Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi organ
ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan fungsinya dengan
baik. Penyakit gagal ginjal terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah. Pada penyakit gagal ginjal kronik, ginjal
mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme
lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Pada penyakit ginjal kronis terjadi penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa
bulan atau tahun. Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai kondisi terdapat
gangguan pada ginjal selama lebih dari tiga bulan (temuan patologis dalam urin dan
sedimen urin, perubahan konsentrasi serum kreatinin atau elektrolit, kelainan histologis
atau struktural yang ditemukan oleh biopsi ginjal atau pencitraan imaging) dan/atau laju
filtrasi glomerulus <1 ml/s/1,73 m2 (Monhart, 2013).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gagal ginjal kronik merupakan salah satu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut
(Sudoyo, 2016). Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah
lain dalam darah (Mansjoer, dkk, 2010).
Berdasarkan nilai GFR (Glomerular Filtration Rate) pada penyakit gagal ginjal
kronik umumnya dibagi menjadi 5 stadium, yaitu:
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (>90 mL/menit/1,73m 2). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit
ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan gagal ginjal dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan yaitu GFR (60-89 mL/menit/1,73m 2).
Saat fungsi ginjal mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan gagal
ginjal dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.

1
3. Stadium 3
Penurunan lanjut yaitu pada GFR (30-59 mL/menit/1,73m 2). Saat gagal ginjal sudah
berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum.
4. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/menit/1,73m2). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi gagal ginjal dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk
kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Apabila klien
memilih hemodialisis, maka akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan
memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara
sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut atau mungkin
klien ingin meminta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk
dicangkok.
5. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR < 15 mL/menit/1,73m2). Saat ginjal tidak bekerja cukup
untuk menahan kehidupan, klien akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal
(Muttaqin Arif, 2012).

B. Etiologi
Penyakit ginjal kronik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, nefropati analgesik,
nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lain seperti hipertensi,
obstruksi, gout, dan tidak diketahui (Mansjoer, 2010). InfoDATIN (2017) menyebutkan
bahwa faktor resiko proporsi terbesar pasien hemodialisis disebabkan oleh penyakit
hipertensi dan diabetes. Di Indonesia, sampai dengan tahun 2000, penyebab terbanyak
adalah glomerulonefritis, namun beberapa tahun terakhir menjadi hipertensi berdasarkan
data IRR. Namun belum dapat dipastikan apakah memang hipertensi merupakan
penyebab PGK atau hipertensi akibat penyakit ginjal tahap akhir, karena data IRR
didapatkan dari pasien hemodialisis yang sebagian merupakan pasien dengan penyakit
ginjal tahap akhir (InfoDATIN, 2017).
1. Hipertensi
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada Riskesdas 2013, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 25,8%.
Sedangkan yang berdasarkan wawancara telah terdiagnosis hipertensi oleh dokter hanya
9,4%. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan
stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) di
dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata.

2
Pada ginjal karena aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia
renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang-lubang dan
berglanula. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan
atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
2. Diabetes
Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi penderita diabetes di Indonesia adalah
sebesar 5,7%, dan hanya 26,3% yang telah terdiagnosis. Diabetes mellitus menyerang
struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk nefropati diabetik yaitu semua lesi yang terjadi di
ginjal pada diabetes mellitus. Seiring waktu, tingginya tingkat gula dalam darah merusak
jutaan unit penyaringan kecil dalam setiap ginjal. Hal ini akhirnya mengarah pada gagal
ginjal.
3. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko kuat terjadinya penyakit ginjal. Obesitas
meningkatkan risiko dari faktor risiko utama dari PGK seperti hipertensi dan diabetes.
Pada obesitas, ginjal juga harus bekerja lebih keras menyaring darah lebih dari normal
untuk memenuhi kebutuhan metabolik akibat peningkatan berat badan. Peningkatan
fungsi ini dapat merusak ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya PGK dalam jangka
panjang.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin Arif (2012), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut:
1. Umum: fatigue (kelemahan), malaise (tidak enak badan), dan gagal tumbuh.
2. Kulit: mudah lecet, rapuh, leukonika
3. Mulut: lidah kering dan berselaput
4. Mata: fundus hipersensitif, mata merah
5. Kardiovaskuler: hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik,
penyakit vaskuler.
6. Pernafasan: hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
7. Gastrointestinal: anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik.
8. Perkemihan: nokturia, poliuria, proteinuria.
9. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia,
galaktorea.

3
10. Syaraf: latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap (bingung),
mioklonus, kejang, koma.
11. Tulang: hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
12. Sendi: terasa nyeri sendi
13. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
14. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal
Penderita gagal ginjal akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala sesuai tingkat
keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari,
dan usia pasien.
1. Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal,
perikarditis.
2. Gejala dermatologis: gatal-gata; hebat (pruritus), gejala uremik.
3. Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, hasu, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, dan parotitis atau stomatitis.
4. Neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum

D. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah dan terjadi uremia
sehingga mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan
penurunan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya GFR
mengakibatkan penurunan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia,
nausea maupun vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja,
mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood
Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan
secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan
tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak

4
nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Tertahannya natrium
dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume
cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya
fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya
anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit
terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Pasien gagal ginjal mengalami kulit berwarna pucat akibat
anemia dan gatal-gatal akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
Butiran uremik merupakan suatu penumpukan kristal urea dikulit. Laju penurunan fungsi
ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari,
ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer dan Bare, 2010).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terdapat banyak macam tes, tetapi beberapa yang sederhana adalah:
1. Tes protein (albumin)
Bila ada kerusakan pada glomeruli atau tubula, protein dapat masuk ke urin.
2. Tes konsentrasi urea darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum darah naik di atas kadar normal 20-40
miligram per 100 ccm darah. Karena filtrasi glomerulus harus menurun sampai
sebanyaklum kanaikan kadar urea darah terjadi, tes ini bukan tes yang sangat peka.
3. Tes konsentrasi
Tes ini dilakukan dengan pasien dilarang makan atau minum selam 12 jam untuk
melihat sampai seberapa tinggi berat jenis naik (Pearce, 2009).
Dalam menentukan diagnosa pada gagal ginjal kronik dapat dilakukan cara sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes darah
1) BUN dan kreatinin serum meningkat
2) Kalium serum meningkat
3) Natrium serum meningkat
4) Kalsium serum menurun, fosfor serum meningkat, PH serum dan HCO3
menurun

5
5) Hb, Ht, trombosit menurun
6) Asam urat meningkat
b. Tes urin
1) Observasi warna dan kejernihan urin
2) Pengkajian bau urin
3) Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
4) Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa dan
badan keton dalam urin.
5) Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah
melakukan pemusingan (centrifuging) untuk medeteksi sel darah merah
(hematuria), sel darah putih, silinder (silindruria), kristal (kristaluria), pus
(piuria) dan bakteri (bakteriuria).
2. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
a. Flat - Plat radiografy/radiographic keadaan ginjal, uereter dan
vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari
ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin
disebabkan karena adanya proses infeksi.
b. Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat
secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras
atau tanpa kontras.
c. Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi
keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental,
kelainan prostat, calculi ginjal, abses/batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk
mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, proses infeksi pada
ginjal serta post transplantasi ginjal.
e. Biopsi Ginjal digunakan untuk mengdiagnosa kelainann ginjal
dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada
kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, dan
perencanaan transplantasi ginjal.

6
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan GGK dapat dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan konservatif
dan penatalaksanaan terapi pengganti ginjal (Price & Wilson, 2005).
1. Penatalaksanaan konservatif
a. Pengaturan diet protein.
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan GGK. Pembatasan protein tidak
hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil metabolisme protein
toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurangi asupan kalium, fosfat, dan
produksi ion hidrogen yang berasal dari protein.
b. Pengaturan diet kalium.
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan juga
menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet.
c. Pengaturan diet natrium dan cairan.
Pengaturan natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal. Jumlah
natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari (1 hingga 2
gr natrium), tetapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara
individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik.
d. Pencegahan dan pengobatan komplikasi.
Kategori kedua dari tindakan konservatif yang digunakan pada pengobatan gagal
ginjal adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah dan mengatasi komplikasi
meliputi hipertensi, hiperkalemia, anemia, dll.
e. Pengobatan segera pada infeksi.
Pasien CKD memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan infeksi,
terutama infeksi saluran kemih. Semua jenis infeksi dapat memperkuat proses
katabolisme dan mengganggu nutrisi yang adekuat serta keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga infeksi harus segera diobati untuk mencegah gangguan fungsi
ginjal lebih lanjut.
f. Pemberian obat dengan hati-hati.
Ginjal mengekskresikan banyak obat sehingga obat-obatan harus diberikan secara
hati-hati pada pasien CKD.
2. Penatalaksanaan Terapi Pengganti Ginjal
a. Hemodialisis
Hemodialisa merupakan suatu proses penyaringan darah untuk mengeluarkan
produk-produk sampah metabolisme pada pasien dalam keadaan sakit akut dan
memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa

7
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD atau end-
stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanen. Satu membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya
(Smeltzer dan Bare, 2001). Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk
mencegah gejala toksik azotemia dan malnutrisi (Brown, 2016). Tetapi terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (GFR).
b. Dialisis Peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisis pada penanganan gagal
ginjal akut dan kronik.
c. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal.

8
Gagal Ginjal
G. Pathways
Kronis/Chroni Sekresi protein terganggu
c Kidney
Retensi Na Disease Sindroma uremia

Tekanan kapiler meningkat Gg. Keseimbangan asam basa penumpukan kristal urea dikulit

Volume interstisial meningkat


Asidosis Metabolik Perpospatemia

Kelebihan Volume Cairan Edema Produksi asam lambung Pruritis

Nausea, vomitus Kerusakan integritas kulit


Beban jantung meningkat

Mual (Nausea) Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
Hipertrovi jantung (ventrikel kiri)

Payah jantung kiri Penumpukan cairan di atrium kiri

Intoleransi Aktivitas Cardiac output ↓


Tekanan vena pulmonalis

10
Ketidakefektifan H.
perfusi Suplai O2 jaringan ↓ Aliran darah ginjal ↓
jaringan perifer Kapiler paru meningkat

Metabolisme anaerob Renin Angiotensin Aldosteron ↓


Edema paru Sesak
↑asam laktat Retensi Na dan H2O
Gangguan pertukaran gas Ketidakefektifan pola nafas
Fatigue, Nyeri sendi Kelebihan Volume Cairan

Nyeri Akut

11
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Indentitas
a. Nama
b. Umur
c. Tanggal lahir
d. Jenis kelamin
e. Tempat tinggal
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan CKD umumnya adalah
bengkak pada ekstremitas dan oedem anasarka.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk mengetahui predisposisi
penyebab sumber penyakit. Pasien harus dikaji dengan jelas tentang gejala yang
timbul seperti kapan mulai timbul gejala, sembuh, atau bertambah buruk serta
gejala apa saja yang muncul. Gejala yang biasanya muncul seperti bengkak pada
ekstremitas dan oedem anasarka, nyeri sendi, tampak lesu, sesak, perubahan pola
eliminasi urin, serta keluhan lainnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu juga perlu dikaji apakah sebelumnya pasien pernah
mengalami riwayat penyakit ginjal atau penyakit lainnya dan riwayat pernah
dirawat di rumah sakit.
5. Riwayat kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keuarga juga perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang
mengalami CKD. Penyakit CKD tidak secara langsung diturunkan oleh keluarga,
tetapi terdapat beberapa kondisi penyakit seperti Diabetes Mellitus, Hipertensi
yang sering menjadi penyerta dan pola hidup pasien dan keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruh dalam kehidupan sehari
hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada

12
klien, yaitu timbul ketakutan akan penyakitnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya. Klien
harus menjalani perawatan, sehingga perlu dikaji apakah keadaan tersebut memberi
dampak pada status ekonomi klien. Pada pasien CKD yang harus menjalani cuci
darah atau dialysis seumur hidupnya pasti memerlukan biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
7. Riwayat sosial lingkungan
Pasien tinggal bersama siapa, bagaimana kondisi rumah dan kebiasaan dengan
tetangga sekitar. Perlu dikaji apakah dengan klien memiliki penyakit CKD menjadi
semakin terisolasi dari lingkungan sosialnya karena harus membatasi aktivitas
akibat kelemahan yang dialaminya.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: baik, cukup atau lemah
b. Tingkat kesadaran: umumnya GCS 4,5,6 (compos mentis)
c. Tanda-tanda Vital: TD, nadi, RR, suhu
Berdasarkan B6:
a. B1 (Breathing)
Perlu dikaji apa ada perubahan dalam pola nafas akibat terlalu banyak tahanan
cairan didalam tubuh yang sulit dieksresikan.
b. B2 (Blood)
Dikaji apakah ada perubahan irama jantung, akral, perdarahan dan sebagainya.
c. B3 (Brain)
Dapat terjadi penurunan kesadaran jika terjadi perburukan kondisi
d. B5 (Bladder)
Dapat dikaji pola eliminasi urin bisa menjadi kuning pekat atau kuning jernih,
ada atau tidaknya keluhan sulit BAK serta penurunan jumlah urin yang dapat
dikeluarkan.
e. B4 (Bowel)
Bisa terdapat mual muntah, dan nyeri perut.
f. B6 (Bone)
Pasien umumnya mengalami malaise, fatigue dan nyeri sendi.

13
B. Analisa Data
1. Kelebihan volume cairan
Ds: Pasien mengatakan bengkak pada tangan dan kaki juga area wajah.
Do:
a. Oedem anasarka
b. Peningkatan Ureum (>48,5mg/dL) dan Creatinin (>1,17mg/dL)

2. Nyeri akut
Ds: Dikaji dengan PQRST, apa penyebab yang dapat menimbulkan nyeri
seperti misalnya aktivitas, bagaimana kualitas nyerinya (tajam, tumpul atau
terasa terbakar), pada region mana (umumnya pasien mengeluh nyeri sendi
pada ekstremitas bawah), skala nyeri menggunakan NRS dengan rentang nyeri
skala 0-10, kapan keluhan nyeri dirasakan dan seberapa sering atau seberapa
lama keluhan nyeri dirasakan.
Do: Grimace (+), tingkah laku hati-hati, mempertahankan satu posisi.

3. Mual
Ds: Pasien mengatakan mual dan muntah
Do:
a. Klien tampak lemas
b. Klien tampak mual dan muntah
c. Berat badan klien mengalami penurunan
d. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan
e. Membran mukosa kering
f. Klien tampak menghindari makanan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
ditandai dengan pasien tampat oedem pada ekstremitas dan area wajah.
2. Nyeri akut berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri pada anggota gerak dan pasien tampak meringis.
3. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia ditandai dengan pasien mengatakan
mengalami mual muntah dan tidak nafsu makan.

14
D. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1. Kelebihan Tujuan: 1. Monitor berat badan pasien
volume cairan Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor tanda-tanda kesulitan
keperawatan selama 3x24 jam pernafasan
diharaapkan volume cairan 3. Monitor tanda-tanda vital
seimbang. 4. Monitor intake dan output
5. Monitor perubahan edema
Kriteria hasil: perifer
1. Tanda-tanda vital dalam 6. Ubah posisi/tinggikan bagian
batas normal tubuh yang mengalami edema
2. Irama jantung dan 7. Kolaborasi dalam pemberian
pernafasan regular terapi diuretic
3. Elektrolit serum dalam
batas normal
4. Hematokrit dalam batas
normal
5. BUN dalam batas normal
6. pH urin dalam batas normal
7. Keseimbangan intake
output dalam 24 jam
8. Berat badan stabil
9. Tidak terdapat pembesaran
vena jugularis
10. Tidak terdapat edema

2. Nyeri Akut Tujuan: 1. Kaji nyeri secara komprehensif


Setelah dilakukan asuhan termasuk lokasi, karakteristik,
keperawatan selama 3x24 jam onset, durasi, frekuensi, kualitas
diharapkan nyeri dan intensitas nyeri.
berkurang/hilang 2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Kriteria hasil: 3. Monitor tanda-tanda vital
1. Tanda-tanda vital dalam 4. Kontrol lingkungan yang dapat
batas normal mempengaruhi nyeri
2. Keluhan nyeri berkurang 5. Ajarkan tentang teknik relaksasi
3. Skala nyeri nafas dalam
berkurang/hilang 6. Anjurkan pasien untuk cukup
istirahat
7. Kolaborasi dalam pemberian
terapi analgesik

3. Mual Tujuan: 1. Kaji mual pasien meliputi


Setelah dilakukan asuhan frekuensi, durasi, dan faktor
keperawatan selama 3x24 jam penyebab
diharapkan mual berkurang/ 2. Monitor kemajuan toleransi
hilang terhadap intake makanan
3. Monitor tanda-tanda vital
Kriteria hasil: 4. Monitor kondisi membrane
1. Klien dapat intake makanan mukosa
oral dengan baik 5. Monitor turgor kulit

15
2. Klien dapat intake 6. Kolaborasi dalam pemberian
minuman oral dengan baik antiemetic
3. Tidak ada hidrasi kulit 7. Kolaborasi perencanaan diet
4. Turgor kulit dalam batas pasien
normal < 2 detik
5. Membran mukosa lembab
6. Tanda-tanda vital dalam
batas normal

E. Tindakan Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan
Hari/Tanggal
Pukul Tindakan Keperawatan/Implementasi Paraf dan
Nama Perawat
1. Memonitor berat badan pasien
2. Memonitor tanda-tanda kesulitan pernafasan
3. Memonitor tanda-tanda vital
4. Memonitor intake dan output
5. Memonitor perubahan edema perifer
6. Mengubah posisi/tinggikan bagian tubuh yang mengalami
edema
7. Melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi diuretik

2. Nyeri Akut
Hari/Tanggal:
Pukul Tindakan Keperawatan/Implementasi Paraf dan
Nama Perawat
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas
nyeri
2. Mengbservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Memonitor tanda-tanda vital
4. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
5. Mengajarkan tentang teknik relaksasi nafas dalam
6. Menganjurkan pasien untuk cukup istirahat
7. Melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik

3. Mual
Hari/Tanggal:
Pukul Tindakan Keperawatan/Implementasi Paraf dan
Nama Perawat
1. Mengkaji mual pasien meliputi frekuensi, durasi, dan faktor
penyebab
2. Memonitor kemajuan toleransi terhadap intake makanan
3. Memonitor tanda-tanda vital
4. Memonitor kondisi membrane mukosa

16
5. Memonitor turgor kulit
6. Melakukan kolaborasi dalam pemberian antiemetic
7. Melakukan kolaborasi perencanaan diet pasien

F. Evaluasi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan
Hari/Tanggal
Pukul Evaluasi Keperawatan Paraf dan
Nama Perawat
S:
Pasien mengatakan bengkak pada kedua kaki berkurang
O:
TD: 120/70 mmHg HR: 86 x/menit RR: 20 x/menit T: 36,5°C
Edema + +
+ +
A:
Kelebihan Volume Cairan
P:
Dalam 1x 8jam:
- TTV DBN
- Tidak terdapat edema
(Lanjutkan intervensi no 1-7)

2. Nyeri Akut
Hari/Tanggal:
Pukul Evaluasi Keperawatan Paraf dan
Nama Perawat
S:
Pasien mengatakan nyeri perut pada kedua kaki berkurang skala
2 hilang timbul terasa tajam selama 5-10 menit
O:
Grimace (+)
Tingkah laku hati-hati
TD: 120/70 mmHg HR: 86 x/menit RR: 20 x/menit T: 36,5°C
A:
Nyeri Akut
P:
Dalam 1x8jam:
- TTV DBN
- Nyeri berkurang
{Lanjutkan intervensi no 1-7)

3. Mual
Hari/Tanggal:
Pukul Evaluasi Keperawatan Paraf dan
Nama Perawat

17
S:
pasien mengatakan mual berkurang dan tidak muntah, makan
hanya setengah porsi.
O:
TD: 120/70 mmHg HR: 86 x/menit RR: 20 x/menit T: 36,5°C
Mukosa bibir lembab
Turgor kulit baik
Porsi makan dihabiskan ½ porsi
A:
Mual
P:
Dalam 1x8 jam:
- TTV DBN
- Intake output adekuat
(Lanjutkan intervensi no 1-7)

18
DAFTAR PUSTAKA

Brown, L., G. Gardner, dan A. Bonner. 2016. A randomized controlled trial


protocol testing a decision support intervention for older patients with
advanced kidney disease. Journal Of Advanced Nursing.
[https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2688054.]

Bulechek, G. M., H. K. Butcher., J. M. Dochterman., & C. M. Wagner. 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6. Nursing Interventions
Classification (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: ELSEVIER.

Herman T.H., & Komitsuru. S. 2017. Nanda Internasional Nursing Diagnosis,


Definition and Clasification 2018-2020. Jakarta: EGC.

InfoDATIN. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis.


[https://www.kemkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20ginjal%202017.pdf.]

Mansjoer, A. et.al. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1 Ed.3.
Jakarta: Media Aesculapius.

Monhart, V. 2013. Hypertension and Chronic Kidney Disease. Minerva Urol


Nefrol.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta : Salemba medika.

Pearce, E.C .2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Alih bahasa Sri
Yuliani Handoyo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

RSKESDAS. 2013. Data Riskesdas 2013. Direktorat Kesehatan Keluarga.


[https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2ahUKEwjc_9TOlJPoA
hWe6nMBHS7xBTsQFjAAegQIARAB&url=http%3A%2F
%2Fkesga.kemkes.go.id%2Fimages%2Fpedoman%2FData%2520Riskesdas
%25202013.pdf&usg=AOvVaw1_4fPbMn9ZStpR9AgA0AJd]

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Vol.1 Edisi 8. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Sundoyo, Aru. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam.

19

Anda mungkin juga menyukai

  • PUTRI - DHF Fix
    PUTRI - DHF Fix
    Dokumen19 halaman
    PUTRI - DHF Fix
    Citra
    Belum ada peringkat
  • BAB II Bismillah
    BAB II Bismillah
    Dokumen58 halaman
    BAB II Bismillah
    Citra
    Belum ada peringkat
  • Cover Ujian
    Cover Ujian
    Dokumen2 halaman
    Cover Ujian
    Citra
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Citra
    Belum ada peringkat
  • BAB II Bismillah
    BAB II Bismillah
    Dokumen58 halaman
    BAB II Bismillah
    Citra
    Belum ada peringkat
  • Cover Ujian
    Cover Ujian
    Dokumen2 halaman
    Cover Ujian
    Citra
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Citra
    Belum ada peringkat
  • PATHWAYS
    PATHWAYS
    Dokumen1 halaman
    PATHWAYS
    Citra
    Belum ada peringkat
  • BAB II Bismillah
    BAB II Bismillah
    Dokumen58 halaman
    BAB II Bismillah
    Citra
    Belum ada peringkat
  • BAB II Bismillah
    BAB II Bismillah
    Dokumen58 halaman
    BAB II Bismillah
    Citra
    Belum ada peringkat
  • CKD
    CKD
    Dokumen18 halaman
    CKD
    Citra
    Belum ada peringkat
  • CKD
    CKD
    Dokumen18 halaman
    CKD
    Citra
    Belum ada peringkat
  • PATHWAYS
    PATHWAYS
    Dokumen1 halaman
    PATHWAYS
    Citra
    Belum ada peringkat
  • PATHWAYS
    PATHWAYS
    Dokumen1 halaman
    PATHWAYS
    Citra
    Belum ada peringkat