Kasus Pdam
Kasus Pdam
TASIKMALAYA
I. Fenomena yang Terjadi
II. Pembahasan
Dalam kasus ini auditor memberikan jasa lain pada kliennya, yakni
memberikan bimbingan mengenai pencatatan akuntansi dan prosedur-
prosedurnya, serta penilaian pengendalian intern perusahaan. Sehingga
diharapkan akan menghasilkan laporan keuangan yang wajar dan akurat.
Namun pada saat akhir tahun buku, laporan keuangan perusahaan tsb diaudit
pula oleh auditor tsb, dengan opini wajar tanpa pengecualian.
f. Mengeluarkan Opini.
Dalam kasus ini yang bertindak sebagai auditor adalah BPKP, yang
merupakan auditor pemerintah, yang mempunyai tugas diantaranya
membimbing dan mengarahkan suatu entitas melaksanakan akuntansi yang
baik yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Disamping itu
BPKP juga mempunyai tugas diantaranya menilai kinerja atas suatu entitas di
lingkungan Pemerintah. Jika dilihat dari sebagian tugasnya tersebut, maka
menurut saya jelas bahwa BPKP berhak melakukan audit kinerja atas suatu
entitas di lingkungan Pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk
memberikan saran dan perbaikan atas kinerja entitas tersebut. Sehingga
akan selalu memberikan saran dan bimbingan agar entitas mencapai kinerja
yang diharapkan yang pada akhirnya akan memeberikan kesejahteraan baik
secara langsung maupun tidak langsung pada masyarakat sekitarnya.
Dengan mengeluarkan opini audit layaknya KAP, maka BPKP harus tunduk
pada kode etik akuntan Indonesia dan juga aturan etika kompartemen
akuntan publik, sehingga opini yang dikeluarkan BPKP dapat dipercaya oleh
pemakainya. Oleh karena itu sikap independen dan integritas profesionalisme
BPKP harus mengacu pada aturan kode etik akuntan Indonesia. Hal ini wajar
karena opini yang dikeluarkan BPKP naratifnya sama dengan opini yang
dikeluarkan oleh kantor akuntan publik, juga jenis opininya pun sama, seperti
opini wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, opini tidak
wajar, dan opini tidak memberikan pendapat.
KESIMPULAN
Analisis
Sebagai seorang akuntan seharusnya dapat selalu menjaga
kepercayaan publik terhadap profesinya yang memberikan pendapat atas
suatu laporan keuangan yang di audit. Dimana di saat seorang akuntan
melakukan audit, maka publik selalu percaya bahwa akuntan akan selalu
mempertahankan sikap independensi, integritas dan objektivitas sebagi
seorang akuntan yang profesional. Hal tersebut sangat jelas di sebutkan
dalam Standar Profesi Akuntan Publik dan di sebutkan kembali di dalam
aturan etika akuntan publik. Sifat bawaan dari seorang akuntan yang selalu
melekat dimata publik adalah sikap independensinya, sehingga akuntan
sangat dipercaya. Independen berati tidak terpengaruh terhadap apapun dan
menjaga integritas dan objektivitas dalam melakukan tugasnya. Seorang
akuntan harus independen dalam dalam fakta (in fact) maupun dalam
penampilan (in appearance), integritas dan objektivitas juga haruslah
dipertahankan, yang mana harus bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material
misstatment) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)
pertimbangannya kepada pihak lain.
Dari kasus yang terjadi pada PDAM Kabupaten Tasikmalaya tersebut di
atas, auditor telah melanggar beberapa poin dalam etika akuntan Indonesia
dan etika akuntan publik, juga peraturan menteri keuangan yang mengatur
tentang jasa akuntan publik. BPKP memang berbeda dengan akuntan publik,
namun dalam kasus ini BPKP melakukan hal-hal yang dilakukan oleh akuntan
publik / KAP. Maka sewajarnya BPKP mentaati etika dan aturan yang berlaku
di akuntan publik yang berada di bawah naungan IAI.
Meskipun pemakai laporan keuangan PDAM adalah terbatas, namun
tetap harus mengedepankan keakuratan dan kewajaran. Apalagi sekarang
dengan adanya Permendagri Nomor 2 Tahun 2007, yang isinya antara lain
menyatakan bahwa, laporan keuangan PDAM yang telah diaudit, harus
dimuat dalam media massa, sebagai salah satu aspek good corporate
governance. Hal ini menandakan bahwa agar masyarakat percaya akan
laporan keuangan yang telah diaudit, maka auditor harus benar-benar
menjunjung independensi, profesionalisme dan etika.
Saran
Kasus-kasus tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila seorang
akuntan dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya, mempunyai
pengetahuan, pemahaman dan menerapkan aturan etika secara baik dan
benar. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap
profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan
etika tertentu. Dengan sikap profesionalnya dan memahami aturan etika,
seorang akuntan akan mampu menghadapi berbagai tekanan yang dapat
muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak luar. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Dalam hal ini, dunia
pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku etika akuntan.