NIM : 1112021000005
Perkawinan dan ikatan keluarga di Mesir Kuno secara umum tidak jauh beda dengan
perkawinan yang berlaku di seluruh dunia saat ini. Orang Mesir kuno mengadakan
perkawinan sebagai sebuah ikatan suci. Hal ini telah terlihat jelas dalam banyak patung dan
tulisan yang menggambarkan laki-laki dan perempuan dalam suatu hubungan di mana
Banyak mitos tentang perkawinan orang Mesir Kuno dan telah ditemukan praktek
yang tidak benar. Untuk waktu yang lama banyak orang berpikir bahwa orang Mesir akan
mengambil banyak istri. Hal ini telah terbukti sebagian besar benar. Beberapa raja akan
mengambil banyak istri dalam rangka untuk menghasilkan ahli waris jika turun tahta.1
Namun ornag-orang biasa akan mengambil istri lebih dari satu dengan alasan istrinya tidak
bisa menghasilkan anak. Tetapi ada pula yang memilih untuk mengadopsi anak.2
Dasar unit keluarga di Mesir adalah keluarga inti. Keluarga itu di pecah menjadi
beberapa peran. Sang ayah-lah yang akan bekerja sepanjang hari karena ibu rumah tangga.
Memasak, membersihkan dan mengawasi anak-anak itu semua tanggung jawabnya. Mesir
Kuno adalah masyarakat patrilineal3, sehingga silsilah keluarga dapat dilacak melalui latar
belakang ayah mereka. Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa garis keturunan
1
Seorang laki-laki bahkan Fir’aun tidak boleh memiliki istri resmi lebih dari satu orang. Namun demikian selir
masih diperbolehkan.
2
Retno Kurniasih, Piramida Peninggalan Budaya dari Peradaban Mesir Kuno. Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. 2010
3
Patrilineal adalah mengenai hubungan keturunan melalui garis kerabat pria saja
Perempuan di Mesir diharapkan menikah sekitar usia 12 tahun. Perempuan itu
kemudian pindah kerumah suaminya. Hak-hak hukum, tanggung jawab dan status dibagi
berdasarkan kelas sosial4. Maksudnya perempuan juga memiliki hak sama seperti laki-laki
Kasus Seperti penjelasan di atas tercermin dalam kehidupan Alia dalam Novel Alia
Mutiara Cinta karya Ihsan Abdul Quddus, di mana ia dijodohkan oleh ibunya dengan seorang
laki-laki yang sudah berusia lanjut sementara Alia sendiri berusia 14 tahun. Bahkan
diceritakan dalam novel Alia, bahwa Alia merasa bahagia akan lamaran yang diterimanya,
karena ia akan menjadi sosok wanita yang sebenarnya. Nampaknya perjodohan semacam itu
sudah biasa dan menjadi hal yang lumrah di Mesir pada waktu itu. Sehingga kejadian
“Alia tersenyum lebar. Pada wajahnya terlihat kegembiraan remaja yang masih lugu
dan polos. Dia membayangkan bagaimana harus memberi tahu teman-temannya tentang
kabar ini.”
“Alia sibuk memikirkan cincin tunangan yang akan melingkar di jarinya, atau gaun
baru yang akan dia pakai. Tiba-tiba saja terlintaslah cerita film-film romantis barat yang
“Hatinya tentram ketika ingat bahwa sebentar lagi sudah boleh memakai sepatu
bertumit tinggi. Dia tertawa tertahan membayangkan ekspresi wajah Laila, teman dekatnya,
Dari penggalan kisah novel Alia di atas, jika saya tidak salah menyimpulkan, bahwa
Masyarakat Mesir pada zaman itu mampu membangun pola pikir tentang pernikahan adalah
4
Retno Kurniasih, Piramida Peninggalan Budaya dari Peradaban Mesir Kuno. Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. 2010
5
Lihat novel Alia Mutiara Minta hlm. 19
final destination dalam kehidupan. Sehingga Alia yang masih polos hanya berfikir nikmatnya
Kalau kita cermati, sebenarnya perjodohan itu memiliki dampak psikis tersendiri
terhadap perempuan. Sepanjang sejarah sampai munculnya Islâm, kekuasaan dan otoritas
hanya milik suami dan ayah, istri dan anak harus patuh dan taat sepenuhnya. Sebuah teks dari
paruh milenium ketiga sebelum masehi mengatakan bahwa seorang istri yang menentang
suaminya boleh dirontokkan giginya dengan batu bata, dan Kode Hammurobi menetapkan
bahwa seorang anak harus dipotong tangannya apabila memukul ayahnya. Kepala keluarga
kepada para Dewa. Penindasan dan penomorduaan terhadap perempuan ini merupakan akibat
dari tatanan patriarkhi yang menghujam sangat dalam dalam praktik budaya waktu itu.6
Dampak perjodohan yang di Alami Alia dalam novel itu menimbulkan hegemoni laki-
laki atas perempuan. Dominasi laki-laki secara kuat tidak bisa dipisahkan dari faktor struktur
hukum dan sosial yang mengitarinya. Hukum dan juga lingkungan memberikan kepada laki-
laki kekuasaan yang cukup besar terhadap perempuan. Menurut hukum Islâm, laki-laki
mempunyai hak prerogatif yang besar untuk menjatuhkan perceraian, sementara perempuan
terlalu sempit haknya. Di samping itu, relasi gender juga sangat dipengaruhi oleh adanya
Artinya, promosi karier dalam berbagai profesi dalam masyarakat hanya bergulir di kalangan
6
Abu Bakar, Kawin Paksa (Problem Kewenangan Wali dan Hak Perempuan dalam Penentuan Jodoh). (Dosen
STAIN Ponorogo, Jl. Pramuka No. 156 Po. Box 116 Ponorogo). Hlm. 93
laki-laki, sedangkan perempuan hanya mengurusi urusan yang berhubungan dengan
reproduksi
Salah satu contoh hegemoni laki-laki atas perempuan adalah prosesi perjodohan
perempuan di bawah umur. Umumnya mereka tidak mengetahui karakter calon suaminya,
sehingga pada banyak aspek telah menimbulkan rasa cemas, stress, takut, segan, dan marah,
Sebenarnya para perempuan yang menikah di bawah umur itu masih enggan berumah
tangga. Akan tetapi mereka terpaksa menjalaninya karena alasan untuk menghormati orang
tua. Dengan kata lain hegemoni peran orang tua dalam perkawinan anak perempuan itu
sangat kuat. Bagi anak perempuan hampir-hampir tidak mempunyai hak untuk menolak
dengan santai, seakan tak ada sesuatu yang harus dia putuskan.
“Tentang Aziz. Aku harus tahu pendapatmu. Sebab dia akan menjadi suamimu.”
“Yang penting ibu setuju!” jawab Alia sambi merebahkan diri ke dada ibunya. “Yang
7
Abu Bakar, Kawin Paksa (Problem Kewenangan Wali dan Hak Perempuan dalam Penentuan Jodoh). (Dosen
STAIN Ponorogo, Jl. Pramuka No. 156 Po. Box 116 Ponorogo). Hlm. 94
8
Lihat novel Alia Mutiara Minta hlm. 25-26
Dapat kita lihat dalam penggalan novel di atas, hampir tidak ada perlawanan atau
penolakan dari Alia. Bisa jadi Alia terpaksa menjalani itu semua karena menghormati ibunya.
Seperti apa yang sudah dijelaskan di atas, bahwa anak perempuan hampir-hampir tidak
Selain itu, jika kita amati dari segi psikologis perempuan saat mengalami perjodohan,
tentu serta merta dapat menimbulkan kecemasan karena si pelaku atau sang perempuan
menghayati dirinya tidak punya kemampuan, wewenang, dan pilihan terhadap keputusan apa
pun. Upaya untuk menolak tentu malah akan menjadi persoalan dengan orang tuanya, apalagi
perjodohan itu telah disetujui oleh orang tua kedua belah pihak, mengingat masyarakat Mesir
adalah masyarakat patrilineal. Jika perempuan menolak, maka ia akan dianggap menyalahi
disebabkan karena emosi yang masih labil. Awalnya mungkin Aziz sebagai suami Alia
mampu mengimbangi sifat Alia. Namun ketika Aziz bertambah tua, sifat buruknya muncul,
ia mulai menjadi pencemburu dan suka marah-marah. Ini memang hukum alam, ketika
stamina dan kekuatan fisik menurun, maka emosi akan meningkat. Jika berlanjut dapat
Dari hasil pengamatan yang saya lakukan dalam novel Alia Mutiara Cinta karya Ihsan
Abdul Quddus. Dalam Pernikahan yang cukup dini bagi Alia, terdapat dampak positif dan
dampak negatif di dalamnya. Adapun dampak positif yang saya dapatkan dalam novel
tersebut adalah:
tahun sudah memiliki kecerdasan emosional dan spiritual di atas rata-rata anak
seusianya.
2. Belajar memikul tanggung jawab di usia dini : Alia sudah belajar mengelola
3. Kebebasan yang lebih : Setelah menikah Alia merasakan kebebasan yang belum
4. Terbebas dari perbuatan maksiat : Hal ini sudah pasti, karena Alia sudah bersuami
Sedangkan dampak negatif dari pernikahan dini Alia adalah sebagai berikut :
usia muda tentu akan memberikan dampak tersendiri bagi pendidikannya. Dalam
teman-teman sekolahnya.
2. Memilih-milih teman : Dalam pergaulan yang baru setelah menikah, Alia nampak
menggambarkan keadaan Mesir di tahun 1950-1960-an. Di mana pada saat itu perempuan
dianggap sebagai simbol pengorbanan dalam masyarakat Mesir. Pada tahun-tahun tersebut
juga terjadi revolusi besar-besaran Mesir di bawah pimpinan Gamal Abdul Nasser tahun
1952.
Kata kunci lainnya yang menunjukkan novel ini menceritakan gambaran Mesir di
tahun-tahun tersebut, adalah teks dalam novel pada saat resepsi pernikahan Alia dan Aziz
yang berbunyi :
Abdul Wahab, seorang penyanyi Mesir terkenal diundang untuk meramaikan pesta.
Dari teks novel di atas, kita dapat mengetahui dan memperkirakan bahwa novel ini
merupakan cerminan Mesir di tahun 1950-1960 an, karena Abdul Wahhab adalah seorang
penyair musisi, dan penulis lirik-lirik lagu. Sejarah musik Mesir dimulai masa kolonial
sebelum PD II. Selama tahun 20 dan 30an pemusik Mesir yang paling terkenal
seperti Ahmad Syauqi, sebagai lirik musik, dan banyak membuat soundtrack film produksi
Abdul Wahhab juga banyak menulis lagu-lagu bagi penyanyi terkemuka Mesir saat
itu, Oum Kulthum. Dikenal sebagai bintang dari timur / Kawkab al-Sharq (Star of the East),
Oum Kulthum meraih ketenaran di tahun 40-an dan terus menjadi pujaan bangsa Arab sejak
saat itu. Seiring dengan gerakan nasionalisme Arab, dan Revolusi di tahun 1952, Oum
Kulthum menjadi simbol Mesir dan banyak lagunya sangat nasionalistis. Dia wafat tahun
9
https://desa32.wordpress.com/2010/12/02/pemusik-mesir-dari-masa-ke-masa/ (diakses pada hari Kamis, 30
April 2015. Pukul 12.43 WIB.