Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS (TB) DI RUANG


CEMPAKA RSU BANGLI

OLEH
KADEK AYU SRI JUNI LESTARI
199012188

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
TAHUN 2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam
banyak kasus bersifat mematikan.Tuberkulosis adalah infeksi saluran napas
bawah.yang disebabkan oleh mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis
(disingkat "M.Tuberkulosis" atau "M. Tuberkulosisc")., yang biasanya
ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan
mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus (Elishabeth, 2001: hal 414).
Tuberculosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkin
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama
meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddat, 2003: hal
584). Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru (Kemenkes RI, 2015).

2. EPIDEMOLOGI
Pada tahun 2007, prevalensi tuberkulosis per 100.000 orang tertinggi di
Afrika sub-Sahara, dan relatif tinggi di Asia.Kurang lebih sepertiga dari
populasi dunia pernah terinfeksi “Microbacterium tuberculosis.” Satu infeksi
baru muncul setiap detik dalam skala global. Bagaimanapun, kebanyakan
infeksi oleh “Microbacterium tuberculosis” tidak menyebabkan penyakit
tuberkulosis, dan 90–95% dari infeksi tetap asimptomati. Pada tahun 2007,
diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis aktif. Pada tahun 2010, terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis yang didiagnosis, dan 1,45 juta kematian,
kebanyakan dari jumlah ini terjadi di negara-negara berkembang. Dari seluruh
1,45 juta kematian, sekitar 0.35 juta terjadi pada penderita yang juga terinfeksi
HIV.
Tuberkulosis merupakan penyebab umum kematian yang kedua yang
disebabkan oleh infeksi (setelah kematian oleh HIV/AIDS). Angka pasti dari
kasus tuberkulosis ("prevalensi") sudah menurun sejak tahun 2005. Kasus
tuberkulosis baru ("kejadian") telah menurun sejak tahun 2002. Cina
khususnya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Cina telah
menurunkan laju kematian akibat tuberkulosis mendekati 80% antara tahun
1990 dan 2010. Tuberkulosis lebih umum muncul di negara berkembang.
Kurang lebih 80% dari populasi di berbagai negara Asia dan Afrika
memberikan tes tuberkulin positif, tetapi hanya 5–10% dari populasi di AS
memberikan hasil tes positif.
Para ahli berharap bahwa tuberkulosis dapat dikendalikan secara penuh.
Bagaimanapun, sejumlah faktor menyebabkan pengendalian tuberkulosis
menjadi tidak mungkin. Vaksin yang efektif sangat sulit dikembangkan.
Sangat mahal dan memakan waktu lama untuk mendiagnosis penyakitnya.
Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan. Lebih banyak orang yang
terinfeksi HIV menderita tuberkulosis. T uberkulosis yang resisten terhadap
obat muncul pada tahun 1980an.
Angka tahunan laporan kasus baru tuberkulosis. Data dari WHO.Pada
tahun 2007, negara dengan perkiraan tingkat insiden tertinggi
adalah Swaziland, dengan 1.200 kasus per 100.000 orang. India memiliki total
insiden terbesar, dengan estimasi 2,0 juta kasus baru. Di negara maju,
tuberculosis tidak umum dan kebanyakan ditemukan di wilayah urban. Pada
tahun 2010, laju tuberkulosis per 100.000 orang di berbagai tempat di dunia
adalah di Afrika 332, Amerika 36, Mediterania Timur 173, Eropa 63, Asia
Tenggara 278, dan Pacifik Barat 139. Di Kanada dan Australia, tuberkulosis
seringkali lebih umum terdapat di antara penduduk aborigin, terutama di
wilayah yang terpencil. Di Amerika Serikat, para Aborigin mengalami laju
mortalitas akibat tuberkulosis lima kali lebih besar.
Insiden tuberkulosis bervariasi sesuai usia. Di Afrika, hal ini utamanya
mempengaruhi penduduk berusia antara 12-18 tahun dan dewasa
muda. Bagaimanapun, di negara yang laju insidennya sudah menurun dengan
tajam (seperti Amerika Serikat), tuberkulosis umumnya merupakan penyakit
pada orang yang lebih tua dan mereka dengan sistem imun rentan.

3. ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0.3-0.6/
µm.  Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Untuk mengenang jasa beliau maka
bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC pada paru-
paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).
Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut
dengan bakteri tahan asam (BTA).Kuman dapat hidup di udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant yang memungkinkan kuman
bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.
(Sudoyo et al 2006).

4. FAKTOR PREDISPOSISI
Tubercolosis ditularkan oleh droplet dari individu yang terinfeksi ke
individu oleh transmisi melalui udara. Individu terinsfeksimelalui berbicara,
batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar ( lebih besar
dari 100u ) dan kecil ( 1 sampai 5 u ). Droplet yang besar menetap, sementara
droplet yang kecil tertahan diudara dan tertiup oleh individu yang
rentan.Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberculosis adalah sebagai
berikut:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunosupresif (Termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c. Pengguna obat-obatan IV dan alkoholik.
d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
(tunawisma,tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah
usia 15 tahun atau dewasa muda antara yang berusia 15-44 tahun).
e. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(misalny diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass
gasterektomi yeyunoileal).
f. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia tenggara, Afrika,
Amerika latin, karibia).
g. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya fasilitas perawatan
jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara).
h. Indivudi yang tinggal didaerah perumahan substandart kumuh.

5. PATOFISIOLOGI
Indvidu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi.Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri.Basil juga dipindahkan
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulangm
korteks serebri), dan area pari lainnya (lobus atas).
Sistem imuntubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;limfosit spesifik-tuberkulosis
melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jarigan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia.Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah
pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan
basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang
membentuk dinding protektof. Ganulomas diubah menjadi massa jaringan
fibrisa, bagian sentral dari masa fibrosaini disebut Tuberkel Ghon. Bahan
(bakteri dan makrofag) menjadi nektrotik, membentuk masa seperti keju.Masa
ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa.Bakteri menjadi
dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem
imun.Penyakit aktif juga dapatterjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bekteri
dorman.Dalam kasus ini, Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti
keju ke dalam kronki.Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara,
mengakibatkasn penyebaran penyakit lebih jauh.Tuberkel yan memecah
menyembuh, membentuk jaringan parut.Paru yang terinfeksi menjadi
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut,
pembengkakakn tuberkel, dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah kebawah hilum paru-paru kemudian melus kelobus yang berdekatan.
Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit
dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui.
Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan mempagosit,
namun tidak membunuh basil.Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh
makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumoni akut.Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses
ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-
20 hari). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih fibroblas
membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi tuberkel.
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang
terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone )
yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang
yang terinfeksi sebelumnya .( Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah
dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar.
Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu
diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah
maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru
dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.( dr.Hendrawan.N.1996,hal
1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa
muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati
getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari
kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat
menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari 1-3 basil.Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini
terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal
ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.Berkembangnya leukosit pada hari
hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang
mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut.
Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah
bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi
lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid
yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari.
Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan
bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini
juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru
ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.
(Sylvia.A Price:1995;754) Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa
adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga.Bahan perkijauan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung,
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. (Syilvia.A Price:1995;754).
6. KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan
suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA
positif atau BTA negatif;
3) Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1) Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2) Registrasi kasus secara benar
3) Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4) Analisis kohort hasil pengobatan
1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasukpleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
b) Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnyapleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang,persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada TB Paru:
a) Tuberkulosis paru BTA positif
(1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
(2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
(3) menunjukkan gambaran tuberkulosis.
(4) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
(5) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS
(6) pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
(7) perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteriadiagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
(1) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
(2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
(3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
(4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
3) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
a) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambarankerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaanumum
pasien buruk.
b) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
(1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
(2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapatipe pasien, yaitu:
a) Kasus Baru adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan
OAT atau sudah pernahmenelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
b) Kasus Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatantuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap,didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).
c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) adalah pasien TB yang
telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebihdengan BTA positif.
d) Kasus Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembalimenjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK yang memiliki register TB lain untukmelanjutkan
pengobatannya.
f) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas. Dalam kelompokini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.
5) Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru
yang diambil berdasarkan  aspek kesehatan masyarakat dalam beberapa
kategori sebagai berikut (Sudoyo et al 2006) :
(a) Kategori 0     : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak       negative, dan tes tuberculin negatif
(b) Kategori I      :  Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi,
riwayat kontak positif dan tes tuberculin negative.
(c) Kategori II     : Terinfeksi tubekulosis, tetapi tidak sakit. Tes
tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif
(d) Kategori III    :  Terinfeksi tuberkulosis dan sakit

7. MANIFESTASI KLINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB
dapat dibagi menjadi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
a. Gejala respiratorik, meliputi:
1) Batuk: Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah: Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darag
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas: Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dll.
4) Nyeri dada: Nyeri dada pada TB termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini tibul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
1) Demam: Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.\
2) Gejala sistemik lain: Gejala sistemik lain ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
3) Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, serta sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

8. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum
per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5(Bowel), dan B6
(Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B1 dengan pemeriksaan yang
menyeluruh pada sistem pernafasan.
a. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum pada pasien Tb paru dapat dilakukan dengan selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu
dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos
mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Perlu juga
dilakukan pengukuran GCS secara tepat.Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertai dengan
sesak nafas, denyu nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan
suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai
dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru merupakan pemeriksaan fokus
yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang biasanya
pasien TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsidiameter bentuk dadaantero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila adanya penyulit
dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihata
adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space
(ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya
gerakan pernafasan tidak mengalami perubahan. Meskipun
demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas
pada parenkim paru biasanya pasien akan terlihat sesak nafas,
peningkatan frekuensi nafas, dan menggunakan otot bantu nafas.
Tanda lainnya adalah klien dengan TB paru juga mengalami efusi
pleurayang masif, pneumothoraks, abses paru masif, dan
hidropneumothoraks. Tanda-tanda tersebut membuat gerakan
pernafasan menjadi tidak simetris, sehingga yang terlihat adalah
pada sisi yang sakit pergerakan dadanya tertinggal.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengakajian batuk pada
klien TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang
purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama bila TB paru
disertai adanya bronkhiektasis yang membuat klien akan
mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak.
Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai
penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah
diberikan.
b) Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukkan –
meskipun tetapi tidak spesifik—penyakit dari lobus atas paru. Pada
TB paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trkhea ke arah berlawanan
dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/erskrusi pernafasan. Tb paru
dapat komplikasi saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan
kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya
ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim yang
luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika
perawat meletakkan tangannya di dada klien saat berbicara adalah
bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal
sepanjang pohon bronkhial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk
merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
Adanya penurunan taktil premitus pada klien dengan TB paru
biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi
pleura masif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi
getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga
pleura.
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi,
baiasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sakit sesuai sesuai banyaknya akumulasi cairan di
rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan
bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang
mendorong posisi paru ke posisi yang sehat.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) Pda sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika
klien berbicara disebut resonan vokal. Klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura danpneumothoraks akan
didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.
2) B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi: inspeksi tetnatang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi :batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
denganefusipleura masih mendorong ke sisi yang sehat.
Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih,
meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata,
biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan
hemoptoe masiv dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati.
4) B4 (Baldder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syock. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat
dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan
dan penurunan BB
6) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga yang

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Diagnosis terbaik dari penyakit tuberculosis diperoleh dengan
pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk
isolasi Mycobacterium tuberculosis berupa:
Jenis Pemeriksaan Interprestasi Hasil
A. Sputum
 Kultur  Mycobacterium tuberculosis
positif pada tahap aktif,
peting untuk menetapkan
diagnosa pasti dan melakukan
uji kepekaan terhadap obat
 Ziehl-Neelsen
 BTA positif
Sputum dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak
 S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat
suspek TB datang berkunjung pertamakali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untukmengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
 P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah
pada pagi hari kedua, segera setelahbangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di UPK.
 S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK
pada hari kedua, saat menyerahkan
dahakpagi.

B. Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer) Reaksi positif (area indurasi


10mm atau lebih menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak berarti untuk
menunjukkan keaktivan penyakit)
C. Foto thorax Dapat menunjukan infiltrasi lesi
awal pada area paru, simpanan
kalsium lesi sembuh primer, efusi
cairan, akumulasi udara, area
cavitas, area fibrosa dan
penyimpanan teratur mediastinal
D. Histologi atau kultur jaringan (termasuk Hasil positif dapat menunjukkan
bilasan lambung, urine, cairan serangan ekstrapulmonal
serebrospinal, biopsy kulit)
E. Biopsi jarum pada jaringan paru Positif untuk granuloma TB,
adanya giant cell menunjukkan
nekrosis
F. Darah
 LED  Indikator stabilitas biologic
penderita, respon terhadap
pengobatan dan predeksi
tingkat penyembuhan. Sering
meningkat pada proses aktif
 Limfosit  Menggambarkan status
imunitas penderita (normal
atau supresi)
 Elektrolit  Hiponatremia dapat terjadi
akibat retensi cairan pada TB
paru kronis luas
 Analisa Gas Darah  Hasil bervariasi tergantung
laktat dan beratnya kerusakan
paru
G. Tes Faal Paru Penurunan kapasitas vital,
peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu
dan kapasitas paru total,
penurunan saturasi O2 sebagai
akibat dari infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural

Jika pemeriksaan data diteliti secara mikroskopis dengan membuat


sediaan dan diwarnai dengan pewarnaan tahan asam serta diperiksa dengan
lensa rendam minyak. Hasil pemeriksaan mikroskopik dilaporkan sebagai
berikut:
1) Bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan bakteri
tahan asam, maka diberikan label (penanda): “Bakteri tahan asam negatif
atau BTA (-)”
2) Bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka
jumlah yang ditemukan harus disebut, dan sebaiknya dibuat sediaan
ulangan.
3) Bila ditemukan bakteri-bakteri tahan asam maka harus diberi label :
Bakteri tahan asam positif atau BTA (+)”

10. PROGNOSIS
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat
antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin.
(Sylvia,  1995)

11. PENATALAKSANAAN
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis menjadi tiga bagian
yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan tuberculosis paru
1) Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberculin
positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan
12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.
Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan
kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-Ray yaitu pemeriksaan missalnya terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya:
 Karyawan rumah sakit
 Penghuni rumah tahanan
 Siswi-siswi pesantren
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi polpulasi
bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau
utama ialah bayi yang menyusui pada ibu dengan BTA positif,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut:
 Bayi < 5tahun dengan hasil tes tuberculin positif karena risiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB,
 Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberculin
positif yang bergaul erat denan pendetita TB yang menular,
 Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberculin dari
negatif menjadi positif,
 Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang
 Penderita diabetes militus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakiit
tuberculosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintahan maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-
PPTI)
b. Pengobatan tuberculosis
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).Paduan obat yang digunakan sesuai
terdiri atas obat utama dan obat tambahan jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan  yang dapat
diberikan pada klien dengan tuberculosis , yaitu :
1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TB baru.
2) Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan
(pasien yang pengobatan kategori 1 nya gagal).
3) Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA
negative RO positif
4) Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan
akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II
ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum
sarapan pagi.
Dosis pemberian obat kategori 1:
1) Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :
a) INH (H)              : 300 mg – 1 tablet.
b) Rimfapisin (R)     : 450 mg  - 1 kaplet
c) Pirazinamid (P)    :1500 mg -  3 kaplet @ 500 mg
d) Ethambutol (E)   : 750 mg – 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali
regimen ini di sebut kombipak II
2) Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4
H3R3) :
a) INH (H)              : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
b) Rimfapisin (R)    : 450 mg – 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten)
sebanyak 54 kali regimen ini disebut kombipak III.

Obat Anti TB Aksi Potensi Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)


Esensial Per Hari Per Minggu
3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga


mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta
memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan
tuberculosis, berikut beberapa hal yang penting untuk diketahui
Mekanisme kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)
1) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
(a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin (R)
dan Streptomisin (S)
(b) Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan
Isoniazid (INH)
2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
(a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan
Isoniazid
(b) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin
dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan
Pirazinamid (Z).
3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
(a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Etambutol (E),
asam para-amino salisilik (PAS) dan sikloserine.
(b) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh
Isoniazid adalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

12. KOMPLIKASI
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’sarthropathy
b. Komplikasi lanjut :obstruksi jalan nafas (SOPT—Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, korpulmonal,
amiloidosis, sinrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier
dan kavitas TB.
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah
bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis
b. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam
jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material
masuk ke rongga pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat
mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura,
rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam
saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya
tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis
dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan
saluran pencernaan.
f. Keruskan parenkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim
paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih
lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas,
menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk
mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
h. Kor pulmonale
Merupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik akibat
kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat
luas.Keadaan ini juga dapat terjadi sekalipun penyakit tuberkulosis sudah
tidak aktif lagi, tetapi meninggalkan banyak jaringan parut.Pengobatan dini
terhadap penyakit tuberkulosis dengan jelas dapat mengurangi komplikasi
ini.
i. Aspergiloma
Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds sphrophyte dari
genus aspergillus dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang
mengalami pembusukan dan spesies aspergillus yang sering menyebabkan
infeksi pada manusia yaitu aspergillus fumigatus. Umumnya aspergillus
akan menginfeksi paru-paru, yang menyebabkan empatsindrom, yakni
Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA), Chronic Necrotizing
Pneumonia Aspergillosis (CNPA), aspergiloma dan aspergilosis invasif.
Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke
berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses
miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang.
Aspergiloma merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena
terdapat kavitas di parenkim akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit
yang mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses infeksi
dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan bula emfisema.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang
perlu dikaji adalah:
1) Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelelelahan umum dan kelemahan
- Dispnea saat kerja maupun istirahat
- Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari,
menggigil dan atau berkeringat
- Mimpi buruk
Tanda:
- Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
- Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut
2) Sirkulasi
Gejala:
- Palpitasi
Tanda:
- Takikardia, disritmia
- Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
- Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal
- Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya
udara dalam mediatinum)
- TD: hipertensi/hipotensi
- Distensi vena jugularis
3) Integritas ego:
Gejala:
- Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan
penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa,
menurunnya produktivitas.
Tanda:
- Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
- Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
- Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)
4) Makanan dan cairan:
Gejala:
- Kehilangan napsu makan
- Penurunan berat badan
Tanda:
- Turgor kulit buruk, kering, bersisik
- Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
5) Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang
- Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin
menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda:
- Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
6) Pernapasan:
Gejala:
- Batuk (produktif atau tidak produktif)
- Napas pendek
- Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan
pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
- Pengembangan dada tidak simetris
- Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax
perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.
- Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
- Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
- Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (crackels posttussive)
- Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak
darah
- Deviasi trakeal
7) Keamanan:
Gejala:
- Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi
sekunder.
Tanda:
- Demam ringan atau demam akut.
8) Interaksi Sosial:
Gejala:
- Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
- Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
9) Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga TB
- Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
- Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
- Tidak berpartisipasi dalam terapi.

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya
pembentukan sputum yang berlebih ditandai dengan batuk tidak efektif,
tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan atau ronkhi
kering.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler ditandai dengan fekuensi nafas meningkat, penggunaan
otot bantu nafas, nafas dangkal, nilai gas darah arteri abnormal.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi ditandai
dengan Penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung,
fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea,
hiperventilasi)
4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai
dengan suhu tubuh diatas normal
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi menurun ditandai
dengan berat badan menurun 10% dibawah rentang normal, bising usus
hiperaktif
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
pasien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi dan tekanan darah
meningkat, sulit tidur.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan frekuensi jantung menigkat >20% dari kondisi istirahat
8. Gangguan pola tidur behubungan dengan sesak nafas, batuk, serta
stimulus lingkungan ditandai dengan pasien mengeluh sulit tidur, sering
terjaga, pola tidur berubah, istirahat tidak cukup
9. Risiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1. NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi nafas
keperawatan selama …..x…..jam pasien/status oksigen pasien
pasien mampu meningkatkan dan 2. Posisikan pasien untuk
mempertahankan kefektifan bersihan memaksimalkan ventilasi (head
jalan nafas up/ semifowler)
3. Ajarkan pasien nafas dalam dan
Kriteria hasil : perlahan saat duduk setegak
1. tidak mengeluh sesak mungkin
2. Pernafasan teratur (12-20x/mnt 4. Latihan batuk efektif
3. Mampu mengeluarkan 5. Lakukan chest fisiotheraphy
sputum/batuk efektif atau sputum sesuai indikasi bila perlu
mudah dikeluarkan dengan 6. Berikan pasien air hangat untuk
suctioning diminum
4. ETT bebas sumbatan 7. Auskultasi suara nafas tiap 2-4
Suara paru bersih vesikuler tidak jam dan kalau diperlukan
ada suara nafas abnormal 8. Lakukan pengisapan (suction)
secara berkala
9. Kaji suara nafas sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
pengisapan
10. Pertahankan suhu humidifier
tetap hangat (>370C)
11. Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk
pemberian tindakan delegatif
nebulizer sesuai indikasi (Agen
mukolitik, Bronkodilator,
Kortikostreroid)
12. Tindakan trakeostomy pada
pemakaian ventilator dalam
waktu lama
2. NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital tingkat
keperawatan selama …..x…..jam kesadaran tiap ….jam
gangguan pertukaran gas teratasi 2. Observasi warna kulit, membrane
mukosa dan kuku
Kriteria hasil : 3. Auskultasi suara nafas dan catat
1. AGD normal (pH darah arteri adanya bunyi tambahan (ronchi,
7.35-7.45; pCO2 35-45 mmHg) wheezing)
2. Tidak ada sianosis 4. Tinggikan bagian kepala tempat
3. Pasien tenang, tidak gelisah tidur dan bantu perubahan posisi
4. Kesadaran komposmentis berkala
(kecuali pada pasien dengan 5. Bantu latihan nafas dalam
gangguan SSP) 6. Cek AGD tiap 6 jam atau 30-60
5. Tidak tampak sesak menit setelah perubahan setting
6. Frekuensi dan irama nafas teratur ventilator
(12-20x/menit) 7. Monitor hasil AGD atau oksimetri
7. Nadi teratur (60-100 x/menit) selama pemakaian ventilator/periode
8. Warna kulit tidak pucat penyapihan
9. Tidak ada keringat dingin 8. Pertahankan jalan nafas bebas
sekresi
9. Monitor tanda dan gejala hipoksia
10. Berikana tambahan oksigen sesuai
indikasi
11. Kaji ulang pemeriksaan AGD thorak
foto
12. Pemberian Nebulizer
13. Koreksi adanya asidosis/alkalosis,
hipoksemia sesuai program
3. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Posisiskan pasien untuk
selama ……x……jam dihrapkan pola memaksimalkan ventilasi
nafas efektif 2. Ausjkultasi suara nafas dan cata
adanya penggunaan otot nafas
Kriteria hasil : tambahan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif 3. Monitor tanda-tanda vital
dan suara nafas bersih, tidak ada 4. Kaji skala nyeri
sianosis, dan dyspnea (mampu 5. Ajarkan dan evaluasi latihan batuk
mengeluarkan sputum, mampu efektif
bernagas dengan mudah) 6. Lakukan pemeriksaan ventilator tiap
2. Menunjukkan jalan nafas yang 1-2 jam, evaluasi selama semua
paten (paien merasa tidak alarm dan tentukan penyebabnya.
tercekik, irama nafas, frekuensi 7. Pertahankan alat resusitasi manual
pernafasan dalam rentang normal, pada posisi yang mudah dijangkau
tidak ada suara nafas abnormal, 8. Monitor selang dari kemungkinan
dan penggunaan otot bantu nafas terlepas, terlipat, bocor, atau
tambahan) tersumbat
3. Tanda vital dalam rentang normal 9. Evaluasi tekana atau kebocoran
balon cuff tiap 3 jam
10. Kolaborasi pembeian oksigen sesuai
indikasi
11. Kolaborasi mengenai perlunya alat
jalan nafas buatan
12. Kolaborasi tambahan analgeti untuk
mengurangi rangsangan nyeri

4. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau suhu klien (menggigil,
selama …..x….jam diharapkan tidak diaphoresis)
terjadi perubahan suhu tubuh 2. Pantau suhu lingkungan
3. Pantau intake/output cairan
Kriteria hasil : 4. Pantau takikardi, takipnea
1. Suhu tubuh normal (35,80C- 5. Pertahankan cairan parenteral sesuai
37,50C) indikasi
2. Kulit lembab dan kering 6. Mengurangi kegiatan fisik sesuai
3. Bebas dari kedinginan toleransi
4. Tanda vital dalam rentang normal 7. Beri kompres sesuai indikasi
5. Bebas takipnea 8. Pantau sisi IV adanyakemerahan,
6. Hasil DL (Leukosit normal) bengkak
9. Ganti IV line tiap 3 hari
10. Kolaborasi pemberian antibiotic,
antipiretik
11. Kpemantauan DL, elektrolit,
glukosa
5. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Beri makanan sesuai diet
selama …..x….jam diharapkan pasien 2. Sajikan makanan menarik dan
dapat mempertajhankan nutrisi yang hangat
adekuat 3. Pantau status nutrisi (BB, TB, LILA,
Tinggi lutut) tiap…hari
Kriteria hasil : 4. Tentukan kemampuan pasien untuk
1. Tidak terjadi penurunan BB memenuhi kebutuhan nutrisi/residu
2. Menyebutkan kembali manfaat (pada anak)
nutrisi 5. Berikan informasi yang tepat
3. Mengattakan keinginan/toleransi tentang kebutuhan nutrisi dan
untuk mengikuti diet bagaimana memenuhinya
4. Nilai laboratorium (albumin, 6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
hemoglobin dalam batas normal) menentukan kebutuhan nutrisi, diet
dan pemberian informasi kepada
pasien
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemantauan nilai laboratorium
teransferin, albumin, dan elektrolit

6. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Istirahatkan pasien pada posisi yang
selama …..x….jam diharapkan pasien nyaman dalam batas yang dapat
dapat mempertahankan perilaku ditoleransi oleh pasien
adaptasi terhadap nyeri (nyeri 2. Berikan informasi tentang nyeri
terkontrol) meliputi penyebab, lamanya nyeri
yang berlangsung, faktor yang dapat
Kriteria hasil : memperburuk atau merdakan nyeri
1. Melaporkan secara verbal nyeri 3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
berkurang atau hilang tindakan memenuhi kebutuhan ras
2. Skala nyeri 0-3 nyaman yang telah berhasil
3. Wajah tampak rileks/tenang dilakukan oleh pasien
4. Tidak gelisah, pucat berkeringat 4. Observasi tanda-tanda vital
aibat menahan nyeri 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
5. Tidak berhati-hati dan (relaksasi nafas dalam, distraksi,
menghindari daerah yang yyeri kompres hangat/dingin, terapi
6. Tanda-tanda vital (nadi dan music, massage punggung)
pernafasan) dalam batas normal 6. Kaji kembali keluhan nyeri yang
dirasakan pasien meliputi lokasi,
karakteristik, frekuensi, durasi,
kualitas, dan intensitas nyeri
7. Kolaborasi pemberian analgetik jika
diperlukan
8. Ajrkan tentang metode penggunaan
analgetik untuk mengurangi nyeri
7. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Tentukan penyabab keletihan
selama …..x….jam pasien (karena perawatan, pengobatan,
menunjukkan toleransi terhadap nyeri)
aktivitas yang biasa dilakukan dengan 2. Gunakan teknik relaksasi distraksi,
daya tahan, penghematan energy dan selama aktivitas
perawatan diri 3. Pantau respon kardioterapiratori
terhadap aktivitas (takipnea,
Kriteria hasil : takikardia, pucat, berkeringat)
1. Mengidentikasi faktor-faktor 4. Kaji respon emosi, sosial, dan
yang menurunkan intoleransi spiritual terhadap aktivitas
aktivitas 5. Evaluasi motivasi dan keinginan
2. Menunjukkan penghematan enrgy pasien untuk meningkatkan aktivitas
(menyadari keterbatasan energy, 6. Ajarkan kepada pasien dan keluarga
menyeimbangan aktivitas dan teknik perawatan diri yang
istirahat) meminimalkan konsumsi oksigen
3. Melaporkan penurunan gejala- selama aktivitas
gejala intoleransi aktivitas 7. Ajarkan pengataran waktu aktivtas
4. Memperlihatkan penurunan dan istirahat
tanda-tanda hipoksia pada 8. Monitor tanda-tanda vital dan status
peningkatan aktivitas (nadi, nutrisik
tekanan darah, respirasi dalam 9. Kolaboras pengobatan nyeri sesuai
batas normal) program dokter sebelum aktivitas

8. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Bantu pasien mengidentifikasi faktor
selama …..x….jam diharapkan pasien yang menyebabkan kurang tidur
dapat meningkatkan kualitas tidur 2. Penggunaan lampu tidur disesuaikan
dengan kebiasaan pasien
Kriteria hasil : 3. Beri lingkungan tenang, damai, dan
1. Perasaan segar setelah tidur meminimalkan gangguan
2. Terjaga dengan waktu yang 4. Batasi pengunjung
sesuai 5. Beri waktu istirahat
3. Tidur siang sesuai usia 6. Jaga kebersihan lingkungan ruang
4. Tidak ada masalah dengan pola, pasien
kualitas, rutinitas tidur 7. Anjurkan pasien untuk membatasi
5. Jumlah jam tidur tidak tidur disiang hari
terganggu 8. Beri posisi tidur yang nyaman
9. Batasi masukan makanan yang
mengandung kafein
10. Kolaborasi pemberian obat tidur

9. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau tanda gejala infeksi dan
selama …..x….jam tidak ada faktor tanda vital
resiko infeksi 2. Kaji faktor yang menigkatkan
Kriteria hasil : seragan infeksi (misalnya usia
1. Terbebas dari gejala atau tanda lanjut, tanggap imun rendah, dan
infeksi malnutrisi)
2. Menunjukkan hygiene pribadi 3. Batasi pengunjung dan ajarkan cara
yang adekuat cuci tangan sewaktu masuk dan
3. Mengindikasikan status meninggalkan ruangan pasien
gastrointestinal, pernafasan, dan 4. Lakukan teknik isolasi jika
imun dalam batas normal memungkinkan
4. Menggambarkan faktor yang 5. Instruksikan untuk menjaga hygiene
menunjang penularan infeksi pribadi
5. Melaporkan tanda gejala infeksi 6. Lakukan pembersihan mulut 2-3 jam
dengan cairan antiseptic
7. Pertahankan teknik aseptic pada saat
melakukan pengisapan (suction)
8. Evaluasi warna , jumlah konsistensi,
dan bau sputum setiap kali
pengisapan
9. Jaga kebersihan ambubag dan
lakukan desinfeksi sesudah
pemakaian
10. Berikan terapi antibiotic jika
diperlukan

4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas
kehidupan sehari-hari.Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat.

5. EVALUASI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembentukan
sputum yang berlebih ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, mengi, wheezing dan atau ronkhi kering.
1) Pasien tidak mengeluh sesak
2) Pernafasan pasien teratur (12-20x/mnt
3) Pasien mampu mengeluarkan sputum/batuk efektif atau sputum mudah
dikeluarkan dengan suctioning
4) Suara paru pasien bersih vesikuler tidak ada suara nafas abnormal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar
kapiler ditandai dengan fekuensi nafas meningkat, penggunaan otot bantu nafas,
nafas dangkal, nilai gas darah arteri abnormal.
1) AGD pasien dalam rentang normal (pH darah arteri 7.35-7.45; pCO2 35-45
mmHg)
2) Tidak ada sianosis
3) Pasien tenang, tidak gelisah
4) Kesadaran komposmentis (kecuali pada pasien dengan gangguan SSP)
5) Pasien tidak tampak sesak
6) Frekuensi dan irama nafas pasien teratur (12-20x/menit)
7) Nadi teratur (60-100 x/menit)
8) Warna kulit pasien tidak pucat
9) Tidak ada keringat dingin
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi ditandai dengan
Penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi)
1) Paien mampu mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih, tidak
ada sianosis, dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernagas
dengan mudah)
2) Pasien mampu menunjukkan jalan nafas yang paten (paien merasa tidak
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal, dan penggunaan otot bantu nafas tambahan)
3) Tanda vital pasien dalam rentang normal
4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai dengan
suhu tubuh diatas normal
1) Suhu tubuh pasien dalam rentang normal (35,80C-37,50C)
2) Kulit lembab dan kering
3) Pasien Bebas dari kedinginan
4) Tanda vital pasien dalam rentang normal
5) Pasien bebas dari takipnea
6) Hasil DL (Leukosit normal)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi menurun ditandai dengan berat
badan menurun 10% dibawah rentang normal, bising usus hiperaktif
1) Pasien tidak mengalami penurunan BB
2) Paien mampu menyebutkan kembali manfaat nutrisi
3) Pasien mampu untuk mengatakan keinginan/toleransi untuk mengikuti diet
4) Nilai laboratorium pasien (albumin, hemoglobin) dalam batas normal
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi dan tekanan darah meningkat, sulit
tidur.
1) Pasien mampu melaporkan secara verbal nyeri berkurang atau hilang
2) Skala nyeri pasien 0-3
3) Wajah pasien tampak rileks/tenang
4) Pasien tidak gelisah, pucat berkeringat aibat menahan nyeri
5) Tidak berhati-hati dan menghindari daerah yang nyeri
6) Tanda-tanda vital (nadi dan pernafasan) dalam batas normal
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
frekuensi jantung menigkat >20% dari kondisi istirahat
1) Pasien mampu mengidentikasi faktor-faktor yang menurunkan intoleransi
aktivitas
2) Paien mampu menunjukkan penghematan enrgy (menyadari keterbatasan
energy, menyeimbangan aktivitas dan istirahat)
3) Pasien dapat melaporkan penurunan gejala-gejala intoleransi aktivitas
4) Pasien mpenurunan tanda-tanda hipoksia pada peningkatan aktivitas (nadi,
tekanan darah, respirasi dalam batas normal)
8. Gangguan pola tidur behubungan dengan sesak nafas, batuk, serta stimulus
lingkungan ditandai dengan pasien mengeluh sulit tidur, sering terjaga, pola tidur
berubah, istirahat tidak cukup
1) Perasaan segar setelah tidur
2) Terjaga dengan waktu yang sesuai
3) Tidur siang sesuai usia
4) Tidak ada masalah dengan pola, kualitas, rutinitas tidur
5) Jumlah jam tidur tidak terganggu
9. Risiko infeksi berhubungan dengan organisme purulent
1) Pasien terbebas dari gejala atau tanda infeksi
2) Psien mampu menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat
3) Paasien mampu menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
4) Pasien mampu melaporkan tanda gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Jilid 2.Yogyakarta.
Andra Saferi Wijaya, S.Kep.,Ns, Yessie Mariza Puti, S.Kep.,Ns. 2013. KMB 1
Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa)
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2
Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta:EGC
Kemenkes RI, 2015. Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,
Tuberculosis temukan Obati Sampai Sembuh.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Yogyakarta. Nuha Medika
PPNI.2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
Somantri Irma. Asuhan Keperawatan PD Pasien dgn Gangguan Sistem
Pernapasan.Salemba

Anda mungkin juga menyukai