Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MERINGKAS

ARTIFICIAL INTELLIGENT

NOVIYANTI. P
18.51.1128

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS AMIKOM
YOGYAKARTA
1. Computer Vision (Visi Komputer)
Computer Vision merupakan salah satu cabang ilmu yang ditawarkan untuk mengatasi
berbagai masalah dengan cara mengekstrak informasi dari gambar yang disediakan dalam
menyelesaikan suatu tugas. Computer vision juga merupakan salah satu teknologi yang
banyak digunakan karena memiliki sekumpulan metode-metode untuk mendapatkan,
memproses, dan menganalisis suatu gambar. Metode-metode yang telah dilakukan tersebut
akan menghasilkan angka-angka atau simbol-simbol yang diperoleh dari gambar yang telah
diekstrak dan diterjemahkan oleh komputer. Inti dari teknologi computer vision adalah untuk
menduplikasi kemampuan penglihatan manusia kedalam benda elektronik sehingga benda
elektronik dapat memahami dan mengerti arti dari gambar yang dimasukkan. [1]
Computer vision bertujuan untuk mengkomputerisasi penglihatan manusia atau dengan
kata lain membuat citra digital dari citra sebenarnya (sesuai dengan penglihatan manusia).
Hal tersebut dapat disimpulkan input dari computer vision adalah berupa citra penglihatan
manusia sedangkan outputnya berupa citra digital. [2]
Mata adalah indra terbaik yang dimiliki oleh manusia sehingga citra (gambar) memegang
peranan penting dalam perspektif manusia. Namun mata manusia memiliki keterbatasan
dalam menangkap sinyal elektromagnetik. Komputer atau mesin pencitraan lainnya dapat
menangkap hampir keseluruhan sinyal elektromagnetik mulai dari gamma hingga gelombang
radio. Mesin pencitraan dapat bekerja dengan citra dari sumber yang tidak sesuai, tidak
cocok, atau tidak dapat ditangkap dengan penglihatan manusia. Hal inilah yang menyebabkan
pengolahan citra digital memiliki kegunaan dan spektrum aplikasi yang sangat luas.
Teknologi pengolahan citra dapat masuk keberbagai bidang seperti kedokteran, industri,
pertanian, geologi, kelautan, dan lain sebagainya. Kehadiran teknologi mengolahan citra
memberikan kemajuan yang luar biasa pada bidang-bidang tersebut. [2]

2. Citra Digital
Citra adalah suatu gambaran atau kemiripan dari suatu objek. Citra analog tidak dapat
direpresentasikan dalam komputer, sehingga tidak bisa diproses oleh komputer secara
langsung. Tentu agar bisa diproses di komputer, citra analog harus dikonversi menjadi citra
digital. [3]
Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer yang dihasilkan dari peralatan
digital (citra digital) dapat diolah secara langsung oleh komputer, karena didalam peralatan
digital terdapat sistem sampling dan kuantisasi. Peralatan analog tidak dilengkapi oleh kedua
sistem tersebut, sehingga citra analog perlu melakukan proses konversi. [3]
2.1 Representasi Citra Digital
Hasil sampling dan kuantisasi dari sebuah citra adalah bilangan real yang membentuk
sebuah matriks M baris dan N kolom. Hal ini berarti ukuran citra adalah M x N. Sebuah citra
digital diwakili oleh matriks yang terdiri dari M baris dan N kolom, dimana potongan antara
baris dan kolom disebut piksel. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan
intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar
intensitas atau warna dari piksel dititik itu. [3]

Gambar 2.1 Sistem koordinat yang dipergunakan untuk mewakili citra


Artinya, sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut :

Berdasarkan persamaan tersebut, maka secara sistematis citra digital dapat dituliskan sebagai
fungsi intensitas f(x,y), dimana nilai x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan
f(x,y) adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan besar intensitas citra atau
tingkat keabuan atau warna dari piksel dititik tersebut. [3]

2.2 Tipe Citra


Terdapat beberapa tipe citra yang sering digunakan, yaitu sebagai berikut :
a. Citra Grayscale
Citra grayscale adalah matriks data yang nilai-nilainya mewakili intensitas setiap
piksel berkisar antara 0 sampai dengan 255. Setiap piksel membutuhkan 8 bit memori.
[3]
Gambar 2.2 citra grayscale
b. Citra Monokrom (Citra Biner)
Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel, yaitu
hitam dan putih. Citra monokrom atau citra biner juga disebut sebagai citra B&W
(black and white). Pada citra biner setiap titik (pixel) bernilai 0 dan 1. Masing-masing
nilai merepresentasikan warna tertentu. Warna hitam diberi nilai 0 dan warna putih
diberi nilai 1. Setiap titik (pixel) pada citra hanya membutuhkan media penyimpanan 1
bit, sehingga setiap byte dapat menampung informasi 8 titik (pixel).

Gambar 2.3 citra biner dan representasinya dalam data digital (a) citra biner (b) nilai
penyimpanan memori.

Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi,
pengambangan, ataupun morfologi.

Gambar 2.4 citra biner


c. Citra Warna (True Color)
Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna yang spesifik yang merupakan
kombinasi dari 3 warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru. Format citra ini sering
disebut sebagai citr RGB (red-green-blue). Setiap warna dasar mempunyai intensitas
sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit) dan warna minimum adalah putih. Red
memiliki warna minimum putih dan warna maksimum merah. Green memiliki warna
minimum putih dan warna maksimum hijau. Blue memiliki warna minimum putih dan
warna maksimum biru. Misalnya warna kuning merupakan kombinasi warna dan hijau
sehingga nilai RGB-nya adalah (255 255 0). Denga demikian setiap titik (pixel) pada
citra warna membutuhkan data 3 byte.

Gambar 2.5 palet warna kuning (255 255 0)

Gambar 2.6 citra warna (true color)


Jumlah kombinasi warna yang mungkin untuk citra format bmp ini adalah citra 24-bit atau
lebih dari 16 juta warna, denga demikian bisa dianggap mencakup semua warna yang ada.
Oleh karena itu, format ini disebut true color.

Gambar 2.7 citra warna dan representasinya dalam data digital


3. Histogram
Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan membuat historam
citra. Histogram merupakan suatu grafik yang mengidentifikasikan jumlah kemunculan setiap
level keabuan pada suatu citra. Dari sebuah histogram dapat diketahui frekuensi kemunculan
nisbi (relative) dari intensitas pada citra tersebut. Histogram juga dapat menunjukkan banyak
hal tentang kecerahan (brightness) dan kontras (contrast) dari sebuah gambar. Histogram
sangat diperlukan dalam pekerjaan pengolahan citra secara kualitatif maupun kuantitatif.
Terdapat beberapa indikasi yang bisa diambil dari histogram suatu citra :
- Pada suatu citra gelap, level keabuan pada histogram mengelompok pada bagian sebelah
bawah.
- Pada suatu citra terang dan seragam, level keabuan pada histogram mengelompok pada
bagian sebelah atas.
- Pada suatu citra dengan kontras signifikan, level keabuan pada histogram akan menyebar.
Manfaat dari histogram sendiri adalah sebagai indikasi visual untuk menentukan skala
keabuan yang tepat sehingga diperoleh kualitas citra yang diinginkan. Berikut adalah xara
menggambarkan suatu histogram :
Misalnya diketahui sebuah grayscale dengan ukuran 10 x10 piksel mempunyai kedalaman 3
bit sebagai berikut :

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat tabel frekuensi dari kemunculan
setiap warna.
Langkah kedua adalah menggambar histogram dalam koordinat kartesian pada sumbu x dan
y.

Gambar 3.1 histogram dalam koordinat kartesius (x,y)


Normalisasi histogram dilakukan agar tampilan histogram pada layar tidak melebihi batas
layar, dikarenakan jumlah piksel pada citra sangat besar (hingga ribuan piksel). Penyelesaian
normalisasi histogram adalah dengan menentukan jumlah seluruh piksel (N) dari citra
sebelumnya, N = 10 x 10 = 100 piksel, kemudian membuat tabel frekuensi, yaitu sebagai
berikut :

Selanjutnya menggambarkan histogram dengan kurva.

Gambar 3.2 histogram sebelum dan sesudah normalisasi


4. Moment Warna
Moment merupakan representasi yang padat dari fitur warna dalam mengkarakterisasikan
warna citra. Sebuah citra memiliki beberapa ciri yang digunakan untuk mengenali citra
tersebut antara lain intensitas warna((σ), nilai rata-rata (µ), entropy (e), energi (E),
homogenitas (H), kontras (C), dan lain sebagainya.
Informasi distribusi warna disusun dalam 3 urutan moment, yaitu moment yang pertama
(µ) mewakili rata-rata warna, moment yang kedua (σ) menggambarkan standar deviasi,
moment ketiga (ϴ) menggambarkan kecondongan dari warna. Tiga urutan moment (µc, σc,
ϴc), sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :

Dimana adalah nilai komponen warna c pada pixel warna baris ke i dan kolom ke j dari

citra. Jarak euclidean moment dari dua image ditemukan lebih efektif untu menghitung
kedekatan citra.

4.1 Entropy
Nilai dari metode entropy menunjukkan keteracakan distribusi derajat keabuan suatu citra.
Entropy mengindikasikan kompleksitas citra, semakin tinggi nilai entropy, semakin kompleks
citra tersebut. Entropy dan energi cenderung berkebalikan. Entropy juga menrepresentasikan
jumlah informasi yang terkandung di dalam sebaran data. Entropry sendiri adalah ukuran
statik darikeacakan yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi tekstue gambar.

4.2 Energi
Nilai energi bertolak belakang dengan entropy. Semakin tinggi nilai entropy maka nilai
energi akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan nilai energi menggambarkan keteraturan
penyebaran derajat keabuan suatu citra. Menghitung energi dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :

4.3 Kontras
Kontras digunakan untuk mengukur frekuensi spasial dari citra dan perbedaan moment
GLCM. Kontras merupakan ukuran keberadaan variasi atas keabuan pixel citra dan dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut :

4.4 Homogenitas
Fitur homogenitas akan menghitung keseragaman variasi derajat keabuan sebuah citra.
Fitur homogenitas akan memilki nilai yang tinggi derajat keabuannyang hampir sama.
Menghitung homogenitas dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut :

5. Pencarian citra
Pencarian citra dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok pencarian, yaitu :
- Pencarian citra berbasis teks, citra diindeks dan dicari berdasarkan deskripsi-deskripsi
seperti ukuran, tipe, tanggal pembuatan, identitas pemilik, kata kunci atau deskripsi lain
mengenai citra tersebut.
- Pencarian citra berbasis isi, melakukan pencarian citra berdasarkan query, seperti “Cari
citra dari basis data yang mirip dengan citra x”. Pencarian ini didasarkan pada informasi
visual dari citra.
Citra-citra dalam basis data citra diindeks berdasarkan informasi yang melekat secara visual
seperti warna, tekstur, bentuk, pola, topologi citra, layout, dan lain sebagainya.
Gambar 5.1 proses ekstraksi pencarian citra

6. Pengenalan Pola
Pengenalan pola merupakan salah satu cabang dari bidang kecerdasan buatan. [4]
Menurut beberapa ahli pengenalaln pola adalah : [4]
a. Penentuan suatu objek fisik atau kejadian kedalam salah satu atau beberapa kategori.
(Duda dan Hart)
b. Ilmu pengetahuan yang menitik beratkan pada deskripsi dan klasifikasi (pengenalan)
dari suatu pengukuran. (Schalkoff)
c. Prses untuk memberikan nama ω untuk pengamatan x. (Schürmann)
Salah satu aplikasi khusus yang dirancang dengan metode pengenalan pola adalah
pengenalan wajah. Secara umum sistem pengenalan wajah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
sistem feature dan sistem image-based. Pada sistem pertama digunakan fitur yang diekstraksi
dari komponen citra wajah (mata, hidung, mulut, dll) yang kemudian hubungan antara fitur-
fitur tersebut dimodelkan secara geometris. Sedangkan sistem kedua menggunakan informasi
mentah dari piksel citra yang kemudian direpresentasikan dalam metode tertentu, misalnya
principal component analysis (PCA), transformasi wavelet yang kemudian digunakan untuk
klasifikasi identitas citra. [4]
Sekarang pengenalan wajah telah dikembangkan untuk banyak aplikasi, terutama untuk
aplikasi keamanan. Penggunaan wajah sebagai identifier mempunyai banyak manfaat,
terutama kepraktisannya karena memerlukan kartu atau foto untuk identifikasi. Masalah
utamanya adalah sebuah image yang mewakili sebuah gambar yang terdiri dari vektor yang
berukuran relatif besar. Terdapat banyak teknik untuk mereduksi dimensi dari image yang
akan diproses. Salah satunya yaitu eigenface. [4]
Eigenface adalah kumpulan dari eigenvector yang digunakan untuk maslah computer
vision pada pengenalan wajah manusia.

Gambar 6.1 eigenface sebagai contoh dari eigenvector


Untuk menghasilkan eigenface, sekumpulan besar citra digital dari wajah manusia diambil
pada kondisi pencahayaan yang sama dan kemudian dinormalisasi dan kemudian diolah pada
resolusi yang sama (misalnya mxn), dan kemudian diperlakukan sebagai vektor dimensi mn
dimana komponennya diambil dari nilai pikselnya. Secara garis besar proses pengenalan citra
wajah oleh sistem dapat dibagi menjadi lima tahap, yaitu : [4]
- Deteksi
- Pengenakan posisi
- Normalisasi
- Pengkodean
- Perbandingan
Daftar Pustaka

1. Sonka, M., Hlavac, V., & Boyle, R. (2008). Image Processing, Analysis, and Machine
Vision. Thompson Learning.

2. Putra, D. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Andi.

3. Andono, P. N., Sutojo, T., & Muljono. (2017). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta:
Andi.

4. Al Fatta, H. (2009). Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah. Yogyakarta: Andi.

Anda mungkin juga menyukai