Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kebutuhan akan sumber energi alternatif semakin hari semakin besar.


Sebagian besar kebutuhan akan energi, selama ini dipenuhi oleh minyak bumi.
Namun, karena minyak bumi ini adalah sumber daya alam yang tidak dapat
dperbaharui, maka persediaan minyak bumi semakin hari semakin menipis.
Semakin menipisnya persediaan minyak bumi, telah mendorong dilakukannya
penelitian-penelitian untuk memperoleh sumber energi baru yang dapat
diperbaharui.

Biomassa merupakan sumber energi yang menarik untuk dikembangkan


karena melimpahnya persediaan bahan baku biomassa di muka bumi dan sifatnya
yang dapat diperbaharui. Hal ini menjadikan biomassa merupakan sumber energi
alternatif yang paling menarik karena kemudahan untuk memperbaharuinya dan
dapat direproduksi melalui biokonversi karbon dioksida oleh tumbuhan. Etanol
yang diproduksi dari biomassa pada saat ini adalah bahan bakar hayati (biofuel)
yang banyak mencampurkannya dengan bensin.

Beberapa tahun belakangan ini, telah dilakukan pengembangan biomassa


selulosik (selulosa dan hemiselulosa) seperti limbah pertanian dan pengolahan
hutan, kertas bekas, dan limbah industri sebagai sumber gula, untuk selanjutnya
difermentasikan menjadi etanol.

Diantara biomassa, selulosa adalah karbohidrat yang paling melimpah dan


mudah diperbarui. Akhir-akhir ini, banyak peneliti mengungkapkan bahwa limbah
yang mengandung selulosa dapat digunakan sebagai sumber gula yang murah dan
mudah didapat untuk menggantikan bahan pati dalam proses fermentasi (Graf &
Koehler, 2000). Sumber selulosa yang dapat digunakan diantaranya adalah sisa-
sisa pertanian dan hasil hutan, kertas bekas, dan limbah industri (white, 2000).

1
Oleh karena itu, ketergantungan Indonesia kepada sumber energi dari bahan
bakar fosil harus segera dialihkan ke sumber enegi terbarukan. Dari
permasalahan- permasalahan di atas penulis menyumbangkan ide kreatif yaitu
pemanfaatan batang pohon pisang sebagai bahan bakar baru karena sebelumnya
batang pohon pisang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal dari berbagai
literatur menyebutkan bahwa kandungan batang pohon pisang antara lain adalah
lignoselulosa yang terdiri dari fraksi serat lignin dan selulosa. Adapun masalah
yang penulis angkat yaitu mengolah batang pohon pisang yang belum
terberdayakan secara optimal menjadi sumber bahan bakar baru yaitu bioethanol.
Dalam penelitian ini akan dilakukan usaha pemanfaatan batang pohon pisang
sebagai biomassa sumber karbon yang digunakan untuk menghasilkan glukosa,
sehingga glukosa yang dihasilkan dapat digunakan untuk produksi etanol.
Penelitian ini dikemas dalam karya tulis yang berjudul “Bioethanol Potensial dari
Batang Pohon Pisang“

B. Rumusan Masalah
Pada penelitian ini, penulis mengangkat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah tanaman pisang dapat dijadikan alternatif bahan baku bioetanol
dan biogas?
2. Berapa banyak bioenergi yang dihasilkan dari pisang?
3. Bagaimana mengoptimalkan bioenergi dari yang dapat dihasilkan dari
tanaman pisang?

C. Tujuan Penelitian
1. Membuktikan bahwa tanaman pisang dapat dijadikan alternatif bahan
baku bioetanol dan biogas.
2. Mengetahui cara mengoptimalkan alternatif sumber energi dari tanaman
pisang.

D. Hipotesis
1. Tanaman Pisang dapat dijadikan bioetanol dan biogas
2. Alternatif sumber energi dari tanaman pisang dapat dioptimalkan dengan
memanfaatkan seluruh bagian tanaman.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis :
2
Mengetahui pentingnya menghemat energi dan mengoptimalkan
alternatif sumber energi untuk mengatasi masalah krisis energi.
2. Bagi Umum :
Dapat dijadikan referensi dan sumber pengetahuan terutama dalam hal
penggunaan alternatif sumber energi.

F. Batasan Masalah
Penulis membatasi penelitian ini pada hal berikut:
1. Pisang yang diteliti adalah Pisang Raja (Musa paradiciata)
2. Bioenergi yang dihasilkan adalah bioethenol dan biogas.
3. Memanfaatkan daun pisang, pelepah pisang dan batang untuk
menghasilkan bioenergi

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pisang

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan Plantae

Divisi Magnoliophyta

Kelas Liliopsida

Ordo Zingiberales

Famili Musaceae

Genus Musa

3
Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa
berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa
acuminata, M. balbisiana, dan M. ×paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi
yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-
kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang
memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang
berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai
bahan pangan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama
kalium.(id.wikipedia.org, 2009)

Pisang budidaya pada masa sekarang dianggap merupakan keturunan dari


Musa acuminata yang diploid dan tumbuh liar. Genom yang disumbangkan diberi
simbol A. Persilangan alami dengan Musa balbisiana memasukkan genom baru,
disebut B, dan menyebabkan bervariasinya jenis-jenis pisang. Pengaruh genom B
terutama terlihat pada kandungan tepung pada buah yang lebih tinggi. Secara
umum, genom A menyumbang karakter ke arah buah meja (banana), sementara
genom B ke arah buah pisang olah/masak (plantain). Hibrida M. acuminata
dengan M. balbisiana ini dikenal sebagai M. ×paradisiaca. Khusus untuk
Kelompok AAB, nama Musa sapientum pernah digunakan.

Mengikuti anjuran Simmonds dan Shepherd yang karyanya diterbitkan


pada tahun 1955, klasifikasi pisang budidaya sekarang menggunakan nama-nama
kombinasi genom ini sebagai nama kelompok budidaya (cultivar group). Sebagai
contoh, untuk pisang 'Cavendish', disebut sebagai Musa (AAA group Dessert
subgroup) 'Cavendish'.

1. Budidaya

Pisang secara tradisional tidak dibudidayakan secara intensif. Hanya


sedikit yang dibudidayakan secara intensif dan besar-besaran dalam
perkebunan monokultur, seperti 'Gros Michel' dan 'Cavendish'. Jenis-jenis
lain biasanya ditanam berkelompok di pekarangan, tepi-tepi lahan tanaman
lain, serta tepi sungai.

2. Hama dan penyakit

4
Perbanyakan secara vegetatif membuat pisang amat mudah terkena
serangan pengganggu, karena sempitnya keragaman genetik. Suatu
perkebunan yang terkena penyakit dapat menularkan dengan singkat ke
perkebunan tetangganya.

3. Energi

Nilai energi pisang sekitar 136 kalori untuk setiap 100 gram, yang secara
keseluruhan berasal dari karbohidrat.

Nilai energi pisang dua kali lipat lebih tinggi daripada apel. Apel dengan
berat sama (100 gram) hanya mengandung 54 kalori.

Karbohidrat pisang menyediakan energi sedikit lebih lambat dibandingkan


dengan gula pasir dan sirup, tetapi lebih cepat dari nasi, biskuit, dan sejenis
roti. Oleh sebab itu, banyak atlet saat jeda atau istirahat mengonsumsi pisang
sebagai cadangan energi.

Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah tersedia


dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan
kalori sesaat. Karbohidrat pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat
sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi
dalam waktu tidak terlalu cepat. Karbohidrat pisang merupakan cadangan
energi yang sangat baik digunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh.

Gula pisang merupakan gula buah, yaitu terdiri dari fruktosa yang
mempunyai indek glikemik lebih rendah dibandingkan dengan glukosa,
sehingga cukup baik sebagai penyimpan energi karena sedikit lebih lambat
dimetabolisme. Sehabis bekerja keras atau berpikir, selalu timbul rasa kantuk.
Keadaan ini merupakan tanda-tanda otak kekurangan energi, sehingga
aktivitas secara biologis juga menurun.

Untuk melakukan aktivitasnya, otak memerlukan energi berupa glukosa.


Glukosa darah sangat vital bagi otak untuk dapat berfungsi dengan baik,
antara lain diekspresikan dalam kemampuan daya ingat.

5
Glukosa tersebut terutama diperoleh dari sirkulasi darah otak karena
glikogen sebagai cadangan glukosa sangat terbatas keberadaannya.

Glukosa darah terutama didapat dari asupan makanan sumber karbohidrat.


Pisang adalah alternatif terbaik untuk menyediakan energi di saat-saat
istirahat atau jeda, pada waktu otak sangat membutuhkan energi yang cepat
tersedia untuk aktivitas biologis.

Namun, kandungan protein dan lemak pisang ternyata kurang bagus dan
sangat rendah, yaitu hanya 2,3 persen dan 0,13 persen. Meski demikian,
kandungan lemak dan protein pisang masih lebih tinggi dari apel, yang hanya
0,3 persen. Karena itu, tidak perlu takut kegemukan walau mengonsumsi
pisang dalam jumlah banyak.

4. Mineral

Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan besi.

Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang,


khususnya besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh.

Berdasarkan berat kering, kadar besi pisang mencapai 2 miligram per 100
gram dan seng 0,8 mg. Bandingkan dengan apel, yang hanya mengandung 0,2
mg besi dan 0,1 mg seng untuk berat 100 gram.

Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A, yaitu


betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat kering, sedangkan pada apel
hanya 15 mg. Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin, riboflavin,
niasin, dan vitamin B6 (piridoxin).

Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg per 100
gram. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam
metabolisme, vitamin B6 berperan dalam sintetis dan metabolisme protein,

6
khususnya serotonin. Serotonin diyakini berperan aktif sebagai
neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak.

Vitamin B6 juga berperan dalam metabolisme energi yang berasal dari


karbohidrat. Peran vitamin B6 ini jelas mendukung ketersediaan energi bagi
otak untuk aktivitas sehari-hari.

B. Karakteristik Ethanol (C2H5OH)

Ethanol merupakan gabungan unsur karbon, oksigen, dan hidrogen.


Ethanol yang terlarut dalam air memiliki tingkat kosentrasi (kadar) yang berbeda
antara 0,5% - 95%. Ethanol termasuk larutan yang mudah terbakar massa jenisnya
juga lebih ringan dari air. Karakteristik ethanol dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2 : Karakteristik Ethanol (C2H5OH)


Ethyl alcohol, Ethyl hidroksida, grain alcohol,
Nama Lain
Methyl carbinol
Warna Tidak berwarna / jernih
Formula Kimia C2H5OH
Berat Molekul 46,07 g/mol
Sangat mudah terbakar, berbahaya bagi kulit,
Sifat mata, paru-paru dan pencemaran. Merusak
karet dan plastik.
Titik Nyala 90 C
Rapatan g/mL (20oC) 0,79
Vikositas pada 20oC 1,19 cps
Kelarutan pada air 100%
Sumber :http://www.windowsxlive.net/

Cara menghasilkan bioethanol adalah fermentasi glukosa. Glokosa bisa


didapatkan dari hidrolisis karbohidrat, sellulosa dan hemisellulosa.
Bioethanol memiliki beberapa fungsi sebagai bahan bakar
1. Pada kadar 95% sudah dapat terbakar, dapat digunakan sebagai pengganti
minyak tanah ataupun dioplos dengan minyak tanah (Ardhi dkk, 2009)

7
2. Ethanol berkadar 95% dapat dicampur bensin hingga kadar 20% (BE-20)
dan digunakan sebagai bahan bakar sepeda motor dengan penambahan zat
antikarat (Indra, 2007)
3. Pada kadar 99,2% dapat dicampur dengan bensin (premium) dengan kadar
5% (BE-5), 10% (BE-10), 20% (BE-20) dan 40% (BE-40) tanpa perlu
mengubah konsruksi mesin

C. Fermentasi atau Peragian


Fermentasi disini merupakan proses glukosa menjadi ethanol. Kebanyakan
bahan yang difermentasi mengandung karbohidrat dan glukosa. Mikroba yang
umum digunakan dalam fermentasi adalah jamur Saccaromyces yang bisa
didapatkan dalam bentuk ragi tape.

1. Proses Fermentasi secara keseluruhan.

C6H12O6 (glukosa) 2CH3CH2OH + 2CO2 +2 ATP

Dari reaksi di atas dapat diketahui bahwa proses fermentasi hanya


membuat energi dari substrat hilang sebanyak 2 ATP (1 ATP = 7,3 kkal). Satu
molekul glukosa menyimpan energi kira-kira 686 kkal. Sedangkan untuk
proses fermentasi energinya berkurang kira-kira 14,6 kkal. Jadi dalam satu
molekul ethanol masih tersimpan energi kira-kira 671,4 kkal atau sekitar
2819,88 kJ. Energi yang tersimpan dalam ethanol masih besar. Apalagi
pembakaran ethanol tergolong efektif, sehingga energi yang dilepaskan secara
sempurna. Bioethanol menjadi sangat efektif sebagai bahan bakar.

2. Perincian Proses Hidrolisis Pati Dan Fermentasi

a. Sakarifikasi dengan Hidrolisis Pati

Amilum (Pati) + H2O  Glukosa

b. Glikolisis (Pemecahan Glukosa)


C6H12O6 (Glukosa)  2C3H3O3 (Asam Piruvat) + 2NADH + 2ATP

c. Proses Dekarboksilase Oksidatif


C3H3O3 (Asam Piruvat)  CH3HCO (Asetaldehida) + CO2

8
d. Proses Pembentukan Ethanol
CH3HCO +NADH (dari proses glikolisis)  C3H5OH (ethanol)

 Pada pembakaran ethanol terjadi reaksi :

CH3 - CH2 - OH (aq) + 3O2 (g)  2CO2 (g) + 3H2O(l) + energi (G= -2819,88
Kj)

Fermentasi atau peragian akan berhenti saat kadar alkohol telah mencapai
12% – 14%. Hal ini disebabkan jamur Saccaromyces akan mati oleh hasil
fermentasinya sendiri yang berupa ethanol. Untuk menghasilkan alkohol
dengan kadar tinggi, harus dilakukan proses penyulingan. Hasil sulingan
tersebut berupa alkohol dengan kadar 95%. Alkohol ini sudah dapat terbakar.
Untuk membuat Biopremium (Ethanol yang dicampur bensin), memerlukan
kadar 99,2%. Untuk mendapatkan Ethanol berkadar 99,2% secara sederhana,
dapat menggunakan zeolit atau gamping

D. Biogas

Biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan


gas lainnya. Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik dalam
sebuah biodigester atau tabung bioreaktor oleh bakteri anaerob. Hampir semua
material organik dapat digunakan, seperti kotoran hewan, kotoran manusia,
tumbuhan terutama yang mengandung selulosa tinggi Secara ilmiah, biogas
adalah gas yang mudah terbakar (flammable). Biogas merupakan bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan dan tidak berbau.

Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang


terjadi. Komposisi biogas Sebagai berikut:

Tabel 3. Komposisi Biogas

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45

Nitrogen (N2) 0-0.3

Hidrogen (H2) 1-5 9

Hidrogen sulfide (H2S) 0-3

Oksigen (O2) 0.1-0.5


Sumber: chem-is-try.org
CH4 memiliki nilai energi 10 kWh/ml. Sehingga Jika diasumsikan
kandungan CH4 maka nilai kalori dari 1 m3 biogas sekitar 6.000 W jam (sumber:
wikipedia.org).

1. Mekanisme Pembentukan Biogas

Reaksi pembentukan biogas secara umum sebagai berikut:

Bahan organik  CH4(g) +C02(g) + H2S(aq) + H2(g) + N2(g) (Gbatangra


Sa’id, 1987)

Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan


biogas, yaitu:

1. Kelompok bakteri fermentatif: untuk hidrrolisis seperti Steptococci,


Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae
2. Kelompok bakteri asetogenik atau asidogenesis yaitu Desulfovibrio yang
menghasilkan H2S.

3. Kelompok bakteri metanogenesis seperti Mathanobacterium,


Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus

Proses pembentukan biogas melalui pencernaan anaerobik merupakan


proses bertahap, dengan tiga tahap utama.. Tahap pertama adalah hidrolisis,
pada tahap ini bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein
didegradasi oleh mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti
asam karboksilat, asam keto, asam hidroksi, keton, alkohol, gula sederhana,
asam-asam amino, H2 dan CO2. Tahap kedua yaitu tahap asidogenesis
10
senyawa terlarut tersebut diubah menjadi asam-asam lemak rantai pendek,
yang umumnya asam asetat dan asam format oleh mikroorganisme
asidogenik. Tahap terakhir adalah metanogenesis, pada tahap ini asam-asam
lemak rantai pendek diubah menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan
mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan
H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu CH4 dan CO2. (Chem-is-try)

Beberapa parameter-parameter ini yang harus dikontrol dengan cermat


supaya proses pencernaan anaerobik dapat berlangsung secara optimal

1. Keasaman, pH harus dijaga pada kondisi optimum yaitu antara 7 - 7,2.


2. Rasio C/N pada bahan yaitu antara 25:1-30:1 (Sumber: Sigh, 1977)
3. Kondisi temperatur pada rentang 20 – 30 C
(http://mieftachzone.blogspot.com)

2. Pembakaran Metana

Pembakaran gas metana ini selanjutnya menghasilkan api biru dan tidak
mengeluarkan asap. Proses pembakaran metana sebagai berikut

CH3 (g) + 3O2 (g)  2CO2 (g) + 3H2O(l)

Pembakaran Metana menghasilkan energi yang cukup besar, sehingga


memunkinkan dimanfaatkan sebagai bahan baker alternatif.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

Untuk menyelesaikan karya tulis ini penulis mengadakan suatu penelitian


guna mempermudah proses penulisan sehingga tujuan penelitian dapat mencapai
sasarannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian di laboratorium SMAN 1 Ponorogo mulai
tanggal 15 Januari sampai 5 Februari 2010.
B. Alat dan Bahan
1. Alat-alat penelitian :
1. Alat penyulingan (lengkap)
2. Tabung Reaktor Biogas
3. Plastik Panjang (2x4 m)
4. Termometer (1 buah)
5. Alat pengukur pH
6. Larutan penguji Amilum (iodine)
7. Larutan penguji Glukosa (Benedict)
8. Kertas saring
9. Timba (4 buah)
10. Plastik penutup
11. Tali Rafia secukupnya
12. Pisau (1 buah)
2. Bahan penelitian :
1. Batang Pisang sebanyak 2 kg.
2. Pelepah Pisang 4 Kg
3. Daun Pisang Sebanyak 70 Kg untuk bahan Biogas
4. Ragi tape (5 butir)
5. Air secukupnya
6. Larutan H2SO4 O,1 M
7. larutan NaOH 17,5%

12
C. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan Penentuan Komposisi kimia batang pisang


kemudian membuat bioethanol dan biogas dari pisang secara terpisah.

1. Penentuan Komposisi kimia batang pisang

a. Penentuan Kadar Selulosa

Sebanyak 1 gram batang pisang ditambahkan 5mL NaOH 17,5%

pada suhu 20 . Kemudian dimaserasi selama 5 menit. Ditambahkan


NaOH 17,5% sebanyak 2 kali dengan masing-masing dibiarkan selama
45 dan 15 menit. Campuran dibiarkan selama 3 menit. Ditambahkan 33
mL NaOH 17,5% dan diaduk selama 10 menit. Ditambahkan 3x33 mL
NaOH 17,5% setelah 2,5;5,0;7,5 menit, kemudian dibiarkan selama 30
menit dalam keadaan tertutup. Air suling ditambahkan sebanyak 33 mL
kemudian dibiarkan selama 30 menit. Endapan disaring menggunakan
corong buchner dan dicuci dengan 5 mL NaOH 8,3%. Kemudian dicuci
lagi dengan 5 x 16,7 mL air suling (filtrat digunakan untuk pengujian

selulosa dan γ). Dicuci dengan 133,3 mL suling dan ditambahkan

asam asetat 2 N, diaduk selama 5 menit. Dicuci dengan air suling


sampai bebas asam. Dikeringkan dan ditimbang beratnya.

Untuk pengujian selulosa dan γ, filtrat dipindahkan kedalam labu

ukur, diencerkan sampai volume 166,7 mL. kemudian dipipet sebanyak


16,67 mL kedalam erlenmeyer 250 mL. ditambahkan 3,3 mL K2Cr2O7
0,4 N, 30 mL H2SO4 pekat. Dipanaskan dan diaduk selama 10 menit.
Setelah dingin ditambah 166,7 mL air suling. Kalium iodida
ditambahkan sebanyak 0,66 g, diaduk dan dibiarkan selama 5 menit.
Dititrasi deng 0,1 N natrium tiosulfat, kemudian ditambahkan larutan
kanji. Titik akhir terjadi pada perubahan warna biru tua ke hijau muda.
Blangko dibuat dengan penambahan 16,67 mL NaOH 0,5 N.

13
b. Penentuan kadar lignin

Sebanyak 1 gram batang pisang ditambahkan 15 mL H 2SO4 72%


kemudian dipanaskan selama 8 jam. Dipindahkan kedalam labu ukur
1000 mL, lalu diencerkan sampai 560 mL. dipanaskan selama 4 menit
pada 60 . Endapan disaring dengan kertas saring yang diketahui

beratnya, lalu dicuci dengan air panas. Dikeringkan pada suhu 100

kemudian ditimbang.

2. Proses Pembuatan Bioethanol

a. Proses Hidrolisis Selulosa Dengan Larutan Asam

Proses ini merupakan pemecahan selulosa ( polisakarida )


menjadi monomer sederhana yaitu glukosa ( monosakarida). Selain itu
juga pemecahan hemiselulosa menjadi xylosa. Proses ini dilakukan
terhadap pelepah pisang menggunakan larutan H2SO4 0.1 M. Sebelum
dihidrolisis pelepah pisang dipotong pendek-pendek sekitar 5 cm.
Proses hidrolisis yang maksimal menghasilkan monosakarida
sebanyak 50% dari polisakarida. Proses perendaman asam
membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Setelah direndam asam, pelepah
pisang direndam pada air biasa selama 1 jam. Perendaman bertujauan
untuk menghilangkan sisa asam sehingga meningkatkan pH. pH yang
optimum untuk pertumbuhan Saccaromyces adalah 4,1—4,4

b. Proses Hidrolisis Karbohidrat dengan Cara Pengkukusan

Proses pengukusan dilangkukan pada batang dan batang pisang


yang mempunyai kandungan karbohidrat (Amilum) yang tinggi.
Proses ini juga dapat dilakukan terhadap pelepah pisang setelah
direndam asam jika kandungan glukosanya masih kurang. Pengukusan
dilakukan selama 1 jam. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh kadar
gula optimum untuk fermentasi yaitu sekitar 17%.

14
1) Proses Fermentasi

Proses Fermentasi adalah proses penguraian bahan organik


menjadi molekul yang lebih sederhana. Namun dalam hal ini
fermentasi mengacu pada fermentasi ethanol yang berasal dari
glukosa. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan ragi tape
(Saccaromyces) dengan perbandingan 2 butir ragi tape untuk
setiap kilogram bahan. Proses ini membutuhkan suhu yang
lembab, terhindar dari matahari dan udara bebas agar jamur dapat
mengubah glukosa menjadi ethanol secara maksimal. Untuk
mendapatkan hal tersebut, penulis menutup dengan rapat wadah
yang digunakan proses fermentasi. Proses ini dilakukan selama 3
hari. Setelah proses peragian tersebut didapatkan air tape pisang
(badek). Langkah selanjutnya adalah menyaringnya menggunakan
kertas saring 0,1 µm untuk memisahkan larutan ethanol dengan
zat-zat lain yang tersuspensi, seperti protein atau sisa karbohidrat.

2) Proses Penyulingan atau Destilasi

Proses ini merupakan proses untuk mendapatkan kadar


ethanol yang lebih tinggi. Alat yang digunakan adalah alat
penyulingan serta termometer untuk mengatur suhunya. Caranya
adalah memanaskan hasil fermentasi dengan memperhatikan titik
didih ethanol, yaitu 780 C. Pada suhu ini air belum mencapai titik
didihnya (titik didih air 1000C). Selanjutnya uap ethanol ini
dialirkan ke kondensor untuk proses pengembunan. Dari sini akan
terbentuk tetesan-tetesan ethanol dengan kadar 93% sampai 96%.
Untuk mendapatkan kadar ethanol sebesar 99,2% dapat
digunakan zeolit.

15
3. Proses Pembuatan Biogas

a. Proses Pembuatan Slurry

Slurry adalah bahan dasar untuk pembuatan biogas. Slurry


dihasilkan dari daun pisang daan akar yang dihancurkan secara
mekanik (diblender) kemudian dicampur air dengan perbandingan 1:1.
Limbah dari fermentasi juga bisa dijadikan slurry. Limbah dari
fermentasi perlu dicampur air dan NaOH untuk meningkatkan pH-
nya. pH slurry yang baik adlah 7,0-7,2. Jika terlalu maka pertumbuhan
mikroba biogas akan terhambat.

b. Proses reaktor gas (bioreaktor)

Proses reactor gas merupakan slurry menjadi gas metana dan


bahan organik sisa. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
reaktor batch 100 L slurry dimasukan ke dalam tabung reaktor biogas.
Dibiarkan selama 16 hari, kemudian diukur biogas yang dihasilkan.

4. Proses Pengolahan Sludge

Sludge adalah limbah biogas yang telanh hilang gasnya.


Proses pengolahan slurry merupakan proses pemanfaatn limbah biogas
menjadi pupuk. Limbah biogas memiliki kandungan zat organikyang
tinggi. P dan N. Proses yang penulis lakukan adalah penyaringan dan
pengeringan.

BAB IV

16
PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan penulis mulai tanggal 1 sampai 18 Juli,


penulis memperoleh data sebagai berikut :

A. Komposisi Kimia Batang Pisang

Hasil analisis komposisi batang pisang (Musa paradiciata) dapat dilihat


pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Komposisi kimia batang pohon pisang per gram berat kering.

Komponen Kandungan (%)

Selulosa α, β, γ 40,1%

Lignin 17,8 %

Data tersebut menunjukkan bahwa kandungan selulosa pada batang


pohon pisang cukup tinggi (sekitar 0,4 g selulosa dalam 1 gram batang pisang
kering). Kandungan ini cukup baik untuk produksi glukosa.

Kandungan lignin akan mempengaruhi proses hidrolisis enzimatik.


Ikatan silang dari unsur aromatik lignin dapat memperlambat penetrasi oleh
enzim, oleh karena itu diperlukan preparasi mekanik ataupun kimiawi untuk
mempermudah kontak antar enzim dengan substrat(Sun, 2002).

B. Hasil Bioethanol dari Batang Pisang

Tabel 1. Data Hasil Fermentasi dan Penyulingan pada Batang Pisang Jepang

17
No Bahan Jumlah
1 Berat Batang 2 Kg
2 Air Fermentasi (badek) 1200 mL
4 Limbah Padat Bioethanol 1,38 Kg
5 Hasil Destilat 139,2 mL
6 Etahol 99,2 % 100,2 mL
7 Biopremium 501,1 mL

Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa hasil fermentasi terhadap 2 Kg


batang pisang mendapatkan bioethanol 95% sebanyak 0,1392 L..
Perbandingan berat batang dan hasil bioethanol mendekati nilai 7:1. Artinya
untuk mendapatkan 1 liter bioethanol dari Batang pisang ini dibutuhkan kira-
kira 7 Kg batang pisang. 1 ton batang pisang mampu menghasilkan sekitar
142,7 liter bioethanol.

Rata-rata batang yang dihasilkan satu pohon pisang adalah 2 sampai 4 Kg.
Jadi untuk menghasilkan 1 liter bioethanol hanya membutuhakan batang
pisang sekitar 3 pohon. Produktiviatas batang pisang adalah 30 ton/hektar.
Jadi satu hektar pohon pisang bisa menghasilkan 856,2 liter ethanol dari
batang pisang setiap musimnya

Produksi bioethanol diatas didapatkan dari batang pisang saja. Belum


termasuk energi yang dihasilkan dari biomassa yang lain seperti akar, daun
dan pelepah. Biomassa tersebut masih dapat dubah menjadi bahan bakar.

C. Hasil Destilasi Larutan Badek Pelepah Pisang

Penulis telah melakukan penelitan tentang hasil bioethanol dari pelepah


pisang. Penulis melakukan penyulingan 10 kali penyulingan masing-
masing100 mL badek.Dari penelitian yang penulis lakukan, didapatkan data
sebagai berikut:

18
Tabel 2. Data Hasil Penyulingan Tiap 100 mL Larutan Badek

Penyulingan Ke Banyak Larutan Badek Hasil Destilat (ethanol


95%)
I 100 mL 11,9 Ml

II 100 mL 10,7 Ml

III 100 mL 9,8 mL

IV 100 mL 9,9 Ml

V 100 mL 10,4 mL

VI 100 mL 9,2 mL

VII 100 mL 11,3 mL

VIII 100 mL 9,7 mL

IX 100 mL 10.1 mL

X 100 mL 11.2 mL

Jumlah 1000 mL 104,2 mL

Dari Data diatas dapat diketahui bahwa rata-rata diperoleh detilat sebanyak
10,43 mL dari 100 mL larutan badek atau sekitar 10,4% dari larutan badek.

D. Hasil Produksi Bioethanol Dari Fermentasi Pelepah Pisang

Untuk memperbesar hasi perolehan bioethanol, penulis dilakukan


fermentasi pelepah pisang.

Tabel 3. Hasil Fermentasi dan Penyulingan pada Pelepah Pisang Jepang

No Bahan Jumlah
1 Berat Pelepah Basah 3 Kg
2 Berat Pelepah setelah perendaman 3,1 Kg
3 Air Fermentasi (badek) 2250 mL
4 Limbah Padat Bioethanol 1,6 Kg
5 Hasil Destilat 184,5 mL
6 Etahol 99,2 % 132,34 mL

19
7 Biopremium 661,7 mL

Dari 3 Kilogram pelepah pisang dihasilkan 184,5 ethanol 95%.


Perbandingan berat pelepah dan hasil ethanol 95% adalah 16,2:1 atau untuk
menghasilkan 1 liter ethanol membutuhkan 16,2 Kg pelepah pisang. Untuk
mengoptimalkan hasil produksi dapat dilakukan fermentasi pada pelepah
pisang selain pada batang pisang.

Setiap pohon pisang rata-rata memiliki berat batang dan batang sekiatar 2
sampai 4 kilogram. Sedangkan berat pelepah basah setiap pohonya sekitar 4
sampai 10 kilogram. Bioethanol yang dihasilkan dari pelepah pisang setiap
pohonya sekitar 250 mL sedangkan dari batangnya sekitar 500 mL. Jadi
bioethanol yang bisa dihasilkan setiap pohon pisang sekitar 750 mL

E. Pengolahan Limbah Fermentasi Bioethanol dari Pisang


Limabah fermentasi bioethanol adalah biomassa yang tidak dapat
digunakan sebagai bahan baku bioethanol. Limbah fermentasi pisang meliputi
limbah prafermentasi dan pascafermentasi.

1. Pengolahan Limbah Prafermentasi

Limbah prafermentasi meliputi daun, akar dan biomassa yang tidak


dapat difermentasikan menjadi bioethanol. Limbah ini diolah dengan cara
dihancurkan dan dicampur air dengan perbandingan 1:1. 80 Kg Limbah
pra fermentasi dapat menjadi 100 L lareutan slurry

2. Pengolahan Limbah Pascafermentasi

Limbah pascafermentasi adalah hasil sampingan dari fermentasi


bioethanol. Limbah yang dihasilkan dari fermentasi dapat disajikan dalam
table berikut.

Tabel 4.2 Data Pengolahan Limbah Dari Pisang Jepang

No Bahan Jumlah
1 Limbah Bioethanol dari batang 1,6 Kg
2 Limbah Bioethanol dari pelepah 1,38 Kg
20
3 Jumlah Limbah 2,98 Kg
4 pH Limbah 4,7
5 NaOH yang ditambahkan 30 gr
6 Banyak Slurry 4L

Dari fermentasi 2 kilogram batang pisang dan 3 kilogram pelepah pisang


dapat menghasilkan hampir 3 kilogram limbah. Setiap hektar pohon pisang
yang difermentasi batang dan pelepahnya menghasilkan limbah yang
mencapai 90 ton. Biomassa sebesar ini sebaiknya juga dimanfaatkan sabagai
sumber energi yaitu biogas.

Limbah pascafermentasi idicampur air 1:1,5 untuk menjadi slurry.


Keasaman larutan pH perlu dinaikan. Untuk 4 liter slurry ini perlu
ditambahkan NaOH sebanyak 30gr untuk mendapatkan pH 7 hingga 7,2.
Namun, jika kesulitan mendapatkan soda api (NaOH) dapat digunakan Batu
Gamping, Dolosid atau abu. Bahan tersebut cenderung basa sehingga bisa
dimanfaatkan untuk menaikan pH larutan slurry.

F. Produksi Biogas Dari Limbah Fermentasi Bioethanol

Selanjutnya untuk mengoptimalkan enargi yang dihasilkan penulis


mencoba meneliti biogas yang dihasilkan dari pisang. Penulis membuat 100
Liter larutan slurry dari daun dan limbah fermentasi bioethanol. Penulis hanya
mencatat gas yang dihasilkan selama 16 hari karena keterbatasan waktu.
Biogas yang dihasilkan dari 100 Liter slurry sebanyak 10 m3

Hasil energi baik Bioethanol dan Biogas dari pohon pisang tergolong
besar, menjadikan tanaman pisang cocok untuk dibudidayakuan guna
mendapatkan bahan alternatif baru untuk produsi bioethanol dan biogas

21
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Batang pisang dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku


bioethanol. Perbandingan berat batang pisang dengan bioethanol yang
dihasilkan adalah 7:1.

2. Pelepah pisang dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku


bioethanol setelah melaui proses hidrolisis dengan asam. Perbandingan
berat pelepah pisang dengan bioethanol yang dihasilkan adalah 16,2:1.

22
3. Semua bagian dari tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi. Daun pisang dapat dimanfaatkan sebagai biogas. Pelepah dan
batang pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioethanol.

4. Produksi bioethanol tidak menghasilkan limbah yang tidak berguna.


Limbah bioethanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas.
Sedangkan limbah dari pembuatan biogas dapat digunakan sebagai
pupuk organik.

B. Saran

Dengan penelitian ini, penulis mengharapkan hal-hal berikut :

1. Penggunaan Pisang sebagai bahan baku bioethanol dan biogas perlu


diterapkan dalam masyarakat.

2. Budidaya pisang dapat dilakukan dengan tumpang sari, seperti ditanam


bersama kelapa untuk mengoptimalkan produktifitas lahan.

3. Penelitian tentang bioetanol harus tetap dikembangkan karena dapat


mengatasi masalah krisis energi saat ini.

23

Anda mungkin juga menyukai