Anda di halaman 1dari 49

PRESENTASI KASUS

ANAK PEREMPUAN USIA 5 TAHUN 11 BULAN DENGAN DENGUE


HEMMORAGHIC FEVER

DISUSUN OLEH:
Zevanya Theodora A.T G991905059 / B12
Bernita Silvana Christy G991908002 / B13

PEMBIMBING:
Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K)

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi. Presentasi kasus dengan judul :

ANAK PEREMPUAN USIA 5 TAHUN 11 BULAN DENGAN DENGUE


HEMMORAGHIC FEVER

Hari, tanggal : Maret, 2020

Oleh :

Zevanya Theodora A.T G991905059 / B12

Bernita Silvana Christy G991908002 / B13

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Presentasi Kasus

Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K)

2
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. C
Tanggal Lahir/ Usia : 04 Maret 2014/ 5 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kedesen RT 04/ RW 07 Susukan,
Semarang
BB : 12 kg
PB : 90 cm
Tanggal Pemeriksaan : 15 Februari 2020
Nomor Rekam Medis : 20 61 xx xx
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap orang tua pasien
(alloanamnesis). Orang tua pasien membawa pasien ke IGD dengan
keluhan demam. Demam sudah dirasakan sejak 4 hari SMRS. Demam
dirasakan terus menerus hingga pasien tidak dapat beraktivitas dan
tidak napsu makan. 2 hari SMRS pasien mengalami mimisan, oleh
orang tua pasien dibawa berobat ke puskesmas dan mendapat obat
parasetamol. 1 hari SMRS pasien mengeluhkan muntah dan BAB
berdarah. Karena keluhan tidak membaik pasien dibawa ke IGD
RSPA Boyolali.
1. Keluhan Utama
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan
demam tetapi tidak diukur suhunya oleh orang tua. Pasien tidak
mengeluhkan adanya keluhan BAK dan BAB . Pasien tidak
mengeluhkan muntah ataupun nyeri perut. Pasien masih mau makan

3
dan minum seperti biasa. Pasien dibawa orangtua ke puskesmas dan
diberi obat parasetamol.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mimisan di rumah.
Pasien masih demam dan pasien mulai kehilangan nafsu makan.
Pasien kembali dibawa ke puskesmas Pasien mendapat parasetamol.
Saat dibawa ke IGD pasien masih panas dengan suhu terukur
di IGD 37,9˚C, pasien sudah tidak mimisan, pasien tampak sakit
sedang. Muntah (+) , BAB cair (-) berdarah (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakitserupa (diare) : (-)
b. Riwayat alergi obat/makanan :(-)
c. Riwayat rhinitis alergi : (-)
d. Riwayat dermatitis atopi : (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakitserupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat/makanan :disangkal
5. Riwayat Kehamilan
. Status ibu pasien G1P1A0 rutin kontrol selama masa
kehamilan di bidan dan menerima vitamin dan suplemen besi
maupun folat. Ibu pasien hamil di umur 26 tahun. Riwayat
penyakit lain saat kehamilan disangkal. Riwayat kehamilan normal
6. Riwayat Persalinan
Ibu pasien melahirkan di umur kehamilan 40 pekan. Saat
lahir, pasien menangis spontan. Berat badan lahir pasien 3200
gram dan panjang padan 49 cm. Riwayat persalinan normal
7. Status Imunisasi
0 bulan : Hep B1, polio 0, BCG
2 bulan : DPT 1, Hep B2, polio 1
3 bulan : DPT 2, Hep B3, polio 2
4 bulan : DPT 3, polio 3
9 bulan : campak

4
6 tahun : DT, campak
7 tahun : TT
8 tahun : TT
Kesan : Imunisasi lengkap menurut Kemenkes 2013
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pasien sedang duduk di taman kanak-kanak dan tidak
memiliki kesulitan dalam pertemanan. Pertumbuhan sesuai usia
dan perkembangan sesuai.
9. Riwayat Nutrisi
Pasien memakan makanan 3-4 kali per hari dengan nasi dan
lauk pauk berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan serat.
Pasien juga suka mengemil saat menonton telivisi. Kualitas dan
kuantitas asupan gizi cukup.
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS kesehatan.
Kesan riwayat sosial ekonomi sedang.
11. Pohon Keluarga

Gambar 1. Bagan pohon keluarga

5
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaanumum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
Derajat gizi : baik
2. Tanda vital
SiO2 : 98%
Nadi : 67 x/menit, kuat
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 37.9º C
TD : 90/60 mmHg
3. Perhitungan Status Gizi
a. Secara klinis
Nafsu makan : baik
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), wajah
nampak tua (-),
Mata : sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),
conjungtiva anemis (-/-),cowong (-/-), air
mata berkurang (-/-)
Telinga : Sekret (-)
Hidung : NCH (-/-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : mukosa basah (+),gusi berdarah (-)
Thoraks :iga gambang (-), Simetris kanan dan kiri,
retraksi (-)

b. Secara Antropometris

6
7
\

Status Gizi secara antropometri berdasarkan Chart CDC:

8
BB/U : P50< BB/U< P10, underweight
TB/U : P3< TB/U< P10, stunted
BB/TB : 55/41 x 100% = 134%
BMI = 14,81 kg/m2 : P90< BMI/U< P95
Status gizi secara antropometri : gizi kurang
4. Kepala
Mesocephal, wajah dismorfik(-), UUB cekung (-)
5. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), mata cekung
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+2 mm/ +2mm), reflek cahaya
(+/+), air mata berkurang (-/-)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut
Bibirsianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-), gusi
berdarah (-)
8. Telinga
Sekret (-/-), nyeri (-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis(-), faring hiperemis (-),
detritus (-)
10. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
11. Thoraks
Bentuk :normochest, retraksi (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi :suara dasar: vesikuler (+/+), suara nafas
tambahan (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

9
Palpasi :iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di
SIC IV LMCS
Perkusi :tidak ada pelebaran batas jantung
Batas jantung kanan atas = SIC II linea
parasternal dextra
Batas jantung kanan bawah =
SIC IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri atas =
SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah =
SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi :bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut = dinding dada
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepardan lien tidak teraba, turgor kembali
cepat
13. Urogenital : dalam batas normal
14. Anorektal : tidak ada laserasi
15. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
- - - -

Spastik - - klonus - -
- - - -

Arteri dorsalis pedis teraba kuat


Capillary Refill Time kurang dari 2 detik

10
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 15 Februari 2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hb 12.5 g/dl 12,3-15,3

Hct 48 % 33-45

AL 6,74 ribu/ul 4,5-14,5

AT 120 ribu/ul 150-450

AE 4.38 juta/ul 3,80-5,80

MCV 81.1 /um 80,0-96,0

MCH 28.5 Pg 28,0-33,0

MCHC 35.2 g/dl 33,0-36,0

RDW 12,1 % 11,6-14,6

MPV 7.4 Fl 7,2-11,1

PDW 45 % 25-65

Eosinofil 0.00 % 0,00-4,00

Basofil 0.00 % 0,00-1,00

Netrofil 88.30 % 29,00-72,00


3. 6.80 4. % 5. 33,00-
Limfosit
48,00
6. 4.80 7. % 8. 0,00-
Monosit
6,00

D. RESUME
Anak perempuan berusia 5 tahun 11 bulan. BB 12 kg, TB
112, dengan keluhan utama demam. Pasien diantar ke IGD oleh
orangtuanya dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus, tidak membaik
meskipun diberi obat penurun panas. 2 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien mimisan dan mengalami penurunan nafsu makan. Pasien
mengatakan mimisan sebanyak 2 kali dan mimisan berhenti sendiri.

11
Keluhan lain seperti batuk (-), pilek (-), gusi berdarah (-), ruam
kemerahan (-), bintik pada badan (-), nyeri sendi (-) disangkal.
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Pada lingkungan keluarga pasien tidak ada anggota
keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pasien tidak ada kesan
keterlambatan pada tumbuh kembang. Pasien sehari-hari mendapatkan
nutrisi yang cukup, setelah sakit pasien menjadi sulit untuk makan dan
minum.
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital: TD 90/60 mmHg,
suhu 37,9˚C , HR 67x/menit , RR 24x/menit, saturasi O 2 98%. Kepala
mesocephal, Tampak mata normal, tidak cekung, air mata normal.
Telinga tidak didapatkan adanya sekret. Hidung tidak nampak adanya
nafas cuping hidung dan sekret maupun darah yang keluar dari
hidung. Mukosa mulut pasien tampak basah, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, dan faring tidak nampak hiperemis. Untuk leher tidak
didapatkan adanya perbesaran KGB. Thorax tampai simteris, tidak
tampak retraksi. Pada pemeriksaan jantung didapatkan kesan dalam
batas normal, tidak terdengar adanya bising tambahn. Untuk
pemeriksaa pulmo kesan dalam batas normal, tidak terdengar adanya
ronchi, wheezing. Pada pemeriksaan abdomen turgor kulit tampak
kembali lambat, tidak ada perbesaran hepar maupun lien. Pada
pemeriksaan ekstremitas arteri dorsalis pedis teraba kuat, CRT
kembali dalam waktu kurang dari 2 detik.
E. DAFTAR MASALAH
Anak perempuan berusia 5 tahun 11 bulan, berat badan 12 kg dengan :
1. Demam hari ke 4
2. Riwayat mimisan 2 hari SMRS
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran normal
4. Status hidrasi : pasien tampak tenang, mata cowong (-/-),
mukosa mulut basah (-) , turgor kembali cepat, ADP kuat, CRT
<2 detik

12
Kesan : sakit sedang
F. DIAGNOSIS BANDING
1. DF
G. DIAGNOSIS KERJA
1. DHF
H. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap di bangsal anak
2. Inf. RL 10 tpm
3. Inj. Paracetamol 150mg/8 jam
4. Inj. Ondansentron 1,5mg/12 jam
5. Paracetamol syr 3 x cth 1,5 P.O.
I. PLAN
1. Cek ulang HT PP AT
2. Cek urin rutin
J. MONITORING
1. KUVS/SiO2/TD 4 jam K. EDUKASI
2. 1. Mengenai penyakit
pasien, bahwa
penyakit pasien perlu tatalaksana dan observasi
2. Mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya
komplikasi
L. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

13
14
M. FOLLOW UP
DPH/tanggal S O A P

16-02-2020 Demam (+) KU : tampak sakit sedang • Tsk DF dd • Infus RL 20 tpm


DHF
DPH-1 Mual (+) Kesadaran : CM • Inj.Paracetamol 150mg/8 jam
• Observasi
Muntah (-) Tanda vital : febris H-6 • Paracetamol 3 x 1,5 CTH po

BAB cair - HR : 78x/menit • Inj. Ondansentron 1,5mg / 12 jam

RR : 27x/menit Plan:

T : 37,8 C Cek HT, PP AT

SpO2 : 100% Cek Urin rutin

Kepala : mesosephal, UUB cekung (-)

Mata : CA (-/-) SI (-/-), reflek cahaya (+/+),


mata cowong (-/-), air mata (+/+)

Hidung : NCH (-/-)

Mulut : mukosa basah ( + )

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)


Cor : BJ I-II reguler, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+) ST (-/-)

Abdomen:

I: DP=DD

A: BU + normal

P: timpani

P: supel, turgor kembali cepat. Hepar lien


tidak teraba membesar

Ektremitas: akral hangat +, CRT<2s, Arteri


dorsalis pedis kuat

Hasil Lab :

Hematokrit : 48 (H)

Protein Plasma : 7,1

Trombosit : 61 (L)

Anti S Thypi IgM : 4 (H)

2
17 Februari Demam (-) KU : tampak sakit sedang • DHF II • Infus Asering 70 cc/ jam
2020
Mual (-) Kesadaran : CM • Observasi • Inj. Santagesic 3 x 150 mg
DPH-2 febris hari ke
Muntah (-) Tanda vital : 7 • Inj. Ranitidine 2 x 10 mg

BAB berdarah (+) , cair HR : 78x/menit • O2 2 lpm


(+) 1x
RR : 34x/menit Plan:

T : 36,8C • Cek HT PP AT / 24 jam

SpO2 : 100% Monitoring : KUVS/ TD 4 jam

Kepala : mesosephal, UUB cekung (-)

Mata : CA (-/-) SI (-/-), reflek cahaya (+/+),


mata cowong (-/-), air mata (+/+)

Hidung : NCH (-/-)

Mulut : mukosa basah ( + )

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Cor : BJ I-II reguler, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+) ST (-/-)

3
Abdomen:

I: DP=DD

A: BU + normal

P: timpani

P: supel, turgor kembali cepat. Hepar lien


tidak teraba membesar

Ektremitas: akral hangat +, CRT<2s, Arteri


dorsalis pedis kuat

Hasil Lab

Hematokrit : 35

Trombosit : 28 (L)

Protein plasma : 3,6 (L)

18 Februari Demam (-) KU : tampak sakit sedang • DHF II dd • Infus Asering 70 cc/ jam
2020 ITP
Mual (-) Kesadaran : CM • Inj. Santagesic 3 x 150 mg
DPH-3
Muntah (-) Tanda vital : • Inj. Ranitidine 2 x 10 mg

4
BAB cair (-) , berdarah HR : 61x/menit • O2 2 lpm
(-)
RR : 24x/menit Plan:

T : 36,3 • Cek HT PP AT / 24 jam

SpO2 : 98% Monitoring : KUVS/ TD 4 jam

TD : 85/55

Kepala : mesosephal, UUB cekung (-)

Mata : CA (-/-) SI (-/-), reflek cahaya (+/+),


mata cowong (-/-), air mata (+/+)

Telinga : sekret (-/-)

Hidung : NCH (-/-)

Mulut : mukosa basah ( + )

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Cor : BJ I-II reguler, bising (-)

Pulmo :

I: Pengembngan dada kanan = kiri

5
P: Fremitus kanan = kiri

P: Sonor (+/+)

A: SDV (+/+) ST (-/-)

Abdomen:

I: DP=DD

A: BU + normal

P: Timpani

P: Supel, turgor kembali cepat. Hepar lien


tidak teraba membesar

Ektremitas: akral hangat +, CRT<2s, Arteri


dorsalis pedis kuat

Hasil Lab

Hematokrit : 29 (L)

Protein plasma : 3.8 (L)

Trombosit : 20 (L)

19 Februari Demam (-) KU : tampak sakit sedang • DHF II dd  BLPL


2020

6
DPH-4 Mual (-) Kesadaran : CM ITP  Kontrol poli anak 21/2/2020

Muntah (-) Tanda vital :

BAB berdarah (+) , cair HR : 78x/menit


(+) 1x
RR : 34x/menit

T : 36,8C

SpO2 : 100%

Kepala : mesosephal, UUB cekung (-)

Mata : CA (-/-) SI (-/-), reflek cahaya (+/+),


mata cowong (-/-), air mata (+/+)

Hidung : NCH (-/-)

Mulut : mukosa basah ( + )

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Cor : BJ I-II reguler, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+) ST (-/-)

Abdomen:

7
I: DP=DD

A: BU + normal

P: timpani

P: supel, turgor kembali cepat. Hepar lien


tidak teraba membesar

Ektremitas: akral hangat +, CRT<2s, Arteri


dorsalis pedis kuat

Hasil Lab

Hematokrit : 35

Trombosit : 91 (L)

Protein plasma : 6,2

8
9
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(Sudoyo, 2006).
B. Virus Dengue
Transmisi virus dengue bergantung pada factor biotik dan abiotik.
Faktor biotik terdiri dari virus, vektor dan host. Sedangkan factor abiotik
terdapat factor suhu, kelembaban, dan musim hujan (WHO,2011).

C. Mekanisme Infeksi Virus Dengue


Mekanisme cara penularan yang terjadi dalam kasus DBD melalui 4
tahapan , yakni:
1. Masa Penularan PadaManusia
Orang yang terinfeksi DBD, yang masih dalam periode 3-7 hari setelah
demam, kemudian digigit oleh nyamuk Aedes betina, lalu nyamuk itu
menyebarkan virus DBD di dalam tubuhnya
2. Masa Inkubasi PadaNyamuk
Nyamuk menggigit tubuh manusia yang telah terinfeksi virus dengue,
kemudian virus tersebut terinkubasi di dalam tubuh nyamuk selama 7
hari.
3. Masa Penyebaran Penyakit

10
Hanya dalam 7 hari nyamuk yang membawa virus dengue, dapat
menyebarkan penyakit DBD ke dalam tubuh manusia.
4. Masa Penularan Kepada OrangBaru
Masa inkubasi pada pasien baru terjadi dalam waktu 3-14 hari (rata-rata
4-7 hari) Selama masa ini, belum menampakkan gejala penyakit.

D. Klasifikasi Infeksi Dengue

11
E. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, familiFlaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012)

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4


yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).

Virus Dengue dapat ditularkan olehNyamuk Aedes aegypti dan


nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegyptimerupakan nyamuk yang
paling sering ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis,
terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat
penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah.
Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.Jarak terbang
nyamuk ini 100 meter.Sedangkan nyamuk Aedes albopictusmemiliki tempat
habitat di tempat air jernih.Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan
pohon – pohon, tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon
pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan
memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan,2008)

12
F. Patofisiologi
1. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada
kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok.
Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan
bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular
(ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang
mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus, dan terdapatnya edema (Soedarmo, 2012).
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini
dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut
dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi
tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif
atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang
bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD
pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip
dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan

13
binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan
trombositopenia (Soedarmo, 2012).
2. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit.
Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit
terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan
destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi
penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel
endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara
terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran
darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD (Soedarmo, 2012).
3. Sistem koagulasi danfibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial
yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk
faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi
peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut
faktor koagulasimembuktikan

14
adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga
dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin
III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya
diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem
fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan alpha
2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di
atas menunjukan bahwa (Soedarmo, 2012) :
a. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi danfibrinolisis
b. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi
juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit
memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan
memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC
saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok
irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital
yang biasanya diakhiri dengan kematian.
c. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan
masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti
trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar
oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak
dapat diatasi disertai komplikasi asidosismetabolik.
d. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan
kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang
(Soedarmo,2012).
4. Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan
kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok

15
maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen
dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada
dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan
kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan
bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen.
Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai
kemampuan stimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,
pengurangan plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan
epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang
menimbulkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan
perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk
memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama,
interleukin (IL-2 dan IL-1) (Soedarmo, 2012).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita
DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24
jam, (2) adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune
complex) baik pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi
antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit
(Soedarmo,2012).
5. ResponLeukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit
plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB
pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan
pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan
bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi

16
disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T.
(Soedarmo, 2012)

G. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010; WHO,
2011):
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk pertama
kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan dari
infeksi virus lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi
demam. Biasanya juga muncul gejala saluran pernafasan atas dan gejala
gastrointestinal.
2. Demam dengue klasik
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih
sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai
dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopenia, dan
trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan
gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang
endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagicfever)
Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang
dari 15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan
infeksi virus dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki
karakteristik onset akut demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda
dan gejala yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan yang
muncul dapat berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan
gastrointestinal yang masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi

17
untuk berkembang menjadi keadaan syok hipovolemik oleh karena
adanya plasma leakage.
Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen,
letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan
hemostasis dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama dari
demam berdarah dengue. Trombositopenia dan peningkatan hematokrit
harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.
Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi
sekunder virus dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus
dengue DEN-1 dan DEN-3.
4. Dengue Shock Syndrome(DSS)
Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ misalnya hepar,
ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah
dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti
terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok
yang berkepanjangan.
H. Diagnosa
Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:

1. KriteriaKlinis
a. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas.
Tipe demam bifasik (saddleback).

18
Gambar 1. Demam Bifasik pada Demam Berdarah
Dengue
b. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:
 Uji torniket(+)
 Petechie, ekhimosis ataupun purpura
 perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis,
perdarahangusi
 hematemesis danmelena
c. Hepatomegali
d. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi
cepat dan lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah
menurun sampai tidak terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan
nadi (< 20 mmHg), capillary refill time memanjang (>2 detik) dan
pasien tampak gelisah.
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (trombosit < 100.000/ul)
b. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20%
setelah mendapat terapicairan).
Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2
kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit.
Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :
a. Derajat I
Demam diikuti gejala tidak spesifik.Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

19
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh
rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diperiksa.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang
selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl
biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi
sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit (WHO, 2011).

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul


dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua
hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun
(leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit
atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III.

20
PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD
(WHO, 2011).

b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat
beberapa kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah
paru, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali,
cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica felea
(WHO,2011).

c. Pemeriksaan Rumple leedtest


Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah
dengan cara mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga
darah menekan kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh
suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari
dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke dalam jaringan
sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah kecil pada
permukaan kulit (petechiae). Pemeriksaan ini didefinisikan oleh WHO
(2011) sebagai salah satu syarat yang diperlukan untuk diagnosis
demam berdarah. Suatu manset tekanan darah diterapkan dan
meningkat ke titik antara sistolik dan diastolik tekanan darah selama
lima menit. Tes positif jika ada 10 atau lebih ptekia per inci persegi.
Pada penderita demam berdarah tes dengue biasanya memberikan hasil
positif yang pasti dengan 20 ptekia atau lebih. Dewasa ini rumple leed
test dianggap tes yang sudah usang atau tidak dapat diandakan. Akan
tetapi tes ini tetap menjadi bagian penting dari penilaian seoang pasien
yang mungkin memiliki demam berdarah dengue.

d. Pemeriksaan lainnya :

21
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi
infeksi virus dengue yaitu (WHO, 2011):

-Isolasi Virus

Karakteristik serotypic/genotypic

-Deteksi Asam Nukleat Virus

Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain


Reaction)

-Deteksi Antigen Virus Deteksi antigen NS1.

-Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutination-


inhibition (HI), Complement Fixation (CF), Neutralization Test (NT),
Ig M capture enzyme linked immunosorbent assay (MAC-ELISA),
danpemeriksaan Ig G ELISA indirect

Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek,


yaitu muncul pada 2 – 3 hari sebelum onset demam dan bertahan
hingga 4 – 7 hari saat sakit. Selama periode ini, asam nukleat virus dan
antigen virus dapat terdeteksi.Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis
imunoglobulin. Antibodi Ig M dapat terdeteksi pada 3 – 5 hari setelah
onset, meningkat cepat selama 2 minggu, dan menurun hingga tidak
terdeteksi pada 2 – 3 bulan. Antibodi Ig G terdeteksi rendah pada akhir
minggu pertama, meningkat kemudian, dan menetap hingga bertahun –
tahun. Pada infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat
cepat. Antibodi Ig G terdeteksi pada level tinggi, pada saat fase inisial,
dan menetap hingga beberapa bulan. Antibodi Ig M biasanya lebih
rendah pada infeksi dengue sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig
M/ Ig G digunakan untuk membedakan antara infeksi primer dan
infeksi sekunder virus dengue. Disebut infeksi primer jika

22
perbandingan Ig M / Ig G lebih dari 1,2, dan disebut infeksi sekunder
jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2 (WHO, 2011).

Gambar 2.Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam


Berdarah Dengue
J. DiagnosisBanding
Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :
a. Infeksi virus golongan Arbovirus :Chikungunya
b. Penyakit virus lainnya
Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti :
Epstein barrvirus,
Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus
c. Penyakit bakterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis,
Rackettsial disease, Scarlet Fever

d. Penyakit parasit : Malaria

23
K. Komplikasi
- Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpasyok.
- Kelainanginjal
- Edemaparu

L. Penatalaksanaan
Pengobatan DBD menurut WHO (2011) bersifat suportif
simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya
renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).

Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam


Berdarah Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma,
dan gangguan hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam
Berdarah Dengue dan Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat
simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang tua agar anak diberikan minum
banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain – lain. Selain itu
diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol.Penggunaan
antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan
demam.Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di

bawah 39 0C dengan dosis 10 – 15 mg/KgBB/kali (WHO, 2011).

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat


demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50
ml/KgBB dalam 4 – 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat
teratasi, anak dapat diberikan cairan rumatan 80 – 100 ml/KgBB/hari dalam
24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap diberikan disamping

24
larutan oralit.Bila terjadi kejang demam, disamping diberikan antipiretik,
diberikan pula antikonvulsif selama masih demam (WHO, 2011).

Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 – 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda
vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12
jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah
ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat

Cairan intravena diperlukan apabila :


1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus
menerus selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan
spontan, disertai penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar
hematokrit. Pada saat pasien dating, berikan cairan kristaloid 7
ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit
tiap 6 ja,.Selanjutnya evaluasi 12 – 24 jam. Apabila selama observasi
keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat,
tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2 kali
pemeriksaan berturut – turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil,
tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan
dalam 24 – 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan,
yaitu : anak tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis
kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka
tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi
perbaikan setelah 12 jam, maka tetesan di naikkan menjadi 10

25
ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam,
cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam
lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik
maka berikan koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30
ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10
ml/KgBB/jam (WHO,2011).

Bila terdapat asidosis, ¼ dari cairan total dikeluarkan dan diganti


dengan larutan berisi 0,167mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi
larutan NaCl0,9% + glukosa ditambah ¼ Natrium bikarbonat). Volume dan
komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada
diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 %(5– 8
%) seperti tertera pada tabel dibawah ini (WHO, 2011):

Tabel 1 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 – 8 %)

Berat Waktu Masuk Jumlah Cairan Tiap


(Kg) Hari
< 7 kg 220ml/KgBB/hari
7 - 11 kg 165ml/kgBB/hari
12 - 18 kg 132ml/KgBB/Hari
> 18 kg 88ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas


cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit,
bibir biru, tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah
yang harus dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB
secepatnya dalam 30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20
ml/KgBB/jam diberikan bersama koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam.Observasi
tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4 – 6 jam, serta
periksa pula elektrolit dan gula darah (WHO, 2011).

26
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan
kristaloid belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid
sebanyak 10 – 20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan
pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya.
Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan
periksa hematokrit tiap 4 – 6 jam.Lakukan pula koreksi terhadap asidosis,
elektrolit, dan gula darah (WHO,2011).

Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi


> 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10
ml/KgBB/jam dan dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil
dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB
sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap diturunkan
menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan
pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Apabila syok
belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi masih > 40%, berikan darah
dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan massif,
berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10
ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang diperlukan,
sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan (WHO, 2011)

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 – 20
ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :

1. Dekstan
2. Gelatin
3. Hydroxy Ethyl Starch(HES)
4. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP
bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan

27
homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping
prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak
(WHO, 2011).

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan


pertimbangan bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID.Bila
diperlukan suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian
fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan
untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin
rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk


kembali dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan
intravena untuk mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan
(setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti
perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali
ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita
anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan
transfuse (WHO, 2011).

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut :

28
Gambar 3. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

29
Gambar 4. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.

30
Gambar 5. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

31
Gambar 6.Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.
M. Prognosis
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi baik.
Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan

32
prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah
Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih
banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut
antara lain (Rampengan, 2008) :

1. Syoklama
2. Overhidrasi
3. Perdarahan masif
4. Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidaksyok

N. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus dengue.
Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :
1. Mengurangi populasi vektor serendah–rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai
penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor danmanusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan
yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk
modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan
vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo,
2010):

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor
tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiapkeluarga,
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai95%
2. Foging Focus dan FogingMasal

a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu

33
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog
3. Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima
laporankasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangankasus
4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaranmasyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulanganDBD.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan Lingkungan.Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kalayanarooj S, Nimmannitya S. Guidelines for dengue hemorrhagic fever case management. WHO
collaborating centre for case management of Dengue/DHF/DSS and Queen Sirikit National
Institute of Child Health (Children’s Hospital). Bangkok medical publisher2004.
Nelson waldo E. 1999. Ilmu Kesehatan AnakVolume 2 Edisi 15.Jakarta :EGC

Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia

Purnama, S. Gede. 2010. Pengendalian Vektor DBD. Denpasar : Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Udayana.

Pusponegoro, Hardiono D. dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia

Rampengan, T.H. 2008.Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2.Jakarta : EGC Smith, Tracy. 2002.
Dengue Virus. Nature Publishing Group.
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Soegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Surabaya : Tropical
Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya

Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus Dengue.

34
Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya

Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2.Surabaya : Airlangga University Press

Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV.Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Trihadi, Djoko. 2012. Demam Berdarah Dengue. Semarang : Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang.

WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO

WHO.2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorraghic Fever.India : WHO

Wibowo, Krisnanto, dkk. 2011. Pengaruh Tranfusi Trombosit terhadap Terjadinya Perdarahan Masif
pada Demam Berdarah Dengue.Yogyakarta : Bagian Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran
Universitas GadjahMada

35

Anda mungkin juga menyukai