Anda di halaman 1dari 18

APAKAH ALKITAB SUDAH DIPALSUKAN?

SEBUAH APOLOGI ATAS


PANDANGAN UMAT ISLAM (BAGIAN KEEMPAT)

Suatu saat, Josh McDowell berkesempatan untuk berceramah di Arizona State University.
Seorang guru besar yang telah membawa mahasiswa sastranya mendatanginya dan berkata:
 
“Tuan McDowell, Anda mendasarkan semua pernyataan anda tentang Kristus pada
sebuah dokumen abad ke-2 yang sudah kuno. Saya menerangkan dalam kelas hari ini
bahwa Perjanjian Baru telah ditulis begitu lama sesudah Kristus sehingga kitab itu tak
mungkin akurat tentang apa yang dicatatnya.”
McDowell menjawab: “Pendapat dan kesimpulan anda mengenai Perjanjian Baru sudah 25
tahun ketinggalan zaman.” 
(McDowell, Apologetika, vol. 3, hal 153).

Terlihat jelas, guru besar ini sedang meragukan kredibilitas Alkitab. Namun McDowell
membantahnya bahwa kesimpulan seperti itu telah kadaluwarsa! Dalam bukunya, McDowell
selanjutnya berkata bahwa pendapat guru besar itu bersumber dalam berbagai kesimpulan
seorang kritikus Jerman yang bernama F.C. Baur. Baur menganggap bahwa sebagian besar kitab
PB ditulis menjelang akhir abad ke-2 M. Ia menyimpulkan bahwa karya-karya tulisan ini pada
dasarnya berasal dari berbagai mitos dan dongeng yang telah berkembang selama kurun waktu
yang panjang di antara masa hidup Yesus dan saat kisah-kisah ini ditulis Senada dengan hal ini,
Lee Strobel (mantan ateis), mengatakan: 

“Selama tahun-tahun kehidupan saya sebagai seorang ateis, saya mencemoohkan kisah-
kisah fantastis dan mitologi yang menyolok, yang menurut saya sudah
mendiskwalifikasikan Alkitab dari sebuah buku yang diwahyukan secara Ilahi – menjadi
sebuah opini, dan secara kebetulan saya merasa lega karena sudah dibebaskan dari
keharusan mengikuti ajaran-ajaran moralnya. Meskipun saya belum pernah secara
menyeluruh mempelajari isinya, dengan cepat saya menolak Alkitab dengan tujuan
memerdekakan diri saya, agar dapat menjalani gaya hidup yang korup, yang jelas-jelas
bertentangan dengan pendirian Alkitab.” 
(Lee Strobel, Pembuktian atas Kebenaran Iman Kristiani. hal 161).

Lee Strobel juga mengutip pendapat seorang filsuf ateis George H. Smith: “Alkitab tidak
menunjukkan jejak-jejak apapun tentang pengaruh supranatural,” katanya. “Bahkan
sebaliknya, Alkitab jelas-jelas merupakan produk dari orang-orang yang percaya pada
takhayul, yang kadang-kadang mau membohongi diri sendiri bahwa Alkitab akan
mengembangkan doktrin-doktrin mereka.”
 (Pembuktian atas Kebenaran Iman Kristiani. hal 161).

Templeton bahkan dengan congkaknya menganggap sebagian besar isi Alkitab


sebagai “dongeng-dongeng rakyat yang dibumbu-bumbui” (Charles Templeton, Farewell to
God, 38).

Bukan hanya sang Guru Besar dan para ateis yang meragukan keaslian Alkitab, tetapi ada begitu
banyak para pengkritik dari umat Islam yang juga mempertanyakan bahkan dengan yakinnya
menuduh bahwa telah terjadi manipulasi data / pemalsuan pada Alkitab.

Tasirun Sulaiman yang mengambil kuliah pasca sarjana di ICAS, Paramadina (jurusan Islamic
Philosophy) dan pernah menjadi pembicara di seminar internasional Introducing Modernized
Curriculum to Islamic Arabic School, bahkan dengan yakinnya menantang umat Kristen: 
“Juga dengan kasus penyaliban yang misterius itu. Al-Qur’an justru dengan tegas dan
jelas menyatakan bahwa yang disalib adalah bukan Nabi Isa a.s… Justru Al-Qur’an
sedang memberikan kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pengikut
dan penganut ajaran Kristen untuk menjawab tantangan Al-Qur’an itu baik melalui
arkeologi atau sejarah. Al-Qur’an mendorong agar para penganut Kristen bersedia
mengkaji ulang dan mengkritisi; benarkah tantangan Al-Qur’an itu?” Beliau juga
mengatakan: “Juga tuduhan al-Qur’an yang dialamatkan kepada mereka-mereka yang
telah menulis Kitab Suci mereka yakni Injil (Bible), yang sesungguhnya itu bukan wahyu
atau inspirasi dari Allah lewat Nabi Isa a.s. tapi dari kreativitas dirinya sendiri, maka
amat celakalah mereka, kata al-Qur’an.” (AL-QUR’AN BERBICARA AGAMA LAIN, Tasirun
Sulaiman. hal 157, 158, 113).

Bagaimana jawaban ilmiah dari umat Kristen atas semua tuduhan ini?

Seorang sejarawan, C. Sanders dalam Introduction to Research in English Literary


History menguraikan 3 prinsip pokok yang menjadi dasar pengujian suatu dokumen sejarah: [1]
Ujian Bibliografi atau kepustakaan; [2] Ujian bukti internal; dan [3] Ujian bukti eksternal 
(hal 143 dst).

Alkitab adalah sebuah buku yang juga harus diuji kredibilitasnya dengan menggunakan 3 prinsip
dasar ini, seperti pengujian terhadap semua naskah sejarah lainnya.

Dibagian pertama sampai ketiga dari tulisan ini, saya sudah sedikit menyinggung dan
membuktikan bahwa Alkitab sebetulnya telah lolos dari ujian tersebut. Di tulisan keempat ini,
saya akan banyak mengutip buku-buku McDowell seperti ‘He Walked Among Us’, dsb, dan akan
mencoba memberi penjelasannya lebih lanjut.

Sekarang mari kita terapkan tiga tes / ujian ini terhadap Alkitab!

[1] Ujian Bibliografi atau kepustakaan

Tes Bibliografi bicara tentang “Penelitian terhadap proses perjalanan naskah dari yang asli
sampai kepada bentuknya yang sekarang.” (McDowell, Apologetika. Vol 1, hal. 77).

Pertanyaan penting dibagian ini adalah: 


Bagaimana kita bisa memastikan keyakinan kita akan kesahihan MMS Alkitab?

Sudah diketahui bersama bahwa kita memiliki lebih dari 5700 manuskrip PB (termasuk 20.000
terjemahan dari bahasa Siria, Latin, Koptik, dsb, dan lebih dari 1.000.000 kutipan dari tulisan
bapa gereja).
Karena begitu berlimpahnya naskah Alkitab yang kita punyai, ini menyebabkan manuskrip
Alkitab menempati urutan pertama dari segi jumlah dan pembuktiannya.  Bruce Metzger
mengatakan: “Di antara seluruh jajaran kesusasteraan Yunani dan Latin, iliad (karangan
Homer - pen) menduduki tempat kedua setelah Alkitab dalam jumlah naskah
pendukungnya.” (Chapters in the History of New Testament Textual Criticism. Grand Rapids:
William B. Eerdmans Publishing Co., 1963. Hal 144).

Telah dijelaskan sebelumnya, dengan begitu banyaknya naskah-naskah PB yang ada, ini justru
merupakan suatu keuntungan bagi kita. Mengapa? Karena dari situ bisa diketahui seperti apakah
dokumen / naskah asli yang sesungguhnya. Kita bahkan memiliki naskah PB tertua yang jarak
penulisannya sangat dekat dengan naskah aslinya.
Walaupun naskah PB telah disalin berkali-kali, namun isinya tetap sama. Lagi pula, sekalipun
ada perbedaan-perbedaan tertentu dalam MMS, namun sekali lagi saya tegaskan bahwa tidak ada
doktrin Kristen yang terancam karenanya!

Ini menunjukkan bahwa naskah-naskah PB yang kita miliki benar-benar dapat di percaya. Jadi,
baik keaslian maupun integritas PB, tak perlu diragukan lagi. Setidaknya, itulah yang ditegaskan
oleh Kenyon, seorang kritikus handal dan pakar tulisan kuno.
  
John Warwick Montgomery mengatakan bahwa “tidak mempercayai kitab-kitab Perjanjian
Baru yang ada sekarang adalah sama saja dengan meniadakan semua kesusasteraan kuno,
karena tidak ada dokumen kuno yang di dukung oleh lebih banyak bibliografi seperti
Perjanjian Baru.” (History and Christianity. Downers Grove, IL 60515: Inter-Varsity Press,
1971. hal 29).

Lalu bagaimana dengan Perjanjian Lama? Seberapa banyakkah naskah PL yang kita punyai?
Ketika saya menanyakan hal ini pada seorang pendeta, beliau dengan jujur berkata “saya tak
tahu”. Terus terang, saya memang sering mendengar naskah / manuskrip PB yang begitu
berlimpah, tapi bagaimana dengan MSS PL? Fakta membuktikan, kita memang tak mempunyai
kelimpahan naskah PL seperti yang dimiliki PB. Tetapi apakah naskah-naskah PL itu memang
ada? Ya!

Berikut beberapa diantaranya:

Kodeks Kairo (895 M) terdapat di British Museum. Berisi kitab para nabi.

Kodeks Nabi-Nabi Leningrad (916 M) berisi Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan kedua belas
nabi kecil.

Kodeks Babylonicus Petropalitanus (1008 M) terdapat di Leningrad. Merupakan naskah


lengkap PL yang paling tua.

Kodeks Aleppo (900 M ke atas)

Kodeks British Museum (950 M) berisi sebagian dari kitab Kejadian sampai Ulangan.

Kodeks nabi-nabi Reuchlin (1105 M).

Berbagai sumber menyatakan bahwa, sebelum ditemukannya naskah-naskah Laut Mati, maka
naskah PL tertua berasal dari sekitar tahun 900 M ke atas. Tetapi menurut saya, Perjanjian Lama
sebagai suatu Kitab Suci yang adalah wahyu Allah, tak perlu dipertanyakan lagi keakuratannya.
Mengapa? Karena Yesus sendiri (termasuk para rasul) telah menggunakannya dan mereka sama
sekali tidak mempertanyakan kredibilitasnya!

Tetapi toh seorang kritikus ternama sekaliber Sir Frederic Kenyon tetap saja


mempertanyakannya: “Apakah teks Ibrani, yang kita sebut teks Masoret, dan yang telah
terbukti diturunkan dari sebuah teks yang dibuat sekitar tahun 100 M, sungguh-sungguh
mewakili teks Ibrani asli yang ditulis oleh para penulis Perjanjian Lama?” (Our Bible and
the Ancient Manuscript. New York: Harper & Brothers, 1941. Hal 47).

Pertanyaan ini memang penting, karena bukankah Kristus berada di zaman / sekitar tahun 32 M?
Memang benar, Yesus dan para rasul mengakui keabsahan PL. Namun yang jadi persoalannya
adalah, bagaimana kita bisa memastikan ketepatan / keakuratan penurunannya sejak zaman
Kristus? Bukankah sebelum tahun 1947 kita hanya memiliki naskah Ibrani yang berasal dari
tahun 900-an M? Inilah yang dipertanyakan oleh McDowell.

Jawabannya adalah: ‘Naskah-naskah Laut Mati!’

Naskah –naskah ini terdiri dari 40.000 fragmen tulisan. Diantaranya juga terdapat naskah-naskah
Perjanjian Lama. Gulungan kitab ini ditemukan pada tahun 1947 oleh seorang anak gembala
Badui bernama Muhammad, yang melihat guci-guci besar (di gua, sebelah barat Laut Mati)
berisi gulungan-gulungan kitab kulit yang dibungkus dengan kain lenan.

John Trever wakil direktur dari American School of Oriental Research di Yerusalem banyak
mengutip pendapat Dr. Albright (dari Universitas Johns Hopkins, yang diakui secara luas sebagai
ketua Arkeolog Alkitab Amerika): “Tidak ada keraguan sedikitpun dalam benakku bahwa
naskah ini lebih kuno dari pada papirus Nash… Saya lebih cenderung bahwa ia berasal
dari tahun 100 sM…” (Geisler, Norman L. dan William E. Nix. A General Introduction to the
Bible. Chicago: Moody Press, 1968. hal. 260). 

Arkeolog Amerika yang terkenal, William F. Albright, menyebutnya “penemuan manuskrip


yang terbesar dari segala zaman.” (Biblical Archaeologist 11:55 (1948).

Salah satu gulungan kitab yang ditemukan adalah naskah lengkap dari teks Yesaya Ibrani.
Menurut ahli tulisan kuno (paleografer) ia berasal dari sekitar tahun 125 sM.

Sesuatu yang menakjubkan adalah setelah membandingkan teks Masoret Yesaya (916 M)
dengan gulungan kitab Yesaya (125 sM), ditemukan ketepatannya secara signifikan. Ini
membuktikan betapa luarbiasa telitinya penyalin Kitab Suci selama selang waktu 1000 tahun!

Perhatikan beberapa komentar dari ahli Kitab Suci dan arkeolog berikut ini:

“Diantara 166 kata dalam Yesaya 53, hanya 17 huruf yang diragukan. Sepuluh
diantarannya hanya merupakan masalah ejaan, yang tidak mengubah arti. Empat lainnya
berupa perubahan gaya yang tidak terlalu penting, seperti kata sambung. Tiga huruf
lainnya membentuk kata ‘terang’ yang ditambahkan dalam ayat 11, dan tidak terlalu
mengubah arti. Lagi pula kata ini didukung oleh LXX dan IQ. Begitulah dalam satu bab
yang berisi 166 kata, hanya ada satu kata (tiga huruf) yang dipertanyakan setelah
mengalami penyalinan berulang-ulang selama seribu tahun – dan kata ini tidak
menimbulkan perubahan arti penting dalam perikop itu.” (Geisler, Norman L. dan William
E. Nix. A General Introduction to the Bible. Chicago: Moody Press, 1968. hal. 263). 

Gleason Archer menyatakan bahwa salinan kitab Yesaya masyarakat Kumran “ternyata


menunjukkan ketepatan kata demi kata dengan Alkitab Ibrani standar kita sampai lebih
dari 95 persen dari seluruh teks. Lima persen penyimpangannya sebagian besar terdiri
dari salah tulis dan variasi dalam pengejaan.” (A Survey of the Old Testament. Chicago:
Moody Press. 1964. hal 19).

Arkeolog dari Universitas Yale, Millar Burrows (dikutip dari Geisler dan Nix),
menyimpulkan: “Adalah suatu keajaiban bahwa dalam waktu yang sedemikian lama
seperti 1000 tahun teks itu hanya sedikit sekali mengalami perubahan. Sebagaimana yang
kukatakan dalam artikel saya yang pertama tentang gulungan kitab ini, ‘Di sinilah letak
keistimewaannya, yang mendukung kecermatan tradisi Masoret.’” (Geisler, Norman L. dan
William E. Nix. A General Introduction to the Bible. Chicago: Moody Press, 1968. hal 261).

Kita bisa melihat, sekalipun dipisahkan oleh rentang waktu yang begitu lama (1000 tahun!),
tetapi nyatanya naskah-naskah ini tidak mempunyai perbedaan-perbedaan yang berarti dengan
Alkitab Ibrani kita! Sekali lagi ini menunjukkan betapa telitinya para penyalin Kitab Suci itu.
Seperti yang telah diketahui, tuduhan adanya pengeditan / pemalsuan Alkitab, itu telah ada sejak
zaman Ali Ibn Hazm (994-1064 M). Jika tuduhan ini benar, lalu mengapa manuskrip-manuskrip
yang ditemukan tahun 1947 itu secara umum isinya sama dengan naskah yang muncul 1000
tahun sesudahnya??

[2] Ujian bukti internal

Jika tes kepustakaan hanya menetapkan bahwa MSS yang kita miliki sekarang pada dasarnya
sama dengan naskah awalnya, maka pada ujian yang kedua ini, perlu ditetapkan “apakah
catatan tertulis itu dapat dipercaya dan sejauh mana ia dapat dipercaya.” (McDowell,
Apologetika, vol 3, hal. 159).
Di bagian ini, naskah yang diteliti itu harus bisa membuktikan sendiri kebenarannya.

Aristoteles: “pembebasan dari tuduhan akan diberikan kepada dokumen itu sendiri, bukan
direbut oleh sang peneliti bagi dirinya sendiri.” Dengan demikian, Montgomery
menjelaskan:“Orang harus mendengarkan pernyataan dokumen yang sedang dianalisis,
dan tidak menganggapnya salah atau palsu kecuali bila sang pengarang sendiri dapat
mendiskualifikasi dirinya oleh karena berbagai kontradiksi atau fakta-fakta yang
diketahui tidak akurat.” (Montgomery, John W. History and Christianity. Downers Grove, IL
60515: Inter-Varsity Press, 1971. hal. 29).
Bagaimana Alkitab membuktikan kebenarannya?

Dr. Louis Gottschalk, mantan guru besar sejarah pada University of Chicago menjelaskan
bahwa “kemampuan penulis atau saksi untuk menceritakan kebenaran bahkan menolong
sejarawan untuk menetapkan kredibilitas ‘meskipun itu terkandung dalam sebuah
dokumen yang diperoleh dengan kekerasan atau penipuan, atau yang dapat dicurigai, atau
didasarkan pada kabar orang, atau dari seorang saksi yang
berkepentingan.’” (McDowell, Apologetika, vol 3, hal. 159). 

Semua peristiwa / kejadian mengenai Yesus Kristus ataupun ajaran-Nya, telah ditulis oleh para
saksi mata atau orang-orang yang menceritakan kisah para saksi mata. Hal ini terlihat jelas di
beberapa teks dalam Alkitab, misalnya:

Lukas 1:1-3 – “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita
tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan
kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena
itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku
mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu.”

Kis 2:22,32 - “Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan,
ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan
kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang
dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu
tahu… [32]  Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah
saksi.” 

2Pe 1:16 - “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika
kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus
sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.”

1Yoh 1:3 – “Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan
kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan
kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.”

Yoh 19:35 – “Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan
kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga
percaya.”

Adanya para saksi mata atas suatu peristiwa yang tercatat dalam suatu naskah, jelas
menunjukkan kebenaran / keakuratan dari tulisan tersebut. Tetapi disini perlu diwaspadai akan
keberatan-keberatan yang muncul. Misalnya, “bisa saja para saksi mata itu berkata bohong
bukan?” Ya. Ini memang bisa saja terjadi. Namun perlu dicatat bahwa para saksi mata itu bukan
hanya terdiri dari para rasul / penulis Alkitab, tapi juga termasuk para pengkritik yang hidup
dimasa itu. Perhatikan teks berikut:

Kis 26:24-26 – “Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk


mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau
gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ Tetapi Paulus menjawab:
‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang
sehat! Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus
terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum
didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil.’”

Ayat ini dilatarbelakangi oleh adanya kesaksian Paulus tentang kehidupan pribadinya,
bagaimana dia menyerang / menyiksa orang-orang percaya, menentang Yesus, kisah
pertobatannya, memberitakan pengampunan dosa karena iman pada Kristus, dan bahkan
menekankan penderitaan dan kebangkitan sang Mesias. Tetapi bagaimana respon orang yang ada
disana saat itu? Festus mengatakan Paulus gila!

Dengan kata lain, sebenarnya si pengkritik itu sedang mempertanyakan (meragukan) kesaksian
Paulus tersebut. Festus, orang Romawi itu, mungkin mempertanyakan soal kebangkitan orang
mati dan menganggap Paulus tidak waras. Tetapi Paulus kemudian membuktikan bahwa bukan
hanya dia saja (saksi mata) atas semua kejadian itu, tapi juga bahkan sang raja sendiri!

Bandingkan dengan teks berikut:

Kis 2:22 - “Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah
Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu
dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh
Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu”

Disini Petrus menjelaskan bahwa peristiwa keajaiban / mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus,
dan bahkan pembunuhan dan penyaliban-Nya (ayat 23), juga diketahui oleh mereka sendiri
(orang Yahudi). Adanya saksi-saksi mata atas suatu peristiwa yang dicatat, semakin memperkuat
kredibilitas dari Alkitab!

Lawrence J. McGinley dari Saint Peter’s College memberi komentar tentang manfaat saksi-saksi
yang bermusuhan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sudah tercatat: “Pertama-tama,
para saksi mata dari peristiwa-peristiwa yang sedang dibicarakan masih hidup ketika
tradisi itu telah terbentuk sama sekali; dan di antara para saksi mata itu terdapat musuh-
musuh yang sangat membenci gerakan keagamaan yang baru ini. Namun, tradisi itu
menyatakan telah menceritakan serentetan perbuatan yang terkenal dan di depan umum
mengajarkan doktri-doktrin pada waktu pernyataan-pernyataan yang palsu dapat dan
akan ditentang.” (Form Criticism of the Synoptic Healing Narratives. Woodstock College
Press, 1944. hal 25).

[3] Ujian bukti eksternal

Ini adalah tes ketiga untuk kesejarahan. Bagian ini akan menjelaskan “apakah materi sejarah
lain menguatkan atau menolak kesaksian internal dokumen-dokumen itu sendiri. Dengan
kata lain, sumber-sumber apakah yang ada, selain dari kepustakaan yang sedang
dianalisis, yang menguatkan keakuratan, kesahihan, dan
keasliannya?” (McDowell, Apologetika Vol. 3, hal. 162,163).

Mungkin saja karena alasan tertentu, para pengkritik dari umat Islam tidak mau menerima ujian
bukti Bibliografi dan Ujian bukti internal yang telah meloloskan Alkitab sebagai sebuah tulisan
yang akurat. Namun disini, saya akan menunjukkan begitu berlimpahnya pandangan-pandangan
dari para penulis di luar Alkitab yang justru menguatkan / meneguhkan kesahihan Alkitab.

Berikut beberapa diantaranya.

Sejarawan Eusebius, menyimpan berbagai karya tulis Papias, uskup Hierapolis (tahun 130
M): “Sang penatua (Rasul Yohanes) biasanya mengatakan hal ini juga, ‘Markus, yang
menjadi juru bahasa Petrus menulis dengan teliti segala sesuatu yang dia (Petrus) katakan,
apakah itu ucapan atau perbuatan Kristus, akan tetapi tidak secara berurutan. Karena ia
bukan seorang pendengar atau kawan Tuhan; tetapi kemudian hari, seperti yang saya
katakan, ia menemani Petrus, yang menyesuaikan ajaran-ajarannya sebagaimana
diperlukan, bukan seakan-akan ia hendak menghimpun ucapan-ucapan Tuhan. Jadi,
Markus tidak membuat kesalahan, ketika menulis beberapa hal sebagaimana ia telah
menyebutkannya; karena ia memperhatikan hal yang satu ini, yaitu ia tidak mengabaikan
apa pun yang telah didengarnya, dan ia tidak mencantumkan pernyataan palsu apa pun di
antaranya.” (Eusebius, The History of the Church 3. 39).

Irenaeus, Uskup Lyons (180 M), murid Polikarpus, Uskup Smirna, murid rasul Yohanes, yang
meninggal sebagai martir pada tahun 156 M, menulis: “Begitu kuatnya dasar penulisan Injil,
sehingga kaum bidat sendiri memberikan kesaksian tentangnya, dan berdasarkan
(dokumen) ini, mereka masing-masing berusaha mengembangkan ajarannya
sendiri.” (Against Heresies III).

“Klemens dari Roma (sekitar tahun 95 M) memakai Kitab Suci sebagai sumber yang
terpercaya dan asli.” (McDowell, Apologetika, Vol 1, hal 113).
Ignatius (70-110 M) adalah uskup Antiokhia dan menjadi martir oleh karena imannya kepada
Kristus. Dia mengenal semua rasul dan dia sendiri adalah murid dari Polikarpus, murid rasul
Yohanes. (Liplady, Thomas. The Influence of the Bible. New York: Fleming H. Revell, 1924.
hal 209). “Ignatius menunjukkan kepercayaannya pada Kitab Suci dengan mendasarkan
imannya pada ketepatan Alkitab. Dia mempunyai cukup banyak bahan dan kesaksian
untuk membuktikan kredibilitas Kitab Suci” (McDowell, Apologetika, Vol 1, hal 113).

“Polikarpus (70-156 M) adalah murid Yohanes dan wafat sebagai martir pada usia 86
tahun karena kesetiannya yang tidak tergoyahkan pada Kristus dan Kitab
Suci.” (McDowell, Apologetika, Vol 1, hal 113).

“Tatian (sekitar tahun 170 M) menyusun Kitab Suci secara teratur dan merangkumnya
dalam ‘keselarasan Injil’ pertama yang disebut Diatesaron.” (McDowell, Apologetika, Vol
1, hal 114).

Mereka adalah orang-orang yang hidup di abad pertama dan kedua, yang kesaksiannya tentu
sangat penting dan tak mungkin diabaikan begitu saja!

Namun bukan hanya mereka saja, para arkeolog / sejarawan juga memberi persetujuan tentang
berbagai peristiwa dalam Alkitab yang terjadi secara tepat dan akurat.

Dr. Norman L. Geisler ketika diwawancarai Lee Strobel, mengatakan “Sejarawan Romawi


terkenal Colin J. Hemer, dalam bukunya berjudul The Book of Acts in the Setting of
Hellenistic History, menunjukkan bagaimana arkeologi sudah mengonfirmasikan bukan
hanya lusinan, melainkan beratus-ratus detail dari peristiwa-peristiwa dalam Alkitab
Perjanjian Baru tentang gereja yang mula-mula,” kata Geisler. “Bahkan detail-detail yang
kecilpun sudah dibenarkan, seperti ke arah mana angin bertiup, berapa dalamnya air dari
jarak tertentu dari pantai, penyakit jenis apa saja yang ada di pulau itu, nama-nama
pejabat setempat, dan sebagainya.” (The Case for Faith, edisi Indonesia halaman 164).

Jika di tulisan bagian pertama saya sudah sedikit menyinggung soal ini, maka disini saya akan
tunjukkan lebih banyak lagi kutipan-kutipan dari para penulis / arkeolog dan sejarawan
termasyhur di sepanjang abad.
A. N. Sherwin-White seorang sejarawan zaman purba, menulis bahwa “penegasan kesejarahan
kitab Kisah Para Rasul berlimpah-limpah.” Ia melanjutkan “setiap usaha untuk menolak
kesejarahan yang mendasar dalam hal detail pun sekarang kelihatan tak masuk akal. Para
ahli sejarah Romawi sudah lama menerimanya selaku benar.” (Sherwin-White, A.
N. Roman Society and Roman Law in the New Testament. Grand Rapids: Baker Book House,
1963. 189).
Joseph P. Free (1910-1974), mantan ketua departemen arkeologi di Wheaton College, Wheaton,
IIIinois, Profesor arkeologi dan sejarah di Bemidji State College, Minnesota, berkata: “arkeologi
telah meneguhkan banyak sekali bagian Alkitab yang telah ditolak oleh para kritikus
karena mereka menganggapnya tidak sesuai dengan sejarah atau bertentangan dengan
kenyataan-kenyataan yang ada.” (Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Gandum Mas. 2001, hal.
13).

Nelson Glueck, arkeolog Yahudi yang tersohor itu menulis: “Dapat dipastikan secara mutlak
bahwa tidak pernah ada penemuan arkeologi yang bertentangan dengan pernyataan di
dalam Alkitab.” Dia melanjutkan pernyataannya tentang “catatan sejarah Alkitab yang
nyaris tidak dapat dipercaya ketepatannya, terutama bila dikuatkan oleh fakta
arkeologi.” (Rivers in the Desert; History of Negev. Philadelphia: Jewish Publications Society of
America, 1969. hal 31).

William F. Albright, yang terkenal karena reputasinya sebagai seorang arkeolog besar,
menyatakan: “Tidak dapat diragukan bahwa arkeologi telah menegaskan kebenaran
historis tradisi Perjanjian Lama.” (Archaeology and the Religions of Israel. Baltimore: Johns
Hopkins University Press, 1956. hal 176). 

Merrill Unger menyatakan: “Peranan arkeologi dalam riset Perjanjian Baru (maupun


Perjanjian Lama) dalam memperlancar penelitian ilmiah, mendukung dan menguatkan
latar belakang historis dan budaya, menunjukkan suatu titik cerah bagi masa depan
kritikan terhadap teks yang kudus.” (Archaeology and The Old Testament. Chicago: Moody
Press, 1954. hal 25,26).

Miller Burrows, arkeolog dari Universitas Yale berkata: “Dalam banyak kasus arkeologi telah
mematahkan pandangan para peneliti modern. Pada beberapa kesempatan arkeologi
menunjukkan bahwa pandangan-pandangan ini bertumpu pada dugaan yang keliru dan
skema perkembangan historis yang tidak benar atau palsu (AS 1938, HLM.182). Ini adalah
suatu sumbangan yang nyata dan tidak boleh dianggap enteng.” (Burrows, Millar. What
Mean These Stones? New York: Meridian Books, 1956, hal 291).

Sir Frederic Kenyon, direktur dan pustakawan utama di British Museum, ahli tulisan kuno,
mengatakan: “Patut untuk dikatakan bahwa, dalam hal bagian Perjanjian Lama yang
menjadi sasaran utama kritikan yang menjatuhkan pada paruh kedua abad kesembilan
belas, bukti-bukti arkeologi telah memulihkan kembali otoritasnya, dan dengan demikian
memperbesar nilainya secara intelektual melalui pengetahuan yang lebih lengkap
mengenai latarbelakang dan lingkungannya. Arkeologi masih belum selesai; tapi hasil
yang telah dicapai menegaskan apa yang dinyatakan oleh iman, dan bertambahnya
pengetahuan tidak dapat tidak telah menguntungkan Alkitab.” (Kenyon, Frederic G. The
Bible and Archaeologi. New York: Harper & Row, 1940. hal 279).

Bernard Ramm: “Arkeologi juga telah memberikan bukti yang menguatkan ketepatan teks
Masoret kita…” (Ramm, Bernard. “Can I Trust My Old Testament?” The King’s Business.
Februari 1948. hal 8).

Sir Wiliam Ramsay, salah seorang arkeolog terbesar berkata: “Sejarah Lukas tidak tertandingi
dalam hal kredibilitasnya.” (Ramsay, W. M. St. Paul the Traveller and the Roman
Citizen. Grand Rapids: Baker Book House, 1962. hal 81).

E. M. Blaiklock, professor sastra klasik dari Universitas Auckland, berpendapat bahwa: “Lukas


adalah sejarawan sempurna, yang patut disejajarkan dengan para penulis besar
Yunani.” (The Act of the Apostles. Grand Rapids: William B. Eerdsmans Publishing Co., 1959.
hal 89).

Sejarawan Will Durant, peneliti berbagai catatan kuno, mengatakan bahwa bukti sastra
menunjukkan keaslian sejarah mengenai Perjanjian Baru:

“Sekalipun berbagai prasangka dan praanggapan teologis para penulis Injil, mereka
mencatat banyak kejadian yang akan disembunyikan oleh orang-orang yang sekedar
mebuat-buat cerita – persaingan para murid untuk mendapat kedudukan yang tinggi di
dalam kerajaan, pelarian mereka setelah Yesus ditangkap, penyangkalan Petrus, Kristus
tidak mengadakan mukjizat di Galilea, acuan beberapa ahli Taurat bahwa Ia mungkin
tidak waras, ketidakpastian-Nya yang mula-mula mengenai misi-Nya, pengakuan-Nya
bahwa Ia tidak tahu tentang masa depan, saat-saat Ia merasa getir, seruan keputusasaan-
Nya di salib; tak seorangpun yang membaca adegan-adegan ini dapat meragukan
kenyataan tokoh yang ada dibaliknya. Bahwa beberapa orang sederhana dapat
menciptakan dalam satu generasi seorang tokoh yang begitu berkuasa dan menarik,
prinsip moral yang begitu agung, dan sebuah visi persaudaraan manusia yang begitu
membangkitkan semangat, akan merupakan sebuah mukjizat yang luarbiasa daripada
mukjizat yang tercatat dalam kitab-kitab Injil. Setelah dua abad lamanya penelitian
sastra-sejarah Alkitab, garis besar kehidupan, watak, dan ajaran Kristus masih jelas, dan
merupakan ciri yang paling mempesonakan dalam sejarah manusia.” (Durant, Will. Caesar
and Christ. Vol 3 in The Story of Civilization Series. New York: Simon & Schuster, 1944).

Catatan: kutipan-kutipan ini hanyalah beberapa diantara begitu berlimpahnya pengakuan dari


para sejarawan dan arkeolog ternama, terhadap keaslian Alkitab. Saya memutuskan untuk
menghentikan pada kutipan dari Sejarawan Will Durant, karena faktor kelelahan saat
mengetiknya di computer saya.
 
Para pengarang / penulis Islam mengutip ayat-ayat Alkitab untuk melengkapi data sejarah
tulisannya

Bambang Noorsena sebetulnya menjelaskan bahwa fakta telah membuktikan adanya banyak
kutipan Al-Qur’an terhadap ayat-ayat dari PL dan PB yang merupakan Kitab Suci sebelumnya.
Misalnya Q.s. al-Maidah/5:45 yang dikutip dari Taurat (Kel 21:23-25), Q.s. al-A’raf/7:40 dari
Mat. 19:23-24, dsb. (The History of Allah, Bambang Noorsena. Penerbit ANDI,hal 46,48). Ini
jelas membuktikan adanya semacam ‘pengakuan’ dari Al-Qur’an sendiri terhadap keaslian
Alkitab sebagai wahyu Allah.

Tetapi saya tidak akan menekankan hal ini, karena bisa saja umat Islam mengelaknya. Disini
saya akan tunjukkan bukti dari para penulis Islam sendiri yang terang-terangan mengakui
kebenaran Alkitab.

 “Sampai abad berikutnya, kita menemukan kutipan ayat-ayat Injil dalam bahasa Arab
dari buku yang dinisbatkan dengan nama besar Imam al-Ghazali, Ar-Radd al-Jamil li
Ilahi-yyat Isa bi Syarih al-Injil, yang rupanya juga memakai terjemahan bahasa Koptik.
Mengenai bagian-bagian dari Kitab Perjanjian Lama, sebuah fragmen Arab dari Mazmur
yang berasal dari abad ke VIII ditemukan di Damaskus. Isinya Mazmur 78. Al-Kindi,
dalam bukunya ar-Risalah (dibuat tahun 819 M) dan Ibn Kutaiba, sebagaimana disebut
dalam buku al-Jawzi yang berjudul Wafa’ ditemukan kutipan ayat-ayat Mazmur dalam
terjemahan Arab harfiah.”

“Mengenai Taurat, seperti juga Injil dan Mazmur, para penulis Islam terdini mulai Ibn
Ishaq (768 M) dalam karyanya yang lain, Maqhazi dan penerusnya Ibn Hisyam (838 M)
dalam kitab al-Tijan telah mengutipnya, terutama untuk melengkapi data-data sejarah
dari karyanya. Ibn Kutaiba, dalam kitab al-Ma’arif (889 M) juga telah mengutip kitab
Kejadian (Sifr at-Takwin). Sedangkan Ali Ibn Rabban ath-Thabari, seorang anggota
gereja Assyria Timur yang kemudian masuk Islam, telah mengutip hampir seluruh
Perjanjian Lama dalam bukunya Kitab ad-Din wa ad-Daulah (ditulis sekitar tahun 854-
855 M).” [Bambang Noorsena, The History of Allah, hal 55].

Pengutipan ayat-ayat Alkitab oleh para penulis Islam ini, tentu saja membuktikan pengakuan
mereka atas kebenaran Alkitab!

Para tokoh-tokoh / ulama Islam mengakui kesahihan Alkitab

Bukanlah rahasia umum lagi jika para tokoh-tokoh ulama Islam dan ahli sejarah Islam juga
mengakui kesahihan Alkitab. Misalnya Al-Mas'udi (meninggal 956) dan Ibn-Khaldun
(meninggal 1406 ) yang adalah ahli sejarah Islam, telah mengakui / berpegang pada kesahihan
teks Injil. Bahkan tokoh ulama sekaliber imam Al-Ghazzali (1111) juga mengakuinya.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Muhammad Abduh (1849-1905), seorang tokoh (yang
menurut ensiklopedia Britannica sebagai reformator Islam modern) dari Universitas Al-Azhar di
Mesir, telah mengakui bahwa:

"Tuduhan korupsi teks Kitab Injil sesungguhnya tidak berdasar sama sekali. Adalah
MUSTAHIL bagi umat Yahudi dan Kristen di seluruh wilayah untuk berkomplot dan
bersatu mengubah teks Kitab-kitab Suci mereka. Walau pun seandainya mereka di tanah
Arab telah melakukannya, perbedaan di antara kitab-kitab mereka dan kitab-kitab umat
Nasrani Kristen di tempat lain-misalnya di Eropa akan berbeda dengan begitu jelas dan
nyata."

Pengakuan dari ahli sejarah ternama abad pertama

Yosefus, seorang sejarawan Yahudi kenamaan yang lahir hanya beberapa tahun setelah kematian
Yesus, juga mengakui keaslian Alkitab yang tak pernah mengalami pemalsuan. Dia menulis:

“… dan betapa teguhnya kita menaruh kepercayaan pada kitab-kitab bangsa kita terlihat
pada apa yang kita lakukan; karena selama masa-masa yang kita lalui selama ini, tidak
ada seorangpun yang berani mengurangi atau menambahkan sesuatu padanya, tetapi bagi
setiap orang Yahudi, sepertinya sudah menjadi hal yang semestinya, bahkan sejak saat
mereka dilahirkan, untuk menganggap buku-buku ini sebagai ajaran ilahi, dan
menaatinya, dan, bila dirasa perlu, rela mati untuknya. Karena bukan hal yang aneh bagi
para tawanan kita, baik dalam jumlah maupun waktunya, untuk menanggung segala
macam siksa dan kematian diarena, sehingga mereka tidak akan mungkin mengucapkan
sepatah katapun untuk menentang hukum kita, dan catatan yang memuatnya…” (Flavius
Josephus, “Flavius Josephus Against Apion.” Josephus Complete Works. Diterjemahkan oleh
William Whiston, Grand Rapids: Kregel Publications, 1960. Hal 609).

Bernard Ramm, menunjukkan bagaimana orang-orang Yahudi memperlakukan PL dan


menyalinnya dengan luar biasa telitinya. Dia berkata: “Orang-orang Yahudi telah
melindunginya dengan cara yang lebih baik daripada perlindungan terhadap naskah
manapun. Dengan massora (parva, magna, finalis)nya mereka mengawasi setiap huruf,
suku kata, kata, dan paragraph. Ada kelas-kelas khusus di dalam masyarakat mereka
yang semata-mata bertugas melindungi dan menyalin dokumen-dokumen ini dengan
ketelitian yang nyaris sempurna – ahli kitab, ahli Taurat, dan ahli naskah (masoret).
Siapakah yang pernah menghitung jumlah huruf dan suku kata dan kata dalam karya
Plato atau Aristoteles? Cicero atau Seneca?” (Protestant Christian Evidences. Chicago:
Moody Press, 1957. hal 230,231).
Tantangan untuk para pengkritik dari umat Islam

Saya sudah membuktikan bahwa Alkitab telah lolos dari 3 (tiga) macam ujian / tes seperti yang
dikemukakan oleh sejarawan, C. Sanders dalam menguji suatu dokumen sejarah: [1] Ujian
Bibliografi atau kepustakaan;
[2] Ujian bukti internal; dan [3] Ujian bukti eksternal 

Sekarang saya menantang para pengkritik umat Islam untuk melakukan hal yang sama terhadap
Al-Qur’an! Dapatkah Al-Qur’an lolos dari tiga macam ujian ini???

KESIMPULAN DAN PENERAPAN

Setelah melihat seluruh argumentasi para pengkritik dari umat Islam yang menuduh bahwa telah
terjadi korupsi / pemalsuan terhadap Alkitab, saya sampai pada kesimpulan bahwa memang tidak
ada kepastian / bukti yang valid dari para pengkritik itu sendiri. Mereka memang mengutip ayat-
ayat Al-Qur’an sebagai dasarnya, tapi Qur’an sendiri bahkan tidak memberi kepastian, kapan,
oleh siapa dan bagaimana terjadinya pemalsuan itu. Ada juga yang mengutip ayat-ayat Alkitab
yang mencatat adanya ‘pemalsuan’ Injil / Taurat, tapi sayangnya orang ini melakukan eisegesis!
Ada lagi sebagian umat Islam dengan bangganya menunjuk tahun 325 sebagai titik awal
‘pengubahan’ Alkitab, namun ini justru membuktikan bahwa orang ini buta sejarah!

Saya sudah membuktikan bahwa keaslian Alkitab bukan hanya disahkan oleh Alkitab itu sendiri
(bukti internal), tapi juga telah teruji oleh sejarah dan arkeologi. Dengan demikian, tuduhan yang
tidak berdasar dari para pengkritik umat Muslim ini akan menentang hal-hal berikut:

 Menentang kesaksian dari orang-orang yang hidup di abad pertama – kedua, yang
mengakui kebenaran Alkitab.
 Menentang sejarah yang membuktikan bahwa tak pernah ada pemalsuan dititik
manapun dalam sepanjang peradaban. Jika memang Alkitab telah dipalsukan, maka ada
saat tertentu dimana ribuan manuskrip-manuskrip Alkitab itu musnah. Tapi fakta
menunjukkan bahwa MSS itu tetap ada dan terjaga. Ini membuktikan bahwa memang tak
pernah terjadi pemalsuan!

 Menentang sejarah yang mendukung seluruh peristiwa yang telah terjadi dan
dicatat dalam Alkitab. Misalnya tentang penyaliban, kematian dan kebangkitan Yesus
Kristus.
 Menentang arkeologi yang menjelaskan betapa akuratnya berbagai hal / kejadian
yang tercatat dalam Alkitab.

 Menentang para tokoh sejarah / arkeolog ternama sepanjang abad yang mengakui
keaslian Alkitab.

 Menentang para tokoh / alim ulama Islam yang mengakui kesahihan Alkitab. 
 
Adanya tuduhan pemalsuan Alkitab oleh para pengkritik ini, tentunya didasari oleh latarbelakang
tertentu. Ada yang mengatakan bahwa karena adanya begitu banyak perbedaan dalam Alkitab
dan Al-Qur’an, dan karena tak mungkin 2 kitab suci yang di klaim sebagai ‘wahyu Allah’ itu
bisa bertentangan, maka jalan satu-satunya adalah mengatakan bahwa Alkitab sudah
‘dipalsukan’. Apakah hal ini memang benar? Hanya kelompok Islam yang bisa menjawabnya.
 
Namun ada pertanyaan penting yang sampai saat ini belum bisa dijawab oleh para pengkritik dari
umat Islam: 
kapan pemalsuan itu dilakukan? Dimana? Oleh siapa? Dan bagaimana itu bisa terjadi?

Kelihatannya para pengkritik hanyalah mengikuti seorang tokoh Islam yang bernama  Ali Ibn
Hazm (tahun 994-1064) seorang yang pertama kali melontarkan tuduhan itu. Ini lalu diteruskan
turun temurun dan menjadi sebuah ‘tradisi’ yang ternyata hanya didasari pada dongeng belaka
tanpa dukungan fakta sejarah!
 
Saya akan memberi sebuah contoh ironi sejarah yang seharusnya diperhatikan oleh para
pengkritik.
 
Sydney Collett dalam All About the Bible mengatakan “Voltaire, seorang kafir dari Perancis
yang meninggal dunia dalam tahun 1778, mengatakan bahwa dalam seratus tahun sejak
zamannya, agama Kristen akan musnah dari muka bumi dan hanya menjadi bagian dari
sejarah. Tetapi apa yang terjadi?” Selanjutnya, Geisler dan Nix menunjukkan “Hanya 50
tahun setelah kematiannya Lembaga Alkitab Genewa telah memakai percetakan dan
rumahnya untuk memproduksi bertumpuk-tumpuk Alkitab.
Perhatikan ayat-ayat berikut:
 
Yesaya 40:8 “Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap
untuk selama-lamanya."
 
1 Petrus 1:24-25 “Sebab: ‘Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala
kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur, tetapi
firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.’ Inilah firman yang disampaikan Injil kepada
kamu.”

Yesus sendiri sebagai ‘sang firman’ bahkan mengklaim:

Matius 24:35 “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.”

Sekalipun Alkitab telah berusaha didiskreditkan bahkan dimusnahkan dengan berbagai cara,
tetapi aneh bin ajaib, buku itu tetap ada dan terpelihara! Bualan Voltaire tentang kepunahan
Alkitab dan kekristenan dalam seratus tahun, justru dibantah oleh fakta sejarah yang
menggunakan percetakan dan rumahnya untuk memproduksi bertumpuk-tumpuk Alkitab.
SUNGGUH SUATU IRONI SEJARAH!

Allah sendiri telah menjamin / menyatakan dengan tegas bahwa segala sesuatu akan lenyap /
berlalu, tetapi firman Tuhan akan tetap selama-lamanya! Ini lagi-lagi membuktikan bahwa
Alkitab benar-benar adalah Firman Tuhan!

Lalu bagaimana umat Kristen menjawab tuduhan para pengkritik dari umat Islam bahwa
Alkitab / Injil nya orang Kristen itu sudah palsu? Karena tuduhan ini sama sekali tak di dasari
fakta sejarah, maka dengan mudah kita dapat menjawabnya bahwa tuduhan ini
hanyalah ISAPAN JEMPOL BELAKA!

Penerapan

Saya sudah cukup banyak membuktikan betapa Alkitab itu sangat akurat dan dapat dipercaya.
Kitab itu bukan hanya ditulis oleh para nabi / rasul yang diilhamkan oleh Allah, namun para
rasul itu adalah saksi mata yang telah menulis berdasarkan apa yang dilihatnya sendiri atau
mencatat kesaksian dari orang yang melihatnya sendiri. Kesaksian mereka bahkan didukung oleh
bukti sejarah dan arkeologi! Rasul Yohanes berkata:

1 Yoh 1:1-3 “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami
lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan
tangan kami tentang Firman hidup itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu
telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan
memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa
dan yang telah dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami
dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan
dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-
Nya, Yesus Kristus.”

Yoh 20:30-31 “Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-
murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah
dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh
imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”

Jika Alkitab telah terbukti benar dalam setiap kata-kata / tulisannya, maka konsekwensinya
adalah, manusia harus menerimanya sebagai sebuah Kitab Suci / wahyu Allah!

Rasul Yohanes menjelaskan bahwa semua yang tercatat dalam Alkitab (Injil) bertujuan agar
manusia menjadi percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan dengan iman inilah yang
menjadikan manusia diselamatkan.

Anda mungkin juga menyukai