Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PANGAN


‘’BAKSO DAGING’’

Dosen Pembimbing : Zulfiana Dewi, SKM., MP


Rahmani, STP., MP
Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun Oleh :
RAUDATUL JANNAH
P07131218075

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2019/2020
Praktikum : Ilmu Teknologi Pangan
Pertemuan : 7 (Ketujuh)
Judul Praktikum : Bakso Daging Sapi
Hari/tanggal : Rabu, 11 Maret 2020
Tempat : Lab. ITP/ Ilmu Pangan Dasar
Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM.,MP
2. Ir.Hj.Ermina Syainah,MP
3. Rahmani, STP.,MP

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging merupakan bahan makanan yang sangat penting karena
merupakan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi dan mengandung
asam amino esensial. Proses pengolahan dapat dikembangkan untuk
meningkatkan penerimaan masyarakat. Salah satu bentuk olahan yang dapat
dikembangkan dan mudah diterima oleh masyarakat adalah bakso. Ditinjau
diri aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan
protein hewani, mineral dan vitamin yang tinggi. Dengan mengolah daging
tersebut menjadi bakso konsumen mau menerimanya karena penampakan dan
rasanya yang telah mengalami modifikasi yaitu lebih menarik dengan citarasa
yang lebih disukai.
Bakso adalah produk makanan berbentuk bulat atau lain, yang diperoleh
dari campuran daging ternak (kadar daging minimal 50%) dan pati atau
serealia dengan atau tanpa penambahan bahan makanan yang diizinkan. Kadar
protein bakso minimal 9% (Badan Standadisasi Nasional, 1995). Kadar
protein bakso dipengaruhi oleh jumlah penambahan tepung. Semakin tinggi
penambahan tepung maka kadar protein bakso semakin menurun (Octaviani,
2002).
Bakso memiliki kandungan protein dan kadar air tinggi serta pH netral,
sehingga rentan terhadap kerusakan dan daya awet maksimal 1 hari pada suhu
kamar. Bahan baku bakso dapat berasal dari berbagai daging jenis ternak,
seperti : sapi, ayam dan ikan (Purnomo, 1998). Proses pembuatan bakso
dengan cara menghaluskan daging terlebih dahulu dan dicampur dengan
bumbu, tepung, dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus
dalam air panas. (Montolalu et al., 2013).
Salah satu karakteristik bakso yang baik adalah memiliki sifat kenyal
sehingga diperlukan adanya penarnbahan tepung dan es batu. Penambahan es
batu atau air es pada saat pembuatan bakso dapat membantu memperbaiki
stabilitas emulsi yang terbentuk. Es batu yang ditambahkan pada saat
pembuatan bakso dapat menurunkan suhu adonan akibat panas yang
ditimbulkan oleh alat penggiling.
Pada praktikum kali akan membahas tentang cara pembuatan bakso
daging sapi yang benar agar menghasilkan bakso yang berkualitas baik dan
cita rasa yang enak, serta mengitung rendemen bakso daging sapi.

1.2 Tujuan Praktikum


1.1.1 Mengetahui cara pembuatan bakso daging sapi.
1.1.2 Mengetahui cara menghitung rendemen bakso daging sapi.
1.1.3 Mengetahui organoleptik bakso yang dibuat (warna, tekstur, aroma,
dan rasa).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakso
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging
yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk bulatan-
bulatan, dan selanjutnya direbus. Berbeda dengan sosis, bakso dibuat tanpa
mengalami proses kiuring, pembungkusan maupun pengasapan (Anonim,
2006).
Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari
daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso adalah daging, bahan
perekat, bumbu dan es batu atau air es. Biasanya jenis bakso di masyarakat
pada umumnya diikuti dengan nama jenis bahan seperti bakso ayam, bakso
ikan dan bakso sapi atau bakso daging (Sulistiyani, 2015).
Parameter mutu bakso yang dipertahakan para pengolah maupun
konsumen adalah tekstur, warna dan rasa. Tekstur yang biasanya disukai
adalah yang halus, kompak, kenyal, dan empuk. Halus dimana permukaan
irisannya rata, seragam dan serta dagingnya tidak tampak. Kekenyalan bakso
dapat ditentukan dengan melempar bakso ke permukaan meja atau lantai,
dimana bakso yang kenyal akan memantul, sedangkan keempukan diukur
dengan cara digigit, dimana bakso yang empuk akan mudah ditelan (Anonim,
2006).
Menurut Sulistiyani (2015), kualitas bakso sangat ditentukan oleh
kualitas daging, jenis tepung yang digunakan, perbandingan banyaknya
daging dan tepung yang digunakan untuk membuat adonan, dan pemakaian
jenis bahan tambahan yang digunakan, misalnya garam dan bumbu-bumbu
juga berpengaruh terhadap kualitas bakso segar. Penggunaan daging yang
berkualitas tinggi dan tepung yang baik disertai dengan perbandingan tepung
yang besar dan penggunaan bahan tambahan makanan yang aman serta cara
pengolahan yang benar akan dihasilkan produk bakso yang berkualitas baik.
Bakso yang berkualitas baik dapat dilihat dari tekstur, warna dan rasa.
Teksturnya yang halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus yaitu permukaan
irisannya rata, seragam dan serat dagingnya tidak tampak.
Bakso memegang peranan penting dalam distribusi sumber protein
hewani (daging). Pembuatan bakso dapat mereduksi kebutuhan daging karena
adanya penggunaan atau penambahan bahan pengisi atau bahan pengikat,
yang umumnya berupa tepung tapioka. Namun demikian, kadar daging tidak
boleh kurang dari 50%, sesuai dengan definisi bakso menurut BSN bahwa
bakso adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh
dari campuran daging lemak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati
atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan.
Terbentuknya struktur yang kompak pada bakso disebabkan adanya
kemampuan daging untuk saling berikatan. Proses pengikatan ini terjadi
karena adanya panas, sebab daging segar (mentah) tidak menunjukkan adanya
kecenderungan untuk berikatan. Mekanisme pengikatan ini melibatkan
pengaturan kembali stuktur protein dan memungkinkan protein menjadi bahan
pengikat. Daya ikat protein tergantung pada jumlah protein miofibril yang
terekstrak dari partikel daging sedangkan protein yang terekstrak karena
adanya garam dan fosfat adalah miosin dan aktomiosin. Semakin luas
permukaan daging akibat penghancuran dan pengilingan maka semakin tinggi
tingkat kerusakan sel yang akan menyebabkan pelepasan cairan sel yang lebih
banyak (Dalilah, 2006).
Syarat mutu bakso daging menurut SNI 01-3818-1995 dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1.Syarat Mutu Bakso Daging (SNI 01-3818-1995).
Syarat mutu Satuan Persyaratan
Bau - Normal, khas daging
Warna - Normal

Air % b/b Maksimal 70,0

Protein % b/b Minimal 9,0

Boraks - Tidak boleh ada

2.2 Daging Sapi


Daging sebagai salah satu bahan pangan asal hewan, kualitasnya tidak
hanya ditentukan oleh penanganan ternak semasa hidupnya (sebelum panen)
tetapi juga tak kalah pentingnya adalah penanganannya setelah panen
(pascapanen). Pemberian pakan berkualitas tinggi pada fase pertumbuhan dan
pada saat fase penggemukan semasa hidupnya, tidak akan memberikan
kualitas daging yang optimal setelah ternak disembelih jika tidak diikuti
dengan penanganan pascapanen yang tepat (Abustam, 2012).
Daging merupakan bagian tubuh ternak yang tersusun dari satu atau
sekelompok otot, dimana otot tersebut telah mengalami perubahan-perubahan
biokimiawi dan biofisik setelah ternak tersebut disembelih. Perubahan-
perubahan pascamerta ternak ini mengakibatkan otot yang semasa ternak
masih hidup merupakan energi mekanis untuk pergerakan menjadi energi
kimiawi sebagai pangan hewani untuk konsumsi manusia. Pada seekor ternak
sapi terdapat lebih dari 100 pasang otot yang mempunyai berat yang berbeda
antara otot, berayun dari beberapa gram sampai lebih dari 10 kg (Abustam,
2012).
Daging sapi adalah makanan bergizi karena kandungan proteinnya
tinggi dan merupakan salah satu sumber zat besi. Secara umum daging adalah
otot polos atau otot bergaris dari hewan yang digunakan sebagai bahan
pangan. Daging sapi, kerbau, kambing, dan ayam adalah yang paling banyak
dikonsumsi. Di negara barat dikenal istilah white meat (daging putih),
sedangkan read meat (daging merah) untuk daging sapi atau daging kambing
(Sulistiyani, 2015).
Hampir semua bagian daging dapat digunakan untuk membuat bakso.
Jenis daging yang biasanya digunakan adalah daging penutup, pendasar
gandik, lamusir, paha depan dan iga. Umunya daging yang digunakan untuk
membuat bakso adalah daging yang sesegar mungkin yaitu yang diperoleh
segera setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses penyimpanan atau
pelayuan (Ananonim, 2006).
Otot LD (longissimus dorsi) merupakan otot passif, sehingga timbunan
lemak diduga lebih banyak daripada otot BF yang merupakan otot aktif.
Jumlah lemak marbling yang tinggi akan memberikan kesan bahwa daging
berwarna pucat, sedangkan warna merah serabut otot cenderung memberikan
warna gelap. Jika warna putih dari lemak dapat mengimbangi warna gelap
serabut otot, maka warna daging akan cenderung lebih muda. Semakin tinggi
bobot badan, diduga semakin tinggi pula tingkatan marbling (Rianto,dkk.
2010).

2.3 Bahan Pengisi dan Bahan Pengikat


Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah
tepung pati, misalnya tepung tapioka dan tepung pati aren. Bahan pengisi
mempunyai kandungan karbohidrat tinggi sedangkan kandungan proteinnya
rendah. Bahan tersebut tidak dapat mengemulsikan lemak tetapi memiliki
kemampuan dalam mengikat air (Anonim, 2006).
Bahan pengisi berfungsi memperbaiki/menstabilkan emulsi,
meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat
produk, dan dapat menekan biaya produksi. Bahan pengisi yang umum
digunakan adalah tepung tapioka. Tepung tersebut mengandung karbohidrat
86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%.
Kandungan pati yang tinggi pada tepung membuat bahan pengisi mampu
mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak (Ismail, 2014).
Penggunaan tepung pati dalam pembuatan bakso untuk konsumsi rumah
tangga biasanya 4-5% dari berat daging. Sedangkan pada pembuatan
komersial, penambahan tepung berkisar antara 50-100% dari berat daging.
Hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya produksi dan mengurangi harga
bakso. Penambahan tepung terlalu tinggi akan menutup rasa daging sehingga
rasa bakso kurang disukai konsumen (Anonim, 2006).

2.4 Bahan Tambahan Pangan


Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan,
tetapiditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
bahanpangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar
kualitasnya meningkat.
Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah
garam, gula yang berfungsi memperbaiki citarasa, melarutkan protein, dan
sebagai bahan pengawet bagi makanan. Penambahan garam 2-3% mampu
memperbaiki tekstur, warna, dan rasa (Sulistiyani, 2015).
Garam dan MSG (monosodium glutamat) memiliki fungsi sebagai
pemberi rasa pada produk bakso. Perbedaannya, garam dapur selain
memberikan rasa juga berfungsi sebagai pelarut protein, pengawet dan
meningkatkan daya ikat air dari protein daging. Pemakaian garam dalam
pembuatan bakso berkisar antara 5-10% dari berat daging. Sedangkan
penambahan MSG umumnya berkisar 1-2,5% dari berat daging (Anonim,
2006).

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengolah Bakso


Pada pembuatan bakso dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut diantaranya adalah :
1. Kualitas daging dan bahan lain yang digunakan
Daging yang digunakan adalah daging has dalam, dengan ciri-ciri
daging masih segar, mulus, tidak berlemak, dan tidak berserat kasar.
2. Perbandingan adonan
Antara daging dan bahan tambahan lain harus sesuai dengan jumlah
yang ditentukan agar tidak terjadi kerusakan atau ketidak sesuaian tekstur
maupun rasa bakso.
3. Bahan tambahan yang digunakan
Jika bahan tambahan yang tidak sesuai dengan takaran, maka rasa
maupun aroma akan menyimpang. Misalnya dalam penambahan garam
kurang, maka rasa bakso akan kurang gurih. Atau jika garam yang
digunakan terlalu berlebihan, maka rasa bakso akan sangat asin.
4. Penggilingan
Pada saat penggilingan harus ditambahkan dengan air es atau es
agar tidak terjadi kenaikan suhu pada adonan. Jika suhu dalam adonan
mengalami kenaikan, maka adonan akan membentuk gumpalan padat dan
pada saat pemasakan tidak akan membentuk bulat namun akan pecah.
5. Cara pemasakan
Yang dimaksud cara pemasakan disini adalah pencetakan adonan
dan suhu yang digunakan dalam memasak bakso. Jika tidak dilakukan
pencetakan adonan, maka bakso tidak akan berbentuk bulat melainkan
berbentuk tidak beraturan. Temperature atau suhu yang digunakan adalah
50-600oC untuk pemasakan awal. Kemudian menggunakan suhu 1000 oC
pada pemasakan akhir yang bertujuan untuk mematangkan bakso.

2.6 Proses Pembuatan Bakso


2.4.1 Penghancuran dan pelumatan daging
Penghancuran daging dilakukan dengan cara mencacah (mincing),
menggiling (grinding), atau mencincang sampai halus/lumat (chopping)
pada proses penggilingan, daging perlu ditambah es. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan suhu akibat gesekan mesin giling (chopper) serta
untuk menghasilkan emulsi yang baik (Astawan, 2008).
2.4.2 Pembuatan adonan
Menurut Astawan (2008), Proses pembentukan adonan dapat
dilakukan dengan mencampur seluruh bahan kemudian
menghancurkannya (mixing and chopping). Dapat juga dengan cara
menghancurkan daging, kemudian mencampurkannya dengan seluruh
bahan lainnya (mincing, grinding and mixing). Bintoro (2008),
menambahkan bahwa pembuatan adonan dilakukan dengan cara
mencampurkan semua bahan yang terdiri dari daging giling, tepung
tapioka serta bumbu-bumbu sambil diaduk sampai tercampur rata
sehingga bahan tersebut menjadi adonan yang kental.
2.4.3 Pencetakan bakso
Pencetakan bakso dilakukan dengan menggunakan alat pencetak
bakso atau dengan tangan (Astawan, 2008). Pembuatan bakso dilakukan
dengan tangan dengan cara sebagai berikut: adonan diambil dengan
menggunakan tangan kiri, kemudian tangan kiri tersebut menggenggam
dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk lingkaran sebesar bakso
yang diinginkan, lalu tiga jari yang lain mengeratkan genggaman
sehingga adonan keluar melalui lubang yang terbentuk antara jari telunjuk
dan ibu jari tersebut. Kemudian tangan kanan dengan menggunakan
sendok memotong adonan yang keluar tersebut (Bintoro, 2008).
2.4.4 Perebusan
Astawan (2008), menyatakan bahwa pemasakan bakso dilakukan
o
pada suhu 70-80 C. Agar bakso tidak saling lengket atau menempel satu
sama lainnya, ke dalam air perebus ditambahkan beberapa sendok minyak
goreng. Bakso yang matang akan mengapung ke permukaan. Bintoro
(2008), menambahkan perebusan dihentikan bila bakso yang tadinya
tenggelam itu muncul diatas permukaan. Perebusan kedua diperlukan bila
bakso yang terbentuk kurang matang.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan
1. Daging sapi segar 500 gram
2. Garam kasar 1 1/4 sendok teh
3. Es batu 500 gram
4. Poly powder 1 sendok teh (boleh tidak digunakan)
5. Sagu tani 2 sendok makan
6. Air es 150 ml
7. Merica bubuk 1 ½ sendok teh
8. Bawang goreng 3 sendok makan, dihaluskan

3.2 Prosedur Kerja


1. Daging sapi segar jangan dicuci, lalu dipotong-potong.
2. Pukul-pukul daging lalu masukkan es batu, blender hingga lembut.
3. Angkat daging yang sudah lembut. Tambahkan sagu tani, garam kasar,
poly powder, merica bubuk, dan air sambil diuleni dengan tangan, berputar
searah.
4. Masukkan bawang goreng lalu bentuk bulat atau gepeng.
5. Rebus dalam air mendidih hingga terapung, angkat, sisihkan.

Tip :
1. Bakso yang kenyal didapat dari daging yang baru saja dipotong. Umumnya
daging yang dijual di pasar adalah daging yang sudah dilayukan dulu.
Karena itu kalau mau sukses, lebih baik membeli langsung di pusat
pemotongan hewan.
2. Selanjutnya adalah pengulenan. Uleni daging agak lama untuk hasil yang
baik.
3. Ada bahan-bahan kimia tertentu yang dijual di toko untuk pengenyal
bakso. Hanya saja kita tidak pernah tahu bahan dasarnya. Salah satunyua
adalah poly powder yang bisa dibeli di toko-toko yang menjual bahan kue
dan masakan.
4. Tanpa bahan pengenyal itu pun bakso buatan sendiri bisa cukup kenyal bila
dagingnya sangat segar dan pengulenan diakukan cukup lama.
3.3 Diagram Alir

Daging sapi

Dipotong-potong

Pukul-pukul daging

Masukkan es batu

Blender hingga lembut

Angkat

Tambahkan garam, merica


bubuk, sagu tani, dan air

Uleni

Masukkan bawang goreng

Bentuk bulat

Rebus hingga mengapung

Angkat

Tiriskan

Bakso daging
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, C. 2011. Tinjauan Pustaka Bakso.


eprints.undip.ac.id/53357/3/Bab_II.pdf.
Diakses tanggal 8 Maret 2020.

Assambo, Sitti. 2013. Laporan Praktikum Dasar Teknologi Ternak Pembuatan


Bakso. http://sittiassambo.blogspot.co.id/2013/10/laporan-praktikum-pembuatan-
bakso.html. Diakses tanggal 8 Maret 2020.

Rahmi, Sinthia. 2016. Laporan Tpp Pembuatan Bakso.


Www.Academia.Edu/12788207/Laporan_Tpp_Pembuatan_Bakso. Diakses tanggal 8
Maret 2020.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.. http://warungilmuazzahra.blogspot.co.id/2013/07/laporan-praktikum-
teknik-pengolahan.html. Diakses tanggal 8 Maret 2020.

Sriana, Devi. 2016. Laporan Pembuatan Bakso.


https://www.academia.edu/29366489/LAPORAN_PEMBUATAN_BAKSO. Diakses
tanggal 8 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai