,
Dengan kriteria hasil : biotik dancairan gatal dan
1. Kulit pasien sudah infuse. menghindari
tidak gatal lagi dehidrasi.
2. Luka di tubuh pasien
hilang

2 Gangguan pola tidur Umum 1. Observasi ttv 1. Untuk


Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan mengetahui
berhubungan dengan rasa
asuhan keperawatan 3X24 Jam kenyamanan pada keadaan
gatal. gangguan pola tidur klien umum pasien
berhubungan dengan rasa gatal 3. Kolaborasi 2. Agar klien
dapat teratasi. dengan dokter dapat tidur
untuk pemberian 3. Agar klien
Khusus obat gatal. tidak
mengeluh
Setelah dilakukan tindakan gatal dan
asuhan keperawatan 3X24 Jam dapat tidur
gangguan pola tidur dengan
berhubungan dengan rasa gatal nyenyak
dapat teratasi.
Dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat tidur
dengan nyenyak.

3 Gangguan kebersihan diri Umum 1.observasi ttv 1. untukk mengetahui


Setelah dilakukan tindakan2. lakukan tindakan keadaan umum klien
berhubungandengan
untuk mengelap tubuh 2. untuk
asuhan keperawatan 3X24 Jam
penampilan kurang menarik. klien mnggunakan air membersihakan tubuh
Gangguan kebersihan diri hangat klien
3. kolaborasi dengan 3. agar mengurangi
berhubungan dengan
dokter pemberian obat luka dan rasa gatal.
penampilan kurang menarik. salep gatal
dapat teratasi.

Khusus

Setelah dilakukan tindakan


asuhan keperawatan 3X24 Jam
Gangguan kebersihan diri
berhubungandengan
penampilan kurang menarik.

Dengan kriteria hasil :


1. Klien dapat
membersihkan diri
secara mandiri tanpa
mengeluh
3.11 implementasi

No Tanggal Diagnose Implementasi Paraf


1 12 nov 2018 Resiko infeksi T1 : observasi
ttv
berhubungan
R1:
dengan jaringan Td: 120/80
mmhg
kulit rusak
N: 100/mnt
S: 36,7 0C
RR:24X/mnt
T2: Ajarkan
cara
menghindari
infeksi
R2: untuk
menghindari
infeksi
berlebih
T3:inspeksi
kondisi luka
R3: untuk
mengetahui
keadaan luka
T4: Kolaborasi
dengan dokter
pemberian
antibiotic dan
cairan
R4: untuk
menghilangkan
luka dan
mencegah
dehidrasi
2 12 nov 2018 Gangguan pola T1 : observasi
ttv
tidur berhubungan
R1:
dengan rasa gatal. Td: 120/80
mmhg
N: 100/mnt
S: 36,7 0C
RR:24X/mnt
T2: berikan
kenyamanan
pada klien
R2: agar klien
daopat
beristirahat
T3:kolaborasi
dengan dokter
pemberian
obat gatal
R3: untuk
mengurngi
rasa gatal

3 12 nov 2018 Gangguan T1 : observasi


kebersihan diri ttv
berhubungandengan R1:
penampilan kurang Td: 120/80
menarik mmhg
N: 100/mnt
S: 36,7 0C
RR:24X/mnt
T2: Lakukan
tindakan
mengelap
tubuh klien
R2: agar klien
tampak
seduikit bersih
T3:kolaborasi
dengan dokter
pemberian
salep gatal
R3: untuk
menghilangkan
rasa gatal
3.12 Evaluasi

No Tanggal Diagnose Evaluasi Paraf


1 14 november 2018 Resiko infeksi S: Pasien
mengeluh
berhubungan
tubuh nya
dengan jaringan terasa gatal
O: Klien
kulit rusak
mengatakan
tubuh nya
sudah tidak
gatal lagi dan
luka di
tubuhnya
sedikit
menghilang
A:resiko
infeksi
berhubungan
dengan
jaringan kulit
rusak sudah
teratasi
P:intervensi di
hentikan
2 14 november 2018 Gangguan pola S: Pasien
mengeluhsulit
tidur berhubungan
untuk tidur
dengan rasa gatal. O: Klien
mengatakan
sudah bisa
beristirahat
lagi
A:resiko
infeksi
gangguan pola
tidur
berhubungan
dengan rasa
gatal sudah
teratasi
P:intervensi di
hentikan
3 14 november 2018 Gangguan S: Pasien
mengeluh sulit
kebersihan diri
untuk
berhubungandengan beraktivitas
O: Klien
penampilan kurang
mengatakan
menarik. sudah bisa
beraktivitas
secara mandiri
A:resiko
infeksi
gangguan
kebersihan diri
berhubungan
dengan
penampilan
kurang
menarik
sudah teratasi
P:intervensi di
hentikan
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan & Saran

Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal
sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk
kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.

Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang
disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya
0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan
ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk
kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin.
Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang
bercabang.

Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai
pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED :


3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.

Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis

Anonim. 2007. Skabies (kulit gatal bikn sebel).

Anonim. 2008. Skabies.

Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


International
Journal of Science and Research (IJSR) ISSN
(Online): 2319-7064 Index Copernicus Value (2013): 6.14 |
Impact Factor (2015): 6.391 Volume 5 Issue 8, August 2016
www.ijsr.net

Licensed Under Creative Commons Attribution CC BY

Assessment of Personal Hygiene Knowledge and Practices: An


Empirical Study of Schooling Children in Warangal
Dr. B. Suresh Lal1, Dr. G. Kavitha2 Department of Economics, Kakatiya University, Warangal-TS, India
Abstract: Personal hygiene is very important issues for adolescent students. As hands are important mode of
transmission of infectious disease among school-aged children, simple hand washing with soap helps to
protect children from the two common global paediatric killers- diarrhoea and lower respiratory infection. The
study observed that majority of school going boys is practicing personal hygiene. Moe than 90% children are
adolescents. 37% children are pursuing class VII and 44% parents are illiterates. 100% boys do regular bath
and 91% brush their teeth daily. 100% students practicing hand wash and 48% used soap for hand wash. 66%
students replied that they wash hands after toilet. 85% students are maintaining their clothes clean and neat.
It is also observed that 64% students share their combs with other students. 84% students trim their nails
regularly and 58% percent students used handkerchief at the time of cough and sneezing. 56% students get
awareness on personal hygiene issues from their teachers. Keywords: Personal hygiene, Knowledge Attitudes,
Practices, Primary school children, Warangal.

1. Introduction
Good personal hygiene in primary school children could be effective towards preventing infectious
diseases. Cleanliness in individuals in communities can reduce threats especially by communicable
diseases, thereby improving the overall health of a community. Based on population health analysis
Winslow CEA (1920), Sixty-two percent and 31% of all deaths in Africa and Southeast Asia,
respectively, are caused by infectious disease Curtis VA (2009). This trend is especially notable in
developing countries where acute respiratory and intestinal infections are the primary causes of
morbidity and mortality among young children WHO (2009). Previous hand hygiene studies have
indicated that children with proper hand washing practices are less likely to report gastrointestinal and
respiratory symptoms Ejemot RI (2008), Snow M (2008). Hand washing with soap has been reported
to reduce diarrheal morbidity by 44% and respiratory infections by 23% UNCF, (2009), WHO (2009).
However, globally, the rates at which hands are washed with soap range from only 0-34% of the time
GHD (2009). A study conducted by the Global Public–Private Partnership for Hand Washing
(PPPHW) which included several sub- Saharan African countries (i.e. Kenya, Senegal, Tanzania, and
Uganda) reported that 17% of participants washed their hands with soap after using the toilet, while
45% used only water WHO (2009).
2. Definition

The word Hygiene has evolved from the Greek term “Hygeia” which means “Goddess of Health”.
Hygiene can be defined as, “The science and art which is associated with the preservation and
promotion of health”, Keshav (2008).
3. Concept of Personal Hygiene
Personal hygiene includes different habits i.e., washing hands and brushing teeth which keep bacteria,
viruses and fungal far away from our bodies. Moreover these habits will help us to protect our mental
health and activity. Also good personal hygiene will help us to keep feeling good about ourselves.
Since those who do not take care of their personal hygiene i.e., dirty clothes, body odor and bad
breath will suffer from discrimination and this will mainly lead to mental problems. But the most
important point in this subject is that all people have their own hygiene but some people do it better
than others, this mainly depends on each person’s culture, society and family norm, Rasool (2012). As
hands are important mode of transmission of infectious disease among school-aged children, simple
hand washing with soap helps to protect children from the two common global paediatric killers
(diarrhoea and lower respiratory infection) Kinley Britt (2011), Aiello AE (2008), hand hygiene
significantly reduce illness-related absences in elementary school students by 26% Nandrup-Bus
(2009). Critical times for hand washing include after using the toilet, after cleaning a child, and before
handling food, Scott BRT (2007), WHO (2004), Suresh Lal (2008). Attitudes, knowledge, and beliefs are
some of the measures which are thought to be on the causal pathway to behaviour. Poor knowledge
and practice of, and attitudes to personal hygiene has negative consequences for a child’s long term
overall development Scott BRT (2007). A study conducted in Ethiopia found that 60% of children
surveyed did not know about the possible transmission of diseases through human waste Kumie A
(2005). Awareness of health aspects of sanitation behaviour is important because it determines the
degree of sustainability of an intervention in sanitation. Perception strongly influences one’s hand
washing beliefs and practices Suresh Lal (2015).

4. Materials and Methods


This study employed a qualitative approach and respondents were selected by a convenience sampling.
A qualitative study was done because it relies on the opinion of individuals; ask broad, general
questions and data collection consists large of words or texts (Creswell, 2005). For this study, in-depth
interviews were used as other methods such as questionnaires or observational analysis alone would
not produce the in-depth information and perception about the personal hygiene and practices. The
study was conducted between March- April 2016. A total of 100 school going boys who are willing to
participate in survey were selected and interviewed in Warangal District. This study used quantitative
analysis like percentage and ANOVA. Objectives
 To study the knowledge of personal hygiene of school going children
 To find out level of understanding of personal hygiene of children
 To examine the practice of personal hygiene in the individual levels.

Hypotheses Knowledge of personal hygiene leads to healthy life Positive attitude of the children make
practice personal hygiene
5. Results

Demographic information Demographic and education details related to sample respondents are
presented in Table-1. Among the 100 school going children, 44 % are in the age group of 15-16yrs,
35% children are in 13-14 yrs age group and remaining 21% children are in 10-12 yrs. This study
indicates that majority children are from backward class i.e., 45% whereas schedule caste children are
accounting 25% and the schedule tribe and others community children are equally accounts 15%. This
study observed that majority school going boys are adolescents, this is very crucial stage for boys.
Tabe; 1:

The table also provides the information about education of the children as well as their parents
education. Out of 100 children 37% from class VII. 23% children from class IX. While 21% children
from class VIII, whereas 19% children from class VI. Information regarding parents’ education levels
reveals that majority i.e., 44% out of 100 are illiterates, 28% parents are having primary level
education and remaining 28% having SSC and above levels of education. The study is carried out from
rural area, most of the parents of the school going children are illiterates.

Table 2 :

Awareness of Personal Hygiene Practices Table-2: provides the information on awareness of personal
hygiene practice of school going children. Cent percent children are doing bath regularly. 43 %
children do head bath between 2-4 days, 36% children do between 4-6 days and remaining 21%
children do daily. 91% children brush their teeth daily morning and remaining nine percent brush
their teeth morning and night. Majority students replied that they don’t have any bad smell from
their mouth.

Tabel 3 :

Assessment of Personal Hygiene Practices Table-3: reveals that hundred percent students practicing
hand wash. The material use for hand wash is soap for 48% and only water 52%. The hundred percent
students practicing hand wash before eating. A question was asked as to hand wash after toilet. 66%
students replied that yes and remaining 34% said no. About the maintenance of clothes neat and
clean, 85% students replied yes and 15% said no. The table further reveals that 65% students wash
their clothes weekends and remaining 35% wash daily. Most of the students of the rural areas usually
dry their clothes in the sunlight only.

Table 4:

Knowledge level of Personal Hygiene Education Table-4: depicts that hundred percent students
learning personal hygiene education as part of their curriculum. Every day in the school hours
teachers inspect personal hygiene practices aspects. 56% students get awareness from their teachers,
whereas 24% students’ gets awareness through books and remaining 20% get from their parents. 64
students out of 100 share their comb with other students while 34% students share their towels with
other student friends. 84% students trim their nails regularly and 16% trim their nails now and then.
58% students replied that they use hand kerchief while cough and sneezing. Further this table
provides 84% use protected water and hundred percent eating healthy and balanced diet.

ANOVA :

From the table it can be inferred that hypothesis is accepted. Hence it can be said that Use hand
Kerchief while cough and sneezing is having knowledge of personal hygiene that leads to healthy life.
 It can be said that hypothesis is accepted. This indicates that trimming nails proves students having
awareness and knowledge about personal hygiene.
 From the table it can be inferred that hypothesis is accepted. Hence it can be said that closed water
container provides protected water.
 From the table it can also be inferred that hypothesis is accepted. Hence it can be said that washing
hands after toilet and doing head bath regularly are good habits to the students, it leads to maintaining
personal hygiene and healthy life.

6. Discussion
Children are “agent of change” in pacing the behavior and practice of their family and community at
large. The determinant of hygiene behaviours’ of school children was inadequately studied in Warangal
district. In this study, the analysis and interpretation of the findings by comparing the key hygiene
behaviour outcomes among school children provided a better understanding of the factors that
influence hygiene behaviours.
 Out of 100 schools going children 44 percent are in the age group of 15-16 yrs.
 Nearly 44 percent belong to backward class.
 out of 100 children 37 percent are pursuing class VII and 44 percent parents are illiterates.
 The hundred percent children do regular bath.
International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN
(Online): 2319-7064 Index Copernicus Value (2013): 6.14 |
Impact Factor (2015): 6.391

International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-7064 Index
Copernicus Value (2013): 6.14 | Impact Factor (2015): 6.391 Volume 5 Issue 8, August 2016
www.ijsr.net Licensed Under Creative Commons Attribution CC BY
 Nearly 91 percent children brush their teeth daily morning and they replied that they don’t have any
bad smell from their mouth.
 About 100 percent students practicing hand wash and 48 percent use soap for hand wash.
 It is learnt that hundred percent students are practicing hand wash before eating.
 66 percent students replied that they wash hands after toilet.
 Nearly 85 percent students answered they are maintaining their clothes clean and neat.
 The hundred percent students learning personal hygiene education as part of their curriculum.
 56 percent students out of 100 get awareness on personal hygiene issues from their teachers.
 It is also observed that 64 percent students share their combs with other students.
 About 84 percent students trim their nails regularly and 58 percent students used handkerchief at the
time of cough and sneezing and,
 Nearly 84 percent students used protected water.

7. Conclusion
As a conclusion, the findings of this study illustrate that there is no relation between knowledge and
personal hygiene practices in the public, even at the higher levels of education. In addition, it is vital to
increase public awareness of personal hygiene practices, especially, among adolescent people in
schools. Furthermore, it is crucial to increase the focus on the effects of media, which increases the
level of knowledge at the community level, and encourage the personal hygiene behaviors in daily life
routines among the Warangal district population. Future practical studies (depending on observation
and collecting samples) are necessary to assess the actual practices, as well as further evaluation of
public awareness of the personal hygiene.

References
[1] Aiello AE, Coulborn RM, Perez V, Larson EL (2008): Effect of hand hygiene on infectious disease
risk in the community setting: a meta-analysis. Am J Public Health 2008, 98:1372–1381.
[2] B. Suresh Lal, (2015): Socio-Economic and Health Issues of Banjaras in the Era of Globalization:
A Study in Telangana Tribal Villages, International Journal of Physical and Social Sciences (IJPSS),
Vol-5, Issue-6, June, pp 195-211 http://www.ijmra.us/2015ijpss_june.php
[3] B. Suresh Lal and G. Kavitha, (2013): Economic Impact of Inadequate Sanitation on Women’s
Health: A Study in Warangal District, International Journal of Environment & Development, Vol.10,
No-2, July- December.
[4] B. Suresh Lal, (2011): Economic Analysis of Healthcare Services: A Study in Tribal Areas of
Andhra Pradesh – India, International Journal of Health Management and Information (IJHMI)
Volume 2, Number 2, pp. 119- 131.
[5] B. Suresh Lal, (2008): A Study on Sanitation and Women’s Health Problems in Rural Areas, in
Environmental Concerns of Economic Development, Serial Publications, New Delhi.
[6] Curtis VA, Danquah LO, Aunger RV, (2009). Planned, motivated and habitual hygiene behaviour:
an eleven country review. Health Educ Res.; 4:655–673. [PubMed: 19286894]
[7] Ejemot RI, Ehiri JE, Meremikwu MM, Critchley JA (2008). Hand washing for preventing
diarrhoea. Cochrane Database Syst Rev. 2008; 1 CD004265.
[8] Global Handwashing Day (GHD) (2009). Global Public-Private Partnership for Hand Washing.
[Accessed August 5, 2009]. Available at: www.globalhandwashingday.org.
[9] Keshav Swarnkar, (2008): Community Health Nursing, NR Brothers, Indore.
[10] Kinley Britt T (2011): Identifying and Modeling Perceptions of Risk Factors in Hand Hygiene
during Healthcare Operations. North Carolina State University: Industrial and Systems Engineering;
2011.
[11]Kumie A, Ali A (2005): An overview of environmental health status in Ethiopia with particular
emphasis to its organization, drinking water and sanitation: A literature survey. Ethiop J Health Dev
2005, 19(2):89–103.
[12]Nandrup-Bus I (2009): Mandatory handwashing in elementary schools reduces absenteeism due to
infectious illness among pupils: a pilot intervention study. Am J Infect Control 2009, 37:820–826.
[13]Rasool Hassan BA (2012) Importance of Personal Hygiene. Pharmaceut Anal Acta 3:e126.
doi:10.4172/2153-2435.1000e126.
[14] Scott BRT, Curtis V, Garbrah-Aidoo N (2007): Health in our hands, but not in our heads:
understanding hygiene motivation in Ghana. Health Policy Plan 2007, 22(4):225–233.
[15]Snow M, White GL Jr. Kim HS (2008). Inexpensive and time-efficient hand hygiene interventions
increase elementary school children’s hand hygiene rates. J Sch Health. 2008; 78:230–233. [PubMed:
18336683]
[16] United Nations Children’s Fund (2009). Soap, Toilets, and Taps. A Foundation for Healthy
Children. [Accessed August 5, 2009]. Available at: www.unicef.org/wash/files/FINAL
[17]WHO (2004): Water, sanitation and hygiene links to health; Facts and figures. Geneva: WHO;
2004.
[18]Winslow CEA (1920). The untilled fields of public health. Science 1920;51(1306):23-33.
[19]World Health Organization (2009). Hand-washing could save the lives of millions of children.
[Accessed August 5, 2009]. Available at: http://www.scielosp.org/scielo.php?lng=en.
Volume 5 Issue 8, August 2016 www.ijsr.net Licensed Under
Creative Commons Attribution CC BY
Jurnal Internasional Ilmu Pengetahuan dan Penelitian (IJSR) ISSN (Online): 2319-
7064 Nilai Indeks Copernicus (2013): 6.14 | Impact Factor (2015): 6.391 Volume 5
Edisi 8, Agustus 2016 www.ijsr.net Dilisensikan di bawah Atribusi Creative
Commons CC DENGAN Penilaian Pengetahuan dan Praktek Kebersihan Pribadi:
Studi Empiris tentang Anak-anak Sekolah di Warangal Dr. B. Suresh Lal1, Dr G.
Kavitha2 Departemen Ekonomi, Universitas Kakatiya, Warangal-TS, India Abstrak:
Kebersihan pribadi adalah masalah yang sangat penting bagi siswa remaja. Karena
tangan adalah cara penularan penyakit menular yang penting di antara anak-anak usia
sekolah, mencuci tangan sederhana dengan sabun membantu melindungi anak-anak
dari dua pembunuh anak global yang umum - diare dan infeksi saluran pernapasan
bawah. Studi ini mengamati bahwa sebagian besar anak laki-laki yang bersekolah
sedang mempraktikkan kebersihan pribadi. Moe dari 90% anak-anak adalah remaja.
37% anak-anak mengejar kelas VII dan 44% orang tua buta huruf. 100% anak laki-
laki mandi secara teratur dan 91% menyikat gigi setiap hari. 100% siswa berlatih
mencuci tangan dan 48% menggunakan sabun untuk mencuci tangan. 66% siswa
menjawab bahwa mereka mencuci tangan setelah toilet. 85% siswa menjaga pakaian
mereka bersih dan rapi. Juga diamati bahwa 64% siswa berbagi sisir mereka dengan
siswa lain. 84% siswa memotong kuku mereka secara teratur dan 58% siswa
menggunakan sapu tangan pada saat batuk dan bersin. 56% siswa mendapatkan
kesadaran tentang masalah kebersihan pribadi dari guru mereka. Kata kunci:
Kebersihan pribadi, Sikap Pengetahuan, Praktek, Anak sekolah dasar, Warangal.

1. Perkenalan
Kebersihan pribadi yang baik pada anak-anak sekolah dasar bisa efektif untuk
mencegah penyakit menular. Kebersihan pada individu dalam masyarakat dapat
mengurangi ancaman terutama oleh penyakit menular, sehingga meningkatkan
kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan analisis kesehatan populasi
Winslow CEA (1920), Enam puluh dua persen dan 31% dari semua kematian di
Afrika dan Asia Tenggara, masing-masing, disebabkan oleh penyakit menular Curtis
VA (2009). Kecenderungan ini terutama menonjol di negara-negara berkembang di
mana infeksi saluran pernapasan dan usus akut merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di antara anak-anak muda WHO (2009). Studi kebersihan
tangan sebelumnya telah mengindikasikan bahwa anak-anak dengan praktik mencuci
tangan yang benar cenderung melaporkan gejala gastrointestinal dan pernapasan
Ejemot RI (2008), Snow M (2008). Mencuci tangan dengan sabun telah dilaporkan
mengurangi morbiditas diare sebesar 44% dan infeksi pernafasan sebesar 23% UNCF,
(2009), WHO (2009). Namun, secara global, tingkat di mana tangan dicuci dengan
sabun berkisar hanya 0-34% dari waktu GHD (2009). Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Global Public-Private Partnership for Hand Washing (PPPHW) yang
mencakup beberapa negara Afrika sub-Sahara (yaitu Kenya, Senegal, Tanzania, dan
Uganda) melaporkan bahwa 17% peserta mencuci tangan dengan sabun setelah
menggunakan toilet. , sedangkan 45% hanya menggunakan air WHO (2009).
2. Definisi

Kata Hygiene telah berevolusi dari istilah Yunani "Hygeia" yang berarti "Dewi
Kesehatan". Kebersihan dapat didefinisikan sebagai, "Ilmu pengetahuan dan seni
yang terkait dengan pelestarian dan promosi kesehatan", Keshav (2008).

3. Konsep Kebersihan Pribadi


Kebersihan pribadi mencakup kebiasaan yang berbeda, yaitu mencuci tangan dan
menyikat gigi yang menjaga bakteri, virus, dan jamur jauh dari tubuh kita. Apalagi
kebiasaan ini akan membantu kita melindungi kesehatan dan aktivitas mental kita.
Juga kebersihan pribadi yang baik akan membantu kita untuk tetap merasa baik
tentang diri kita sendiri. Karena mereka yang tidak menjaga kebersihan pribadi
mereka, pakaian kotor, bau badan dan bau mulut akan menderita diskriminasi dan ini
terutama akan menyebabkan masalah mental. Tetapi poin paling penting dalam
subjek ini adalah bahwa semua orang memiliki kebersihan sendiri tetapi beberapa
orang melakukannya lebih baik daripada yang lain, ini terutama tergantung pada
budaya setiap orang, norma masyarakat dan keluarga, Rasool (2012). Karena tangan
adalah cara penularan penyakit menular yang penting di antara anak-anak usia
sekolah, mencuci tangan sederhana dengan sabun membantu melindungi anak-anak
dari dua pembunuh pediatrik global (diare dan infeksi saluran pernapasan bawah)
Kinley Britt (2011), Aiello AE (2008) , kebersihan tangan secara signifikan
mengurangi absen terkait penyakit pada siswa sekolah dasar sebesar 26% Nandrup-
Bus (2009). Waktu kritis untuk mencuci tangan termasuk setelah menggunakan toilet,
setelah membersihkan anak, dan sebelum menangani makanan, Scott BRT (2007),
WHO (2004), Suresh Lal (2008). Sikap, pengetahuan, dan kepercayaan adalah
beberapa ukuran yang dianggap berada pada jalur sebab akibat menuju perilaku.
Pengetahuan dan praktik yang buruk tentang, dan sikap terhadap kebersihan pribadi
memiliki konsekuensi negatif untuk perkembangan keseluruhan jangka panjang anak
Scott BRT (2007). Sebuah studi yang dilakukan di Ethiopia menemukan bahwa 60%
anak-anak yang disurvei tidak tahu tentang kemungkinan penularan penyakit melalui
kotoran manusia Kumie A (2005). Kesadaran akan aspek kesehatan dari perilaku
sanitasi adalah penting

Anda mungkin juga menyukai