Anda di halaman 1dari 36

AIK 1

Oleh:

Nama-nama : Hasni Laubeka (21914028)


Ayustina (21914035)
Ririn Arianti (
Erlin (21914039)
1B PG.PAUD

Program studi pendidikan guru pendidikan anak usia dini


Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas muhammadiyah kendari
2019
TAUHID
A. Pengertian Tauhid

Tauhid Secara Bahasa. Asal kata tauhid dalam bahasa arab adalah bentuk masdar dari
fi’il (kata tugas) wahhada-yuwahhidu-tauhiidan: َ‫ﺣَﻮﺗ‬ ْ ‫ﺣُﻮﻳ –= ًﺍْﺪِﻴ‬ َ ‫ﺣﻭ –= ُِّﺪ‬
َ ‫( َّﺪ‬dengan huruf ha di
tasydid).
Arti tauhid dalam secara bahasa adalah: َ‫ﻲﺸﻟﺍ ِﺫﺇ َُﻪﻠَﻌﺟ‬
َ ‫ﺣﻭ َْﺀ‬
َ ‫َّﺪ‬ ‫“ ًﺍِﺪﺣَﺍﻭ‬menjadikan sesuatu menjadi
satu saja.”

Tauhid Secara Istilah. Adapun secara istilah, arti tauhid adalah mengesakan Allah
dalam sesuatu yang menjadi kekhususan-Nya baik dalam perbuatan Allah, perbuatan
hamba (berupa peribadatan) serta dalam nama-nama dan sifat-sifat Allah, bersamaan
dengan menafikan semua kekhususan tersebut dari selain Allah.

B. Kedudukan dan fungsi tauhid

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan
kali ini kami akan membawakan tentang kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal
inilah yang banyak sekali dilanggar oleh mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai
seorang muslim namun pada kenyataannya mereka menujukan sebagian bentuk ibadah
mereka kepada selain Alloh, baik itu kepada wali, orang shaleh, nabi, malaikat, jin dan
sebagainya.

a. Tauhid Adalah Tujuan


Penciptaan Manusia Alloh
berfirman,
‫ّ ُﺒ ﻭ َﻴ‬ ‫ْﻧ ِﺈ‬ ْ ‫ﺧ َﻠْﻘ‬
َ ‫ﺎ‬
‫ﻌ‬S ْ ‫َﻟﺎ‬ ‫ﺍ ْﻟ‬ ‫ﻟﺍ‬

Arab-Latin: wa mā khalaqtul-jinna wal-insa illā liya'budụn

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56).

maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam
bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang
sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan
manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Alloh saja. Tidaklah mereka
diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang
belaka.

Sebagaimana firman Alloh :


(17)
‫ِﻠﻴ ﺎ‬ ‫ْﺩ َﺭ‬ (16) ِ ‫َﻤﺎ ﻻ ﻴْ ﻨَ ُﻬ‬
‫َ َّﻨﺎ‬ ‫َﻧﺎُﻩ‬ َ َّ‫ﻻﺗ‬
‫ﺨ‬ ‫َّﺘ‬ َ ‫ْﺭ‬ ‫ﺴ َﻤﺎ َﺀ‬
َّ ‫َﻠ ﻘْ ﻨَ ﺎ ﺍﻟ‬ ‫ﺎ‬
‫ﻧّ ﺎ‬ ‫ْﻬ ﺍ‬ ‫ﻧﺎ‬ ‫ﺒﻴ‬ ‫ﺎ َﺑ‬ ‫ﺍﻷ‬

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami
membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17)

‫ﺟُﻌﻮ ﺎ ُﺗ‬
َ ‫ْﺮ‬
‫ًﺜﺎ ْﻢ َﻨﺎ‬ ْ‫ُﻛ ﻘ‬ ‫َّﻧَﻤﺎ‬ ‫ُﺘ‬ َ ‫َﻓ‬
‫ﺤ‬
‫َّﻧ َﺃ َﻟْﻴ‬ َ‫ﺒ‬ ‫ﻨَ ﺎ َﻠ‬ ْ‫ﺒ‬

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-
main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)

b. Tauhid Adalah Tujuan


Diutusnya Para Rosul Alloh
berfirman,
‫ِ ﻪ ﺍ ﻟ َﻠ ﺍ َ ﻟ‬ ‫َّﻘ‬ ‫ِﻤ ﻨْ ُﻬ َّﻠُﻪ ﻯ ْﻨ ُﻬ‬ ‫ِﻨ ﺒُ ﻮﺍ ﺍﻟ ﺎ ﻮ ﺍ‬ ُ‫ﻭﺍ ﺍﻟ َّﻠ َﻪ ﺍ ﺒ‬ ‫ﻮ ًﻟﺎ‬ ‫ﻓِﻲ َﻌ ﺜْ ﻨَ ﺎ‬ َ‫َﻟ ﻘ‬
ْ‫َﻠ ﻴ‬ ‫ﺍﻟ‬ َ‫ﺘ‬
‫ُ ِﺑﻴﻦَ ِّﺬ‬ َ‫ﺎ ﺎ ﻗِ ﺒ‬ ‫ﺎ‬ ‫ُﺮﻭﺍ ْﻴ‬ ‫َﺄ ْﺭ‬ ‫ﻴ ُﺮﻭﺍ‬
‫ﻤ ﺍْﻟ‬ ْ‫ﻧ‬ ‫ﻲ ﺍ ْﻟ‬

“Dan sungguh Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
‘Sembahlah Alloh, dan jauhilah Thaghut itu’. maka di antara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (an-Nahl: 36)

Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi
kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Alloh untuk mengajak kaumnya
untuk beribadah hanya kepada Alloh semata dan tidak memepersekutukanNya dengan
sesuatu apapun. Maka pertanyaan bagi kita sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi
seruan Rosul kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam untuk beribadah hanya kepada
Alloh semata? ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Rosululloh ini?”
Tanyakanlah hal ini pada masing-masing kita dan jujurlah…
c. Tauhid Merupakan Perintah Alloh yang Paling
Utama dan Pertama Alloh berfirman,
‫ﻰ‬
ٰ َ‫ﺠ ﻨُ ﻱ ﺍْﻟُﻘْﺮ ﺑ‬
ُ ‫ﻰ ﺑِ َﺘﺎ ٰﻰ ﺍﻟ ِﻛﻴﻦِ ﺍ ْﻟ َْﺍﻟﻤﺴﺎ ِ ﺍ ْﻟ ﺎ ِﺭ ﺍ ْﻟ‬
ٰ َ‫ْﻟ ْﻳ ِﺇ ﺍ ِﻟ ﻱ ﺍ ْﻟ ﻘُ ْﺮ ﺑ‬ ‫ﺷ ﻴْ ﺌً ﺎ ِﻪ‬
َ ‫َﻟﺎ ُﻛﻮﺍ‬ ‫ﺍ ﺒُ ﻭﺍ ﺍﻟ َّﻠ َﻪ‬
‫ﺭﺎ‬ َ‫ﻴ‬ ‫َﺴﺎﻧًﺎ‬ ‫ﺑِ ﺍ‬ ‫ِﺮ‬
‫ﻮ ًﺭﺍ‬ ‫ﺎ ﺘَ ﺍًﻟﺎ‬ ‫َﻪ ﺎ ﺍﻟ َّﻠ‬ ُ‫ﻠ َﻤﺎ ﻧ‬ ‫ْ ِﺒﻴ ﺎ‬ ‫ْﻨ ﺍ ْﻟ‬ ‫ﺍﻟ ﺎ‬
‫ْﻢ ﺃ‬ ّ ‫ﺑ ﺍ ﺍﻟ‬
‫ﺴ‬
ْ‫ﻳ‬ َ

“Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36)

Dalam ayat ini Alloh menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang
Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini
didahulukan daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada
umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama
manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah
hanya kepada Alloh semata.

C. Kalimat
tauhid

Laa ilaaha illallah


Urgensi kalimat tauhid sudah seharusnya terpatri dalam jiwa setiap muslim.
Hendaknya ia berupaya mengenal kalimat itu lebih jauh, dan lebih jauh lagi. Sebab, kaum
pagan quraisy dahulu sangat mengerti makna kalimat ini. Itulah alasan mengapa mereka
enggan menerima dan mengucapkannya.

Hal ini terkandung dalam kalimat َ‫ََﻪِﻟﺇ ِّﻻﺇ ﻻ‬ َ =‫( ُﷲ‬laa ilaha illallahu).

Lengkap Penafian: Menafikan hak penyembahan dari yang selain Allah, siapapun orangnya.
Penetapan: Penetapan hak Allah semata untuk disembah.
D. Prinsip An Nafyu dan Al itsbat

a. An Nafyu (mengingkari), yaitu mengingkari (menafikan) semua


yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla.

b. Al Itsbat (menetapkan), yaitu menetapkan ibadah hanya kepada Allah ‘Azzal wa Jalla saja.

Maknanya:

“Laa ma’buda bi Haqqin Ilallaah”: Tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak di
Ibadahi dengan benar kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
E. Syarat-Syarat Kalimat Tauhid

syarat-syarat Laa ilaaha illallah ada 7, yaitu :

a. Al Ilmu (ilmu)

Al ilmu di sini makna yang dimaksudkan adalah ilmu dalam menafikan dan menetapkan.
Hal ini karena anda menafikan semua jenis ibadah kepada seleuruh sesembahan selain
Allah, dan menetapkan semua ibadah hanya kepada Allah semata. Sebagaimana dalam
firman Allah Ta’ala :

{‫ﺴﻧ َﻙَّﺎِﻳَﺇﻭ ُُﺪْﺒَﻌﻧ َﻙَّﺎِﻳﺇ‬


َ ‫]ﺔﺤﺗﺎﻔﻟﺍ[ } ُﻦِﻴَﻌْﺘ‬5:

“hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon
pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5)
Maksudnya, kami menyembah-Mu semata yaa Allah, dan tidak menyembah selain-Mu,
kami meminta pertolongan kepada-Mu yaa Allah dan tidak meminta pertolongan kepada
selain-Mu. Maka orang yang mengucapkan “Laa ilaaha illallah” wajib mengilmui makna
dari “Laa ilaaha illallah” itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman:

{‫ﻚْﺒَﻧِﺬﻟ ِْﺮْﻔَﻐْﺘﺳَﺍﻭ َُّﻪﻠﻟﺍ ﺎَِّﻟﺇ ََﻪِﻟﺇ َﺎﻟ َُّﻪَﻧﺃ َْﻢْﻠﻋَﺎﻓ‬


ِ َ } [‫]ﺪﻤﺤﻣ‬19:

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah” (QS.
Muhammad: 19)

Ia juga berfirman:

{‫ﻦﻣ َّﺎِﻟﺇ‬
َ ْ ‫ﺤﻟِﺍﺑ َِﺪَﻬﺷ‬
ْ ‫ﻖ‬
َ ِّ ‫}ﻥُﻮَﻤْﻠَﻌﻳ ُْﻢﻫَﻭ‬
َ [‫]ﻑﺮﺧﺰﻟﺍ‬86:

“kecuali mereka mengetahui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az Zukhruf:
86)

Para ahli tafsir menjelaskan, maksud dari “illa man syahida” adalah ‘kecuali mereka yang
mengetahui’ apa yang mereka syahadatkan tersebut oleh lisan dan hari mereka”. Dari
Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu beliau berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

‫ﺧﺩ َُّﻪﻠﻟﺍ ﺎَِّﻟﺇ ََﻪِﻟﺇ َﺎﻟ َُّﻪَﻧﺃ َُﻢْﻠَﻌﻳ َُﻮَﻫﻭ َﺕﺎَﻣ ْﻦَﻣ‬
َ ‫ﺠﻟﺍ ََﻞ‬
ْ ‫ََّﺔَﻨ‬

“barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah, akan masuk surga”
b. Al Yaqin (meyakini)

Al Yaqin menafikan syakk dan rayb (keraguan). Maknanya, seeorang meyakini secara tegas
kalimat “Laa ilaaha illallah”, tanpa ada keraguan dan kebimbangan. Sebagaimana Allah
mensifati orang Mukmin:

[‫]ﺕﺍﺮﺠﺤﻟﺍ‬15: ‫ﺟﻭ‬
َ َ‫ﺴْﻔﻧَﺃﻭ ِْﻢِﻬﻟ َﺍْﻮَﻣﺄِﺑ ﺍُﻭَﺪﻫﺎ‬
ُ ‫ﻲﻓ ِْﻢِﻬ‬
ِ ‫ﻚَﺌﻟُﻭﺃ َِّﻪﻠﻟﺍ ِﻞِﻴَﺒﺳ‬
ِ َ ‫ﺳَﺭﻭ َِّﻪﻠﻟ ِﺍﺏ ﺍُﻮَﻨﻣﺁ َﻦِﻳَّﺬﻟﺍ َﻥُﻮِﻨْﻣُﺆْﻤﻟﺍ َﺎَّﻤﻧِﺇ{ } َﻥُﻮِﻗﺩﺎَّﺼﻟﺍ ُُﻢﻫ‬
َ ‫ﺍُﻮﺑﺎَْﺗَﺮﻳ َْﻢﻟ َُّﻢﺛ ِِﻪﻟُﻮ‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang- orang yang
benar” (QS. Al Hujurat: 15)

Makna dari lam yartaabuu di sini adalah yakin dan tidak ragu.

Dan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ﺠﻟﺍ‬
ْ ‫ﺷﺃ ََّﺔَﻨ‬
َ ‫ﻥﺃ َُﺪْﻬ‬
َ ْ ‫ُﷲ= ﺎَِّﻟﺇ ََﻪِﻟﺇ َﺎﻟ‬ ، ‫ﻲﻧَﺃﻭ‬
ِّ ‫ﺳﺭ‬
َ ‫ِﷲ= ُﻝُﻮ‬ ، ‫ﻰْﻘَﻠﻳ َﺎﻟ‬
َ =‫َﷲ‬ ‫َْﺮَﻴﻏ ٌْﺪَﺒﻋ َﺎِﻤِﻬﺑ‬
‫ﺧﺩ ﺎَِّﻟﺇ َﺎِﻤﻬِﻴﻓ ٍّﻙَﺎﺷ‬
َ ‫ََﻞ‬

“syahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya
aku adalah utusan Allah, seorang hamba yang tidak meragukannya dan membawa
keduanya ketika bertemu dengan Allah, akan masuk surga”

Dan dalam Shahih Muslim, juga dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata,
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ﺸَﺒﻓ ُُﻪْﺒَﻠﻗ َﺎِﻬﺑ‬


َ ‫ﺠﻟِﺍﺑ ﻩُ ِّْﺮ‬
ْ ‫ﻦﻣ َِّﺔَﻨ‬
َ ْ ‫ﺤﻟﺍ َﺍَﺬﻫ ِﺀَﺍَﺭﻭ ْﻦِﻣ َﺖِﻴَﻘﻟ‬
ْ ‫ﻂﺋَﺎ‬
ِ ِ ‫ﺸﻳ‬
َ ‫ﻥﺃ َُﺪْﻬ‬
َ ْ ‫ﺴﻣ َُّﻪﻠﻟﺍ َّﺎِﻟﺇ ََﻪِﻟﺇ ﺎَﻟ‬
ُ ‫ًﺎِﻨْﻘَﻴْﺘ‬

“barangsiapa yang engkau temui di balik penghalang ini, yang bersyahadat laa ilaaha illallah,
dan hatinya yakin terhadap hal itu, maka berilah kabar gembiranya baginya berupa surga”

c. Al Ikhlas (ikhlas)

Al Ikhlas menafikan syirik dan riya’. Yaitu dengan membersihkan amal dari semua cabang
kesyirikan yang zhahir maupun yang samar, dengan mengikhlaskan niat untuk Allah semata
dalam seluruh ibadah. Allah Ta’ala berfirman:

{‫ﺨﻟﺍ ُﻦِّﻳﺪﻟﺍ َِّﻪِﻠﻟ ﺎَﻟﺃ‬


ْ ‫ﺺﻟَﺍ‬
ِ ُ [‫]ﺮﻣﺰﻟﺍ‬3:
}

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas (bersih dari syirik)” (QS. Az
Zumar:3)
Ia juga berfirman: ‫ّﻠﻟﺍ‬

‫ﺨﻣ‬
ُ ‫ﺼْﻠ‬
ِ ‫ﺍُﻭُﺪْﺒَﻌِﻴﻟ ﺎَِّﻟﺇ ﺍُﻭِﺮُﻣﺃ َﺎﻣَﻭ{ ﻦِّﻳﺪﻟﺍ َُﻪﻟ َﻦِﻴ‬
‫ََﻪ‬
[‫]ﺔﻨﻴﺒﻟﺍ‬5:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah: 5)

Dan dalam Shahih Al Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam:

‫ﻦﻣ‬
ِ ْ ‫ﺳﺃ ِِﻪْﺒَﻠﻗ‬
َ ‫ﺸﺑ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ َُﺪْﻌ‬
ِ ‫ﻲَﺘﻋَﺎَﻔ‬
ِ ‫َِﺔﻣَﺎِﻴﻘﻟﺍ َْﻡَﻮﻳ‬، ‫َﻻ َﻝَﺍﻗ ْﻦَﻣ‬ ‫َّﻪﻠﻟﺍ ﺎَِّﻟﺇ ََﻪِﻟﺇ‬،ُ ‫ﺼﻟَﺍﺧ‬
ِ ً‫ﺎ‬

“Orang yang paling bahagia dengan syafa’atku di hari kiamat kelak adalah orang
yang mengatakan laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya”

d. Ash Shidqu (jujur)

Ash Shidqu menafikan al kadzab (dusta). Yaitu dengan mengucapkan kalimat “Laa
ilaaha illallah” secara jujur dari hatinya sesuai dengan ucapan lisannya. Allah Ta’ala
berfirman ketika mencela orang munafik:

‫ﺳَﺮﻟ‬
َ ‫ﺸﻳ َُّﻪﻠﻟَﺍﻭ ُُﻪﻟُﻮ‬
َ ‫ﻥﺇ َُﺪْﻬ‬
ِ َّ ‫]ﻥﻮﻘﻓﺎﻨﻤﻟﺍ[ } َﻥُﻮِﺑﺫَﺎَﻜﻟ َﻦِﻴِﻘﻓَﺎُﻨْﻤﻟﺍ‬1: { ‫ﻙﺀﺎَﺟ َﺍِﺫﺇ‬
َ َ ‫ﺸﻧ ﺍُﻮﻟَﺍﻗ َﻥُﻮِﻘﻓﺎَُﻨْﻤﻟﺍ‬
َ ‫ﻚِﻧﺇ َُﺪْﻬ‬
َّ َ ‫ﺳَﺮﻟ‬
َ ‫َُﻢْﻠَﻌﻳ َُّﻪﻠﻟَﺍﻭ َِّﻪﻠﻟﺍ ُﻝُﻮ‬
َ َ
‫ﻚ‬
‫ﻧّ ِﺇ‬

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang
munafik itu benar-benar orang pendusta” (QS. Al Munafiqun: 1).

Karena orang-orang munafik mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” namun tidak secara
jujur. Allah Ta’ala berfirman:

‫]ﺕﻮﺒﻜﻨﻌﻟﺍ[ } َﻦِﻴِﺑﺫَﺎْﻜﻟﺍ‬3-1: ‫) ﻢﻟﺍ { ﺍُﻮَﻗَﺪﺻ َﻦِﻳَّﺬﻟﺍ َُّﻪﻠﻟﺍ َّﻦََﻤْﻠَﻌﻴَﻠﻓ ِْﻢِﻬْﻠَﺒﻗ ْﻦِﻣ َﻦِﻳَّﺬﻟﺍ َّﺎَﻨَﺘﻓ َْﺪﻘَﻟﻭ‬1( ‫ﺣﺃ‬
َ ‫ﺴ‬
َ ِ‫ﻥﺃ ُﺱﺎَّﻨﻟﺍ َﺐ‬
َ ْ ‫ﻥﺃ ﺍُﻮَﻛْﺮُﺘﻳ‬
َ ْ ‫) َﻥُﻮَﻨْﺘُﻔﻳ َﺎﻟ ُْﻢﻫَﻭ َّﺎَﻨﻣﺁ ﺍُﻮﻟُﻮَﻘﻳ‬2(
‫َّﻦََﻤْﻠَﻌﻴَﻟﻭ‬

“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-
orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al
Ankabut:- 3).
Dan dalam Shahihain, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam:

‫َﻰﻠﻋ َُّﻪﻠﻟﺍ َُﻪﻣََّﺮﺣ َّﺎِﻟﺇ ِﻪْﺒَﻠﻗ ْﻦِﻣ‬ ‫ﻦﻣ َﺎﻣ َِّﺭﺎﻨﻟﺍ‬


ِ ْ ‫ﺣﺃ‬
َ ‫ﺸﻳ ٍَﺪ‬
َ ‫ﻥﺃ َُﺪْﻬ‬
َ ْ ‫َﻻ‬ ‫َّﻥَﺃﻭ َُّﻪﻠﻟﺍ َّﺎِﻟﺇ ََﻪِﻟﺇ‬
‫ﺤﻣ‬
ُ ‫ﺳﺭ ًﺍَّﺪَﻤ‬
َ ُ‫َِّﻪﻠﻟﺍ ُﻝﻮ‬، ‫ﺎًْﻗِﺪﺻ‬

“tidak ada seorang pun yang bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah dan
bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, dengan jujur dari hatinya, kecuali ia pasti
diharamkan oleh Allah untuk masuk neraka”

e. Al Mahabbah (cinta)

Al Mahabbah (cinta) menafikan al bughdhu (benci) dan al karhu (marah). Yaitu orang yang
mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” wajib mencintai Allah, Rasul-Nya, agama Islam
dan mencintai kaum Muslimin yang menegakkan perintah-perintah Allah dan menjaga
batasan-batasannya. Dan membenci orang-orang yang bertentangan dengan kalimat “Laa
ilaaha illallah” dan mengerjakan lawan dari kalimat “Laa ilaaha illallah” yaitu berupa
kesyirikan atau kekufuran atau mereka mengerjakan hal yang mengurangi kesempurnaan
“Laa ilaaha illallah” karena mengerjakan kesyirikan serta kebid’ahan.

Ini dalam rangka mengamalkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

‫ﷲ ﻲﻓ ﺾﻐﺒﻟﺍﻭ ﷲ ﻲﻓ ﺐﺤﻟﺍ ﻥﺎﻤﻳﻹﺍ ﻯﺮﻋ ﻖﺛﻭﺃ‬

“ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”

Dan yang juga menunjukkan disyaratkannya mahabbah dalam keimanan adalah firman
Allah Ta’ala:

َ‫ِﻪ‬
َ ‫ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ[ َّﻪِﻠﻟ ّ=ًّﺎُﺒﺣ َُّﺪ‬16: {‫ﺨَﺘﻳ ْﻦَﻣ ِﺱَّﺎﻨﻟﺍ َﻦَِﻣﻭ‬
‫ﺷﺃ ﺍُﻮَﻨﻣﺁ َﻦِﻳَّﺬﻟَﺍﻭ‬ َّ ‫ﻦﻣ ُِﺬ‬
ِ ْ ‫ﺤﻳ ًﺍﺩَﺍْﺪَﻧﺃ َِّﻪﻠﻟﺍ ِﻥُﻭﺩ‬
ُ ‫ﺤﻛ ُْﻢَﻬﻧُّﻮِﺒ‬
َ ُ‫ّﻠﻟﺍ ِّﺐ‬

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain


Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah: 165).

Dan dalam Shahihain, dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu ia berkata: Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ َﺎُﻤﻫَﺍِﻮﺳ ﺎَِّﻤﻣ ِْﻪَﻴِﻟﺇ‬، ‫ﺤﻳ ْﻥَﺃﻭ‬


ُ ِ‫ﺤﻳ َﺎﻟ َْﺀَﺮْﻤﻟﺍ َّﺐ‬
ُ ‫ َِّﻪِﻠﻟ َّﺎِﻟﺇ ُُّﻪِﺒ‬، ‫ﻦﻣ ٌﺙﺎَﻠﺛ‬
َ ْ ‫ﻦﻛ‬
ُ َّ ‫ﺟﻭ ِﻪِﻴﻓ‬ َ ‫ ِﻥﺎَﻤِﻳﺈْﻟﺍ ََﺓﻭﺎَﻠﺣ ََﺪ‬: ‫ﻥﺃ‬ َ ْ ‫ﺳَﺭﻭ َُّﻪﻠﻟﺍ َﻥُﻮَﻜﻳ‬ َ ‫ُُﻪﻟُﻮ‬
َ
‫ﻥﺃ ﻩَ َْﺮَﻜﻳ ْﻥَﺃﻭ‬
َ ْ ‫ﻲﻓ َﺩُﻮَﻌﻳ‬
ِ ‫ﻥﺃ ﻩُ َْﺮَﻜﻳ َﺎَﻤﻛ ِْﺮُﻔْﻜﻟﺍ‬
َ ْ ‫ﻱﻑ َﻑَْﺬُﻘﻳ‬ ِ ‫ﺣﺃ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ‬
َ َ‫ّﺐ‬

“Ada 3 hal yang jika ada pada diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah
dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selainnya, (2) ia mencintai seseorang karena Allah, (3)
ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam
neraka”

f. Al Inqiyad (patuh)

Al Inqiyad (patuh) menafikan at tarku (ketidak-patuhan). Orang yang mengucapkan kalimat


“Laa ilaaha illallah” wajib untuk patuh terhadap syariat Allah dan taat pada hukum Allah
serta pasrah kepada aturan Allah. Allah Ta’ala berfirman:

{‫ﻰِﻟﺇ ﺍُﻮﺒِﻴﻧَﺃﻭ‬
َ ‫]ﺮﻣﺰﻟﺍ[ } َُﻪﻟ ﺍُﻮِﻤْﻠﺳَﺃﻭ ُْﻢِّﻜَﺑﺭ‬54:

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang
azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)” (QS. Az Zumar: 54)

Dan Ia juga berfirman:

{‫ﺣﺃ ْﻦََﻣﻭ‬
َ ‫ﺴ‬
ْ َ‫ﻦِﻤﻣ ًﺎﻨِﻳﺩ ُﻦ‬
َّ ْ ‫ﺳﺃ‬
َ ‫ﺟﻭ ََﻢْﻠ‬
َ ‫ﺤﻣ َُﻮَﻫﻭ َِّﻪِﻠﻟ َُﻪْﻬ‬
ُ ‫ﺴ‬
ْ ِ ‫}ﻦ‬
ٌ [‫]ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ‬125:

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya
kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang
lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya” (QS. An Nisaa’: 125)

dan makna dari aslimuu dan aslama dalam dua ayat di atas dalah patuh dan taat.

g. Al Qabul (menerima)

Al Qabul (menerima) menafikan ar radd (penolakan). Seorang hamba wajib menerima


kalimat “Laa ilaaha illallah” dengan sebenar-benarnya dengan hati dan lisannya. Allah
Ta’ala telah mengisahkan kepada kita dalam Al Qur’an Al Karim kisah-kisah orang
terdahulu yang telah Allah beri keselamatan kepada mereka karena mereka menerima
kalimat “Laa ilaaha illallah”, dan orang-orang yang dihancurkan serta dibinasakan karena
menolak kalimat tersebut. Allah Ta’ala berfirman:

[‫]ﺲﻧﻮﻳ‬103: {‫ﺠُﻨﻧ َُّﻢﺛ‬


َ ‫ﻲ‬
ِّ ‫ﺳﺭ‬ ِ َ ‫ﺞُﻨﻧ َﺎْﻨﻴَﻠﻋ ّ=ًّﺎَﻘﺣ‬
ُ ‫ﻚَﻟَﺬﻛ ﺍُﻮَﻨﻣﺁ َﻦِﻳَّﺬﻟَﺍﻭ َﺎَﻨُﻠ‬ ْ ِ ‫}ﻦِﻴِﻨْﻣُﺆْﻤﻟﺍ‬
َ

“Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah
menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman” (QS. Yunus: 103).

Ia juga berfirman:

‫ﺸﻟ َﺎِﻨَﺘِﻬﻟﺁ ُﻮِﻛﺭَﺎَﺘﻟ‬


ِ ‫ﺠﻣ ٍِﺮﻋَﺎ‬
َ ‫}ﻥُﻮْﻨ‬
ٍ [‫]ﺕﺎﻓﺎﺼﻟﺍ‬36-35: ‫ﺴﻳ َُّﻪﻠﻟﺍ ﺎَِّﻟﺇ ََﻪِﻟﺇ َﺎﻟ ُْﻢَﻬﻟ َﻞِﻴﻗ َﺍِﺫﺇ ﺍُﻮﻧﺎَﻛ ُْﻢَّﻬﻧِﺇ‬
َ ‫) َﻥُﻭِﺮْﺒَﻜْﺘ‬35( ‫َﻥُﻮﻟُﻮَﻘَﻳﻭ‬
َ‫ﺎ‬
‫ﻨّ َِﺋﺃ‬
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah”
(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan
mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami karena seorang penyair gila?”” (QS. Ash Shaafaat: 35-36)

Demikian. Hanya kepada Allah lah kita semua memohon taufiq agar dapat menegakkan
kalimat “Laa ilaaha illallah” sebenar-benarnya baik dalam perkataan, perbuatan dan
keyakinan. Sungguh Allah lah semata yang memberi taufiq dan petunjuk kepada jalan yang
lurus.

F. Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

-Rukun Iman

Secara harfiah kata rukun berarti berdampingan, berdekatan, bersanding, bertempat


tinggal bersama atau kekuatan. Dalam ilmu fiqih rukun sering diartikan suatu perbuatan
yang mengesahkan suatu kegiatan dan perbuatan tersebut termasuk dari kegiatan tersebut.

Allah berfirman dalam QS. Al- Baqarah,2 : 177,yaitu:

‫ﻦﻣﺁ ْﻦَﻣ َِّﺮْﺒﻟﺍ‬


َ َ ‫ﺲَﻴﻟ َﻦِّﻴِﻴَّﺒﻨﻟ َﺍﻭ ِﺏَﺎِﺘْﻜﻟ َﺍﻭ َِﺔِﻜﺋﺎَﻠْﻤﻟ َﺍﻭ ِِﺮﺧﺂْﻟﺍ ِْﻡَﻮْﻴﻟَﺍﻭ َِّﻪﻠﻟ ِﺍﺏ‬
ْ َ ‫ﻥﺃ َِّﺮْﺒﻟﺍ‬
َ ْ ‫ﺟﻭ ﺍُّﻮَﻟُﻮﺗ‬
ُ ‫ﺸْﻤﻟﺍ ََﻞِﺒﻗ ُْﻢَﻜﻫُﻮ‬
َ ‫ﺏْﺮَﻐْﻤﻟَﺍﻭ ِﻕِْﺮ‬
ِ ِ ‫ﻦﻜَﻟﻭ‬
ِ َّ

“ Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi
sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari kemudian, Malaikat-
malaikat, Kitab- kitab, Nabi-nabi….”

Didalam ayat tersebut disebutkan rukun iman itu ada lima, yaitu beriman kepada Allah,
Hari kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi. Disitu tidak disebutkan
rukun iman yang ke enam, yaitu beriman kepada qada dan qadar.

- Pengaruh Iman Bagi Kehidupan

Ø Iman dapat menimbulkan ketenangan jiwa

Ø Iman akanmenimbulkan rasa kasih saying kepada sesama dan akan meningkatkan
tali persaudaraan dengan-Nya.

Ø Iman akan membebaskan jiwa manusia dari kekuasaan orang lain

Ø Iman yang hakiki itu dapat menimbulkan jiwa keberanian dan ingin terus maju karena
membela kebenaran.

Ø Iman yang disertai dengan amal shaleh dapat menjadi kunci dibukakannya kehidupan
yang baik,adil dan makmur.

Ø Orang yang beriman akan diberikan kekuasaan dengan mengangkatnya sebagai


khalifah di muka bumi.

Ø Orang yang beriman akan mendapat pertolongan dari Allah.

Ø Iman akan membawa terbukanya keberkahan di langit dan bumi.

G. Aqidah dan Iman

a. Aqidah

-Pengertian Aqidah

Sesungguhnya aqidah merupakan masalah yang paling pokok dan paling mendasar
bagi setiap mukmin. Aqidah menjadi pintu awal masuknya seseorang ke dalam Islam dan
aqidah pula yang harus dia pertahankan hingga akhir hidupnya. Seorang mukmin dituntut
untuk membawa serta kalimah tauhid, kalimat ikhlas ‘laa ilaaha illallah’ hingga
menghembuskan napas yang terakhir agar dia dikategorikan ke dalam hamba-hamba Allah
yang husnul khatimah. Semua mukmin meyakini bahwa barang siapa yang demikian adanya
pasti meraih ridha Allah Swt, rahmat-Nya dan surga-Nya. Oleh karena itu bahasan tentang
aqidah menjadi masalah paling urgen dan krusial bagi setiap mukmin.

Aqidah (‫ )ﺓﺪﻴﻘﻌﻟﺍ‬dari segi bahasa (etimologis) berasal dari Bahasa Arab (‫ َﺪَﻘﻋ‬yang bermakna
'ikatan' atau 'sangkutan' atau menyimpulkan sesuatu.[1] Aqidah juga di artikan al-Ibraam
(pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu
biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan al-
itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-
jazmu(penetapan).[2]

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama sendiri adalah berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul.
[3] Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah
aqidah; baik itu benar ataupun salah.

Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah yang dikemukakan oleh para
ulama Islam, antara lain:
-Menurut Hasan Al-Banna

‫ﺴَﻔﻧ َﺎْﻬﻴَﻟﺍ‬
ْ ‫ﻚ‬
ُ َ ‫ﻥُﻮَﻜﺗ َﻭ‬
ْ َ ‫ﻲﻫ ُِﺪﺋَﺎَﻘْﻌَﻟﺍ‬
ِ َ ‫ُْﻻﺍ‬ ‫ُﻣ‬ ‫ْﻮ‬ ‫ُﺭ‬
‫ﺠﻳ‬ َ ‫ﺐ‬ ِ ُ ‫ﻥﺃ‬
َ ْ ‫ﺼﻳ‬
ُ ‫ﻕَﺪ‬
ِّ َ ‫ﺎَﻬﺑ‬ ‫ﻚْﺒَﻠﻗ‬
ُ َ ‫ﻄﺗَﻭ‬
َ ‫َّﻦَِﺌْﻤ‬
‫ﻲّﺘ‬
ِ ْ
‫ﺨﻳ‬
ُ ‫ﻄﻟَﺍ‬
ِ ‫ﻚﺷ ُُﻪ‬
َ ُّ ‫ﻙْﺪِﻨﻋ ًﺎْﻨِﻴَﻘﻳ‬
َ َ ‫َﻻ‬ ‫ﺟﺯﺎَُﻤﻳ‬
ِ ‫َﻟﺍ ََﻻﻭ ﺐﻳْ َﺭ ُُﻪ‬
“Aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib di yakini
kebenaranya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan”.[4]

-Menurut Abu bakar Jabir al-Jazairy

َ‫ﺴﻟَﺍﻭ ِْﻞَﻘﻌْﻟﺎِﺑ ﺎ‬
َّ ‫ﻄﻔْﻟَﺍﻭ ِْﻊﻤ‬
ِ ‫ِ ﺍ َﺎْﻬﻴَﻠﻋ ُِﺪْﻘَﻌﻳ َِﺓْﺮ‬ ‫ْﻧ‬ ‫َﺴ‬ ‫ُﺎ‬ ‫ﻲﻫ ﺓُ َْﺪِﻴَﻘْﻌَﻟﺍ َْﻬﺒَﻠﻗ ﻥ‬
ِ َ ‫ﺠﻣ‬
َ ‫ﻦﻣ ٌَﺔْﻋُﻮْﻤ‬
ِ ْ ‫ﻀﻗ‬
َ َ‫ﻖﺤْﻟﺍ ﺎَﻳﺎ‬
َ َّ ‫ﺴﻤْﻟﺍ َِّﺔِﻴﻫََﺪﺒْﻟﺍ‬
ُ ‫َِﺔَّﻤَﻠ‬
‫ﻥُﻮَﻜﻳ‬
ْ َ ‫ﺍَﺪَﺑﺃ‬.ً ‫ﻱُﺮﻳ‬
َ ‫َِﻻﺧ‬ ‫ُﻓ‬ ‫َﻬ‬ ‫ﺼﻳ َُّﻪَﻧﺃ ﺎ‬
ُ ‫ﺢ‬
ِ ُّ ‫ﻥﺍ‬
َ ْ ‫ﻲْﻨُﺜَﻳﻭ‬
ِ ‫ﺼﺑ ًﺎﻣِﺯَﺎﺟ ﻩُ َْﺭَﺪﺻ َﺎْﻬﻴَﻠﻋ‬
ِ ‫ﺤ‬
ِ ‫ﺟِﻮﺑ ﺎًِﻌﻃَﺎﻗ ﺎَِﻬَّﺘ‬
ُ ‫َﻻ َﺎِﻬﺗُْﻮُﺒَﺛﻭ َﺎﻫِْﺩُﻮ‬

“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta
diyakini kesahihan dan keberadaanya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu”.

Dari dua definisi di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka
mendapatkan suatu pemahaman mengenai aqidah yang lebih proporsional, yaitu:

a. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, indra untuk mencari kebenaran
dan wahyu untuk menjadi pedoman dalam menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk. Dalam beraqidah hendaknya manusia menempatkan fungsi masing-masing
instrumen tersebut pada posisi sebenarnya.

b. Keyakinan yang kokoh itu terbebas dari segala pencampur adukan dengan keragu-
raguan walaupun sedikit. Keyakinan hendaknya bulat dan penuh, tiada bercampur dengan
syak dan kesamaran. Oleh karena itu untuk sampai kepada keyakinan itu manusia harus
memiliki ilmu, yakni sikap menerima suatu kebenaran dengan sepenuh hati setelah
meyakini dalil-dalil kebenaran.

c. Aqidah tidak harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang
meyakininya. Dengan demikian, hal ini mensyaratkan adanya keselarasan dan kesejahteraan
antara keyakinan yang bersifat lahiriyah dan keyakinan yang bersifat batiniyah. Sehingga
tidak didapatkan padanya suatu pertentangan antara sikap lahiriyah dan batiniah.
d. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, konsekuensinya ia harus sanggup
membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya itu.
[5]

Dari keterangan diatas penyusun dapat menyimpulkan bahwa aqidah adalah perkara yang
wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu
kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

a. Landasan Hukum Aqidah

Sumber aqidah Islam adalah al-Qur’an dan as-sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh allah dalam al-qur’an dan rasulullah dalam sunnah-nya wajib di imani,
diyakini, dan diamalkan.[6] Ada beberapa dalil tentang aqidah, yaitu :

-Dalil Aqli

Dalil ini dapat diterima apabila hasil keputusannya dipandang masuk akal atau logis dan
sesuai dengan perasaan, tentunya yang dapat menimbulkan adanya keyakinan dan dapat
memastikan adanya iman yang dimaksudkan. Dengan menggunakan akal manusia
merenungkan dirinya sendiri dan alam semesta, yang dengannya ia dapat melihat bahwa
dibalik semua itu terdapat adanya Tuhan pencipta yang satu.[7]

-Dalil Naqli

Yaitu dalil yang bersumber dari al-Qur’an. Dan dalam hal ini, landasan hukum aqidah yang
bersumber dari al-Qur’an antara lain :

Surah al-Ikhlas, ayat 1-4

‫ﺣﺃ َُّﻪﻠﻟﭐ َُﻮﻫ ُْﻞﻗ‬


َ ‫َﺪ‬.ٌ ‫ﺪﻟ ُﻮﻳ ْ َﻢَﻟﻭ َِْﺪﻠﻳ ْ َﻢﻟ َﺪَّﻤﺼﻟﭐ َُّﻪﻠﻟﭐ‬.َْ ‫ﻦ َﻜﻳ ْ َﻢَﻟﻭ‬
ُ ‫ۥَُّﻪﻟ‬ ‫ًﺍُﻮ ﻔُ ﻛ‬
۞
ٌ
‫ﺣﺃ‬
َ ‫َۢﺪ‬

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-
Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang
pun yang setara dengan Dia".

Surah an-Nahl, ayat 51 :

‫ِ۞ﻥُﻮَﺒﻫْﺭَﭑﻓ‬ ‫َﻝَﺍَﻗﻭ‬ ‫َُّﻪﻠﻟﭐ‬ ‫ﺎ َﻟ‬ ‫ﺨَﺘﺗ‬


َّ ‫۟ٓﺍُﻭِﺬ‬ ‫ﻦَﻴَٰﻬَ=ِﻟﺇ‬
ْ ِ ‫ِﻦَْﻴْﻨﺛﭐ‬ ‫َﺎَّﻤﻧِﺇ‬ ‫َُﻮﻫ‬ ‫ٌ=ٌَٰۭﻪَ=ِﻟﺇ‬ ‫ٌٌۭ=ِۭﺪَٰﺣَ=ﻭ‬
َٰ َ
=َ‫ﻰ‬
‫ﻳّ َِﺈﻓ‬
Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dia-lah Tuhan
Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".
Surah al-Baqarah, ayat 163 :

‫ﺣﺮﻟﭐ َُﻮﻫ ﺎَِّﻟﺇ ََٰﻪَ=ِﻟﺇ َّٓﺎﻟ ٌ=ٌِۭﺪَٰﺣَ=ﻭ ٌ=ٌَٰۭﻪَ=ِﻟﺇ ُْﻢُﻜَٰﻬَ=ِﻟﺇَﻭ‬


َّ ‫ﺣﺮﻟﭐ َُٰﻦَ=ْﻤ‬
َّ ‫۞ﻢِﻴ‬
ُ

Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.[8]

Dan hadis yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim,bahwa Rasulullah bersabda :

‫ﷲ ﻪﺟﻭ ﻚﻟﺬﺑ ﻲﻐﺘﺒﻳ ﷲ ﻻﺇ ﻪﻟﺇ ﻻ ﻝﺎﻗ ﻦﻣ ﺭﺎﻨﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻡﺮﺣ ﷲ ﻥﺈﻓ‬

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang orang yang mengucapkan ‫ﻻ ﻪﻟﺇ ﻻﺇ ﷲ‬
dengan ikhlas dan hanya mengharapkan ( pahala melihat ) wajah Allah”.[9]

b. Tingkatan Aqidah

Tingkatan aqidah seseorang berbeda-beda antara satu dengan yang lainya


tergantung dari dalil, pemahaman, penghayatan dan juga aktualisasinya. Tingkatan aqidah
ini paling tidak ada empat, yaitu Taqlid, Ilmul yaqin, ‘Ainul yaqin, dan Haqqul yaqin.

-Tingkat Taqlid

‫ﻚَﺌﻟﻭﻞﻛ ﺩﺍﺆﻔﻟﺍﻭ ﺮﺼﺒﻟﺍﻭ ﻊﻤﺴﻟﺍ ﻥﺇ ﻢﻠﻋ ﻪﺑ ﻚﻟ ﺲﻴﻟ ﺎﻣ ﻒﻘﺗ ﺎﻟﻭ ۞ ﺎﻟﻮﺌﺴﻣ ﻪﻨﻋ ﻥﺎﻛ‬
ِ َ

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”.[10]

Tingkat taqlid berarti menerima suatu kepercayaan dari orang lain tanpa diketahui alasan-
alasanya.[11]

- Tingkat Ilmul Yaqin

Tingkat ilmul yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu yang bersifat
teoritis. Sebagaimana yang disebutkan dalam al-qur’an :

‫ﻮﻤﻠﻌﺗ‬ ‫ ۞ ﺮﺛﺎﻜﺘﻟﺍ ﻢﻛﺎﻬﻟﺃ ۞ ﻦﻴﻘ ﻟﺍ ﻠﻋ \ﻥ ﻮﻤﻠﻌﺗﻮﻟ ﻠﻛ ۞ ﻥ‬.‫ﺮﺑﺎﻘﻤﻟﺍ ﻢﺗﺭﺯ ﻰﺘﺣ‬ ‫ﻤﻠﻌﺗ ﻑﻮﺳﺎﻠﻛ‬ ‫ ۞ ﻥ‬.‫ﺛ‬
‫ﻑﻮﺳﺎﻠﻛ‬

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.


Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin.”[12]
-Tingkat ‘Ainul Yaqin
Tingkat ‘ainul yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata
kepala secara langsung tanpa perantara.[13] Hal ini disebutkan di dalam surah at-Takatsur
ayat 6-7, yaitu :

‫ﻥَﻭَﺮَﺘﻟ‬
ُ َّ ‫ﺠﻟﺍ‬
ْ ‫ﺤ‬
َ ‫ِ۞ﻦِﻴَﻘْﻴﻟﺍ َﻦَْﻴﻋ ﺎََّﻬُﻧَﻭَﺮَﺘﻟ َُّﻢﺛ ۞ َﻢِﻴ‬

“Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-
benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin”.

-Tingkat Haqqul Yaqin

Tingkat haqqul yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan
penghayatan pengamalan (empiris).[14] Sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an :

۞ ‫ﺴﻓ‬
َ ‫ﻥﺇ َّﺎﻣَﺄﻓ ْﻦِﻣ َ َﻚﻟ ٌ َﻡﺎﻠ‬
ِ ْ ‫ﻦِﻴَّﺑَﺮُﻘْﻤﻟﺍ َﻦِﻣ َﻥﺎَﻛ‬ ‫ﺡَﻭَﺮﻓ‬
ْ ٌ ‫َْﺤﻳَﺭﻭ‬ ‫ٌﻥَﺎ‬
‫ﺻﺃ‬
َ ‫ﺤ‬
ْ َ‫ﺟﻭ ﻦ ﻴِ َﻤ ﻴْ ﻟﺍ ِﺏﺎ‬
َ ‫ﻥﺇ َّﺎﻣَﺃﻭ ۞ ٍﻢ ﻴِ َﻌﻧ ُ َّﺔَﻨ‬ ِ ْ ‫ﺻﺃ ْﻦِﻣ َ َﻥﺎﻛ‬
َ ‫ﺤ‬
ْ َ‫ِﻦ ﻴِ َﻤ ﻴْ ﻟﺍ ِﺏﺎ‬
‫ﺼَﺗﻭ‬
َ ‫ﺤﺟ َُﺔِﻴْﻠ‬
َ ‫ﻥﺇ ۞ ٍﻢِﻴ‬
ِ َّ ‫ﻖﺣ َُﻮَﻬﻟ َﺍَﺬﻫ‬
َ ُّ ‫۞ﻦِﻴَﻘْﻴﻟﺍ‬
ِ ‫ﺴﻓ‬
َ ‫ﺢَﺒ‬
ِّ ْ ‫ﻚَﺑﺭ ِْﻢﺳﺎِﺑ‬
ِّ َ ۞ ‫ﻥﺇ َّﺎﻣَﺃﻭ‬
ِ ْ ‫ﻦﻣ َﻥﺎَﻛ‬
ِ َ ‫ﻦﻣ ٌﻝُُﺰَﻨﻓ ۞ َﻦِّﻴﻟَّﺍﻀﻟﺍ َﻦِﻴﺑَِّﺬُﻜْﻤﻟﺍ‬
ِ ْ ‫۞ ٍﻢِﻴَﻤﺣ‬
‫ﻈْﻌﻟﺍ‬
َ ‫۞ﻢِﻴ‬
ِ
“Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka
dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta surga keni`matan. Dan adapun jika dia
termasuk golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan.
Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia
mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang
disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.[15]

-Keimanan

i. Pengertian Keimanan (iman)

Dalam islam Iman adalah aqidah atau kepercayaan. Sumbernya yang asasi ialah al-
Qur’an.[16] Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran). Pengertian dasar dari
istilah iman ialah memberi ketenangan hati atau pembenaran hati. Jadi makna iman secara
umum mengandung pengertian pembenaran hati yang dapat menggerakkan anggota badan
memenuhi segala konsekuensi dari apa yang dibenarkan oleh hati. Keimanan dipandang
sempurna, apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati secara yakin dan
tidak bercampur keraguan, dan dilaksanakan dalam perbuatan sehari- hari.[17] Iman sering
juga dikenal dengan istilah aqidah, yang berarti ikatan, yaitu ikatan hati.

Bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu
kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain. Aqidah tersebut akan
menjadi pegangan dan pedoman hidup, mendarah daging dalam diri yang tidak dapat
dipisahkan lagi dari diri seorang mukmin. Bahkan seorang mukmin sanggup berkorban
segalanya, harta dan bahkan jiwa demi mempertahankan aqidahnya.[18]

Ada beberapa defenisi iman menurut para ahli, diantaranya :

· Al-Imam Isma’il bin Muhammad At-Taimiy

‫ﺓﺮﻫﺎﻈﻟﺍﻭ ﺔﻨﻃﺎﺒﻟﺍ ﺕﺎﻋﺎﻄﻟﺍ ﻊﻴﻤﺟ ﻦﻋ ﺓﺭﺎﺒﻋ ﻉﺮﺸﻟﺍ ﻲﻓ ﻥﺎﻤﻳﻹﺍ‬

“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua
ketaatan lahir dan batin”.

· Al-Imam An-Nawawiy

‫ﻥﺎﻛﺭﻷﺎﺑ ﻞﻤﻌﻟﺍﻭ ﺐﻠﻘﻟﺎﺑ ﻖﻳﺪﺼﺘﻟﺍ ﻮﻫ ﻉﺮﺸﻟﺍ ﻥﺎﺴﻟ ﻲﻓ ﻥﺎﻤﻳﻹﺍ‬

“Iman dalam istilah syar’iy adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan dengan anggota
tubuh”.

· Al-Imaam Ibnul-Qayyim

‫ﻪﻟﺎﻤﻜﺑ ﻥﺎﻤﻳﻹﺍ ﻝﺍﺯ‬، ‫ﻞﻤﻋﻭ ﻝﻮﻗ ﻦﻣ ﺔﺒﻛﺮﻣ ﻥﺎﻤﻳﻹﺍ ﺔﻘﻴﻘﺣ ﻖﻳﺪﺼﺗ ﻝﺍﺯ ﺍﺫﺇﻭ‬. ‫ ﻥﺎﻤﺴﻗ ﻝﻮﻘﻟﺍﻭ‬: ‫ﺐﻠﻘﻟﺍ ﻝﻮﻗ‬، ‫ﺩﺎﻘﺘﻋﻻﺍ ﻮﻫﻭ‬، ‫ﻥﺎﺴﻠﻟﺍ ﻝﻮﻗﻭ‬، ‫ﻡﻼﺳﻹﺍ ﺔﻤﻠﻜﺑ ّﻢﻠﻜﺘﻟﺍ ﻮﻫﻭ‬. ‫ﻭ‬
‫ﺐﻠﻘﻟﺍ‬، ‫ﺀﺍﺰﺟﻷﺍ ﺔﻴﻘﺑ ﻊﻔﻨﺗ ﻢﻟ‬. ‫ ﻥﺎﻤﺴﻗ ﻞﻤﻌﻟﺍ‬: ‫ﺐﻠﻘﻟﺍ ﻞﻤﻋ‬، ‫ﻪﺻﻼﺧﺇﻭ ﻪﺘﻴﻧ ﻮﻫﻭ‬، ‫ ﺡﺭﺍﻮﺠﻟﺍ ﻞﻤﻋﻭ‬. ‫ﺔﻌﺑﺭﻷﺍ ﻩﺬﻫ ﺖﻟﺍﺯ ﺍﺫﺈﻓ‬،
“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati,
yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan
syahadat). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan
perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan
kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan
bermanfaat tiga hal yang lainnya”.[19]

Rasulullah bersabda :

َ‫َﻥﺎ‬
‫َُّﻪﻠﻟﺍ‬ ‫ﻲْﻤَّﻴﺘﻟﺍ‬
ِ ُّ ‫ﻲﺑَﺃ ْﻦَﻋ‬
ِ ‫ﻦﻋ ََﺔْﻋُﺭﺯ‬
َ ْ ‫ﻲَﺑﺃ‬
ِ ‫َِّﻲﺒﻨﻟﺍ َ َﻥﺎﻛ ﻝَﺍﻗ ﺓَ َْﺮَﻳُﺮﻫ‬ ُّ ‫ﺴﻣ ﺎََﻨَّﺛَﺪﺣ َّﻰَﻠﺻ‬
ُ ‫ﺳﺇ َﺎَﻨَّﺛَﺪﺣ َﻝَﺍﻗ ٌَّﺩَﺪ‬
ِ ‫ﺧﺃ َﻢِﻴﻫَﺍْﺮﺑِﺇ ُﻦْﺑ ُﻞِﻴﻋﺎَْﻤ‬
َ ‫ﻴّ َﺣ ُﻮﺑَﺃ ﺎََﻧَﺮْﺒ‬
‫ﺚَْﻌْﺒﻟ ِﺍﺑ‬. ُ ‫ِﻹﺍ َﻝَﺍﻗ‬ ‫َﻤﻳ‬ ‫ُﻥ ﺎ‬ ‫ﻥﺃ‬
َ ْ ‫ﺳﻭ ِْﻪﻴَﻠﻋ َﻦِْﻣُﺆﺗ‬
َ ‫ﻝَﺍَﻘﻓ ُﻞِﻳْﺮِﺒﺟ ﻩُ ﺎَﺗﺄَﻓ ِﺱﺎَّﻨِﻠﻟ ﺎًْﻣَﻮﻳ ًﺍِﺯﺭَﺎﺑ ََّﻢَﻠ‬:َ ‫ِﻹﺍ ﺎَﻣ‬ ‫َﻤﻳ‬ ‫ﻥﺎ‬
‫ﺳَﺭﻭ ِِﻪﺋﺎَﻘِﻠَﺑﻭ ِِﻪُﺒُﺘَﻛﻭ ِِﻪَﺘِﻜﺋ َﻻﻣَﻭ َِّﻪﻠﻟِﺍﺏ‬
ُ ‫َﻦِْﻣُﺆَﺗﻭ ِِﻪُﻠ‬

Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Isma’il ibn Ibrahim telah
menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy dari Abi Zur’ah telah menyampaikan
kepada kami dari Abu Hurairah r.a berkata: Pada suatu hari ketika Nabi saw. sedang duduk
bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan bertanya, “apakah iman itu?”.
Jawab Nabi saw.: “iman adalah percaya Allah swt., para malaikat-Nya, dan pertemuannya
dengan Allah, para Rasul-Nya dan percaya pada hari berbangkit dari kubur.[20]

Berdasarkan kedua redaksi hadis tersebut selanjutnya oleh sebagian besar ulama
dirumuskan bahwa pengertian iman secara keseluruhan meliputi :

· Keyakinan tentang adanya Allah swt.

· Keyakinan terhadap malaikat-malaikat Allah swt.

· Keyakinan tentang kebenaran kitab-kitab yang diturunkan-Nya.

· Keyakinan tentang kebenaran rasul-rasul utusan-Nya.

· Keyakinan tentang kebenaran adanya hari kebangkitan dari alam kubur.

· Keyakinan kepada qadha dan qadar Allah, yang baik maupun yang buruk.[21]

ii. Landasan Hukum Keimanan (iman)


Allah berfirman :
‫ِﻪُﻠ ُﺳَﺭﻭ ِﻪُﺒ ﺘُ َﻛﻭ ِﻪَﺘ ٰ َِٓﻜﺌَﻠﻣَﻭ َِّﻪﻠﻟِﭑﺑ ِﻪُﻠ ُّﺳﺭ‬ ‫ﻕَﺮُﻔﻧ َﺎﻟ‬
ِّ ُ ‫ﺣﺃ َﻦَْﻴﺑ‬
َ ‫ﺳﺮﻟﭐ َﻦَﻣَﺍﺀ ٍَۢﺪ‬
َّ ‫ﻦﻣ ِْﻪَﻴِﻟﺇ َﻝِﺰُﻧﺃ َٓﺎِﻤﺑ ُﻝُﻮ‬
ِ ‫ۚ َﻥ ُﻮِﻨْﻣ ُْﺆﻤﻟَﭐﻭ ِّﻪَّﺑﺭ‬ ‫ﻦﻣَﺍﺀ ٌُّﻞﻛ‬
َ َ
‫ﻦﻣ‬
ِّ
‫ﻚﻧَﺍْﺮُﻔﻏ ﺎَْﻨَﻌﻃَﺃﻭ َﺎْﻨِﻌَﻤﺳ ۟ﺍُﻮﻟَﺍَﻗﻭ‬
َ َ ‫ﻚَﻴِﻟﺇَﻭ ﺎََّﻨَﺑﺭ‬
ْ َ ‫ﺼْﻤﻟﭐ‬
َ ‫ُ ﺮِﻴ‬

“Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda- bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan
mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya
Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".[22]

Surah al-Mu’minun, ayat 1-6 :

ِ ‫ﺢْﻠَﻓﺃ َْﺪﻗ َ۞ﻥُﻮﻠَِٰﻌَ=ﻓ ﺓِ َٰﻮَّﻛﺰِﻠﻟ ُْﻢﻫ َﻦِﻳَّﺬﻟَﭐﻭ ۞ َﻥُﻮ‬


‫ﺿْﺮُﻌﻣ ِْﻮَّﻐﻠﻟﭐ ِﻦَﻋ ُْﻢﻫ‬ َ َ ‫ﻰﻓ ُْﻢﻫ َﻦِﻳَّﺬﻟﭐ ۞ َﻥُﻮِﻨﻣُْﺆْﻤﻟﭐ‬ ِ ‫۞ َﻥُﻮِﻌَٰﺸَ=ﺧ ِْﻢِﻬﺗﺎَﻠﺻ‬
‫َﻦِﻳَﺬ‬
‫ﺖﻜَﻠﻣ َﺎﻣ‬ َٰ َٰ
َ ْ ‫ﻈﻔَ=ﺣ ِْﻢِﻬﺟُﻭُﺮِﻔﻟ ُْﻢﻫ َﻦِﻳَّﺬﻟَﭐﻭ َ۞ﻦِﻴﻣُﻮَﻠﻣ ُْﺮَﻴﻏ ُْﻢَّﻬِﻧﺈَﻓ ُْﻢُﻬﻨَ=ْﻤَﻳﺃ‬ َٰ
ِ ‫ّﻟَﭐﻭ َْﻭﺃ ِْﻢِﻬﺟَ=ْﻭَﺯﺃ ٰ= ٰٓﻰَﻠﻋ َّﺎِﻟﺇ ۞ َﻥُﻮ‬
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk
dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang
tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”.

Dan dalam sabda Rasulullah Saw, yang berbunyi :

ِ ‫ﻰَﻠﺻ‬
َّ =‫ُﷲ‬ ‫ﺳﻭ ِْﻪﻴَﻠﻋ‬
َ ‫ﺿﺭ ََﺮُﻤﻋ ْﻦَﻋ َﺕَﺍﺫ ََّﻢَﻠ‬
َ ‫ﻲ‬
ِ َ =‫ُﷲ‬ ‫ﻀَﻳﺃ ُْﻪَﻨﻋ‬
ْ ‫ َﻝَﺍﻗ ًﺎ‬: ‫ﺤﻧ َﺎَﻤْﻨَﻴﺑ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ُ
‫ﺱﻮُﻠﺟ ﺎَْﻨﻴَﻠﻋ َﻊَﻠﻃ ِْﺫﺇ ٍْﻡَﻮﻳ‬ْ ٌ ‫ﺳﺭ َْﺪِﻨﻋ‬ َ ‫ﷲ= ِﻝُْﻮ‬
‫َ ﻭ‬ ‫ﺣﺃ َّﺎِﻨﻣ ُُﻪِﻓ َْﺮﻌﻳ‬
َ ‫ﻰَﺘﺣ َﺪ‬
َّ ‫َﺲَﻠﺟ‬ َ ‫َﻰِﻟﺇ‬ ‫َِّﻲﺒﻨﻟﺍ‬ ِّ ‫ﺟﺭ‬
َ ‫ِْﺮَّﻌﺸﻟﺍ ِﺩَﺍَﻮﺳ ُْﺪِﻳَﺪﺷ ِﺏﺎَِّﻴﺜﻟﺍ ِﺽﺎََﻴﺑ ُْﺪِﻳَﺪﺷ ٌُﻞ‬، ‫ﻯُﺮﻳ َﻻ‬
َ ‫ِْﻪﻴَﻠﻋ‬
‫َﺮَّﻔﺴﻟﺍ َُﺮَﺛﺃ ﷲ ﻰﻠﺻ‬
‫ﺤﻣ َﺎﻳ ﻝَﺍَﻗﻭ‬
ُ ‫ﺧﺃ َّﺪَﻤ‬
َ ‫ﻲﻧْ ِﺮْﺒ‬
ِ ‫ِ ﺍ ِ َﻦ ﻋ‬ ‫ْﺳ‬ ‫َﻻ‬ ‫ ِ ﻡ‬، ‫ﻰِﻟﺇ ِْﻪَﻴَﺘْﺒُﻛﺭ ََﺪْﻨﺳﺄَﻓ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻝ َﺍَﻘﻓ‬
َ ‫ﺿَﻭﻭ ِْﻪَﻴَﺘْﺒُﻛﺭ‬
َ ‫ﺨﻓ ﻰَﻠﻋ ِْﻪَّﻴَﻔﻛ ََﻊ‬
َ ‫ِْﻪَﻳِﺬ‬
‫ﺳﺭ َ ﺓ‬
َ ‫ ﻢﻠﺳﻭ ﻩﻲﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ِﷲ= ُْﻝُﻮ‬: ‫ِ ﺳ ِْﻹﺍ‬ ‫َﻻ‬ ‫ُﻡ‬ ‫ﻥﺃ‬
َ ْ ‫ﺸﺗ‬
َ ‫ﻥﺃ ََﺪْﻬ‬
َ ْ ‫َﻻ‬ ‫ََﻪِﻟﺇ‬
‫ﻀﻣَﺭ َْﻡُﻮﺼَﺗَﻭ ََﺓﺎَّﻛﺰﻟﺍ‬
َ ‫ﺤﺗَﻭ َﻥَﺎ‬
َ ‫ﺞ‬
ُ َّ ‫ﺖَﻴْﺒﻟﺍ‬
ْ َ ‫ﻥﺇ‬
ِ ِ ‫ﻄْﺘﺳﺍ‬
َ ‫ﺖَﻌ‬
ْ َ ‫ُﷲ= َ ِّﻻﺇ‬ ‫ﺤﻣ َّﻥَﺃﻭ‬
ُ ‫ﺳﺭ ًﺍَّﺪَﻤ‬
َ ‫ََّﻻﺼﻟﺍ َْﻢِﻴُﻘَﺗﻭ ِﷲ= ُْﻝُﻮ‬
‫ًْﻻِﻴَﺒﺳ ِْﻪَﻴِﻟﺇ‬ ‫ َﻝَﺍﻗ‬: ‫ﺖَﻗَﺪﺻ‬
ْ َ، ‫ﺠَﻌﻓ‬
َ ‫ﺴﻳ َُﻪﻟ َﺎْﻨِﺒ‬
َ ْ‫ﻲْﺗُﺆَﺗﻭ ُُﻪَﻟﺄ‬ ِ َ
‫ﺏ ِﻪُﻠ‬ ِ ‫ِ ﺋ َ ﻣ َﻭ‬ ‫َﻜ‬ ‫ِﺘ‬ ‫ﺼَﻳﻭ ُﺳَﺭﻭ ِﻪﺒُ ﺘُ َﻛﻭ ِ ﻪ‬
ُ ‫ﻲْﻧ ِﺮْﺒ َﺧﺄَﻓ ﻝَﺍﻗ ﻪُِّﻗَﺪ‬ ِ ‫ َﻝَﺍﻗ ِ ﻥ ﺎ َ ﻤ ْ ﻳ ِْﻹﺍ ِ َﻦﻋ‬: ‫ﻥﺃ‬ َ ْ ‫ﻦْﻣُﺆﺗ‬ ِ َ
َّ ‫ﻥﺈَﻓ ﻩُ َﺍَﺮﺗ‬
‫ﻚ‬ ِ ْ ‫َْﻢﻟ‬ ‫ﻲْﻧِﺮْﺒﺧَﺄﻓ‬
ِ ‫ﻦﻋ‬
َ ِ ‫ِْﻹﺍ‬ ‫ْﺣ‬ ‫َﺴ‬ ‫ ِ ﻥ ﺎ‬، ‫ﻝَﺍﻗ‬: ‫ﻥﺃ‬
َ ْ ‫ﻦﻣُْﺆﺗَﻭ ِِﺮﺧﻵﺍ ِْﻡَﻮْﻴﻟَﺍﻭ َُْﺪﺒَﻌﺗ‬
ِ َ ‫ﺷﻭ ﻩِ ِْﺮَﻴﺧ َِﺭَﺪْﻘﻟ ِﺍﺑ‬ َ ‫ِّﻩَﺮ‬.ِ ‫ﺖَْﻗَﺪﺻ َﻝَﺍﻗ‬،َ ‫َﻝَﺍﻗ‬
‫ﻦَﻜﺗ‬ُ ْ ‫(َﻙَﺍَﺮﻳ َُّﻪِﻧﺈَﻓ ﻩُ َﺍَﺮﺗ‬.‫َﻧﺄﻛ َﷲ= )ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍ ﻪﺟﺮﺧﺍ‬
“Dari Abu Khurairah dia berkata: Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat
putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan
tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk
dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah Saw) seraya
berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Saw :
“ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata:
“ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau
bersabda:
“ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya
dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “,
kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku
tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” .
(dikeluarkan oleh Imam bukhari).[23]

iii. Macam-macam Iman

Macam-macam Iman (rukun iman) dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni
pilar-pilar keyakinan seorang muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau
rukun iman dalam ajaran Islam,[24] yaitu:
· Iman kepada Allah

· Iman kepada Malaikat-malaikat Allah

· Iman kepada Kitab-kitab Allah

· Iman kepada Rasul-rasul Allah

· Iman kepada hari Kiamat

· Iman kepada Qada dan Qadar.

a. Iman Kepada Allah

Iman adalah kepercayaan. Dalam hal ini intinya adalah percaya dan mengakui bahwa
Allah Maha Esa, tiada tuhan selain-Nya. Dalam hal ini, Ibn Hajar menjelaskan :

‫ﺺﻘﻨﻟﺍ ﺕﺎﻔﺻ ﻦﻋ ﻩﺰﻨﻣ ﻝﺎﻤﻜﻟﺍ ﺕﺎﻔﺼﺑ ﻒﺼﺘﻣ ﻪﻧﺍﻭ ﻩﺩﻮﺟﻮﺑ ﻖﻳﺪﺼﺘﻟﺍ ﻮﻫ ﷲﺎﺑ ﻥﺎﻤﻳﻻﺍ‬.

“Iman kepada Allah adalah membenarkan tentang wujud Allah, Dia bersifat
kesempurnaan, Maha Suci Allah memiliki sifat-sifat kekurangan”.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa iman kepada Allah, ialah
membenarkan dengan yakin sepenuhnya tanpa ada sedikitpun keraguan akan adanya Allah
dan ke-Esaan-Nya.[25]

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja
segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan
Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri,
ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia
memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari
segala cacat dan kekurangan.[26]

Bagi seorang Muslim wajib mempunyai keyakinan sebagai berikut :

· Allah itu Esa pada Zat

· Allah itu Esa pada Sifat

· Allah itu Esa pada Wujud

· Allah itu Esa pada menerima ibadah hamba-Nya

· Allah itu Esa dalam menyelesaikan segala hajat dan keperluan makhluk.
· Allah itu Esa dalam membatas-bataskan hukum.[27]

Allah juga bersifat mutlak, berbeda dengan eksistensi manusia bersifat berubah-ubah. Aliran
Sunni menambahkan beberapa Sifat-sifat Allah yang merupakan suatu kemestian,atau
kewajiban untuk diketahui. Misal sifat yang wajib, mustahil dan harus bagi Allah.[28]

b. Iman kepada Malaikat-malaikat

termasuk bagian dari rukun iman tersebut adalah mempercayai adanya para malaikat.
Seorang mukmin wajib mengakui dan mengimani adanya malaikat. Mereka adalah makhluk
Allah yang senantiasa taat kepada perintah-Nya dan tidak pernah melakukan maksiat
kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi :

‫ﺼَﻌﻳ ﺎَّﻟ‬
ْ ‫۞ َﻥُﻭَﺮْﻣُﺆﻳ ﺎَﻣ َﻥُﻮَﻠْﻌَﻔَﻳﻭ ُْﻢَﻫَﺮﻣَﺃ ٓﺎَﻣ ََّﻪﻠﻟﭐ َﻥُﻮ‬

“Malaikat-malaikat tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada


mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.[29]

Ibnu Hajar pernah berkata :

‫ﻝﻮﺳﺮﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻚﻠﻤﻟﺍ ﻞﻀﻓ ﻦﻤﻟ‬. ‫ﻞﺳﺮﻟﺍﻭ ﺐﺘﻜﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺔﻜﺋﻼﻤﻟﺍ ﻡﺪﻗﻭ )ﻥﻮﻣﺮﻜﻤﻟﺍﺩﺎﺒﻋ( ﻰﻟﺎﻌﺗ ﷲ ﻢﻬﻔﺻﻭ ﺎﻤﻛ ﻢﻬﻧﺍﻭ ﻢﻫﺩﻮﺟﻮﺑ ﻖﻳﺪﺼﺘﻟﺍ ﻮﻫ ﺔﻜﺋﻼﻤﻟﺎﺑ ﻥﺎﻤﻳﻻﺍ‬
‫ﻊﻗﺍﻮﻟﺍ ﺐﻴﺗﺮﺘﻠﻟ ﺍﺮﻈﻧ‬, ‫ﻚﺴﻤﺘﻣ ﻪﻴﻓ ﺲﻴﻟﻭ ﻝﻮﺳﺮﻟﺍ ﻰﻟﺍ ﺏﺎﺘﻜﻟﺎﺑ ﻚﻠﻤﻟﺍ ﻞﺳﺭﺍ ﻰﻟﺎﻌﺗﻭ ﻪﻧﺎﺤﺒﺳ ﻪﻧﻻ‬

”Iman terhadap malaikat adalah membenarkan tentang wujud mereka, mereka memiliki sifat
sebagaimana yang dijelaskan Allah, yaitu hamba-hamba yang dimuliakan. Didahulukan para
malaikat terhadap kitab-kitab dan para rasul (didalam urutan iman) adalah berdasarkan
urutan peristiwa. Sebab, Allah Swt mengutus para malaikat untuk membawa kitab kepada
para rasul. Urutan tersebut bukanlah berdasarkan pendapat orang yang mengatakan bahwa
malaikat lebih mulia dari rasulullah.[30]

Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih


siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan
yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir
dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi,
berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza
wa Jalla.[31] Diantara nya adalah bertugas menyampaikan wahyu kepada para
Rasul, mengatur cuaca, mencabut nyawa, menulis amal perbuatan makhluk, menjaga surga,
neraka, menyoal mayyit dalam qubur, memikul arasy, meniupkan ruh kedalam rahim, dan
lain sebainya.[32]
c. Iman kepada Kitab-kitab

Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab


yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam
(firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar.
Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah.[33] Ibnu hajar menegaskan :

‫ﻖﺣ ﻪﺘﻨﻤﻀﺗ ﺎﻣ ﻥﺍﻭ ﷲ ﻡﻼﻛ ﺎﻬﻧﺎﺑ ﻖﻳﺪﺼﺘﻟﺍ ﷲ ﺐﺘﻜﺑ ﻥﺎﻤﻳﻻﺍ‬.

“Iman terhadap kitab-kitab Allah adalah membenarkan keberadaannya sebagai kalam Allah
dan segala isinya adalah kebenaran”.

Sungguh, Muhammad saw, adalah penutup para Nabi, risalahnya sebagai


pamungkas risalah-risalah sebelumnya dan al-Qur’an yang dibawanya merupakan
penyempurna dari kitab-kitab Allah yang lainnya.[34] Tidak ada wahyu yang turun
sesudahnya, kedatangan al-Qur’an adalah kitab pembenar terhadap kitab-kitab
sebelumnya, memelihara kandungan kitab-kitab tersebut. Allah berfirman dalam surah at-
Taubah yat 111, yang berbunyi :

‫ََﺔ‬
َٰ‫ﻰﻓ َﻥُﻮِﻠَ=ﺘُﻘﻳ‬ ً
ِ ‫ﻰﻓ ﺎًّّۭ=َﻘﺣ ِْﻪﻴَﻠﻋ ًﺍْﺪَﻋﻭ َﻥُﻮَﻠْﺘُﻘَﻳﻭ َﻥﻮُﻠْﺘَﻘَﻴﻓ َِّﻪﻠﻟﭐ ِﻞِﻴَﺒﺳ‬
ِ ‫ﻥﺇ‬
ِ َّ ‫ﻯَﺮْﺘﺷﭐ ََّﻪﻠﻟﭐ‬ َ ٰ ‫ﻦﻣ‬
ِ َ ‫ﺴﻔَﻧﺃ َﻦِﻴِﻨْﻣُﺆْﻤﻟﭐ‬ َٰ
ُ ‫ﻥﺄِﺑ ُﻢﻬﻟَ=ْﻮﻣَﺃﻭ ُْﻢَﻬ‬
َ َّ ‫ﺠﻟﭐ ُُﻢَﻬﻟ‬
ْ َ ّ‫ﻨ‬
ِ‫ُﻢﻴ‬. ‫ﺸَﺒْﺘﺳَﭑﻓ‬
ْ ‫ﻯَّﺬﻟﭐ ُُﻢِﻜْﻌَﻴِﺒﺑ ۟ﺍﻭُِﺮ‬ ِ ‫ٰ َِﻚﻟَﺫﻭ ِﻪﺑ ُﻢْﺘَﻌﻳﺎَﺑ‬ َ ‫َْﻈﻌﻟﭐ ُْﺯَﻮ ﻔْ ﻟﭐ َُﻮﻫ‬ ‫ﻰْﻓَﻭﺃ ْﻦََﻣﻭ ِﻥَﺍﺀُْﺮْﻘﻟَﭐﻭ ِﻞِﻴﺠﻧِْﺈﻟَﭐﻭ ِٰﺔﯨَْﺭَّﻮﺘﻟﭐ‬َ ٰ ‫ﻦﻣ ِۦِﻩْﺪَﻬِﻌﺑ‬ ِ َ ‫َِّﻪﻠﻟﭐ‬

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?
Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan
yang besar”.

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan :

ِ َّ ‫ﻰَﻔﻟ َﺍَٰﺬَ=ﻫ‬
‫ﻥﺇ‬ ِ ‫ﺤﺼﻟﭐ‬
ُّ ‫ﻒ‬
ُ ِ ‫ﻰﻟُﻭْﺄﻟﭐ‬
َ ٰ ۞ ‫ﺤﺻ‬ ُ ِ ‫ﻰﺳُﻮَﻣﻭ َﻢِﻴَٰﻫَ=ْﺮِﺑﺇ‬
ُ ‫ﻒ‬ َ ٰ۞

“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab
Ibrahim dan Musa”.[35]

d. Iman kepada rasul-rasul

Rukun iman yang ke-empat adalah percaya kepada para Rasul Allah. Iman kepada
para rasul adalah membenarkan dengan sesungguhnya bahwa Allah mengutus kepada
setiap ummah seorang Rasul untuk membimbing ummah tersebut.[36] Firman Allah dalam
surah Ali Imran, ayat 84 yang berbunyi :

‫ﺳﺇَﻭ‬
ِ ‫ﺤ‬ َٰ َ
ْ =َ‫ﻖ‬ ‫َﺏُﻮْﻘَﻌَﻳﻭ‬ ‫ﺳْﺄﻟَﭐﻭ‬
َ ‫ِﻁَﺎْﺒ‬ ‫ﻰﺗُﻭﺃ ٓﺎََﻣﻭ‬
ِ َ ‫ﻰﺳُﻮﻣ‬
َ ٰ ‫ﻰﺴِﻴَﻋﻭ‬
َ ٰ ‫ُْﻞﻗ‬ ‫َّﺎَﻨﻣَﺍﺀ‬ ‫َِّﻪﻠﻟﭑِﺑ‬ ‫َِﻝﺰﻧُﺃ َٓﺎﻣَﻭ‬ ‫َﻝِﺰُﻧﺃ ٓﺎََﻣﻭ ﺎَْﻨﻴَﻠﻋ‬ ‫َﻢِﻴَٰﻫَ=ْﺮِﺑﺇ ٰ= ٰٓﻰَﻠﻋ‬
‫َﻞِﻴٰﻌ‬
‫ﺴﻣ‬
ُ ‫ﻦﻣ َﻥُّﻮِﻴَّﺒﻨﻟَﭐﻭ ۞ َﻥُﻮِﻤْﻠ‬
ِ ‫ﻕَﺮُﻔﻧ َﺎﻟ ِْﻢِّﻬَّﺑﺭ‬
ِّ ُ ‫ﺣﺃ َﻦَْﻴﺑ‬
َ ‫ﺤَﻧﻭ ُْﻢﻬِّْﻨﻣ ٍ=ٍَۢﺪ‬
َ ْ‫ﺳَﺇﻭ ُۥَﻪﻟ ُﻦ‬ِ ‫َْﻤ‬

Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami
dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak-anaknya, dan apa
yang diberikan kepada Musa, 'Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-
bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri."

Tugas utama seorang rasul adalah mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah dan
menjauhi kesyirikan serta menjalankan syariat yang dibawahnya. Para Rasul dibekali oleh
Allah dengan mukjizat untuk mengukuhkan kerasulannya. Mukjizat adalah sesuatu yang
menyelisihi kebiasaan yang terjadi (peristiwa yang luar biasa). [37]

Di dalam kitab suci Al-Qur'an terdapat nama dua puluh lima Rasul Allah, yang satu
persatunya disebutkan dengan nyata, yaitu : Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth,
Ismail, Ishak, Yaakub, Yusuf, Ayub, Zulkifli, Syu'aib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Ilyas,
Ilyasa, Yunus, Zakharia, Yahya, Isa, dan Rasulullah Muhammad Saw.[38]

Wujud keimanan kepada Rasulullah adalah melaksanakan segala Sunnahnya dan menjauhi
segala bid’ah (sesuatu yang dibut-buat tanpa dalil) atas ajarannya. Sunnah adalah setiap
perkataan, perbuatan, dan pengakuan Nabi saw. Kedudukan Sunnah terhadap al-Qur’an
adalah sebagai penjelas, perinci, dan penetap syari’at yang tidak dikemukakan secara jelas
dalam al-Qur’an.

e. Iman kepada Hari Qiyamah

Rukun iman yang ke-lima adalah beriman kepada Hari Qiamat, yaitu menyakini
sepenuh hati tanpa ada keraguan sedikitpun bahwa hari qiyamat akan terjadi. Minculnya
hari qiyamat merupakan waktu berakhirnya dunia ini, dan akan dimulainya dunia baru yaitu
akhirat.[39] Iman kepada hari qiyamat akan menimbulkan keyakinan yang kuat tentang
adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang
berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun
selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah
dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia
keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan
bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah,
baik di dunia maupun di akhirat.[40]
Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang membahas tentang gambaran hari
qiyamat, antara lain :

‫ﺟﺭ َﺍِﺫﺇ ۞ ًّ=ًّۭﺎَﺜۢﺒُّﻨﻣ‬


ُ ‫ﺖ‬
َّ ِ ‫ﺽَﺭﺄْﻟﭐ‬
ْ َ ًّۭ=ًّ‫ﺴﺑَﻭ ۞ ﺎ‬
ُ ‫ﺟﺭ‬ ُ ‫ﺖ‬
َّ ِ ‫ﺠﻟﭐ‬ َ ‫ﺖَﻌَﻗﻭ َﺍِﺫﺇ ْﺖَﻧﺎََﻜﻓ ۞ ًّ=ًّۭﺎ‬
ْ ‫ﺴﺑ ُﻝَﺍِﺒ‬ َ ِ ‫ﺲَﻴﻟ ۞ َُﺔِﻌﻗَﺍْﻮﻟﭐ‬
ْ َ ‫ﻀﻓَﺎﺧ ۞ ٌَﺔِﺑﺫَﺎﻛ َﺎِﻬَﺘْﻌَﻗِﻮﻟ‬
ِ ‫۞ ٌَﺔِﻌﻓَّﺍﺭ ٌ=ٌَۭﺔ‬
‫ً=ًۭﺀَٓﺎَﺒﻫ‬
“Apabila terjadi hari kiamat, terjadinya kiamat itu tidak dapat didustakan (disangkal),
(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain),
apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan
sehancur-hancurnya, maka jadilah dia debu yang beterbangan”.

Pada hakikatnya, tidak ada yang mengetahui secara persis kapan terjadinya Hari
Qiyamat kecuali Allah Swt. Rasulullah hanya memberikan gambaran tentang tanda-tanda
akan terjadinya hari qiyamat. Seperti keluarnya Yajuz dan Majuz, keluarnya Dajjal, lahirnya
Imam Mahdi, dan Turunnya Nai Isa as. [41]Wujud iman kepada Hari Qiyamat dapat dilihat
dari kesiapannya untuk membekali diri menyongsong hari tersebut. Sewaktu ia benar-benar
beriman dengan hari yang dahsat itu maka ia akan melaksanakan perintah Allah swt, dan
Rasul saw, serta menjauhi segala larangannya.

f. Iman kepada Qadha dan Qadar

Seorang Muslim harus meyakini qadha dan qadar yang datang-Nya dari Allah, baik
dan buruk datangnya dari Allah.[42] Iman kepada qadha dan qadar adalah meyakini secara
sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah.
Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali,
sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai
dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh
Mahfuzh sebelum menciptakannya. Allah berfirman dalam surah al-Qamar, ayat 49 yang
berbunyi :

َ ْ‫۞َﺭَﺪِﻘﺑ َُٰﻪَ=ْﻨﻘَﻠﺧ ٍﺀ‬


‫ﻰﺷ َُّﻞﻛ َّﺎﻧِﺇ‬ ٍۢ=ٍ

”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).”

Beriman kepada qadha dan qadar Allah akan menjadikan seseorang sadar bahwa ia
tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak mengetahui sedikitpun tentang jalan
kehidupannya. Oleh sebab itu, ia harus berikhtiar untuk terus menjalani hidup ini sesuai
dengan perintah Allah.[43]
c. Hubungan Iman, Ilmu dan Amal

Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi kedalam
agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan. Dalam agama
islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak. Sedangkan iman,
ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap rukun iman
yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada rukun islam yaitu tentang tata cara
ibadah dan pengamalanya.

Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat
menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah
sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman, yaitu iman
kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul Allah, hari qiamat,
dan takdir.

Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa integritas ilmu dan
amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang muslim menjadi kurang
utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi
prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan batinnya.

-Hubungan Iman dan Ilmu

Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Serta dengan
penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan perintah Allah
SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak menyimpang dari
yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya adalah dengan selalu
mempelajari agama (Islam).

Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan ilmu
keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang berilmu dapat
terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk kepentingan pribadi bahkan
untuk membuat kerusakan.

-Hubungan Iman Dan Amal

Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang beriman
kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal sholeh. Iman dan
Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Mereka bersatu padu
dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang. Iman tanpa Amal Sholeh juga
dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan keislaman,
begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya. Iman dan Islam
seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam bentuk amal sholeh
yang menunjukkan nilai nilai keislaman.

-Hubungan Amal Dan Ilmu

Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah pemimpin
dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila didasari dengan
ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu baik itu yang berupa
amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang itu berilmu maka ia harus diiringi
dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan
ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat
dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam
kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal.

Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan nuansa– nuansa
yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran
islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi pendorong untuk menuntut ilmu,
sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan
Allah yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan
manusia untuk beramal shaleh. Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang
dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal– amal shaleh. Maka dapat disimpulkan
bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang
kokoh. Ilmu, iman dan amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.

d. Karakteristik dan Sifat Orang yang Beriman

-Karakteristik Orang yang Beriman

i. Mereka menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih mereka cintai


daripada anak,isteri,harta benda dan segalanya “Katakanlah: “jika
bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri- isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan
Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik.”(QS.9:24)
ii. Orang yang beriman tidak akan izin untuk tidak ikut berjihad. Orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk
tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang
yang bertakwa.Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena
itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.(QS.9:44-45)

iii. Mereka selalu mendengar dan taat jika Allah dan rasul-Nya
memanggil mereka untuk melaksanakan suatu perbuatan.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di
antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS.24:51)

iv. Mereka menjadikan Rasul sebagai hakim dlm setiap persoalan/


permasalahannya. “Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”(QS.4:65)

v. Mereka memiliki iman yg mantap, tidak dicampuri dgn keragu-raguan


sedikitpun dan keimanannya dibuktikan dengan berjihad di jalan Allah
dgn harta & jiwanya. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang yakin(beriman) kepada Allah dan Rasul-
Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad)
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-
orang yang benar. (QS.49:15)

vi. Mereka taat kepada Allah,rasul-Nya, dan ulil amri serta


mengembalikan seluruh persoalan yg mereka perselisihkan kepada Al-
Qur’an dan Sunnah rasulullah. “Hai orang- orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah(Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS.4;59)

vii. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka maka hatinya


bergetar, imannya bertambah, tetap menjalankan shalat,berzakat.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Allah lah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya
dan ampunan serta rezki(nikmat) yang mulia. (QS.8:2-4)

viii. Cinta kepada Allah, bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim dan
tegas kepada kaum kafir. “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa
di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui. “(QS.5:54)

ix. Mereka tidak mempunyai pilihan lain terhadap apa yang telah
ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya, kecuali hanya taat,tunduk dan
berserah diri kepada-Nya “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata. “(QS.33:36)

-Sifat Orang yang Beriman

1. Orang yang beriman itu harus kuat memegang teguh pendiriannya, kuat memegang teguh
keyakinan agamanya, tidak mudah terpengaruh keadaan, tidak lemah karena cobaan.

2. Orang yang beriman itu harus mampu membuat penilaian yang benar, tegas dalam
mengambil sikap, tetapi berlapang dada mudah menerima nasehat, pitutur pengarahan-
pengarahan, tidak membela diri karena kawatir jatuh mental, sak dermo, hatinya
gampangan untuk diajak maju, breprestasi yang lebih baik dan menuju kearah
kesempurnaan.

3. Imannya mantap yakin terhadap kebenaran yang diperjuangkan tidak ragu-ragu dalam
mewujudkan kebenaran, rela berkorban demi suksesnya cita-cita kebenaran.

4. Selalu mengharapkan bertambahnya ilmu sebagai modal pengetahuan kebenaran. Tidak


kenyang-kenyangnya mencari ilmu selama hayat masih di kandung badan.
5. Selalu kawatir dan takut jangan-jangan usaha amal sholih yang dikerjakan itu belum
cukup untuk bekal menghadap kehadirat Alloh, sehingga mempunyai semangat yang tinggi
untuk beramal lebih banyak, tetapi juga merasa bahagia, tentram dan tenang, karena semua
usahanya itu pasti berakhir dengan kemenangan menerima keridhoan Alloh, selamat dari
neraka Alloh.

6. Tekun, telaten, tidak gampang putus asa dalam mencari ilmu sabar dan haris hatinya
menerima ilmu Qur’an Hadist sebagai satu-satunya kebenaran.

7. Sederhana dalam hidup walaupun kaya raya, mengerti haknya harta sehingga berani
ngebosi (mendanai) kelancaran agamanya Alloh.

8. Merias diri menjaga kebersihan walaupun papa sengsaran, selalu menjaga harga diri
sebagai orang iman.

9. Hatinya tidak tamak, ngerangsang, ngoyo, bisa menerima pembagian Alloh tetapi tidak
menimbulkan malas usaha karena menyadari bahwa suksesnya perjuangan agamanya
Alloh itu ditunjang oleh harta kekayaan.

10. Usahanya dari usahan yang halal.

11. Tetap istiqomah dalam melakukan kebajikan.

12. Terampil, trengginas dalam menangani perjuangan fi sabililah.

13. Dapat mengendalikan diri, tidak selalu mengikuti syahwat dan keinginan.

14. Kasih sayang terhadap orang-orang yang menderita, keberatan menghadapi hidup dan
kehidupan.

15. Tidak menyimpang dari garis-garis kebenaran walaupun terhadap orang yang paling
sering membikin marah dan geram.

16. Cintanya kepada seseorang tidak menimbulkan pelanggaran-pelanggaran tidak


menerjang larangan agama melakukan perbuatan dosa.

17. Tidak menyia-nyiakan titipan kalau ada titipan maka segeralah di serahkan kepada yang
berhak menerima/bisa amanat.

18. Tidak dengki, tidak suka menuduh jelek kepada sesama orang iman, tidak suka saling
melaknat.
19. Mengakui kesalahan-kesalahan yang diperbuat walaupun tidak ada orang yang
menyaksikan perbuatannya.

20. Tidak memanggil orang iman dengan julukan-julukan: ya kafir, ya fasik, ya munafik.

21. Khusu’ dalam sholat, cepat-cepat mengeluarkan zakat jika hartanya sudah sampai nisab.

22. Sabar, tabah, tahan uji dan tenang dalam menghadapi fitnah, cobaan gonjang ganjing
dan kegoncangan.

23. Selalu menghidupkan syukur di waktu longgar, aman fiamanillah.

24. Menerima yang jadi miliknya, nerimo ing peparing dan tidak mengaku barang
yang bukan miliknya.

25. Tidak menanam dendam kesumat dan tidak menumpuk-numpuk dendam yang
membawa permusuhan.

26. Jika dianiyaya tetap sabar, sehingga Alloh Tuhan pemurah memberi pertolongan.

27. Sifat kikir bakhilnya tidak mencegah untuk berbuat ma’ruf kebenaran.

28. Mau bergaul dengan manusia pada umumnya walaupun terhadap yang berbeda
pendapat, faham agama, golongan, ras, suku, marga dan mau berbicara, berdialog,
bermusyawarah dengan mereka tetapi tidak terpengaruh.

e. Hal-hal yang dapat Merusak Iman

I. Orang Islam yang Mencampuri Ibadahnya dengan Keyakinan dan Perbuatan Syirik

Syirik adalah segala keyakinan dan amalan yang semestinya hanya untuk Allah tetapi
dilakukan untuk selain Allah. Contoh-contoh nyata keyakinan dan perbuatan syirik antara
lain:

a. Berdoa, mengharap, minta pertolongan, berpasrah diri kepada selain Allah.

Berdoa kepada jin, memanggil atau meminta wangsit atau minta pertolongan kepada orang
yang sudah mati agar hajatnya diberi kelancaran dan keberhasilan.

b. Rasa takut kepada selain Allah, seperti takutnya kepada tempat keramat, takut kualat /
mendapatkan malapetaka jika tidak mengikuti aturan-aturan yang dibuat jin, juru kunci
kuburan atau juru kunci tempat-tempat keramat..

c. Menyembelih hewan untuk selain Allah, yaitu menyembelih hewan-hewan tertentu


dengan syarat-syarat tertentu dengan niat untuk persembahan, sesajen, hadiah, mahar,
tebusan sebagai syarat untuk mendapatkan keselamatan, terhindar dari mara bahaya atau
agar keinginannya dapat terkabul.

d. Nazar untuk selain Allah Misal; “Kalau cita-cita saya berhasil, saya akan memberi
hadiah pada kuburan keramat di desa”.Semua amalan dan keyakinan tersebut masuk dalam
kategori syirik besar dan pelakunya menjadi musyrik, kafir, keluar dari Islam.

‫ﺸﻳ‬
ُ ‫ﻙْﺮ‬
ِ ْ ‫ﻯَﺮْﺘﻓﺍ َِﺪَﻘﻓ َِّﻪﻠﻟ ِﺍﺏ‬
َ ‫ﻈﻋ ًﺎْﻤِﺛﺇ‬
َ ‫ﻥﺇ ﺎًﻤِﻴ‬
ِ َّ ‫ﻥﺃ ُِﺮْﻔَﻐﻳ َﺎﻟ ََّﻪﻠﻟﺍ‬
َ ْ ‫ﺸﻳ‬
ُ ‫ﻙْﺮ‬
َ َ ‫ﻚَﻟﺫ َﻥُﻭﺩ َﺎﻣ ُِﺮْﻔَﻐَﻳﻭ ِِﻪﺑ‬
ِ َ ‫ﻦِﻤﻟ‬
َ ْ ‫ﺸﻳ‬
َ ‫ﻦﻣَﻭ ُﺀَﺎ‬
َ ْ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni apabila mereka menyekutukanNya, dan


Allah mengampuni dosa selain syirik bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Barang siapa
yang berbuat syirik maka sungguh ia telah melakukan perbuatan dosa besar. [Surat Annisa
ayat 48]

II.Menjadikan Manusia / Makhluk sebagai Perantara Untuk lebih Mendekatkan diri


kepada Allah

Meyakini bahwa seorang tokoh dapat memberikan safaat di hari kiamat, sehingga
kuburannya selalu diziarahi dan dikeramatkan, hari lahir dan kematiannya selalu
diperingati, benda-benda peninggalannya dan apa-apa yang berkaitan dengannya diyakini
membawa barokah. Anggapan bahwa hanya tokoh-tokoh tertentu atau orang-orang khusus
yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan manusia pada umumnya tidak
mampu.
Sehingga timbul keyakinan bahwa umumnya manusia harus mendekatkan diri pada orang-
orang khusus tersebut supaya bisa dekat dengan Allah.
III. Praktek Sihir dan Perdukunan (syirik)

Syirik adalah memalingkan bentuk peribadatan kepada selain Allah atau menyamakan
Allah dengan mahluk dalam hal-hal semestinya bagi Allah, karena merupakan hak-
Nya.Seperti Praktek sihir dan Perdukunan.

Bentuk-bentuk praktek sihir dan perdukunan antara lain:

· Praktek sihir dan perdukunan yang membuat orang celaka, apes, sakit, bangkrut,
menderita bahkan dapat membunuh orang. Contoh nyata adalah santet, tenung, jengges
dan lain-lain.

· Guna-guna menggunakan barang dan atau mantra-mantra yang bertujuan


menjadikan sesorang senang atau sebaliknya benci, seperti; pelet, jaran goyang, semar
mendem dan lain sebagainya.

· Hipnotis yaitu praktek sihir yang membuat orang tertidur atau terbawa ke
alam bawah sadar.

· Magic yaitu aksi-aksi atau atraksi-atraksi fantastis dengan mengandalkan kekuatan


magic yang semua itu merupakan praktik minta tolong pada jin

· Segala jenis ramalan ghaib untuk mengetahui nasib seseorang atau kejadian-
kejadian akan datang dan menebak barang yang hilang dengan menggunakan berbagai
media dan perantara.

Orang-orang yang telah mempraktikkan sihir dan perdukunan tersebut, mengajarkan atau
memerintahkan / meminta orang lain untuk praktek sihir dan perdukunan itu hukumnya
dia telah musyrik dan menjadi kafir.

...‫ﺣﺃ ْﻦِﻣ ِﻥﺎَِّﻤَﻠُﻌﻳ ﺎََﻣﻭ‬


َ ‫ﻰَﺘﺣ ٍَﺪ‬
َّ ‫ﺤﻧ َﺎَّﻤﻧِﺇ ﺎَﻟُﻮَﻘﻳ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ُ ‫ُْﺮْﻔَﻜﺗ ﺎَﻠﻓ ٌَﺔْﻨِﺘﻓ‬....

Dan setiap Harut Marut mengajarkan sihir kepada seseorang ia selalu


berkata,”Sesungguhnya kami adalah fitnah (bagimu) maka janganlah kamu kufur (terhadap
Tuhanmu)”. Surat Al-Baqarah ayat 102
IV. Condong pada Kaum Musyrik, Kafir dan Jahiliyah

Salah satu bentuk kekafiran umat adalah:

· apabila ia merasa condong, mempunyai rasa cinta kepada kaum musyrik, kaum kafir
atau orang jahiliyah.

· Mendukung, menolong dan loyal pada orang kafir untuk melemahkan dan
mengalahkan Islam dan kaum Muslimin.

· Mengidolakan orang-orang tidak beriman / non-Muslim dengan cara meniru gaya,


ucapan, mode dan perbuatan mereka yang bertolak belakang dengan hukum Islam.

· Mengagumi agama non-Islam dan menganggap agama mereka lebih baik, lebih
damai, lebih tenteram, lebih manusiawi dan tidak banyak aturan.

‫ﺾَﻌﺑ ُﺀﺎَِﻴْﻟَﻭﺃ ﻦِﻴِﻤﻟَّﺍﻈﻟﺍ ْﻡَﻮْﻘﻟﺍ‬


ْ ٍ ‫ﻦﻣَﻭ‬
َ ْ ‫ﻥﺇ ُْﻢْﻬِﻨﻣ َُّﻪﻧَِﺈﻓ ُْﻢْﻜِﻨﻣ ُْﻢَّﻬَﻟَﻮَﺘﻳ‬
ِ َّ ‫ﻱْﺪَﻬﻳ ﺎَﻟ ََّﻪﻠﻟﺍ‬
ِ ‫ﺨَﺘﺗ ﺎَﻟ ﺍُﻮَﻨﻣﺁ َﻦِﻳَّﺬﻟﺍ َﺎُّﻬَﻳﺃ ﺎَﻳ‬
َّ ‫ﺼﻨﻟَﺍﻭ َﺩُﻮَﻬْﻴﻟﺍ ﺍُﻭِﺬ‬
َّ َ‫ﻯﺭﺎ‬
َ ‫ﻀَﻌﺑ َﺀَﺎِﻴْﻟَﻭﺃ‬
ْ ‫ُْﻢُﻬ‬

Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian menjadikan orang Yahudi dan Nasrani
sebagai kekasih, mereka adalah kekasih satu sama lain, dan barang siapa diantara kalian
yang mengasihi mereka maka ia termasuk golongan mereka dan Allah tidak mengasihi
orang-orang yang berbuat aniaya. [Surat Al-Maidah ayat 51]

V. Tidak Menghukumi Kafir pada Orang Musyrik


Kekafiran dalam kategori ini antara lain:

· Menganggap orang-orang yang mengerjakan praktik-praktik syirik seperti: ibadah di


kuburan, menyembelih hewan untuk jin dll, masih Islam dengan alasan masih mengucapkan
syahadat. Fakta dalil bahwa orang-orang yang berkeyakinan dan berbuat syirik maka hancur
lebur amalannya dan diancam neraka oleh Allah SWT sekalipun ia mengaku Islam
dan masih mengucapkan dua kalimat syahadat

· Faham plularisme yang menganggap semua agama sama-sama benar.

VI. Berpaling dari Agama Allah


Bentuk nyata berpaling dari Agama Allah adalah tidak mau mempelajari / mengkaji /
memahami Al-Quran dan Sunnah Nabi (Al-Hadist) dan juga tidak mengamalkannya,
terutama akidah yang wajib diketahui seperti Rukun Islam, Rukun Iman dan lain
sebagainya. Orang-orang yang berpaling dari Agama Allah beranggapan bahwa:

· Semua agama sama benarnya karena semua agama tujuannya adalah ibadah
kepada Allah

· Termasuk berpaling dari agama Allah adalah orang-orang munafik yaitu orang yang
belajar dan menguasai ajaran Islam namun ilmunya hanya di bibir saja, tidak diterapkan
dalam kehidupannya sehari-hari.
‫ﺿﺃ ُْﻢﻫ َْﻞﺑ‬
َ ‫ﻚَﺌﻟُﻭﺃ َُّﻞ‬
ِ َ ‫ﺼُﺒﻳ َﺎﻟ ٌﻦُْﻴَﻋﺃ ُْﻢﻬَﻟﻭ َﺎِﻬﺑ َﻥُﻮِﻠﻓﺎَْﻐﻟﺍ ُُﻢﻫ‬
ْ ‫ﺴﻳ َﺎﻟ ٌﻥَﺍﺫﺁ ُْﻢﻬَﻟﻭ َﺎِﻬﺑ َﻥُﻭِﺮ‬
َ ‫ﻚَﺌﻟُﻭﺃ َﺎِﻬﺑ َﻥُﻮَﻌْﻤ‬
ِ ‫ﺠﻟ ﺎَْﻧَﺃَﺭﺫ َْﺪﻘَﻟﻭ‬
ِ ‫ﺠﻟﺍ َﻦِﻣ ًﺍﺮِﻴَﺜﻛ ََّﻢَﻨَﻬ‬
ْ ِ‫ﺲﻧِْﺈﻟَﺍﻭ ِّﻦ‬
ْ ِ ‫َﻥُﻮَﻬْﻘَﻔﻳ َﺎﻟ ٌﺏﻮُﻠﻗ ُْﻢَﻬﻟ‬
‫ِﻡَﺎْﻌﻧَْﺄﻟَﺍﻛ‬

Dan sungguh-sungguh Aku (Allah) jadikan isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-
ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. [Surat Al-Arof ayat
179}

VII.Benci Terhadap Peraturan Allah dan Peraturan Rasulullah SAW


Seseorang yang benci dengan salah satu saja peraturan-peraturan yang dibawa oleh
Rasulullah SAW cukup membuat rusak Islamnya dan jatuh pada kekafiran.

VIII. Menganggap Petunjuk dan Hukum Nabi Muhammad SAW lebih rendah
daripada petunjuk dan hukum buatan manusia.

Petunjuk dan hukum Nabi meliputi; agama, perbuatan, ajaran dan akhlak. Nabi Muhammad
SAW adalah sosok yang paling sempurna petunjuknya dan paling bagus budi pekertinya.

Contoh nyata kekafiran model ini adalah:

· Faham yang mengedepankan kebebasan berfikir, berpendapat dan bersikap


dengan meninggalkan nash-nash dari Quran maupun Hadist. Penganut faham ini
menjadikan akal / logika sebagai tolok ukur dalam kebaikan dan kejelekan.

· Faham yang menganggap hukum selain syareat Islam lebih cocok, lebih relevan bagi
kehidupan moderen, lebih adil, lebih konkrit, lebih sesuai dengan hak asasi manusia.
Padahal seseorang yang beranggapan hukum Islam sama dengan hukum buatan manusia
sudah cukup membuat ia menjadi kafir atau murtad dari Islam, apalagi menganggap hukum
buatan manusia biasa lebih baik daripada hukum Islam, jelas lebih sangat kufurnya.

Anda mungkin juga menyukai