ARTIFICIAL INTELLIGENT
NOVIYANTI. P
18.51.1128
2. Citra Digital
Citra adalah suatu gambaran atau kemiripan dari suatu objek. Citra analog tidak dapat
direpresentasikan dalam komputer, sehingga tidak bisa diproses oleh komputer secara
langsung. Tentu agar bisa diproses di komputer, citra analog harus dikonversi menjadi citra
digital. [3]
Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer yang dihasilkan dari peralatan
digital (citra digital) dapat diolah secara langsung oleh komputer, karena didalam peralatan
digital terdapat sistem sampling dan kuantisasi. Peralatan analog tidak dilengkapi oleh kedua
sistem tersebut, sehingga citra analog perlu melakukan proses konversi. [3]
2.1 Representasi Citra Digital
Hasil sampling dan kuantisasi dari sebuah citra adalah bilangan real yang membentuk
sebuah matriks M baris dan N kolom. Hal ini berarti ukuran citra adalah M x N. Sebuah citra
digital diwakili oleh matriks yang terdiri dari M baris dan N kolom, dimana potongan antara
baris dan kolom disebut piksel. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan
intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar
intensitas atau warna dari piksel dititik itu. [3]
Berdasarkan persamaan tersebut, maka secara sistematis citra digital dapat dituliskan sebagai
fungsi intensitas f(x,y), dimana nilai x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan
f(x,y) adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan besar intensitas citra atau
tingkat keabuan atau warna dari piksel dititik tersebut. [3]
Gambar 2.3 citra biner dan representasinya dalam data digital (a) citra biner (b) nilai
penyimpanan memori.
Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi,
pengambangan, ataupun morfologi.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat tabel frekuensi dari kemunculan
setiap warna.
Langkah kedua adalah menggambar histogram dalam koordinat kartesian pada sumbu x dan
y.
Dimana adalah nilai komponen warna c pada pixel warna baris ke i dan kolom ke j dari
citra. Jarak euclidean moment dari dua image ditemukan lebih efektif untu menghitung
kedekatan citra.
4.1 Entropy
Nilai dari metode entropy menunjukkan keteracakan distribusi derajat keabuan suatu citra.
Entropy mengindikasikan kompleksitas citra, semakin tinggi nilai entropy, semakin kompleks
citra tersebut. Entropy dan energi cenderung berkebalikan. Entropy juga menrepresentasikan
jumlah informasi yang terkandung di dalam sebaran data. Entropry sendiri adalah ukuran
statik darikeacakan yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi tekstue gambar.
4.2 Energi
Nilai energi bertolak belakang dengan entropy. Semakin tinggi nilai entropy maka nilai
energi akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan nilai energi menggambarkan keteraturan
penyebaran derajat keabuan suatu citra. Menghitung energi dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
4.3 Kontras
Kontras digunakan untuk mengukur frekuensi spasial dari citra dan perbedaan moment
GLCM. Kontras merupakan ukuran keberadaan variasi atas keabuan pixel citra dan dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut :
4.4 Homogenitas
Fitur homogenitas akan menghitung keseragaman variasi derajat keabuan sebuah citra.
Fitur homogenitas akan memilki nilai yang tinggi derajat keabuannyang hampir sama.
Menghitung homogenitas dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut :
5. Pencarian citra
Pencarian citra dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok pencarian, yaitu :
- Pencarian citra berbasis teks, citra diindeks dan dicari berdasarkan deskripsi-deskripsi
seperti ukuran, tipe, tanggal pembuatan, identitas pemilik, kata kunci atau deskripsi lain
mengenai citra tersebut.
- Pencarian citra berbasis isi, melakukan pencarian citra berdasarkan query, seperti “Cari
citra dari basis data yang mirip dengan citra x”. Pencarian ini didasarkan pada informasi
visual dari citra.
Citra-citra dalam basis data citra diindeks berdasarkan informasi yang melekat secara visual
seperti warna, tekstur, bentuk, pola, topologi citra, layout, dan lain sebagainya.
Gambar 5.1 proses ekstraksi pencarian citra
6. Pengenalan Pola
Pengenalan pola merupakan salah satu cabang dari bidang kecerdasan buatan. [4]
Menurut beberapa ahli pengenalaln pola adalah : [4]
a. Penentuan suatu objek fisik atau kejadian kedalam salah satu atau beberapa kategori.
(Duda dan Hart)
b. Ilmu pengetahuan yang menitik beratkan pada deskripsi dan klasifikasi (pengenalan)
dari suatu pengukuran. (Schalkoff)
c. Prses untuk memberikan nama ω untuk pengamatan x. (Schürmann)
Salah satu aplikasi khusus yang dirancang dengan metode pengenalan pola adalah
pengenalan wajah. Secara umum sistem pengenalan wajah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
sistem feature dan sistem image-based. Pada sistem pertama digunakan fitur yang diekstraksi
dari komponen citra wajah (mata, hidung, mulut, dll) yang kemudian hubungan antara fitur-
fitur tersebut dimodelkan secara geometris. Sedangkan sistem kedua menggunakan informasi
mentah dari piksel citra yang kemudian direpresentasikan dalam metode tertentu, misalnya
principal component analysis (PCA), transformasi wavelet yang kemudian digunakan untuk
klasifikasi identitas citra. [4]
Sekarang pengenalan wajah telah dikembangkan untuk banyak aplikasi, terutama untuk
aplikasi keamanan. Penggunaan wajah sebagai identifier mempunyai banyak manfaat,
terutama kepraktisannya karena memerlukan kartu atau foto untuk identifikasi. Masalah
utamanya adalah sebuah image yang mewakili sebuah gambar yang terdiri dari vektor yang
berukuran relatif besar. Terdapat banyak teknik untuk mereduksi dimensi dari image yang
akan diproses. Salah satunya yaitu eigenface. [4]
Eigenface adalah kumpulan dari eigenvector yang digunakan untuk maslah computer
vision pada pengenalan wajah manusia.
1. Sonka, M., Hlavac, V., & Boyle, R. (2008). Image Processing, Analysis, and Machine
Vision. Thompson Learning.
3. Andono, P. N., Sutojo, T., & Muljono. (2017). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta:
Andi.