DISUSUN OLEH:
Zevanya Theodora A.T G991905059 / B12
Bernita Silvana Christy G991908002 / B13
PEMBIMBING:
Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K)
Oleh :
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. C
Tanggal Lahir/ Usia : 04 Maret 2014/ 5 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kedesen RT 04/ RW 07 Susukan,
Semarang
BB : 12 kg
PB : 90 cm
Tanggal Pemeriksaan : 15 Februari 2020
Nomor Rekam Medis : 20 61 xx xx
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap orang tua pasien
(alloanamnesis). Orang tua pasien membawa pasien ke IGD dengan
keluhan demam. Demam sudah dirasakan sejak 4 hari SMRS. Demam
dirasakan terus menerus hingga pasien tidak dapat beraktivitas dan
tidak napsu makan. 2 hari SMRS pasien mengalami mimisan, oleh
orang tua pasien dibawa berobat ke puskesmas dan mendapat obat
parasetamol. 1 hari SMRS pasien mengeluhkan muntah dan BAB
berdarah. Karena keluhan tidak membaik pasien dibawa ke IGD
RSPA Boyolali.
1. Keluhan Utama
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan
demam tetapi tidak diukur suhunya oleh orang tua. Pasien tidak
mengeluhkan adanya keluhan BAK dan BAB . Pasien tidak
mengeluhkan muntah ataupun nyeri perut. Pasien masih mau makan
3
dan minum seperti biasa. Pasien dibawa orangtua ke puskesmas dan
diberi obat parasetamol.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mimisan di rumah.
Pasien masih demam dan pasien mulai kehilangan nafsu makan.
Pasien kembali dibawa ke puskesmas Pasien mendapat parasetamol.
Saat dibawa ke IGD pasien masih panas dengan suhu terukur
di IGD 37,9˚C, pasien sudah tidak mimisan, pasien tampak sakit
sedang. Muntah (+) , BAB cair (-) berdarah (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakitserupa (diare) : (-)
b. Riwayat alergi obat/makanan :(-)
c. Riwayat rhinitis alergi : (-)
d. Riwayat dermatitis atopi : (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakitserupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat/makanan :disangkal
5. Riwayat Kehamilan
. Status ibu pasien G1P1A0 rutin kontrol selama masa
kehamilan di bidan dan menerima vitamin dan suplemen besi
maupun folat. Ibu pasien hamil di umur 26 tahun. Riwayat
penyakit lain saat kehamilan disangkal. Riwayat kehamilan normal
6. Riwayat Persalinan
Ibu pasien melahirkan di umur kehamilan 40 pekan. Saat
lahir, pasien menangis spontan. Berat badan lahir pasien 3200
gram dan panjang padan 49 cm. Riwayat persalinan normal
7. Status Imunisasi
0 bulan : Hep B1, polio 0, BCG
2 bulan : DPT 1, Hep B2, polio 1
3 bulan : DPT 2, Hep B3, polio 2
4 bulan : DPT 3, polio 3
9 bulan : campak
4
6 tahun : DT, campak
7 tahun : TT
8 tahun : TT
Kesan : Imunisasi lengkap menurut Kemenkes 2013
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pasien sedang duduk di taman kanak-kanak dan tidak
memiliki kesulitan dalam pertemanan. Pertumbuhan sesuai usia
dan perkembangan sesuai.
9. Riwayat Nutrisi
Pasien memakan makanan 3-4 kali per hari dengan nasi dan
lauk pauk berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan serat.
Pasien juga suka mengemil saat menonton telivisi. Kualitas dan
kuantitas asupan gizi cukup.
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS kesehatan.
Kesan riwayat sosial ekonomi sedang.
11. Pohon Keluarga
5
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaanumum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
Derajat gizi : baik
2. Tanda vital
SiO2 : 98%
Nadi : 67 x/menit, kuat
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 37.9º C
TD : 90/60 mmHg
3. Perhitungan Status Gizi
a. Secara klinis
Nafsu makan : baik
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), wajah
nampak tua (-),
Mata : sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),
conjungtiva anemis (-/-),cowong (-/-), air
mata berkurang (-/-)
Telinga : Sekret (-)
Hidung : NCH (-/-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : mukosa basah (+),gusi berdarah (-)
Thoraks :iga gambang (-), Simetris kanan dan kiri,
retraksi (-)
b. Secara Antropometris
6
7
\
8
BB/U : P50< BB/U< P10, underweight
TB/U : P3< TB/U< P10, stunted
BB/TB : 55/41 x 100% = 134%
BMI = 14,81 kg/m2 : P90< BMI/U< P95
Status gizi secara antropometri : gizi kurang
4. Kepala
Mesocephal, wajah dismorfik(-), UUB cekung (-)
5. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), mata cekung
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+2 mm/ +2mm), reflek cahaya
(+/+), air mata berkurang (-/-)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut
Bibirsianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-), gusi
berdarah (-)
8. Telinga
Sekret (-/-), nyeri (-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis(-), faring hiperemis (-),
detritus (-)
10. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
11. Thoraks
Bentuk :normochest, retraksi (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi :suara dasar: vesikuler (+/+), suara nafas
tambahan (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
9
Palpasi :iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di
SIC IV LMCS
Perkusi :tidak ada pelebaran batas jantung
Batas jantung kanan atas = SIC II linea
parasternal dextra
Batas jantung kanan bawah =
SIC IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri atas =
SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah =
SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi :bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut = dinding dada
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepardan lien tidak teraba, turgor kembali
cepat
13. Urogenital : dalam batas normal
14. Anorektal : tidak ada laserasi
15. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
- - - -
Spastik - - klonus - -
- - - -
10
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 15 Februari 2020
Hct 48 % 33-45
PDW 45 % 25-65
D. RESUME
Anak perempuan berusia 5 tahun 11 bulan. BB 12 kg, TB
112, dengan keluhan utama demam. Pasien diantar ke IGD oleh
orangtuanya dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus, tidak membaik
meskipun diberi obat penurun panas. 2 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien mimisan dan mengalami penurunan nafsu makan. Pasien
mengatakan mimisan sebanyak 2 kali dan mimisan berhenti sendiri.
11
Keluhan lain seperti batuk (-), pilek (-), gusi berdarah (-), ruam
kemerahan (-), bintik pada badan (-), nyeri sendi (-) disangkal.
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Pada lingkungan keluarga pasien tidak ada anggota
keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pasien tidak ada kesan
keterlambatan pada tumbuh kembang. Pasien sehari-hari mendapatkan
nutrisi yang cukup, setelah sakit pasien menjadi sulit untuk makan dan
minum.
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital: TD 90/60 mmHg,
suhu 37,9˚C , HR 67x/menit , RR 24x/menit, saturasi O 2 98%. Kepala
mesocephal, Tampak mata normal, tidak cekung, air mata normal.
Telinga tidak didapatkan adanya sekret. Hidung tidak nampak adanya
nafas cuping hidung dan sekret maupun darah yang keluar dari
hidung. Mukosa mulut pasien tampak basah, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, dan faring tidak nampak hiperemis. Untuk leher tidak
didapatkan adanya perbesaran KGB. Thorax tampai simteris, tidak
tampak retraksi. Pada pemeriksaan jantung didapatkan kesan dalam
batas normal, tidak terdengar adanya bising tambahn. Untuk
pemeriksaa pulmo kesan dalam batas normal, tidak terdengar adanya
ronchi, wheezing. Pada pemeriksaan abdomen turgor kulit tampak
kembali lambat, tidak ada perbesaran hepar maupun lien. Pada
pemeriksaan ekstremitas arteri dorsalis pedis teraba kuat, CRT
kembali dalam waktu kurang dari 2 detik.
E. DAFTAR MASALAH
Anak perempuan berusia 5 tahun 11 bulan, berat badan 12 kg dengan :
1. Demam hari ke 4
2. Riwayat mimisan 2 hari SMRS
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran normal
4. Status hidrasi : pasien tampak tenang, mata cowong (-/-),
mukosa mulut basah (-) , turgor kembali cepat, ADP kuat, CRT
<2 detik
12
Kesan : sakit sedang
F. DIAGNOSIS BANDING
1. DF
G. DIAGNOSIS KERJA
1. DHF
H. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap di bangsal anak
2. Inf. RL 10 tpm
3. Inj. Paracetamol 150mg/8 jam
4. Inj. Ondansentron 1,5mg/12 jam
5. Paracetamol syr 3 x cth 1,5 P.O.
I. PLAN
1. Cek ulang HT PP AT
2. Cek urin rutin
J. MONITORING
1. KUVS/SiO2/TD 4 jam K. EDUKASI
2. 1. Mengenai penyakit
pasien, bahwa
penyakit pasien perlu tatalaksana dan observasi
2. Mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya
komplikasi
L. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
13
14
M. FOLLOW UP
DPH/tanggal S O A P
RR : 27x/menit Plan:
Abdomen:
I: DP=DD
A: BU + normal
P: timpani
Hasil Lab :
Hematokrit : 48 (H)
Trombosit : 61 (L)
2
17 Februari Demam (-) KU : tampak sakit sedang • DHF II • Infus Asering 70 cc/ jam
2020
Mual (-) Kesadaran : CM • Observasi • Inj. Santagesic 3 x 150 mg
DPH-2 febris hari ke
Muntah (-) Tanda vital : 7 • Inj. Ranitidine 2 x 10 mg
3
Abdomen:
I: DP=DD
A: BU + normal
P: timpani
Hasil Lab
Hematokrit : 35
Trombosit : 28 (L)
18 Februari Demam (-) KU : tampak sakit sedang • DHF II dd • Infus Asering 70 cc/ jam
2020 ITP
Mual (-) Kesadaran : CM • Inj. Santagesic 3 x 150 mg
DPH-3
Muntah (-) Tanda vital : • Inj. Ranitidine 2 x 10 mg
4
BAB cair (-) , berdarah HR : 61x/menit • O2 2 lpm
(-)
RR : 24x/menit Plan:
TD : 85/55
Pulmo :
5
P: Fremitus kanan = kiri
P: Sonor (+/+)
Abdomen:
I: DP=DD
A: BU + normal
P: Timpani
Hasil Lab
Hematokrit : 29 (L)
Trombosit : 20 (L)
6
DPH-4 Mual (-) Kesadaran : CM ITP Kontrol poli anak 21/2/2020
T : 36,8C
SpO2 : 100%
Abdomen:
7
I: DP=DD
A: BU + normal
P: timpani
Hasil Lab
Hematokrit : 35
Trombosit : 91 (L)
8
9
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(Sudoyo, 2006).
B. Virus Dengue
Transmisi virus dengue bergantung pada factor biotik dan abiotik.
Faktor biotik terdiri dari virus, vektor dan host. Sedangkan factor abiotik
terdapat factor suhu, kelembaban, dan musim hujan (WHO,2011).
10
Hanya dalam 7 hari nyamuk yang membawa virus dengue, dapat
menyebarkan penyakit DBD ke dalam tubuh manusia.
4. Masa Penularan Kepada OrangBaru
Masa inkubasi pada pasien baru terjadi dalam waktu 3-14 hari (rata-rata
4-7 hari) Selama masa ini, belum menampakkan gejala penyakit.
11
E. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, familiFlaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012)
12
F. Patofisiologi
1. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada
kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok.
Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan
bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular
(ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang
mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus, dan terdapatnya edema (Soedarmo, 2012).
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini
dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut
dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi
tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif
atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang
bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD
pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip
dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan
13
binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan
trombositopenia (Soedarmo, 2012).
2. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit.
Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit
terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan
destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi
penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel
endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara
terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran
darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD (Soedarmo, 2012).
3. Sistem koagulasi danfibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial
yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk
faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi
peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut
faktor koagulasimembuktikan
14
adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga
dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin
III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya
diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem
fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan alpha
2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di
atas menunjukan bahwa (Soedarmo, 2012) :
a. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi danfibrinolisis
b. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi
juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit
memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan
memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC
saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok
irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital
yang biasanya diakhiri dengan kematian.
c. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan
masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti
trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar
oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak
dapat diatasi disertai komplikasi asidosismetabolik.
d. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan
kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang
(Soedarmo,2012).
4. Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan
kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok
15
maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen
dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada
dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan
kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan
bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen.
Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai
kemampuan stimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,
pengurangan plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan
epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang
menimbulkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan
perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk
memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama,
interleukin (IL-2 dan IL-1) (Soedarmo, 2012).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita
DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24
jam, (2) adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune
complex) baik pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi
antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit
(Soedarmo,2012).
5. ResponLeukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit
plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB
pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan
pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan
bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi
16
disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T.
(Soedarmo, 2012)
G. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010; WHO,
2011):
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk pertama
kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan dari
infeksi virus lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi
demam. Biasanya juga muncul gejala saluran pernafasan atas dan gejala
gastrointestinal.
2. Demam dengue klasik
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih
sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai
dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopenia, dan
trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan
gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang
endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagicfever)
Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang
dari 15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan
infeksi virus dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki
karakteristik onset akut demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda
dan gejala yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan yang
muncul dapat berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan
gastrointestinal yang masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi
17
untuk berkembang menjadi keadaan syok hipovolemik oleh karena
adanya plasma leakage.
Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen,
letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan
hemostasis dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama dari
demam berdarah dengue. Trombositopenia dan peningkatan hematokrit
harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.
Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi
sekunder virus dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus
dengue DEN-1 dan DEN-3.
4. Dengue Shock Syndrome(DSS)
Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ misalnya hepar,
ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah
dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti
terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok
yang berkepanjangan.
H. Diagnosa
Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:
1. KriteriaKlinis
a. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas.
Tipe demam bifasik (saddleback).
18
Gambar 1. Demam Bifasik pada Demam Berdarah
Dengue
b. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:
Uji torniket(+)
Petechie, ekhimosis ataupun purpura
perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis,
perdarahangusi
hematemesis danmelena
c. Hepatomegali
d. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi
cepat dan lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah
menurun sampai tidak terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan
nadi (< 20 mmHg), capillary refill time memanjang (>2 detik) dan
pasien tampak gelisah.
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (trombosit < 100.000/ul)
b. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20%
setelah mendapat terapicairan).
Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2
kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit.
Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :
a. Derajat I
Demam diikuti gejala tidak spesifik.Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
19
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh
rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diperiksa.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang
selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl
biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi
sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit (WHO, 2011).
20
PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD
(WHO, 2011).
b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat
beberapa kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah
paru, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali,
cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica felea
(WHO,2011).
d. Pemeriksaan lainnya :
21
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi
infeksi virus dengue yaitu (WHO, 2011):
-Isolasi Virus
Karakteristik serotypic/genotypic
22
perbandingan Ig M / Ig G lebih dari 1,2, dan disebut infeksi sekunder
jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2 (WHO, 2011).
23
K. Komplikasi
- Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpasyok.
- Kelainanginjal
- Edemaparu
L. Penatalaksanaan
Pengobatan DBD menurut WHO (2011) bersifat suportif
simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya
renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
24
larutan oralit.Bila terjadi kejang demam, disamping diberikan antipiretik,
diberikan pula antikonvulsif selama masih demam (WHO, 2011).
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 – 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda
vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12
jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah
ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat
25
ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam,
cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam
lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik
maka berikan koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30
ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10
ml/KgBB/jam (WHO,2011).
26
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan
kristaloid belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid
sebanyak 10 – 20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan
pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya.
Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan
periksa hematokrit tiap 4 – 6 jam.Lakukan pula koreksi terhadap asidosis,
elektrolit, dan gula darah (WHO,2011).
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 – 20
ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :
1. Dekstan
2. Gelatin
3. Hydroxy Ethyl Starch(HES)
4. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP
bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan
27
homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping
prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak
(WHO, 2011).
28
Gambar 3. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
29
Gambar 4. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.
30
Gambar 5. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II
31
Gambar 6.Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.
M. Prognosis
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi baik.
Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan
32
prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah
Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih
banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut
antara lain (Rampengan, 2008) :
1. Syoklama
2. Overhidrasi
3. Perdarahan masif
4. Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidaksyok
N. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus dengue.
Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :
1. Mengurangi populasi vektor serendah–rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai
penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor danmanusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan
yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk
modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan
vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo,
2010):
a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
33
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog
3. Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima
laporankasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangankasus
4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaranmasyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulanganDBD.
DAFTAR PUSTAKA
Kalayanarooj S, Nimmannitya S. Guidelines for dengue hemorrhagic fever case management. WHO
collaborating centre for case management of Dengue/DHF/DSS and Queen Sirikit National
Institute of Child Health (Children’s Hospital). Bangkok medical publisher2004.
Nelson waldo E. 1999. Ilmu Kesehatan AnakVolume 2 Edisi 15.Jakarta :EGC
Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Purnama, S. Gede. 2010. Pengendalian Vektor DBD. Denpasar : Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Udayana.
Pusponegoro, Hardiono D. dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Rampengan, T.H. 2008.Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2.Jakarta : EGC Smith, Tracy. 2002.
Dengue Virus. Nature Publishing Group.
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
Soegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Surabaya : Tropical
Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus Dengue.
34
Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2.Surabaya : Airlangga University Press
Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV.Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Trihadi, Djoko. 2012. Demam Berdarah Dengue. Semarang : Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang.
WHO.2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorraghic Fever.India : WHO
Wibowo, Krisnanto, dkk. 2011. Pengaruh Tranfusi Trombosit terhadap Terjadinya Perdarahan Masif
pada Demam Berdarah Dengue.Yogyakarta : Bagian Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran
Universitas GadjahMada
35