Anda di halaman 1dari 54

TUGAS THT-KL

VERTIGO

KARANGANYAR

Oleh:
Jeanne Fransisca G99141106

Pembimbing:
dr. Anthonius Cristanto, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF


I.K. TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA-LEHER
FK UNS/RSUD Dr. MOEWARDI/RSUD PANDAN ARANG
SURAKARTA/BOYOLALI
2015
1. KELUHAN UTAMA DI BIDANG THT-KL
a. Telinga
1) Telinga berdenging (tinitus)
2) Telinga terasa penuh
3) Nyeri telinga (otalgia)
4) Keluar cairan (otorrhea)
5) Penurunan pendengaran
6) Telinga gatal (itching)
7) Benda asing di dalam telinga (corpal)
b. Hidung
1) Hidung tersumbat
2) Sering bersin-bersin (sneezing)
3) Perdarahan dari hidung (epistaksis)
4) Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia)
5) Sekret dari hidung (rhinorrhea)
6) Nyeri di daerah wajah
7) Hidung berbau (foetor ex nasal)
8) Benda asing di dalam hidung (corpal)
9) Suara sengau (nasolalia)
c. Tenggorok
1) Nyeri tenggorok
2) Batuk
3) Suara serak
4) Nyeri menelan (odinofagia)
5) Merasa banyak dahak di tenggorokan
6) Sulit menelan (disfagia)
7) Merasa ada yang menyumbat atau mengganjal
8) Amandel (tonsilitis)
9) Bau mulut (halitosis)
10) Benda asing di tenggorok (corpal)

1
d. Kepala-leher
1) Pusing berputar
2) Sesak
3) Benjolan di leher
4) Gangguan keseimbangan

2. MEKANISME PATOFISIOLOGI VERTIGO


a. Anatomi dan Fisiologi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam

1) Telinga luar
Telinga luar terdiri dari:
a) Daun telinga/Pinna/Aurikula merupakan daun kartilago. Fungsinya
menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal

2
auditori eksternal (lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5 cm
yang merentang dari aurikula sampai membran timpani).
b) Liang telinga luar (meatus akustikus eksternus)
c) Membran timpani (gendang telinga) merupakan perbatasan telinga
bagian luar dengan tengah. Berbentuk kerucut, dilapisi kulit pada
permukaan eksternal, dilapisi mukosa pada permukaan internal.
memiliki ketegangan, ukuran, dan ketebalan yang sesuai untuk
menghantarkan gelombang bunyi secara mekanis.

Gambar 2. Membran Timpani

Bagian-bagiannya:
- Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell), terdiri dari
2 lapisan.
- Bagian bawah atau Pars tensa (membran propria), terdiri dari 3
lapisan.
Bayangan penonjolan bagian bawah malleus pada membran
timpani disebut dengan umbo. Dari umbo, bermula suatu refleks

3
cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pukul 7 pada membran
timpani kiri dan pukul 5 pada membran timpani kanan. Pada
membran timpani terdapat 2 serat, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang mengakibatkan adanya refleks cahaya kerucut. Bila
refleks cahaya datar, maka dicurigai ada kelainan pada tuba
eustachius.

2) Telinga tengah
Terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis
facialis) tulang temporal.
Terdiri dari:
a) Tuba Eustachius
- menghubungkan telinga tengah dengan faring
- normalnya tuba ini menutup dan akan terbuka saat menelan,
mengunyah, dan mengua.
- berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi
membran timpani
- bila tuba membuka suara akan teredam
b) Osikel auditori (tulang pendengaran)
Terdiri dari 3 tulang, yaitu: Maleus (martil), Inkus (anvill), Stapes
(sanggurdi). Berfungsi sebagai penghantar getaran dari membran
timpani ke fenesta vestibule.
c) Otot
Membantu mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan suara
dengan nada tinggi (peredam bunyi).
- m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku => suara
dipantulkan
- m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga => suara
teredam

4
3) Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian
rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan
perilimfe & labirin membranasea, yang terletak lebih dalam dan
memiliki cairan endolimfe.
Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang koklea
terdiri atas tiga bagian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala
timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli berhubungan dengan tulang
stapes melalui jendela berselaput yang disebut tingkap oval, sedangkan
skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap
bulat.
Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis
atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran
basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organ corti yang berfungsi
mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel
rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran
tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut
akan dihubungkan dengan bagian otak dengan N.vestibulokoklearis.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat
indera keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak di belakang
labirin yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga
saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian
ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut
yang akan dihubungkan dengan bagian keseimbangan dari N.
vestibulokoklearis.

b. Histologi Telinga
1) Telinga luar
a) Aurikula
Suatu lempeng tulang rawan elastik yang kuning dengan
ketebalan 0,5 – 1 mm, diliputi oleh perikondrium yang banyak
mengandung serat-serat elastis.

5
Seluruh permukaannya diliputi kulit tipis dengan lapisan
subkutis yang sangat tipis (hipodermis) pada permukaan
anterolateral.
Ditemukan rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat,
yang umumnya kurang berkembang. Dalam lapisan subkutis dan
menempel pada perikondrium terdapat beberapa lembar otot lurik.
b) Liang telinga luar (Meatus akustikus eksternus)
Membentang dari aurikula sampai membran timpani. Pada
potongan melintang, saluran ini bentuknya oval dan liang
telinganya tetap terbuka karena dindingnya kaku. Sepertiga bagian
luar mempunyai dinding tulang rawan elastis yang meneruskan diri
menjadi tulang rawan aurikula, dan duapertiga bagian dalam
berdinding tulang.
Saluran ini dilapisi kulit tipis tanpa jaringan subkutis.
Lapisan-lapisan demis yang lebih dalam bersatu dengan
perikondrium atau periosteum.
Pada bagian luar banyak ditemukan rambut yang
berhubungan dengan kelenjar sebasea, dan sejumlah kecil rambut
dan kelenjar sebasea pada bagian atap saluran bagian dalam.
Dalam liang telinga luar ditemukan serumen, yaitu suatu
materi coklat seperti lilin dengna rasa yang pahit dan berfungsi
pelindung.
Serumen merupakan gabungan sekret kelenjar sebasea dan
kelenjar serumen, yang merupakan modifikasi kelenjar keringat
yang besar, berjalan spiral dan salurannya bermuara langsung ke
permukaan kulit atau bersama kelenjar sebasea ke leher folikel
rambut.
c) Membran timpani
Berbentuk oval dan letaknya oblique/miring menutupi
bagian terdalam liang telinga luar. Membran timpani mempunyai
dua lapis jaringan ikat, lapisan luar mempunyai serat yang berjalan

6
radial, dan lapisan dalamnya mempunyai serat yang berjalan
sirkular.
Permukaan luarnya dilapisi kulit yang sangat tipis dan
permukaan dalamnya dilapisi mukosa ruang telinga tengah yang
tebalnya 20-30 mikron dengan epitel yang kuboid.
Pada membran timpani melekat maleus yang menyebabkan
membran menonjol ke dalam rongga telinga tengah. Bagian atas
membran timpani tak mengandung serat-serat kolagen, dan disebut
bagian flaksida (membrana shrapnell).

2) Telinga tengah
Terdiri dari rongga seperti celah di dalam tulang temporal yaitu
rongga timpani, dan tuba auditorius (eustachii) yaitu suatu kanal atau
duktus yang menghubungkannya dengan nasofaring.
Epitel yang melapisi rongga timpani adalah epitel selapis
gepeng atau kubis rendah, akan tetapi dibagian anterior pada celah tuba
auditiva, epitelnya selapis silindris bersilia :
Lamina propria tipis dan menyatu dengan percosteum. Maleus
dan inkus tergantung pada ligamen-ligamen tipis dari atap. Lempeng
dasar stapes melekat melalui sendi fibrosa pada fenestra ovalis pada
dinding dalam. Antara ketiga tulang pendengaran terdapat dua sendi
sinovial Periosteum tipis pada tulang pendengaran, menyatu dengan
lamina propria tipis dibawah lapisan epitel selapis gepeng, yang
melapisi seluruh rongga timpani.
Fenestra ovalis pada dinding medial, ditutupi oleh lempeng
dasar stapes, memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala
vestibuli koklea. Oleh karenanya, getaran-getaran membrana timpani
diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke perilimfe
telinga dalam.
Fenestra rotundum yang terletak dalam dinding medial rongga
timpani di bawah dan belakang fenestra ovalis dan diliputi oleh suatu

7
membran elastis (membran timpani sekunder), yang memisahkan
rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
a) Tuba eustachius
Menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring,
panjangnya 3,5 cm. Bagian sepertiga posterior mempunyai dinding
tulang dan bagian duapertiga anterior mempunyai dinding tulang
rawan. Lumennya gepeng, dinding medial dan lateral bagian tulang
rawan saling berhadapan menutup lumen.
Epitel bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris
bersilia dengan sel goblet dekat faringLamina propia dengan
faring, mengandung kelenjar seromukosa. Dengan menelan,
dinding tuba saling terpisah, sehingga lumen terbuka dan udara
dapat masuk ke rongga telinga tengah untuk menyamakan tekanan
udara pada ke dua sisi membran timpani.

3) Telinga dalam
Adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosun
tulang temporalis, labirin oseosa (Labirin tulang). Di dalamnya
terdapat labirin membranosa yang juga merupakan suatu rangkaian
saluran dan rongga-rongga.
Labirin membranosa berisi cairan endolimf. Dinding labirin
membranosa memisahkan endolimf dari perilimf, yang mengisi ruang
labirin tulang sisanya.
a) Labirin tulang
Yang di tengah adalah vestibulum, terletak medial terhadap
rongga timpani, dengan fenestra ovalis pada dinding di antaranya.
Posterior terhadap vestibulum dan bermuara ke dalamnya, ada tiga
buah saluran semisirkularis. Berdasarkan letaknya, saluran
semisirkularis itu disebut saluran anterior, posterior, dan lateral,
yang masing-masing saling tegak lurus.
Setiap saluran mempunyai pelebaran, disebut Ampula.
Ampula saluran yang anterior dan lateral, letaknya berdekatan di

8
atas fenestra ovalis, dan milik saluran posterior membuka ke
bagian posterior vestibulum. Walaupun ada tiga saluran, hanya ada
lima muara pada vestibulum. Ujung posterior saluran posterior
yang tidak berampula, menyatu dengan ujung medial saluran
anterior yang tidak berampula, dan bermuara ke dalam bagian
medial vestibulum oleh krus komune.
Ujung tidak berampula saluran lateral bermuara secara
terpisah ke dalam bagian atas vestibulum. Dari dinding medial
vestibulum terjulur saluran sempit ke arah inferoposterior untuk
mencapai permukaan posterior tulang temporal pars petrosus
dalam fosa kranial posterior.
Ke arah anterior, rongga vestibulum berhubungan dengan
koklea tulang. Sumbu tulang koklea yaitu modiolus tersusun
melintang terhadap sumbu panjang tulang temporal pars petrosus
dengan dasar mengarah ke fosa kranial posterior dan puncaknya
mengarah ke depan dan lateral. Tonjolan tulang yang terjulur dari
modiolus membentuk lamina spiralis.
b) Labirin membranosa
Di dalam labirin tulang terdapat labirin membranosa, suatu
sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan
dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Vestibulum berisi dua
buah ruangan dan saluran-saluran penghubung. Di bagian
posterior, utrikulus dihubungkan denan tiga buah saluran
semisirkularis membranosa melalui lima buah lubang. Ampula
saluran semisirkularis membranosa lebar. Di anterior, sakulus yang
bentuknya hampir sferis, dihubungkan dengan utrikulus oleh suatu
tabung/saluran ramping berbentuk huruf Y, yang cabang-cabang
pendeknya merupakan duktus utrikularis dan duktus sakularis.
Saluran-saluran ini bergabung membentuk duktus
endolimfatikus, yang berjalan posteroinferior ke permukaan
posterior pars petrosus tulang temporal, dan di sini berakhir
sebagai kantung yang buntu yaitu sakus endolimfatikus.Di sebelah

9
anterior, bagian bawah kantung ini berhubungan dengan duktus
koklearis melalui suatu saluran pendek dan sempit duktus reuniens.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula
saluran semisirkularis (krista ampularis) dan dalam utrikulus dan
sakulus (makulus ultrikuli dn sakuli) yang berfungsi sebagai indra
statik dan kinetik. Organ pendengaran adalah organ Corti yang
terdapat sepanjang duktus koklearis.
c) Utrikulus dan sakulus
Mempunyai dinding dengan lapisan jaringan ikat halus
yang mengandung sejumlah fibroblas dan melanosit. Di antara
lapis jaringan ikat utrikulus dan sakulus dengan epitel selapis
gepeng yang melapisi, terdapat suatu lamina basal yang tipis.
Terdapat tiga jenis sel dalam makula :
- Sel penyokong (sustentakular) : adalah sel yang berbentuk
silindris tinggi, terletak pada lamina basalis, dan mempunyai
mikrovili pada permukaan apikal dengan beberapa granila
sekretorik. Sel-sel ini membentuk matriks membran otolit.
- Sel rambut tipe I
- Sel rambut tipe II
Pada permukaan makula, terdapat suatu lapisan gelatin
dengan ketebalan 22 mikrometer, disebut membran otolit, yang
mengandung banyak badan-badan kristal yang kecil yang disebut
otokonia atau otolit, terdiri dari kalsium karbonat dan suatu
protein. Mikrovili pada sel penyokong dan stereosilia serta
kinosilia sel rambut, terbenam dalam membran otolit.
Perubahan posisi kepala, mengakibatkan perubahan dalam
tekanan atau tegangan dalam membran otolit dengan akibat terjadi
rangsangan pada sel rambut. Rangsangan ini diterima oleh badan
akhir saraf yang terletak antara sel-sel rambut.
d) Kanalis semisirkularis
Mempunyai penampang yang oval dengan bagian yang
paling cembung berdampingan erat dengan periosteum. Pada

10
permukaan luarnya terdapat ruang perilimf yang lebar dilalui
trabekula. Sebuah krista ditemukan dalam setiap ampula. Tiap
krista dibentuk oleh sel-sel penyokong dan dua tipe sel rambut.
Mikrovili, stereosilia, dan kinosilianya terbenam massa gelatinosa,
yang disebut kupula.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya dirangsang oleh
gerakan endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan
endolimf ini mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan kinosilia.
Dalam makula, sel-sel rambut juga terangsang, tetapi perubahan
posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau
penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh membran otolit.
e) Koklea
Berjalan spiral degan 2 3/4 putaran sekitar modiolus.
Modiolus menjadi tempat keluarnya lamina spiralis, kemudian
menjulur ke dinding luar koklea suatu membrana basilaris. Pada
tempat perlekatan membrana basilaris ke dinding luar koklea,
terdapat penebalan periosteum yang disebut ligamentum spiralis.
Membran vestibularis (Reissner), membentang sepanjang koklea
dari lamina spiralis ke dinding luar.
Duktus koklearis terbagi menjadi tiga ruangan yaitu skala
vestibularis, media, dan timpani. Scala vestibuli: dinding dilapisi
jaringan pengikat tipis dengan epitel selapis gepeng. Scala
media/ductus cochlearis dengan membrana vestibularis Reissner.
Scala tympani: dinding dilapisi jaringan pengikat tipis dengan
epitel selapis gepeng.
Stria vaskularis adalah epitel vascular yang terletak pada
dinding lateral duktus koklearis dan bertanggung jawab atas
komposisi ion di endolimfe. Organ korti mengandung sel rambut,
yang berespons terhadap berbagai frekuensi suara. Sel rambut
terdapat pada membrane basiliaris. Barisan streosilia berbentuk w
pada bagian luar dan berbentuk v atau linier pada bagian

11
dalam.Tidak terdapat kinosilium. Ujung streosilia terbenam dalam
membrane tektorial.

Gambar 3. Koklea

c. Anatomi dan Fisiologi Sistem Vestibuler


Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak ditelinga dalam
(labirin), terlindungi oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh
tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus
dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin
tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang
dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin tulang
dan labirin membran terdapat perilimfa (tinggi natrium rendah kalium),
sedangkan endolimfa (tinggi kalium dan rendah natrium) terdapat di dalam
labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi dari pada cairan
perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang
terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Tulang
labirin, terdiri dari bagian vestibuler (kanalis semisirkularis, utriculus,
sacculus) dan bagian koklea. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi
sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior), dan
kss posterior (inferior).
Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-
sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa

12
yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang
mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada
endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan
membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada
reseptor.
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang
sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula
sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-
masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula
dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel- sel rambut menonjol pada
pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis
semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan
membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.
Jalur saraf yang dilalui dimulai dari nervus-nervus dari utriculus,
saculus dan kanalis semisirkularis membentuk suatu ganglion vestibularis.
Jalur keseimbangan terbagi 2 neuron; neuron ke 1; Sel-sel bipolar dari
ganglion vestibularis. Neurit-neurit membentuk N. Vestibularis dari N.
Vestibulocochlearis pada dasar liang pendengaran dalam dan menuju
nuklei vestibularis. Nuklei ke 2 dari Nucleus vestibularis lateralis (inti
Deiters) keluar serabut-serabut yang menuju Formatio retikularis, ke inti-
inti motorik saraf otak ke III, IV dan V (melalui Fasciculus longitudinalis
medialis), ke Nuclei Ruber dan sebagai Tractus vestibulospinalis didalam
batang depan dari sumsum tulang belakang. Dari Nuclei vestibularis
medialis (inti Schwable) dan Nucleus vestibularis inferior (inti Roller)
muncul bagian-bagian Tractus vedtibulospinal dan hubungan-hubungan
kearah Formatio Retikularis. Nucleus vestibularis superior (inti
Bechterew) mengirimkan antara lain serabut-serabut untuk otak kecil.
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea,
telinga dalam memiliki komponen khusus lain, yaitu aparatus vestibularis,
yang memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan
untuk koordinasi gerakan – gerakan kepala dengan gerakan – gerakan mata

13
dan postur tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang
terletak di dalam tulang temporalis di dekat koklea- kanalis semisirkularis
dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sarkulus.

Gambar 4. Gambaran Penampang Mikroskopis Sistem Vestibuler

Apartus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan


kepala.seperti di koklea, semua komponen aparatus vestibularis
mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Juga, serupa dengan
organ korti, komponen vestibuler masing – masing mengandung sel
rambut yang berespon terhadap perubahan bentuk mekanis yang
dicetuskan oleh gerakan – gerakan spesifik endolimfe. Seperti sel – sel
rambut auditorius,reseptor vestibularis juga dapat mengalami depolarisasi
atau hiperpolarisasi, tergantung pada arah gerakan cairan.
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi
anguler atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti
berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala. Tiap – tiap telinga
memiliki 3 kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam
bidang –bidang yang tegak lurus satu sama lain. Sel- sel rambut reseptif di
setiap kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan ( ridge ) yang
terletak di ampula, suatu pembesaran dipangkal kanalis. Rambut – rambut
terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi diatasnya yaitu
kupula yang menonjol kedalam endolimfe di dalam ampula. Kupula

14
bergoyang sesuai arah gerakan cairan seperti gangang laut yang mengikuti
arah gelombang air.
Pada kanalis semisirkularis polarisasi sama pada seluruh sel rambut
pada tiap kanalis dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi dan terinhibisi.
Ketiga kanalis ini hampir tegak lurus satu dengan lainnya, dan masing-
masing kanalis dari satu telinga terletak hampir pada bidang yang sama
dengan kanalis telinga satunya. Dengan demikian terdapat tiga pasang
kanalis; horisontal kiri-horisontal kanan, anterior kiri-posterior kanan,
posterior kiri –anterior kanan. Pada waktu rotasi salah satu dari pasangan
kanalis akan tereksitasi sementara satunya akan terinhibisi. Misalnya bila
kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang
horisontal yang menimbulkan rotasi ke kanan maka serabu-serabut aferen
dari kanalis horisontal kanan akan tereksitasi sementara serabut serabut
yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi
kedepan maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi
sementara kanalis posterior akan terinhibisi.
Akselerasi ( percepatan ) atau deselerasi ( perlambatan) selama
rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe, paling
tidak disalah satu kanalis semisirkularis karena susunan tiga dimensi
kanalis tersebut. Ketika kepala mulai bergerak saluran tulang dan
bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak mengikuti
gerakan kepala.namun cairan didalam kanalis yang tidak melekat ke
tengkorak mula – mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi
tertinggal di belakang karena adanya inersia ( kelembaman ). ( karena
inersia, benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang bergerak akan
tetap bergerak,kecuali jika ada suatu gaya luar yang bekerja padanya dan
menyebabkan perubahan.) ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai
berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada
dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan
kepala ( serupa dengan tubuh anda yang miring ke kanan sewaktu mobil
yang anda tumpangi berbelok ke kiri ). Gerakan cairan ini menyebabkan
kupula condong kearah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala,

15
membengkokan rambut – rambut sensorik yang terbenam di bawahnya.
Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan gerakan yang sama,
endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama kepala, sehingga rambut –
rambut kembali ke posisi tegak mereka. Ketika kepala melambat dan
berhenti, keadaan yang sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat
melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala, sementara kepala
melambat untuk berhenti. Akibatnya kupula dan rambut- rambutnya secara
sementara membengkok sesuai dengan arah rotasi semula, yaitu
berlawanan dengan arah mereka membengkok ketika akselerasi. Pada saat
endolimfe secara bertahap berhenti, rambut – rambut kembali tegak.
Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan
gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespon jika kepala tidak bergerak
atau ketika bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap.
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel
rambut pada organ otolit. Rambut – rambut pada sel rambut vestibularis
terdiri dari 20 -50 stereosilia yaitu mikrofilus yang diperkuat oleh aktin
dan satu silium, kinosilium. Setiap sel rambut berorientasi sedemikian
rupa, sehingga sel tersebut mengalami depolarisasi ketika stereosilianya
membengkok kearah kinosilium; pembengkokan kearah yang berlawanan
menyebabkan hiperpolarisasi sel.sel – sel rambut membentuk sinaps zat
perantara kimiawi dengan ujung – ujung terminal neuron aferen yang
akson – aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis lain untuk
membentuk saraf vestibularis.saraf ini bersatu dengan saraf auditorius dari
koklea untuk membentuk saraf vestibulo koklearis. Depolarisasi sel
rambut meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi diserat –
serat aferen; sebaliknya, ketika sel – sel rambut mengalami
hiperpolarisasi, frekuensi potensial aksi diserat aferen menurun.
Sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai
perubahan rotasional gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan
informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan mendeteksi
perubahan dalam kecepatan gerakan liniear ( bergerak dalam garis lurus
tanpa memandang arah ).

16
Utrikulus dan sarkulus adalah struktur seperti kantung yang
terletak di dalam rongga tulang yang terdapat diantara kanalis
semisirkularis dan koklea. Rambut – rambut pada sel – sel rambut reseptif
di organ – organ ini juga menonjol kedalam suatu lembar gelatinosa
diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta
menimbulkan perubahan potensial di sel rambut. Terdapat banyak kristal
halus kalsium karbonat – otolit ( batu telinga ) – yang terbenam dalam
lapisan gelatinosa, sehingga lapisan tersebut lebih berat dan lebih lembam
(inert) daripada cairan di sekitarnya. Ketika seseorang berada dalam posisi
tegak, rambut- rambut di dalam utikulus berorientasi secara vertikal dan
rambut- rambut sarkulus berjajar secara horizontal.
Masa gelatinosa yang mengandung otolit berubah posisi dan
membengkokan rambut–rambut dalam dua cara:
1) Ketika kepala digerakkan ke segala arah selain vertikal (yaitu selain
tegak dan menunduk), rambut –rambut membengkok sesuai dengan
arah gerakan kepala karena gaya gravitasi yang mendesak bagian atas
lapisan gelatinosa yang berat. Di dalam utrikulus tiap – tiap telinga,
sebagian berkas sel rambut diorientasikan untuk mengalami
depolarisasi dan sebagian lagi mengalami hiperpolarisasi ketika kepala
berada dalam segala posisi selain tegak lurus. Dengan demikian SSP
menerima pola – pola aktivitas saraf yang berlainan tergantung pada
posisi kepala dalam kaitannya dengan gravitasi).
2) Rambut–rambut utrikulus juga berubah posisi akibat setiap perubahan
dalam gerakan linier horizontal (misalnya bergerak lurus kedepan,
kebelakang, atau kesamping). Ketika seseorang mulai berjalan
kedepan, bagian atas membran otolit yang berat mula – mula tertinggal
di belakang endolimfe dan sel – sel rambut karena inersianya yang
lebih besar. Dengan demikian rambut – rambut menekuk kebelakang,
dalam arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala yang
kedepan. Jika kecepatan berjalan di pertahankan lapisan gelatinosa
segera “menyusul” dan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan
kepala sehingga rambut – rambut tidak lagi menekuk. Ketika orang

17
tersebut berhenti berjalan, lapisan otolit secara singkat terus bergerak
kedepan ketika kepala melambat dan berhenti, membengkokan rambut
–rambut kearah depan. Denga demikian sel – sel rambut utrikulus
mendeteksi akselerasi atau deselerasi linier horizontal, tetapi tidak
memberikan informasi mengenai gerakan lurus yang berjalan konstan.
Sarkulus mempunyai fungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa ia
berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi
horizontal (misalnya bangun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi
atau deselerasi liner vertikal (misalnya meloncat – loncat atau berada
dalam elevator).
Sinyal – sinyal yang berasal dari berbagai komponen apartus
vestibularis dibawa melalui saraf vestibulokoklearis ke nukleus
vestibularis, satu kelompok badan sel saraf di batang otak, dan ke
sereberum.di sini informasi vestibuler diintegrasikan dengan masukan dari
permukaan kulit, mata, sendi, dan otot, untuk :
1) mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan;
2) mengontrol otot mata eksternal, sehingga mata tetap terfikasasi ke titik
yang sama walaupun kepala bergerak; dan
3) mempersepsikan gerakan dan orientasi.
Reflek vestibularis berjalan menuju SSP dan bersinap pada neuron
inti vestibularis di batang otak. Selanjutnya neuron vestibularis menuju
kebagian lain dari otak, sebagian langsung menuju motoneuron yang
mensarafi otot-otot ekstraokular dan motoneuron spinalis yang lain menju
formatia retikularis batang otak, serebelum dan lainnya.
Hubungan-hubungan langsung inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokular merupakan suatu jaras yang penting dalam mengendalikan
gerakan mata dan reflek vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan
mata yang mempunyai suatu komponen ’lambat’ berlawanan arah dengan
putaran kepala dan suatu komponen ’cepat’ yang searah dengan putaran
kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepala dan berfungsi
menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi
untuk kembali mengarahkan tatapn ke bagian lain dar lapangan

18
pandangan. Perubahan arah gerakan mata selama rangsang vestibularis
merupakan suatu contoh dari nistagmus normal.
Beberapa individu, karena alasan yang tidak di ketahui, sangat
pekak terhadap gerakan – gerakan tertentu yang mengaktifkan aparatus
vestibularis dan menyebabkan gejala pusing ( dizziness ) dan mual;
kepekaan ini disebut mabuk perjalan ( motion sickness ). Kadang – kadang
ketidak seimbangan cairan di telinga dalam menyebabkan penyakit
menier. Karena baik aparatus vestibularis maupun koklea mengandung
cairan telinga dalam yang sama, timbul gejala keseimbangan dan
pendengaran. Penderita mengalami serangan sementara vertigo ( pusing 7
keliling ) yang hebat disertai suara berdenging di telinga dan gangguan
pendengaran. Selama serangan itu, penderita tidak dapat berdiri tegak dan
melaporkan perasaan bahawa dirinya atau benda – benda di sekelilingnya
terasa berputar.
Serebellum,yang melekat kebelakang bagian atas batang
otak,terletak di bawah lobus oksipitalis korteks. Serebelum terdiri dari tiga
bagian yang scara fungsional berbeda. Bagian bagian ini memiliki
rangkaian masukan dan keluaran dan, dengan demikian memiliki fungsi
yang berbeda beda :
1) Vestibuloserebellum penting untuk untunk mempertahankan
keseimbangan dan mengontrol gerak mata.
2) Spinoserebelum mengatur tonus oto dan gerakan volunter yang
terampil dan terkoordinasi.
3) Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktifitas
volunter dengan memberikan masukan ke daerah daerah motorik
korteks. Bagian ini juga merupakan daerah serebelum yang terlibat
dalam ingatan prosedural.
Berbagai gejala yang menandai penyakit serebelum semuanya
dapat dikaitkan dengan hilangnya fungsi fungsi tersebut, antara lain adalah
gangguan keseimbangan, nistagmus, penurunan tonus otot tetapi tanpa
paralisis.

19
d. Patofisiologi Vertigo
Pusing berputar timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi
aferen) yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf
pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini
adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang
berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang
menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI,
susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang
berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor
visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat
integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual
dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya
dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons
yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh
dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala
dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan
tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis,
atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo
dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi
tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa
nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.

20
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
ketidakseimbangan tubuh:
1) Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan
muntah.
2) Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,
vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri
masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons
yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau
sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang,
berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori
rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3) Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut
teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan
tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang
aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul
reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut
dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4) Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika
sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim
parasimpatis mulai berperan.

21
5) Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom
yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6) Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi
pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan
mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf
parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering
timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan
saraf parasimpatis.

3. DIAGNOSIS VERTIGO
a. Anamnesis
1) Pusing berputar terutama pada perubahan posisi kepala
2) Berlangsung tiba-tiba
3) Biasanya durasi hanya sebentar sekitar beberapa detik saja
4) Keluhan penyerta seperti mual dan muntah
5) Keluhan telinga lain seperti tinitus atau telinga berdenging, keluar
cairan, keluhan penurunan pendengaran.
6) Keluhan sistemik seperti adanya penyakit cerebrovaskular
7) Riwayat trauma, trauma merupakan peyebab kedua terbanyak vertigo
bilateral
8) Riwayat penyakit dahulu

22
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan fisik termasuk pemeriksaan lengkap pada kepala dan
leher. Penilaian saraf cranial. Evaluasi oculomotordengan atau tanpa
Frenzel glassesdan observasi sikap badan dan gaya berjalan. Pemeriksaan
otologic termasuk pneumatic otoscopy dan audiometry. Nistagmus
spontan adalah gambaran waspada pada syarat-syarat dari tipe, derajat, dan
efek dari fiksasi penglihatan.
Pasien dengan riwayat penurunan penglihatan mengalami evaluasi
mata, penglihatan, dan lapangan penglihatan. Karena sistem penglihatan
berhubungan dengan keseimbangan, kerusakan penglihatan dapat
berkontribusi pada gejala-gejala keseimbangan dan terlambatnya
penyembuhan setelah kehilangan fungsi vestibular. Gerakan spesial
lainnya ditunjukkan sambil pemeriksaan adalah tes nistagmus setelah
menggoyangkan kepala, hiperventilasi penyebab vertigo dan nistagmus,
dan putaran head-on-body untuk mengevaluasi vertigo cervical.
1) Tanda vital
2) Telinga (inspeksi dan otoskopi) : sekret, tanda radang, bekas trauma,
membran timpani
3) Hidung
4) Cavum oris
5) Faring
6) Sinus
7) Limfonodi
8) Leher

Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi:
pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus.
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa
nistagmus rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.

23
Gait test
1) Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan
keseimbangan namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan
vertigo sentral memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak
dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah
vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam
mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk
gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang
lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada vertigo) misalnya
drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular event.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya
atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar 5. Uji Romberg

24
2) Heel-to- toe walking test
3) Unterberger's stepping test1
Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup – jika
pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin pada
sisi tersebut.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu
menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat
ke arah lesi.

Gambar 6. Uji Unterberger

4) Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan
sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan
berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

25
Gambar 7. Uji Tunjuk Barany

Pemeriksaan untuk menentukan letak lesi di sentral atau perifer

Test Fungsi Vestibuler


- Dix-Hallpike manoeuvre
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan
ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan
lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau
sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang
dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus
dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi
tetap seperti semula (non-fatigue).

26
Gambar 8. Dix hallpike mhnuever

- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain
hasilnya normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam
30 kali. Lalu diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur
ersebut menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo
tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika
nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor
pada nervus VIII.

27
- Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala
penderita diangkat ke belakang (menengadah) sebanyak 60º.
(Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin berada dalam posisi
vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal oleh
aliran konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran 20 mL
dengan ujung jarum yang dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi
dengan air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di bawah suhu badan) air
disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik, dengan
demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus.
Arah gerak nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga
yang dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan)
Arah gerak dicatat, demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5
kali/detik) dan lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya
nistagmus berlangsung berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara ½
- 2 menit. Setelah istirahat 5 menit, telinga ke-2 dites.
Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya
nistagmus pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa.
Pada penderita sedemikian 5 mL air es diinjeksikan ke telinga, secara
lambat, sehingga lamanya injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada
keadaan normal hal ini akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung
2-2,5 menit. Bila tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air es 20
mL selama 30 detik. Bila ini juga tidak menimbulkan nistagmus, maka
dapat dianggap bahwa labirin tidak berfungsi.

Fungsi Pendengaran
1) Tes garpu tala: Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli
konduktif dan tuli perseptif
2) Audiometri : Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone
Decay.

28
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :
1) Pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya
herpes zoster auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma
(Sura et Newell, 2010).
2) Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yangterjadi ketika mendorong
tragus dan meatus akustikus eksternus pada siis yang bermasalah)
mengindikasikan fistula perikimfatik .2
3) Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk
meningkat tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat
menyebabkan vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik atau
dehiscence kanalis semisirkularis anterior. Namun nilai diagnostic
berdasarkan klinis ini masih terbatas.
4) Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan
diinstruksikan untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan
kepala pasien. Dimulai dengan pemeriksa menolehkan kepala pasien
ke salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa menolehkan kepala
o
pasien sisi lainnya horizontal 20 dengan cepat. Pada orang yang
normal tidak ada saccades mengindikasikan pandangan mereka
terfiksasi di objek. Jika ada sakade setelahnya maka mengindikasikan
bahwa terdapat lesi pada vestibular perifer pada siis itu (Allen, 2008).

Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20
mmHg atau lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit)
pada pasien dengan vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi dan
disfungsi otonom.

29
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric,
vestibular testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis.Tes
audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas
maka dapat dilakukan audiometric pada semua pasien meskipun tidak
mengelhkan gangguan pendengaran.
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan
keluhan dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan
sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula
darah, funsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1
persen pasien.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk
terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi
struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white
matter, dan kompleks nervus VIII.

4. DIAGNOSIS BANDING VERTIGO


a. Penyakit Meniere
Penyakit ini ditemukan oleh meniere pada tahun 1861, dan dia yakin
bahwa penyakit ini berada di dalam telinga, sedangkan pada waktu itu para
ahli banyak menduga bahwa penyakit itu berada pada otak. Pendapat
meniere dibukitakan oleh hallpike dan cairn tahun 1938, dengan
ditemukannya hidrops endolinfe, setelah memeriksa tulang temporal
pasien meniere.
1) Etiologi
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui.
Penambahan volume endolimfa diperkirakan oleh adanya gangguan
biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membrane
labirin.

30
2) Patofisiologi
Gejala klinis penyakit Meniere disebakan oleh adanya hidrops
endolimfe pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi
mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh: 1. Meningkatnya
tekanan hidrostatik pada ujung arteri, 2. Berkurangnya tekanan
osmotik di dalam kapiler, 3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang
ekstrakapiler, 4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga
terjadi penimbunan cairan endolimfa.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan
pelebaran dan perubahan morfologi pada membran Reissner. Terdapat
penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di daerah apeks koklea
helikotrema. Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan
utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari daerah
apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan
basal koklea. Hal ini yang dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf nada
rendah pada penyakit meniere.
3) Gejala klinik
Terdapat trias atau sindrom meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan
tuli sensorineural terutama nada rendah. Serangan pertama sangat
berat, yaitu vertigo disertai muntah. Setiap kali berusaha unutk berdiri
dia merasa berputar, mual dan terus muntah lagi.
Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,
meskipun keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa
obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua
kalinya dan selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan
yang pertama kalinya. Pada penyakit meniere vertigonya periodic yang
makin mereda pada serangan-serangan berikutnya.
Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan
pendengaran dan dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran
dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai serangan adalah
tinitus, yang kadang-kadang menetap, meskipun di luar serangan.

31
Gejala yang lain menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh di dalam
telinga.
Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan
penyakit yang lainnya yang juga mempunyai gejala vertigo, seperti
penyakit meniere, tumor N. VIII, sklerosis multiple, neuritis vestibuler
atau vertigo posisi paroksismal jinak(VPPJ).
Pada tumor nervus VIII serangan vertigo periodik, mula-mula
lemah dan makin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel, vertigo
periodik, tetapi intensitas serangan sama pada tiap serangan. Pada
neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama
makin menghilang. Penyakit ini diduga disebabkan oleh virus.
Biasanya penyakit ini timbul setelah menderita influenza. Vertigo
hanya didapatkan pada permulaan penyakit. Penyakit ini akan sembuh
total bila tidak disertai dengan komplikasi. Vertigo posisi paroksismal
jinak, keluhan vertigo datang secara tiba-tiba terutama pada perubahan
posisi kepala dan keluhan vertigonya terasa sangat berat, kadang-
kadang disertai rasa mual sampai muntah, berlangsung tidak lama.
4) Diagnosis Penyakit Meniere
Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis,
yaitu: Vertigo hilang timbul, fluktuasi gangguan pendengaran berupa
tuli saraf, dan menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral,
misalnya tumor N VIII. Bila gejala-gejala khas penyakit Meniere pada
anamnesis ditemukan, maka diagnosis penyakit Meniere dapat
ditegakkan.
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan
diagnosis penyakit ini. Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi
pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan ternyata terdapat tuli
sensorineural, maka kita sudah dapt mendiagnosis penyakit meniere,
sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan adanya
perbaikan dalam tuli sensorineural, kecuali penyakit Meniere. Dalam
hal yang meragukan kita dapat membuktikan adanya hidrops dengan
tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan

32
prognosis tindakan opertif pada pembuatan “shunt”. Bila terdapat
hidrops, maka operasi diduga akan berhasil dengan baik.
5) Pengobatan
Pada saat datang biasanya diberikan obat-obat simtomatik, dan
bila diperlukan dapat diberikan anti muntah. Bila diagnosis telah
ditemukan, pengobatan yang paling baik adalah adalah sesuai dengan
penyebabnya.
Khusus untuk penyakit Meniere, diberikan obat-obat
vasodilator perifer untuk mengurangi tekanan hidrops endolimfa.
Dapat pula tekanan endolimfa ini disalurkan ke tempat lain dengan
jalan operasi, yaitu membuat “shunt”. Obat-obat antiiskemia, dapat
pula diberikan sebagai obat alternatif dan juga diberikan obat
neurotonik untuk menguatkan sarafnya.
Pengobatan yang khusus untuk VPPJ yang diduga
penyebabnya adalah kotoran (debris), yaitu sisa-sisa utrikulus yang
terlepas dan menempel pada kupula kss posterior atau terapung dalam
kanal. Caranya ialah dengan menempelkan vibrator yang dapat
menggetarkan kepala dan menyebabkan kotoran itu terlepas dan
hancur, sehingga tidak mengganggu lagi.
Pengobatan khusus untuk pasien yang menderita vertigo yang
disebabkan oleh ransangan dari perputaran leher (vertigo servikal),
ialah dengan traksi leher dan fisioterapi, disamping latihan-latihan lain
dalam rangka rehabititasi.
Neuritis vestibular diobati dengan obat-obat simtomatik,
neurotonik, antivirus dan latihan (rehabilitasi). Rehabilitasi penting
diberikan, sebab dengan melatih sistem vestibular ini sangat menolong.
Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang
intensif, sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu
pekerjaanya sehari-hari.

b. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak

33
Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat
menimbulkan keluhan vertigo. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat
masih terus disempurnakan.
Vertigo posisi paroksismal jinak atau disebut juga benign
paroxysmal potitional vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang
datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat
mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan
vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung dingkat
hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.
Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita
merasa khawatir akan timbul serangan lagi, hal ini yang menyebebkan
penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering
berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya.
VPPJ merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang seing
ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut.
Trauma kepala merupakan penyebab kedua terbanyak pada VPPJ bilateral.
Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirintitis virus, neuritis
vestibuler, pasca stapedectomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere.
VPPJ merupakan penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum
pernah dilaporkan.
Pengobatan VPPJ telah berubah pada beberapa tahun terakhir.
Pengertian barutentang patofisiologi yang dapat menyebabkan dan
menimbulkan gejala VPPJ mempengaruhi perubahan penanggulangannya.
Dengan peralatan yang baru, identifikasi dapat dilakukan lebih teliti kanal
mana yang terlibat, sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan
tepat.
Diagnosis VPPJ dapat dilakukan dengan melakukan tindakan
provolasi dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut.
Kebanyakan kasus VPPJ saat ini disebabkan oleh kanalitiasis bukan
kupolitiasis. Perbedaan anatara berbagai tipe VPPJ dapat dinilai dengan

34
mengobservasi timbulnya nistagmus secara teliti, dengan melakukan
berbagai perasat provokasi menggunakan infrared video camera.
Diagnosis VPPJ pada nakalis posterior dan anterior dapat
ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus
yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semi sirkularis yang
terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat dix-hallpike atau sde lying.
Perasat dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada persat tersebut
posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment.
Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus
mengobservasi timbulnya respon nistagsmus pada kaca mata FRENZEL
yang dipakai oleh pasien dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam
dengan system video infra merah. Penggunaan VIM memungkinkan
penampakan secara simultan dari beberapa pemeriksaan dan rekaman
dapat disimpan untuk penayangan ulang. Perekaman tersebut tidak dapat
bersamaan dengan pemeriksaan ENG, karena prosesnya dapat terganggu
oleh pergewrakan dan artefak kedipan mata, selain itu nistagmus
mempunyai komponen torsional yang prominen, yang tidak dapat
terdeteksi oleh ENG.
Perasat dix-hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan.
Perasat dix-hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal
posterior kanan dan perasat dix-hallpike kiri pada bidang posterior kiri
untuk melakukan perasat dix-hallpike kanan, pasien duduk tegak pada
meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 45o ke kanan. Dengan cepat
pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 45o ke kanan sampai kepala
pasien menggantung 20-30o pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik
sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan
selama ± 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan
pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning
treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila perasat
tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan parasat dix-hallpike
kiri dengan kepala pasien dihadapkan 45o ke kiri, tunggu maksimal 40

35
detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon
abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respin
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara
perlahan-lahan didudukkan kembali.
Perasat sidelying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat sidelying
kanan yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior
kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal
dengan kanal posterior pada posisi paling bawah dan perasat sidelying kiri
yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kanan dan
kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan
kanal posterior pada posisi paling bawah.1
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di
tepi meja, kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul
respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk dilakukan perasat
sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala
ditolehkan 45o ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan
provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak
lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang
kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis
nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangna vertigo
berat dan timbul bersama-sama dengan nistagmus.
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien
menatap lurus ke depan.
1) Fase cepat ke atas, gerputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kanan.
2) Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kiri.
3) Fase cepat ke gawah, gerputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada
kanalis anterior kanan.

36
4) Fase capat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kiri.
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat dix-hallpike/sidelying
pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Perlu diperhatikan,
bila respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder
dengan arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus
sekunder terjadi oleh karena proses adaptasi system vestibuler sentral.1
Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah
mengikuti pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien
mendapat serangan nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut
menyerupai respon yang pertama namun lebih lemah dan nistagmus fase
capat timbvul dengan arah yang berlawanan, hal tersebut disebabkan oleh
gerakan kanalith ke kupula.
Pada umumnya VPPJ tumbul pada kanalis posterior dari hasil
penelitian herdman terhadap 77 pasien VPPJ mendapatkan 49 pasien
(64%) dengan kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada
kanalis anterior dan 18 pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal
mana yang terlibat, serta didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada
kanalis horizontal. Kadang-kadang perasat dix-hallpike / sidelying
menimbulkan nistagmus horizontal. Nistagmus ini bias terjadi karena
nistagmus spontan, nistagmus posisi atau VPPJ pada kanalis horizontal,
pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan roll test.
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk
menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan
pembedahan. Dasar pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena
BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau
bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi.
Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita
vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila
vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak


menghilangkan vertigo. Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk

37
obat-obatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat
ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian
obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak
menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo.
Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa
mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan
amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin
adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah
ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3.
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV
adalah CRT (Canalith repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan
latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley.
Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif. Dengan
terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani
1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike
menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya
kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang
terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien
dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis
semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi
menimbulka gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus
dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-
Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan
pada posisi tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan
diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat.
Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan
pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala
menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi
duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi
dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring,
membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi
duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.

38
c. Fistula Labirin
Perilimfe atau fistula labirin adalah suatu kondisi di mana terdapat
hubungan abnormal antara ruang perilimfe dari telinga bagian dalam dan
telinga tengah atau mastoid. Manifestasi penyakit ini bervariasi
berdasarkan keparahan dan kompleksitas, umumnya mulai dari sangat
ringan sampai melumpuhkan. Fistula perilimfe dapat menyebabkan
gangguan pendengaran, tinnitus, kepenuhan aural, vertigo,
ketidakseimbangan, atau kombinasi dari gejala-gejala ini. Fistula perilimfe
terjadi ketika cairan perilimfe mengalami kebocoran dari ruang perilimfe
dari labirin tulang ke dalam ruang telinga tengah. Hilangnya perilimfe
mengubah keseimbangan antara perilimfe dan endolimfe dalam labirin
membran sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan telinga bagian dalam.
Fistula labirin adalah suatu erosi tulangdari kapsul labirin sehingga
terekspos tetapi tidak sampai menembus endosteum dari labirin. Jika
menembus endosteum dari labirin dapat menyebabkan kematian telinga.
Fistula banyak terjadi didaerah kanalis semisirkularis lateral. Fistula di
daerah labirin bisa disebabkan oleh komplikasi dari infeksi kronis telinga
tengah ataupun trauma operasi. Adapun sampai saat ini penyebab paling
sering adalah akibat erosi tulang oleh kolesteatoma. Penderita otitis media
supuratif kronis (OMSK) dengan tuli sensorineural dan vertigo perlu
dicurigai terjadi fistula labirin. Pemeriksaan ‘tes fistula’ dapat membantu
memperjelas gejala klinis. Tes ini mudah dilakukan, baik dengan tekanan
dari balon karet atau dengan menekan tragus untuk memberikan tekanan
positif atau negatif pada telinga. Tes fistula positif jika terjadi nistagmus
dan vertigo. Hal ini juga menunjukkan bahwa labirin masih hidup. Apabila
fistulanya tertutup jaringan granulasi atau labirinnya sudah mati tes fistula
akan negatif.
Pemeriksaan CT Scan temporal adalah salah satu pemeriksaan
penunjang yang dapat memperlihatkan fistula pada labirin serta
menunjukkan gambaran kolesteatoma yang mengerosi daerah otic capsul.
Adanya kolesteatoma dan dugaan fistula labirin merupakan indikasi untuk

39
segera dilakukan tindakan operasi, untuk menghidarkan komplikasi lebih
lanjut seperti vertigo dan tuli saraf.
Pengobatan definitif fistula perilymphatic (PLF) adalah eksplorasi
bedah dengan grafting fistula. Grafting dilakukan dengan membuang
mukosa bulat dan luas jendela oval. Cangkok jaringan autogenous
ditempatkan langsung di atas kebocoran. Jika tidak ada kebocoran aktual
diidentifikasi, kaki stapes dan jendela bulat dicangkokkan profilaktik.
Jaringan adiposa awalnya digunakan, tetapi penggunaannya menghasilkan
tingkat yang sangat tinggi dari fistula berulang. Jadi yang digunakan
sekarang adalah fasia atau perichondrium, ini dilaporkan telah
menurunkan kejadian fistula berulang.
Beberapa komplikasi hasil dari perbaikan perilymphatic fistula
adalah perforasi membran timpani yang terjadi pada 1-2% pasien.
Kehilangan pendengaran konduktif pascaoperasi bisa bertahan lama
setelah oval window grafting dibandingkan dengan tympanotomy
eksplorasi sederhana. Sekitar 5% dari pasien masih memiliki persisten
ringan (dB 5-10) kehilangan pendengaran pasca operasi 2-3 bulan setelah
operasi. Namun, pada kebanyakan pasien, terjadi dalam waktu 6 bulan. Ini
dapat terjadi terutama pada individu dengan displasia Mondini atau cacat
morfologi lainnya. Telinga ini tidak stabil, dan manipulasi bedah dapat
mengakibatkan kerusakan pendengaran. Sebaliknya, gangguan
pendengaran tambahan hampir pasti dalam kasus tersebut, dan bedah
intervensi dengan bulat dan oval window grafting sering adalah alternatif
yang paling berisiko. Perubahan rasa sebagai akibat dari cedera chorda
tympani bisa juga terjadi. Hal ini biasanya terjadi dalam beberapa minggu
hingga beberapa bulan.

d. Labirintitis
Labirintitis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan
mekanisme telinga dalam. Gejala klinis kondisi ini berupa gangguan
keseimbangan dan pendengaran dalam berbagai tingkatan dan dapat
mempengaruhi satu atau kedua telinga. Bakteri atau virus dapat
menyebabkan radang akut labirin baik melalui infeksi lokal atau sistemik.

40
Proses autoimun juga dapat menyebabkan labirintitis. Vaskular iskemia
dapat mengakibatkan disfungsi labirin akut yang menyerupai labirintitis.
Meskipun data epidemiologi definitif sulit didapatkan, labirintitis
virus adalah bentuk yang paling umum diamati dalam praktek klinis.
Prevalensi SNHL (sensoryneural hearing loss) diperkirakan pada 1 kasus
dalam 10.000 orang, dengan sampai 40% dari pasien ini mengeluh vertigo
atau disequilibrium. Sebuah studi melaporkan bahwa 37 dari 240 pasien
dengan vertigo posisional mengalami labirintitis virus. Gejala pendengaran
dan keseimbangan ditemukan sekitar 25% dari pasien dengan oticus
herpes, di samping terdapat pula kelumpuhan wajah dan ruam vesikuler
yang menjadi ciri penyakit. Labirintitis bakteri jarang terjadi setelah
pemberian antibiotik, meskipun meningitis bakteri tetap menjadi penyebab
signifikan gangguan pendengaran. Gejala pendengaran, gejala vestibular,
atau keduanya mungkin ditemukan sebanyak 20% pada anak dengan
meningitis. Kematian yang berhubungan dengan labyrinthitis tidak pernah
dilaporkan kecuali dalam kasus meningitis atau sepsis.
Banyak bukti epidemiologi mengimplikasikan sejumlah virus
sebagai penyebab peradangan pada labirin. Labirintitis viral sering
didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas. Penyebab labirintitis
bakteri adalah bakteri yang sama yang bertanggung jawab untuk
meningitis dan otitis. Kuman yang paling sering menjadi penyebab adalah
kuman gram negatif yang biasanya juga ditemukan pada kolesteatoma.
Labirintitis viral biasanya ditemukan pada orang dewasa berusia
30-60 tahun dan jarang diamati pada anak-anak. Meningogenik labirintitis
supuratif biasanya diamati pada anak-anak usia kurang dari 2 tahun, yang
merupakan populasi yang paling berisiko untuk meningitis. Otogenic
labirintitis supuratif dapat diamati pada orang dari segala usia
berhubungan dengan kolesteatoma atau sebagai komplikasi otitis media
akut yang tidak diobati. Labirintitis serosa lebih sering terjadi pada
kelompok usia anak, di mana sebagian besar merupakan kelanjutan dari
otitis media akut maupun kronis.

41
Riwayat kesehatan menyeluruh, termasuk gejala, riwayat medis
masa lalu, dan obat sangat penting untuk mendiagnosa labirintitis sebagai
penyebab vertigo pasien atau gangguan pendengaran. Beberapa gejala
yang sering ditemukan pada pasien labirintitis:
1) Vertigo (waktu dan durasi, asosiasi dengan gerakan, posisi kepala, dan
karakteristik lain)
2) Gangguan pendengaran (karakteristik unilateral atau bilateral, ringan
atau berat, durasi, dan lainnya)
3) Tinitus
4) Otorrhea
5) Otalgia
6) Mual atau muntah
7) Demam
8) Kelumpuhan asimetris pada wajah
9) Leher nyeri / kaku
10) Gejala infeksi saluran nafas atas (sebelumnya atau bersamaan)
11) Perubahan visual
Pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan kepala leher dengan
penekanan pada otologik, mata, dan pemeriksaan saraf kranial juga
penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan neurologis singkat juga
diperlukan. Perlu dicari tanda-tanda meningeal jika dicurigai terdapat
meningitis.
Pemeriksaan otologik:
1) Melakukan pemeriksaan eksternal untuk tanda-tanda mastoiditis,
selulitis, atau operasi telinga sebelumnya.
2) Periksa saluran telinga untuk otorrhea otitis eksterna,, atau vesikel.
3) Periksa membran timpani dan telinga tengah untuk kehadiran
perforasi, cholesteatoma, efusi telinga tengah atau otitis media akut.
Pemeriksaan mata:
1) Periksa rentang gerak mata dan respon pupil.
2) Melakukan pemeriksaan funduskopi untuk menilai papilledema.

42
3) Amati nystagmus (spontan, tatapan-menimbulkan, dan posisi).
Lakukan Dix-Hallpike menguji apakah pasien dapat menerimanya.
4) Jika perubahan visual yang disarankan, berkonsultasi dengan dokter
mata.
Pemeriksaan neurologis:
1) Melakukan pemeriksaan saraf kranial lengkap.
2) Menilai keseimbangan menggunakan uji Romberg.
Tidak ada penelitian laboratorium khusus yang tersedia untuk
labirintitis. Pengujian serologi rutin sering gagal untuk mengungkapkan
organisme penyebab, dan ketika hasilnya positif, metode untuk
menentukan apakah organisme yang sama menyebabkan kerusakan pada
labirin membran tidak tersedia. Pemeriksaan cairan serebrospinal
disarankan jika terdapat kecurigaan meningitis. Diperlukan kultur dan uji
sensitivitas efusi telinga tengah untuk menentukan antibiotik yang sesuai.
Selain itu, pemeriksaan penunjang CT scan dan MRI juga dapat digunakan
sebagai sarana untuk menegakkan diagnosis.
Tata laksana awal labirintitis virus terdiri dari istirahat dan hidrasi.
Kebanyakan pasien bisa diobati secara rawat jalan. Namun, mereka harus
segera mencari perawatan medis lebih lanjut apabila gejala memburuk,
terutama gejala neurologis (misalnya, diplopia, bicara cadel, gangguan
gaya berjalan, kelemahan lokal atau mati rasa).
Pasien dengan mual dan muntah berat harus dipasang infus dan
diberi antiemetik. Diazepam atau benzodiazepin lainnya kadang-kadang
bermanfaat sebagai penekan fungsi vestibular. Kortikosteroid oral jangka
pendek mungkin membantu. Pemberian terapi antivirus tidak terlalu
memberikan hasil yang memuaskan.
Steroid (metilprednisolon) terbukti lebih efektif daripada obat
antivirus untuk pemulihan fungsi vestibular perifer pada pasien dengan
neuritis vestibular dalam uji coba terkontrol secara acak oleh Strupp et al.
Hal ini juga berlaku untuk pengobatan labirintitis virus.
Untuk labirintitis bakteri, pengobatan antibiotik yang dipilih
berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas. Pengobatan antibiotik harus

43
terdiri dari antibiotik spektrum luas atau terapi kombinasi dengan penetrasi
SSP sampai hasil kultur keluar. Penggunaan steroid dalam gangguan
pendengaran meningogenik masih kontroversial.

e. Neuroma Akustik
Tumor telinga yang paling sering menyebakan ketulian adalah
neuroma akustik. Neuroma akustik merupakan suatu tumor jinak sel
Schwann yang membungkus saraf kranial yang kedelapan. Schwannoma
ini paling sering terjadi pada bagian keseimbangan saraf kedelapan.
Kebanyakan pasien didiagnosis dengan neuroma akustik tidak
memiliki faktor risiko yang jelas. Paparan terhadap radiasi dosis tinggi
adalah satu-satunya faktor risiko lingkungan yang terkait dengan
peningkatan risiko mengembangkan neuroma akustik.
Sebagian besar neuroma akustik berkembang dari investasi sel
Schwann dari bagian vestibular dari syaraf vestibulocochlear. Kurang dari
5% timbul dari saraf koklea. Secara keseluruhan, terdapat 3 pola
pertumbuhan yang terpisah dapat dibedakan dalam tumor akustik, sebagai
berikut:
1) Tidak ada pertumbuhan atau sangat lambat pertumbuhan,
2) Pertumbuhan yang lambat (yaitu 0,2 cm / tahun pada studi imaging),
dan
3) Pertumbuhan cepat ( yaitu ≥ 1,0 cm / tahun pada studi imaging).
Meskipun neuroma akustik yang paling banayak tumbuh lambat,
beberapa tumbuh cukup cepat dan dapat ganda dalam volume dalam waktu
6 bulan sampai satu tahun.
Tuli sensorineural unilateral merupakan gejala yang biasanya
timbul dari suatu neuroma akustik. Mula-mula ringan , namun dengan
perkembangannya, tumor perlahan-lahan akan menghancurkan saraf-saraf
telinga dalam.
Vertigo dan disequilibrium jarang muncul pada neuroma akustik.
Vertigo rotasional (ilusi gerakan atau jatuh) adalah gejala yang biasa dan
kadang-kadang terlihat pada pasien dengan tumor kecil. Disequilibrium

44
(rasa kegoyangan atau ketidakseimbangan) tampaknya lebih sering terjadi
pada tumor yang lebih besar.

Vertigo dengan Vertigo tanpa Vertigo dengan tanda


tuli tuli intracranial
Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine angle

Labyrinthitis Benign positional Vertebrobasilar insufficiency dan


vertigo thromboembolism

Labyrinthine Acute vestiblar Tumor otak


trauma dysfunction
Misalnya, epyndimoma atau
metastasis pada ventrikel keempat
Acoustic neuroma Medication Migraine
induced vertigo
e.g
aminoglycosides

Acute cochleo- Cervical Multiple sklerosis


vestibular spondylosis
dysfunction

Syphilis (rare) Following flexion- Aura epileptic attack-terutama


extension injury temporal lobe epilepsy

Obat-obatan- misalnya, phenytoin,


barbiturate

Syringobulosa

5. PENATALAKSANAAN VERTIGO
a. Medikamentosa
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.
Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan yang sering digunakan :

45
1) Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan
kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum
dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat
efek samping ini memberikan dampak yang positif. Beberapa
antihistamin yang digunakan adalah :
a) Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk
mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan
di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
- Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
- Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
b) Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
c) Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25
mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.
2) Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis
kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering

46
digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,
antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti
kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini
berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
a) Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah
15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah
rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut
rasa kering dan “rash” di kulit.
3) Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine
(Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea
yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat
terhadap vertigo.
a) Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping
yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek
samping ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine
lainnya.

b) Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat
dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25
mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi
(mengantuk).
4) Obat Simpatomimetik

47
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah
efedrin.
a) Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4
kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi
dengan obat anti vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia,
jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.
5) Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi
kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek
samping seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
a) Lorazepam
Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
b) Diazepam
Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.
6) Obat Anti Kholinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas
sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
a) Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau
efedrin dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah
0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.

b. Non-Medikamentosa
1) Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat
atau didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-

48
kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik
vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular,
membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan
keseimbangan.
Tujuan latihan ialah :
a) Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau
disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
b) Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
c) Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan :
a) Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
b) Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi,
ekstensi, gerak miring).
c) Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian
dengan mata tertutup.
d) Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian
dengan mata tertutup.
e) Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang
satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
f) Jalan menaiki dan menuruni lereng.
g) Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
h) Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan
juga memfiksasi pada objek yang diam.

2) Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-
Darrof.

49
Gambar 9. Gerakan Brand-Darrof

Keterangan Gambar:
a) Ambil posisi duduk.
b) Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian
balik posisi duduk.
c) Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-
masing gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan
berulang kali.
d) Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin
bertambah.
3) CRT (Canalith Repotitioning Treatment)
Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak
invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan
setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan
setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal.
Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal
anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak
kembali ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan tujuan untuk
mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke
utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila
kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan
CRT kanan.
Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang
menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi
tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar
secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah

50
itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada
posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap
kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi duduk
dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi
dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk,
berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur
pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari

DAFTAR PUSTAKA

Anatomi sistem vestibular. Diakses tanggal 5 Maret 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/883956-overview

Arief MT. 2004. Histologi Umum Kedokteran. Surakarta: CSGF.

51
Arif M., kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiwk S. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.

Bailey, Byron J., Johnson, Jonas T. “Head and Neck Surgery-Otolaryngology vol.
2”. 2006. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Bauer CA, Konrad HR. Peripheral Vestibular Disorders: Abstrak, Gejala dan
Tanda, Diagnosis, Penatalaksanaan. Bailey BJ, Johnson JT, et al, Editors:
Head & Neck Surgery Otolaryngology 2006; 2295 -2302.

Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B., Ratna D.R. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tengggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi.

Fistel labirin. Diakses tanggal 5 Maret 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/856806-overview

George Krucik, MD. 2013. Ear Discharge. available from:


http://www.EarDischarg.Causes.Treatment.Prevention.htm. Diunduh 5
Maret 2015.

Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.

Higler, Adams Boies. “Buku Ajar Penyakit THT”. 1997. Jakarta: EGC.

Kepmenkes. 2014. Formularium nasional. available from:


https://www.scribd.com/doc/250910683/2014-KEPMENKES-NO-159-
FORMULARIUM-NASIONAL-pdf. diunduh 26 Januari 2015.

Labirintitis telinga dalam. Diakses tanggal 5 Maret 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/856215-overview

Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo . Journal : American Family


Physician January 15, 2006. Volume 73, Number 2.

Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and


vestibular migraine. Journa l of Nerology 2009:25:333-338.

52
Neuroma Akustik. Diakses tanggal 5 Maret 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/882876-overview

Possible Symptoms of Vestybular Dissorder. Diakses tanggal 5 Maret 2015.


http://www.vestibular.org/vestibular-disorders/symptoms.php

Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,
Journal : BJMP 2010;3(4):a351.

Wibowo, Daniel S. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Singapore: Elsevier.

53

Anda mungkin juga menyukai