Anda di halaman 1dari 17

PAPER PSIKIATRI

INTOKSIKASI AKUT STIMULANSIA

Disusun oleh :
EWIN SADANA HUTAPEA
160100016

Pembimbing :
dr. Muhammad Surya Husada., M.Ked., Sp.KJ

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PAPER PSIKIATRI
INTOKSIKASI AKUT STIMULANSIA

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Disusun oleh :
EWIN SADANA HUTAPEA
160100016

Pembimbing :
dr. Muhammad Surya Husada., M.Ked., Sp.KJ

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : EWIN SADANA HUTAPEA


NIM : 160100016
JUDUL : INTOKSIKASI AKUT STIMULANSIA

Pembimbing Koordinator P3D


Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

dr. Muhammad Surya Husada., M.Ked., Sp.KJ dr.Vita Camellia, M.Ked(K.J.), Sp.K.J.
NIP. 197804042005012002

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
yang senantiasa menyertai penulis sehingga penulisan ini dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa pula penulis sampaikan kepada
utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafa’at
Beliau di akhirat nanti. Aamiin Aamiin yaa Rabbal’Alamiin . Dengan selesainya
penulisan paper psikiatri yang berjudul “INTOKSIKASI AKUT
STIMULANSIA” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Muhammad Surya Husada., M.Ked., Sp.KJ selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian paper ini. Dengan demikian diharapkan
paper ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan
secara optimal.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih memiliki banyak kekurangan, baik
dari segi struktur dan isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan penulisan paper di kemudian hari. Akhir kata,
semoga paper ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan
bagi penulisan ilmiah.

Medan, 19 Maret 2020


Penulis,

ii
EWIN SADANA HUTAPEA
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................ 1
1.3 Manfaat.............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3


2.1 Definisi Intoksikasi Akut Stimulansia............................................... 3
2.2 Epidemiologi...................................................................................... 3
2.2.1 Ampetamin ............................................................................... 3
2.2.2 Kokain....................................................................................... 3
2.3 Etiologi............................................................................................... 3
2.4 Pedoman Diagnostik.......................................................................... 4
2.4.1 Kriteria Diagnostik..................................................................... 4
2.4.2 Penegakkan Diagnostik.............................................................. 5
2.4.3 Diagnostik Banding................................................................... 5
2.5 Penatalaksanaan................................................................................. 6
2.5.1 Tata Laksana Akut.................................................................... 6
2.5.2 Tata Laksana Kronis................................................................. 7

BAB III KESIMPULAN.............................................................................. 10


DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

WHO mengatakan bahwa keracunan ataupun intoksikasi adalah suatu kondisi


dimana masuknya zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kognisi, kesadaran,
persepsi, perilaku dan respon psikofisiologis. Dapat juga diartikan bahwa sebagai
tanda masuknya suatu zat ke dalam tubuh seseorang yang dapat menyebakan
ketidaknormalan mekanisme yang ada didalam tubuh hingga dapat menyebakan
suatu kematian.1
Stimulansia adalah senyawa yang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat (SSP)
dan dapat meningkatkan konsentrasi, merangsang susunan saraf pusat untuk
menghilangkan kelelahan, serta menambah kemampuan fisik dan mental. Obat
Stimulan termasuk amfetamin dan zat terkait seperti metilfenidat serta kokain. 2.3
Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara kondisi seseorang saat
mengalami intoksikasi obat menyatakan sakit mual, badan panas, diare, muntah,
marah-marah, bahkan ada yang tidak peduli dengan keadaannya dan berkeinginan
bunuh diri.4
Berdasarkan hasil penelitian, lingkungan yang baik dan dukungan sosial lebih
efektif dalam membantu seseorang yang mengalami intoksikasi obat. Sumber
dukungan sosial yang paling penting adalah dari pasangan, orang tua dan
keluarga. Dengan pemahaman tersebut individu akan tahu kepada siapa saja
dirinya akan mendapatkan dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginan
yang spesifik, sehingga dukungan sosial mempunyai makna berarti bagi kedua
belah pihak.4

1.2 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk memberi informasi mengenai
Intoksikasi Akut Stimulansia, tanda dan gejalanya, diagnosis serta
penatalaksanaan yang tepat untuk menanganinya.

1
2

1.3 MANFAAT

Manfaat dari pembuatan paper ini adalah untuk menambah wawasan


pembaca tentang Intoksikasi Akut Stimulansia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI INTOKSIKASI AKUT STIMULANSIA


Intoksikasi akut stimulansia merupakan situasi seseorang menggunakan zat
stimulan (ampetamin dan kokain) dengan dosis tinggi yang mengakibatkan gejala
keracunan meliputi agitasi, mudah marah, gangguan penilaiaan, perilaku seksual
impulsif, berpotensi berbahaya, agresi dan mania.5

2.2 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi secara global sebagai berikut :
2.2.1 Amfetamin
Diperkirakan 13 juta penduduk Amerika menggunakan amfetamin. Pada studi
self report ditemukan bahwa penggunaan amfetamin pada mahasiswa di Amerika
Serikat sekitar 4%. Laporan United Nations Office on Drugs and Crie (UNODC)
World Drug Report 2017 memperkirakan terdapat sebanyak 37 juta pengguna
amfetamin di seluruh dunia. Penggunaan amfetamin mengalami peningkatan
terutama pada Amerika bagian tengah, Eropa Selatan dan Asia Selatan –
Tenggara.6
2.2.2 Kokain
15
Diperkirakan sekitar 18,2 juta (0,4%) penduduk dunia berusia – 64 tahun
menggunakan kokain, Penggunaan kokain paling umum ditemukan di Amerika
bagian utara yakni 5,1 juta (1,6% dari populasi berusia lebih dari 14 tahun),
Amerika bagian tengah dan selatan sekitar 4,4 juta (1,5%) dan Eropa tengah dan
barat yakni 3,5 juta (1,1%). Terdapat kecenderungan penggunaan kokain yang
meningkat pada usia muda.7

2.3 ETIOLOGI
Secara umum faktor keluarga, sosial, dan psikologis yang menjadi etiologi
dalam penyalahgunaan amfetamin dan kokain seperti dalam bentuk dari
penyalahgunaan narkoba lainnanya yang mengakibatkan intoksikasi. Sekitar

3
4

kurang dari 50% penyalahgunaan narkoba dianggap dalam penelitian memiliki


gangguan kepribadian yang dialaminya, biasanya dari jenis anti sosial. Meskipun
terkadang ditemukan nilai yang lebih rendah dari penyalahgunaan stimulan
daripada mereka yang bergantung pada opiat.8

2.4 PEDOMAN DIAGNOSTIK


2.4.1 Kriteria Diagnostik
Seseorang menggunakan obat-obatan yang mengandung amfetamin, kokain,
atau stimulan lainnya, meliputi krieria9 :
A. Perubahan masalah perilaku atau psikologis yang menonjol seperti adanya
euforia atau bahkan mati rasa, perubahan dalam pergaulan, kewaspadaan
yang berlebihan (hypervigilance), sensitif dalam hubungan interpersonal
sehingga menimbulkan kecemasan, ketegangan, atau kemarahan,
berperilaku stereotip, dan penilaiannya terganggu yang berkembang
selama, atau segera setelah, penggunaan stimulan.
B. Dua (atau lebih) tanda atau gejala berikut, berkembang selama, atau segera
setelahnya, pengguna stimulan mengalami:
o Tachycardia atau bradycardia.
o Pelebaran pupil.
o Adanya peningkatan atau penurunan tekanan darah.
o Keringat atau menggigil.
o Mual atau muntah.
o Penurunan berat badan.
o Agitasi atau retardasi psikomotor.
o Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia jantung.
o Kebingungan, kejang, dyskinesias, dystonias, atau koma.
C. Tanda atau gejala tersebut tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan
tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, termasuk
keracunan dengan zat lain.
5

2.4.2 Penegakkan Diagnostik


Dilihat dari kriteria diagnostik9.
 Ciri penting dari stimulant intoxitation, terkait dengan stimulan tipe
amfetamin dan kokain, adanya perubahan perilaku atau psikologis yang
signifikan yang berkembang selama, atau segera setelah penggunaan
stimulan (kriteria A dan B).
 Halusinasi pendengaran mungkin menonjol, begitu juga ide paranoid, dan
gejala ini harus dibedakan dari gangguan psikotik independen seperti
skizofrenia.
 Stimulant intoxitation biasanya dimulai dengan perasaan yang sensitif atau
high feeling dan mencakup satu atau lebih dari kriteria berikut:
- Euforia yang semakin meningkat,
- Senang bergaul,
- Hiperaktif,
- Mudah gelisah,
- Hipervigilance,
- Sensitive terhadap hubungan interpersonal,
- Banyak bicara,
- Cemasan,
- Tegang,
- Waspada,
- Kemegahan,
- Perilaku stereotip dan berulang.
2.4.3 Diagnostik Banding
 Stimulant-induced disorder: dibedakan dari gangguan stimulan lainnya
(misalnya, gangguan depresi akibat stimulan, gangguan bipolar, gangguan
psikotik, gangguan kecemasan) karena tingkat keparahan gejala keracunan
melebihi yang terkait dengan gangguan akibat stimulan, dan gejalanya
memerlukan perhatian klinis yang independen.9
6

 Other mental disorder: Gangguan mental yang menonjol terkait dengan


keracunan stimulan harus dibedakan dari gejala skizofrenia, tipe paranoid;
gangguan bipolar dan depresif; gangguan kecemasan umum; dan gangguan
panik seperti yang dijelaskan dalam DSM-5.9

2.5 PENATALAKSANAAN
2.5.1 Tata Laksana Akut

A. Penilaian Risiko
Batasan kadar letal pada penggunaan kokain bergantung pada kemampuan
metabolisme masing-masing individu. Namun, pada studi ditemukan
bahwa kadar letal penggunaan kokain IV adalah 20 mg dan kokain oral
500-1400 mg. Dosis toksik pada penggunaan amfetamin juga berbeda pada
masing-masing pengguna. Pada literatur ditemukan komplikasi ditemukan
pada penggunaan 30 mg, namun, pada beberapa kasus ditemukan setelah
konsumsi 400 hingga 500 mg, tidak terjadi kematian pada pasien.
Pengguna kronis dapat menoleransi dosis yang lebih besar. Setelah
dilakukan penilaian risiko, dilakukan penatalaksanaan sesuai gejala yang
dialami pasien.12.13

B. Tata Laksana Kejang


Pada pasien dengan kejang, penatalaksanaan dapat dilakukan dengan
pemberian benzodiazepin seperti lorazepam, diazepam, atau midazolam.
Restrain sebaiknya dihindarkan guna mencegah perburukan
rhabdomiolisis.12.14

C. Tata Laksana Hipertensi dan Hipotensi


Pasien dengan hipertensi yang diinduksi oleh penggunaan kokain biasanya
menunjukkan perbaikan dengan pemberian benzodiazepin. Pilihan terapi
lain adalah vasodilator nitrogliserin terutama pada pasien dengan nyeri
dada, atau vasodilator nitroprusside. Sebaliknya, pasien dengan hipotensi
dapat diberikan cairan. Vasopressor dapat diberikan pada pasien yang
7

tidak merespon dengan cairan. Norepinephrine merupakan vasopressor


pilihan.12

D. Tata Laksana Gangguan Respirologi


Pasien dengan intoksikasi kokain juga dapat mengalami edema paru. Tata
laksana pada saluran nafas dapat diberikan pemasangan CPAP (continuous
positive airway pressure) atau PEEP (positive end-expiratory pressure)
pada pasien dengan hipoksemia.12.15

E. Tata Laksana Gangguan Metabolik dan Kardiovaskular


Pasien dengan hipoglikemia dapat ditatalaksana dengan pemberian tiamin
100 mg bolus intravena dilanjutkan dengan dextrose 50%, 50 ml bolus
intravena. Pasien dengan gangguan asidosis diperbaiki dengan ventilasi
dan pemberian natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat juga diberikan
pada pasien dengan gangguan irama jantung.6.11.12
2.5.2 Tata Laksana Kronis
A. Medikamentosa

Tidak ada antidotum yang spesifik dalam penanganan intoksikasi


psikostimulan. Sampai saat ini, belum ada terapi farmakologis yang
disetujui oleh FDA untuk mengatasi amphetamine and cocaine use
disorder. Beberapa pengobatan sudah diuji sebagai terapi untuk kecanduan
psikostimulan termasuk antidepresan yakni golongan heterosiklik, SSRI
(selective serotonin reuptake inhibitors) dan MAOI (monoamine oxidase
inhibitor). Penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat-obatan ini tidak
memiliki efek pada penghentian kecanduan kokain. Hasil yang sama
ditunjukkan pada penelitian terhadap efek farmakologis mood stabilizer,
agonis dopamine dan neuroprotektor. Saat ini, sedang dilakukan penelitian
lanjutan untuk mengetahui efek kombinasi antidepresan terbaru terhadap
penghentian amphetamine and cocaine use disorder.10.11
B. Terapi Suportif
Modalitas tata laksana amphetamine and cocaine use disorder yang utama
adalah terapi psikososial dan perilaku. Terapi psikososial termasuk CBT
8

(cognitive behavioural therapy), terapi berbasis penguatan komunitas,


contingency management, atau kombinasi dari modalitas tersebut. Studi
menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan efikasi terapi pada
amphetamine and cocaine use disorder. Studi menemukan bahwa CBT
saja tidak menunjukkan perubahan penyalahgunaan kokain yang
bermakna, namun CBT yang disertai dengan contingency management
menunjukkan penurunan penyalahgunaan moderat. Di sisi lain studi
menemukan bahwa CBT memberikan hasil yang efektif pada pengobatan
ketergantungan metamfetamin.10
C. Cognitive and Behavioral Therapy
Terapi CBT berfokus pada berfokus pada belajar pada pola yang
maladaptif dan meningkatkan mekanisme coping untuk mencegah
kekambuhan. Contingency management adalah sebuah terapi yang
mengubah pengkondisian dalam diri penderita. Dalam terapi ini sebuah
perilaku diubah dengan menerapkan perilaku lain yang sifatnya
menguntungkan atau merugikan pelaku (reward and punishment).
Harapannya, terjadi perubahan perilaku yang akhirnya bersifat sukarela
oleh pelaku.10.9
D. Contingency Management
Perbedaan mendasar pada contingency management dan modalitas lainnya
adalah pada contingency management terdapat faktor eksternal yang
dipakai sebagai sarana dalam mencapai tujuan jangka pendek. Sesuatu
yang sifatnya eksternal ini misalnya imbalan uang, voucher barang atau
jasa. Sedangkan pada modalitas terapi lain seperti terapi berbasis
komunitas menggunakan sesuatu yang secara alami terdapat dalam
lingkungan atau dalam diri penderita guna mencapai tujuan jangka
panjang. Sesuatu yang berasal dari dalam diri atau kelompok ini misalnya
adalah dukungan kelompok sosial atau pujian dari kelompok sosial atau
pasangan.10.16
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang baik untuk terapi
contingency management pada penanganan amphetamine and cocaine use
9

disorder. Pada beberapa meta analisis ditemukan bahwa contingency


management menunjukkan penurunan kecanduan yang signifikan pada
kecanduan kokain dibanding modalitas terapi lainnya. Salah satu
kekhawatiran dalam terapi ini adalah efeknya yang pendek dan temporer
bergantung pada imbalan yang diberikan. Dalam sebuah penelitian yang
membandingkan contingency management dengan CBT ditemukan bahwa
terapi dengan contingency management menunjukkan hasil yang lebih
baik. Namun, setelah penghentian uji coba, yang berarti penghentian
pemberian imbalan pada contingency management, subjek yang
mendapatkan CBT menunjukkan penurunan kecanduan yang lebih
konsisten.10.16
BAB III

KESIMPULAN

Intoksikasi akut stimulansia merupakan situasi seseorang menggunakan zat


stimulan (ampetamin dan kokain) dengan dosis tinggi yang mengakibatkan gejala
keracunan meliputi agitasi, mudah marah, gangguan penilaiaan, perilaku seksual
impulsif, berpotensi berbahaya, agresi dan mania.
Ciri penting dari stimulant intoxitation, terkait dengan stimulan tipe amfetamin
dan kokain, adanya perubahan perilaku atau psikologis yang signifikan yang
berkembang selama, atau segera setelah penggunaan stimulan.
Tata laksana Intokasi akut stimulan meliputi penilaian risiko, tata laksana
simtomatik dan tata laksana overdosis. Terapi medikamentosa dan terapi suportif
yang berupa terapi psikososial dan perilaku merupakan tata laksana jangka
panjang.

10
11

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Management of Substance abuse Acute


Intoxication: WHO Press 2017
2. Apriadi, A., Wijayanti, R. F., Febrinasari, N. 2016, ‘Uji Stimulansia Ekstra
Kulit Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) pada Mencit Galur Swiss’,
Jurnal Farmasi dan Praktis, vol. I, no. 2, pp. 42-49.
3. Harison et al., 2018, Shorter Oxford Textbook of Psychiatry, 7th edn, Oxford
University Press, Oxford.
4. Rinenggo, A.G., 2017, Pengalaman Pasien Ketika Terjadi Intoksikasi Obat
Pada Pengguna Zat Adiktif Stimulant Yang Di Rawat Di Rumah Sakit Jiwa
Arif Zainudin Surakarta, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.
5. Sadocks, J. Sadock, V. Ruiz,P. 2015. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. Wolters Kluwers. New
York.
6. Handly, N. Amphetamine Toxicity. 2017.
https://emedicine.medscape.com/article/812518-overview#a1
7. Gorelick DA. Cocaine use disorder in adults: Epidemiology, pharmacology,
clinical manifestations, medical consequences, and diagnosis. Up to Date
2018. https://www.uptodate.com/contents/cocaine-use-disorder-in-adults-
epidemiology-pharmacology-clinical-manifestations-medical-consequences-
and-diagnosis
8. Gelder et al., 2009, New Oxford Textbook of Psychiatry, 2th edn, Oxford
University Press, Oxford.
9. American Psychiatry Association. (2013). Diagnostin And Statistical Manual
of Mental Disorder Edition “DSM-5”, Washinton DC: American Psychiatry
Publishing, Washinton DC.
12

10. Ciccarone D. Stimulant Abuse: Pharmacology, Cocaine, Methamphetamine,


Treatment, Attempts at Pharmacotherapy. Prim Care. 2011;38(1):41–58.
DOI:10.1016/j.pop.2010.11.004.
11. Preda, A. Stimulants. 2018. https://emedicine.medscape.com/article/289007-
overview#a1
12. Burnet, B. Cocaine Toxicity. Medscape. 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/813959-overview#a1
13. Toxnet. Amphetamine. U.S. National Library of Medicine. 2018.
https://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/a?
dbs+hsdb:@term+@DOCNO+3287
14. Romanelli F, Smith KM, Clinical Effects and Management of
Methamphetamine Abuse. Pharmacotherapy 2006;26(8):1148–1156.
15. Handly N. Amphetamine Toxicity Treatment & Management. Medscape
2018. https://emedicine.medscape.com/article/812518-overview#a1
16. Stitzer M, Petry N. Contingency Management for Treatment of Substance
Abuse. Annu. Rev. Clin. Psychol. 2006;2:411–34.

Anda mungkin juga menyukai