Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

PROSEDURE TPN, MENENTUKAN JENIS DAN JUMLAH KALORI,


BILAS LAMBUNG, DAN WASH OUT/ENEMA
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
Isnan Ma’ripah 220110180200

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
Total Parenteral Nutrition (TPN)
A. Pengertian
Nutrisi Parenteral merupakan suatu cara pemberian nutrisi dan energi
secara intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme. Larutan
nutrisi parenteral juga disebut Total Parenteral Nutrition (TPN) atau
hyperalimentation solution (hyperal). Nutrisi parenteral digunakan untuk pasien
yang tidak dapat menelan atau mengabsorbsi nutrien melalui saluran
gastrointestinal. Menurut Ansel dan Prince pada tahun 2004 mengatakan bahwa
nutrisi parenteral total menyuplai semua nutrien yang dibutuhkan, sedangkan
nutrisi parenteral parsial memberikan tambahan kebutuhan nutrisi pasien jika
kalori dalam jumlah yang cukup tidak dapat diberikan secara enteral.
Nutrisi parenteral total periferal adalah nutrisi parenteral total yang
diberikan melalui akses perifer. Nutrisi parenteral total perifer digunakan untuk
memberi nutrisi kepada pasien dalam waktu yang singkat (7-10 hari). Apabila
nutrisi parenteral total dibutuhkan dalam jangka waktu yang lebih panjang maka
larutan lemak ditambahkan.

B. Indikasi
1. Pasien dengan Gangguan absorbsi makanan.
2. Pasien kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreastitis
berat, status preoperative dengan malnutrisi berat, anginaintertinal, diare
berulang.
3. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan.
4. Makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis
gravidarum (Wiryana, 2007).
5. Pasien Syok.
6. Pasien yang mengalami pengeluaran cairan berlebih.
7. Intoksikasi berat.
8. Pasien yang sangat kekurangan gizi tanpa asupan oral lebih dari 1 minggu.
9. Radang usus berat (Crohn’s disease dan ulcerative colitis).
10. Pasien dengan cedera di kepala.
C. Tujuan
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi perkembangan yang optimal serta
mempercepat proses penyembuhan penyakit apabila pemberian secara oral
atau enteral tidak memungkinkan.

D. Persiapan Alat
 Alat steril
1. Bak instrument berisi handscoon dan kasa steril.
2. Infus set steril.
3. Jarum/wingnedle/abocath dengan nomer yang sesuai.
4. Korentang dan tempatnya.
5. Kom tutup berisi kapas alcohol
 Alat tidak steril
1. Standart infuse.
2. Perlak dan alasnya.
3. Pembendung (tourniquet).
4. Plester.
5. Gunting verban.
6. Bengkok.
7. Jam tangan.
 Obat-obatan
1. Alcohol 70%.
2. Cairan sesuai anjuran dokter.

E. Persiapan Pasien
1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan tindakan yang akan
dilakukan.
2. Mengatur posisi pasien yang nyaman (posisi supine).

F. Prosedur Pelaksanaan
 Fase Orientasi:
1. Mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menjelaskan tujuan tindakan kepada klien.
4. Menjelaskan prosedur.
5. Menanyakan kesiapan klien.
6. Menjaga privasi pasien.
 Fase Kerja:
a. Mengisi selang infus:
1. Perawat mencuci tangan dan memakai handscoon.
2. Desinfeksi karet penutup botol.
3. Menusukkan infus set ke dalam botol infuse.
4. Pengatur tetesan infus ditutup, jarak 24 cm dibawah tempat tetesan.
5. Menggantungkan botol infuse di standart infus.
6. Ruang tetesan diisi setengah (Jangan sampai terendam).
7. Selang infus diisi cairan infus dan dikeluarkan udaranya.
b. Melakukan kateterisasi vena (prosedur kateterisasi vena di lengan
bawah).
1. Pasang perlak kecil dan alasnya dibawah bagian yang akan dipungsi.
2. Pasang torniket di sebelah proksimal vena yang akan dipungsi.
3. Tentukan vena yang akan dikateter bila perlu dipalpasi.
4. Lakukan tindakan antisepsis dengan kapas alcohol 70% pada lokasi
vena tempat masuk kateter dan sekitarnya.
5. Regangkan kulit kearah distal. Tusukkan jarum dengan sudut 20º
terhadap permukaan kulit. Lubang menghadap keatas. Masukkan
jarum sesuai dengan arah garis vena.
6. Tahan kanula dan tarik jarum sedikit. Bila tampak darah keluar berarti
kanula telah masuk ke vena. Tahan jarum dan dorong kanula kateter.
7. Lepaskan torniket, tempelkan kapas ditempat pungsi.
8. Pasang selang infus berisi cairan infus yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
9. Fiksasi kateter dan selang infus dengan plester.
10. Mengatur tetesan dalam satu menit sesuai intruksi.
11. Tutup kulit dengan kassa steril.
12. Merapikan pasien.
13. Melepas handscoon dan mencuci tangan.
14. Mencatat: tanggal dan jam pemberian cairan, macam cairan.
 Fase Terminasi :
a. Melakukan evaluasi tindakan:
1. Tanyakan keadaaan dan kenyamanan pasien setelah tindakan.
2. Obsevasi adanya komplikasi setelah pemasangan infus/ terapi
intravena (flebitis, infiltrasi, iritasi vena, hematoma,
tromboflebitis, thrombosis, spasme vena, dan kerusakan syaraf,
tendon dan ligament).
3. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravenaa).
- Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus
barub)
- Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi
tanda infeksic)
- Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi
lain)
- Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi
penusukan)
- Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
- Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut
jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya
embolus
- Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik.
- Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alcohol
- Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan
tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus
- Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi,
vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang
tidak stabil
- Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat
- Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah
penghitungan millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan
tetes permenit.
b. Menyampaikan tindak lanjut (jika ada keluhan bisa menghubungi
perawat di ruangan).
c. Berpamitan.

G. Dokumentasi
1. Mencatat tindakan yang telah dilakukan dengan benar
2. Waktu pemasangan
3. Vena yang dipasang
4. Cairan dan tetesan yang diberikan
5. Respon pasien
6. Nomor abbocath yang dipakai
7. Perawat yang memasang

H. Hal Yang Harus Diperhatikan


 Prosedur pemberian TPN secara perifer :
1. Larutan asam amino, dekstrose dan lipid dapat diberikan perinfus
melalui kateter
plastik (No. 22 atau 24 F) atau melalui wing needle.
2. Dekstrose dan asam amino dicampur pada botol yang sama, kemudian
dihubungkan dengan bagian bawah infus yang mempunyai filter
berukuran 0,22 um.
3. Cairan lipid dihubungkan dengan infus diluar filter melalui bagian atas
dari T-connector atau Y-connector.
4. Infusion pump dibutuhkan untuk mempertahankan tetesan cairan infus
agar tetap konstan.
5. Infus set, termasuk tube dan jarum intravena harus diganti setiap 3
hari, kecuali untuk lipid diganti setiap 24 jam. Sebaiknya jarum
intravena dipindahkan ke tempat lain setiap 48 jam. Cairan parenteral
dan cairan lipid diganti setiap hari.
6. Obat-obatan tidak boleh melalui cairan NPT. Obat-obatan diberikan
setelah kateter dibilas dengan NaCl dan melalui cairan intravena.
7. Semua cairan infus disipakan oleh bagian farmasi.
8. Dapat ditambahkan mineral, vitamin dan unsur kelumit.
9. Dapat digunakan emulsi lemak 10 atau 20%.
 Prosedur pemberian NPT sentral :
1. Kateter dipasang pekutan atau melalui vena seksi. Pada BBLSR
digunakan kateter silastik yang paling kecil, yaitu No. 1, 9 F
sedangkan untuk bayi yang lebih besar digunakan No. 2, 7 F.
Sebaiknya dihindari penggunaan kateter double lumen yang lebih
besar, karena berhubungan dengan sindroma Vena Cava Superior dan
erosi dinding pembuluh darah.
2. Kateter dapat dimasukkan melalui V. Antekubiti, V. Saphena, V.
Jugularis interna dan eksterna, V. Subkalvia atau yang lebih jarang
melalui V. Umbikalis atau fermoralis. Kateter harus diarahkan
sedemikian rupa sehingga ujungnya terletak pada sambungan antara
atrium kanan dan V. Cava superior/inferior.
3. Sebaiknya hindari penggunaan keteter arteri umbikalis untuk infus
NPT pada BBLSR, karena hal ini menimbulkan kerugian berupa
insiden trombosis tinggi, tidak dapat digunakan untuk memperoleh
sampel darah, biasanya tidak diberikan nutrisi enteral selama terpasang
kateter arteri umbilikal.
4. Cairan yang diberikan dengan infusion pump melalui penghubung Y
atau T, sama dengan pemberian perifer.
5. Karena tingginya resiko infeksi pada pemberian secara sentral, maka
tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah, pemberian obat-
obatan maupun transfusi.
6. Semua cairan disiapkan di bagian farmasi.
7. Heparin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 u/ml cairan
DAFTAR PUSTAKA
Chowdary, K.V.R., dan Reddy, P.N. (2010). Parenteral Nutrition : Revisited.
Indian J Anaesth. 54(2): 95-103.
Hidayat, S. (2011). Nutrisi Parenteral pada Neonatus. Diakses dari Pustaka
UNPAD http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/NUTRISI-
PARENTERAL-PADA-NEONATUS.pdf
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan
praktik. Jakarta : EGC
Menentukan jenis dan jumlah kalori dalam diet
I. Pengertian
Kalori adalah suatu unit pengukuran untuk menyatakan jumlah
energi dalam makanan. Saat kita makan atau minum, kita memberi energi
(kalori) pada tubuh kita. Tubuh kemudian memakai energi tersebut sebagai
bahan bakar untuk berbagai aktivitas kita. Semakin banyak aktivitas yang
kita lakukan, semakin banyak energi atau kalori yang terpakai.
Kalori merupakan satuan energi panas. Kalori kecil (c, cal) adalah jumlah
panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 gram air 1 derajat Celcius.
Satuan ukuran ini digunakan dalam kimia dan fisika. Kalori besar (Kalori,
kilokalori [Kkal]) adalah jumlah energi panas yang diperlukan untuk
menaikkan suhu 1 gram air 15 hingga 16 derajat Celcius dan merupakan
satuan yang digunakan dalam nutrisi (meskipun tidak dikapitalisasi secara
universal). Dalam sistem metrik, ukurannya adalah kilojoule (kJ). Satu
Kalori (Kcal) sama dengan 4,18 kilojoule.
II. Prosedur
Dalam menghitung kebutuhan energi ada beberapa komponen yang
perlu diperhatikan diantaranya:
1. Basal Metabolic Rate (BMR)
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis
kelamin, usia, ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan.
Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau stress. Metabolisme basal
seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan wanita. Umur juga
mempengaruhi metabolisme basal di mana umur yang lebih muda
mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua.
BMR dihitung dengan mengukur REE di pagi hari, 12 jam setelah
makan.
2. Spesific Dynamic Action (SDA)
penggunaan energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri.
Energi tersebut digunakan untuk mengolah makanan dalam tubuh,
yaitu pencernaan makanan, dan penyerapan zat gizi, serta transportasi
zat gizi.
3. Aktifitas Fisik dan Faktor Pertumbuhan
Setiap aktifitas fisik memerlukan energi untuk bergerak.
Aktifitas fisik berupa aktifitas rutin sehari-hari, misalnya membaca,
pergi ke sekolah, bekerja sebagai karyawan kantor. Besarnya energi
yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas
fisik.
Mehitung kebutuhan Kalori
Jumlah energi yang disuplai nutrisi atau makanan ke tubuh adalah
nilai kalorinya. Kalori adalah satuan energi panas.

Energi yang dibebaskan dari metabolisme makanan telah ditentukan menjadi:


 4 Kalori / gram (17 kJ) karbohidrat
 4 Kalori / gram (17 kJ) protein
 9 Kalori / gram (38 kJ) lemak
 7 Kalori / gram (29 kJ) alkohol.

Asupan energi berasal dari :


 Asupan karbohidrat dianjurkan 55 – 70 % dari total kebutuhan kalori.
 Jika diacu pada RDA, besaran protein dipatok pada 0,8 – 1 gram/ kg BB /
hari.
 Asupan lemak dibatasi maksimal 20 – 25 % dari jumlah total energi,
sisanya diupayakan dari karbohidrat. RDA untuk asam lemak esensial
minimal 2-3%.
Dalam menentukan kebutuhan nutrisi atau kalori seseorang hal
yang perlu dilakukan pertama kali adalah menghitung indeks masa
tubuh untuk melihat apakah seseorang masuk kedalam golongan berat
badan kurang normal atau berlebih.
Cara menghitung indeks masa tubuh :
1. Ukur tinggi badan seseorang dalam satuan meter
2. Ukur berat dalam kilogram, misalnya,
3. Hitung IMT menggunakan rumus berikut:

Berat Badan
(kg)
IMT =
Tinggi Badan (m)2
Interpretasi hasil IMT :

Kategori IMT
Berat Badan Kurang < 18,5
Normal 18,5 – 24,9
Berat Badan Lebih 25 – 29,9
Obesitas tingkat 1 30 – 34,9
Obesitas tingkat 2 35 – 39,9
Obesitas tingkat 3 > 40
Kalori adalah sebuah satuan unit untuk menghitung jumlah
energi. Setiap makanan mengandung sejumlah kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh untuk melakukan suatu aktivitas. Kalori yang terkandung
dalam makanan berisi karbohidrat, protein, dan lemak. Diantara
ketiganya, lemak mengandung kalori terbesar. Tiap gram lemak
mengandung 9 kalori, sedangkan tiap gram protein dan karbohidrat
masing – masing mengandung 4 kalori. Tubuh membutuhkan energi
(kalori) dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Kebutuhan kalori
harian tiap individu berbeda – beda.
Menentukan kebutuhan kalori perhari
1. Tinggi Badan (TB) dalam cm
2. Berat Badan (BB) dalam kg
3. Berat Badan Ideal (BBI)
Untuk mengetahui berat badan ideal memerlukan suatu rumus yaitu
:(TB-100) – 10% (TB-100)
4. Kebutuhan Kalori Basal (KKB)
Untuk menghitung kebutuhan kalori basal laki-laki dan perempuan
berbeda
 Laki-laki = 30 kkal x BBI
 Perempuan = 25 kkal x BBI
5. Kebutuhan Kalori Total (KKT)
KKT merupakan jumlah kebutuhan kalori tubuh ditambah dengan
jumlah kalori saat melakukan aktivitas fisik. Nilai KKT ini bisa menjadi
acuan untuk mengontrol jumlah kalori yang masuk ke tubuh setiap harinya.
a. Aktivitas ringan
 Membaca 10%
 Menyetir 10%
 Berjalan 20%
b. Aktivitas sedang
 Menyapu 20%
 Jalan cepat 30%
 Bersepeda 30%
c. Aktivitas berat
 Aerobik 40%
 Mendaki 40%
 Jogging 40%
d. Faktor Koreksi
Usia (tahun) Faktor Koreksi

40-59 5%
60-69 10%

>70 20%

Menghitung jumlah kalori total


 Kalori basal : BB ideal x kalori basal tergantung jenis kelamin
 Aktivitas fisik : kalori basal x aktivitas (ringan, sedang, berat)
 Koreksi usia : kalori basal x faktor koreksi
Kebutuhan kalori total perhari : kalori basal + aktivitas fisik – koreksi
Usia

Tabel kalori makanan pokok perporsi


NAMA MASAKAN KALORI
Jagung rebus 90,2
Kentang rebus 166
Ketan putih 217
Ketupat 32
Lontong 38
Nasi putih 175
Singkong rebus 146
Ubi rebus 125
Bubur ayam 165

Tabel kalori siap saji perporsi


NAMA MASAKAN KALORI

Gado-gado 295

Ketoprak 153

Pempek 384

Rawon 331

Soto ayam 101

Mie bakso 302

Sate kambing 729

Siomay 361
Tabel kalori makanan lauk perporsi
NAMA MASAKAN KALORI
Ayam panggang 164,3
Daging panggang 150
Sambal goreng tempe 116
Telur asin 138
Telur ayam rebus 97
Ati ayam goreng 98
Ayam pop 265
Bakso sapi 260

Tabel kalori buah perporsi


JENIS BUAH KALORI
Apel 92
Apel merah 82
Belimbing 80
Duku 81
Jambu air 35,4
Jambu biji 157

Tabel kalori masakan sayur


NAMA MASAKAN KALORI
Bayam 18
Sayur asam 88
Sop ayam kombinasi 95
Sop bayam 78
Buntil 106
Gudeg 132
Sayur lodeh 61
Tumis buncis 52

DAFTAR PUSTAKA
Ansel,H,C.,Price, S,J.,(2004), Kalkulasi Farmasetik Panduan untuk Apoteker, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Hardinsyah, Riyadi, H., & Napitupulu, V. (2012). Kecukupan energi, protein, lemak dan
karbohidrat. Departemen Gizi FK UI, 2004(Wnpg 2004), 1–26.
Kozier,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan ( Alihbahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana
lusyana ). Jakarta :EGC
Perwira, Rifki Indra. (2014). “Purwarupa Sistem Pakar Untuk Menentukan Jumlah Kalori Diet
Bagi Penderita Diabetes Mellitus”. Telematika. 10 (2): 79-90

Bilas Lambung (Gastric lavage)


A. Pengertian
Bilas lambung (gastric lavage)/kumbah lambung adalah membersihkan lambung
dengan cara memasukan dan mengeluarkan air ke/dari lambung dengan menggunakan NGT
(Naso Gastric Tube). Menurut Smelltzer dan Bare (2001), lavase lambung adalah aspirasi isi
lambung dan pencucian lambung dengan menggunakan selang lambung. Bilas
lambung/pompa perut/irigasi lambung merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk
membersihkan isi perut dengan cara mengurasnya. Lavase lambung dikontraindikasikan
setelah mencerna asam atau alkali, pada adanya kejang, setelah mencerna hidrokarbon atau
petroleum disuling. Hal ini berbahaya setelah mencerna agen korosif kuat. Kumbah lambung
merupakan metode alternatif yang umum pengosongan lambung, dimana cairan dimasukkan
kedalam lambung melalui orogastrik atau nasogastrik dengan diameter besar dan kemudian
dibuang dalam upaya untuk membuang bagian yang mengandung toksik. Selama lavage, isi
lambung dapat dikumpulkan untuk mengidentifikasi toksin atau obat dengan cara
menampungnya kemudian diteliti.

B. Tujuan
Menurut Smelltzer dan Bare (2001), tujuan lavase lambung yaitu sebagai berikut :
 untuk pembuangan urgen substansi dalam upaya menurunkan absorpsi sistemik;
 untuk mengosongkan lambung sebelum prosedur endoskopik;
 untuk mendiagnosis hemoragi lambung dan menghentikan hemoragi.
Adapun tujuan lainnya adalah untuk membuang cairan atau partikel dari lambung.
C. Indiaksi
Tindakan bilas lambung dilakukan pada pasien sadar dan memiliki indikasi sebagai
berikut :
 Keracunan obat oral kurang dari 1 jam
 Overdosis obat/narkotik
 Keracunan zat kimia
 Keracunan makanan
 Terjadi perdarahan lama (hematemesis melena) pada saluran pencernaan atas
 Untuk mengosongkan lambung sebelum prosedur endoskopik
 Mengambil contoh asam lambung untuk dianalisis lebih lanjut.
 Dekompresi lambung
 Tidak ada reflex muntah
 Gagal dengan terapi emesis
D. Kontraindikasi
Kontraindikasi dilakukannya bilas lambung yaitu:
 Keracunan oral lebih dari 4 jam;
 Pasien keracunan bahan toksik yang tajam dan terasa membakar (resiko perforasi
esophageal) serta keracunan bahan korosif (misalnya: hidrokarbon, pestisida,
hidrokarbon aromatic, halogen);
 Pasien yang menelan benda asing yang tajam;
 Pasien tanpa gangguan reflex atau pasien dengan pingsan (tidak sadar) membutuhkan
intubasi sebelum bilas lambung untuk mencegah inspirasi.
 Pada pasien yang mengalami cedera/injuri/perforasi pada system pencernaan bagian atas
 Tidak untuk dilakukan secara rutin dalam penatalaksanaan pasien dengan keracunan
 Bilas lambung dapat memdorong tablet ke dalam duodenum selain mengeluarkan tablet
tersebut.
E. Komplikasi
 Aspirasi
 Bradikardi
 Hiponatremia
 Epistaksis
 Spasme laring
 Hipoksia dan hiperkapnia
 Injuri mekanik pada leher, eksofagus dan saluran percernaan atas
 Ketidakseimbangan antara cairan dan elektrolit
 Pasien yang berontak memperbesar resiko komplikasi
F. Cairan yang Digunakan untuk Bilas Lambung
Pada anak-anak, jika menggunakan air biasa untuk membilas lambung akan
berpotensi hiponatremi karena merangsang muntah. Hudak, Gallo (2012) pada jurnal Putri
(2017) yang menyebutkan bilas lambung dengan cairan yang dingin (es) harus dihindari
karena menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien, tidak dapat mengendalikan perdarahan,
menurunkan suhu inti tubuh secara signifikan, dan dapat memicu disritmia jantung.
Sedangkan terhadap status hemodinami dapat mempengaruhi secara nyata dikarenakan
mengantisipasi terjadinya sindrom chusing yang dapat berisiko tinggi syok pada pasien kasus
trauma sehingga bilas lambung yang dilakukan dengan menggunakan normal salin ± 250-500
ml dialirkan melalui selang nasogastrik. Normal saline (seperti NaCl 0,9%) termasuk cairan
isotonis dimana cairan tersebut memiliki tekanan osmotic yang sama seperti cairan tubuh.
Pada umumnya digunakan air hangat (tap water) atau cairan isotonis seperti Nacl 0,9 %.
Pada orang dewasa menggunakan 100-300 cc sekali memasukkan, sedangkan pada anak-
anak 10 cc/kg dalam sekali memasukkan ke lambung pasien.
Selain itu Djojoningrat (2006) menyatakan bahwa bilas lambung dengan
menggunakan larutan NaCl fisiologis sebaiknya dilakukan selain untuk tujuan diagnostik
juga dalam usaha untuk menghentikan perdarahan dengan ditandai adanya perbaikan
hemodinamik. Tehnik bilas lambung harus tepat agar tidak menimbulkan trauma mukosa
saluran cerna terutama pasien-pasien dengan kasus trauma berat yang berada pada kondisi/
keadaan stres fisiologis. Adapun penelitian Djumhana (2009) menyatakan bahwa salah satu
terapi yang digunakan yaitu bilas lambung dengan cairan fisiologis selain membantu
membersihkan, mengeliminasi perdarahan yang ada di gastrointestinal juga dapat sebagai
pengganti cairan yang adekuat dengan cairan isotonis. Yang mana hal tersebut akan
berdampak pada status hemodinamik misal tekanan
darah dan nadi akan menjadi turun atau normal.
G. Persiapan Pelaksanaan Prosedur
Pada keadaan darurat, misalnya pada pasien yang keracunan, tidak ada persiapan
khusus yang dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan bilas lambung, akan tetapi pada
waktu tindakan dilakukan untuk mengambil specimen lambung sebagai persiapan operasi,
biasanya dokter akan menyarankan akan pasien puasa terlebih dahulu atau berhenti dalam
meminum obat sementara.
H. Prosedur Kerja
I. Persiapan
1. Alat
a) Selang lambung (NGT) sesuai ukuran yang diperlukan.
b) Spuit 50 cc
c) Perlak dan handuk
d) Ember penampung
e) NaCl 0,9 % atau Air matang
f) Hand scoon steril
g) Spatel lidah
h) Corong
i) Pelicin / jelly
j) Stethoscope
k) Plester
l) Gunting Plester
m) Korentang dan tempatnya
2. Pasien
a) Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b) Pasien pada posisi lateral kiri
3. Lingkungan
Jaga privasi pasien dengan mengkondisikan ruangan tertutup.
II. Pelaksanaan
a. Alat didekatkan ke pasien
b. Memasang perlak di bawah kepala pasien sampai sebatas bahu
c. Meletakkan handuk di dada pasien
d. Meletakkan bengkok di kanan pasien.
e. Meletakkan ember ke dekat pasien
f. Petugas mencuci tangan
g. Pasang handschoen
h. Menentukan panjang slang NGT yang masuk ke dalam lambung dari telinga ke
pangkal hidung sampai ke procesus xypoideus atau dari Os frontal ke procesus
xypoideus dan diberi batas/ tanda dengan plester.
i. Memberi pelicin/jelly pada ujung NGT lambung
j. Menutup pangkal slangNGT lambung dengan cara menekuk/diklem
k. Memasukkan slang NGT pelan-pelan ke dalam lambung melalui hidung. Bagi pasien
sadar dianjurkan menelan slang NGT perlahan-lahan sambil menarik nafas dalam
l. Meyakinkan slang NGT masuk ke dalam lambung dengan cara :
1. Sambungkan spuit yang sudah berisi udara sekitar 10cc ke ujung NGT .letakkan
stetoskop di atas kuadran kiri abdomen tepat di bawah garis costae. Masukkan
udara dan auskultasi sampai terdengar suara brus.
2. Memasukkan ujung slangNGT sampai terendam dalam mangkok berisi air dan
tidak tampak gelembung udara dan air.
3.Mengambil cairan didalam lambung kemudian masukkan ke dalam tabung
spesimen untuk dibuat sampel laboratorium
m. Setelah yakin slang NGT masuk ke lambung pasien, fiksasi secara melingkar dengan
menggunakan plester.
n. Lipat/klem ujung selang NGT lalu sambungkan dengan spuit 50 cc atau boleh
menggunakan corong.
o. Posisikan ujung NGT lebih rendah dari lambung, injeksikan normal salin / air dengan
perlahan tetapi pasti dan jangan memaksa ( masukkan 200-300 cc)
p. Setelah cairan dimasukkan, aspirasi cairan sebanyak ± 20 cc, kemudian dilanjutkan
dengan membiarkan cairan keluar sendiri karena gravitasi, tampung cairan di dalam
waskom.
q. Membilas lambung dilakukan berulang kali sampai air/cairan yang keluar dari
lambung berwarna jernih/tidak berbau racun.
r. Setelah selesai, rapikan alat
s. Cuci tangan
III. Evalasi
a. Mengobservasi tekanan darah, nadi, pernafasan, dan respons pasien
b. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan serta jumlah dan jenis Cairan yang
masuk dan keluar

DAFTAR PUSTAKA
Djojoningrat, D. (2006). Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal Dalam Sudoyo, A.
W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata M., Setiati, S. (edisi IV Jilid I) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit
dalam FK-UI
Djumhana, A.H. (2009). Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Pusat penerbitan
Departemen ilmu penyakit dalam FK UnpadBandung
Hudok, Carolyn M. ,dkk. 1997. Critical Care Nursing A Holistic Approach, Seventh
Edition. Lippincott-Raven : Philadelphia.
Putri, A. R., & Adriani, R. B. (2017). Pengaruh Bilas Lambung Nacl 0, 9% Terhadap
Status Hemodinamik Pada Pasien Stres Ulcer Dengan Post Craniotomy Atas
Indikasi Cidera Kepala Berat Di Ruang Intensif Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi Surakarta. (Jkg) Jurnal Keperawatan Global, 2(2).
Sentra Informasi Keracunan Badan POM, Pedoman Penatalaksanaan Keracunan Untuk
Rumah Sakit, Karbon Monoksida, Jakarta, 2001.
Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Wash Out/Enema
Wash-out/Enema biasa juga disebut huknah, merupakan tindakan memasukan
larutan kedalam rektum di dalam kolon sigmoid atau usus. Huknah umumnya diberikan
pada pasien dengan keluhan konstipasi, yaitu menurunnya frekuensi defekasi disertai
dengan pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Enema atau huknah
dilakukan guna meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltik dengan volume
cairan yang akan dimasukkan untuk memecah feses, merenggangkan dinding rectum
dan mengawali reflek defekasi. Hal tersebut diberikan untuk melunakkan feses atau
untuk mengosongkan rectum dan kolon/usus bawah untuk tindak lanjut diagnostic atau
pembedahan. Enema juga diberikan sebagai alat transportasi obat-obatan yang
menimbulkan efek local pada mukosa rectum.Volume maksimum yang dianjurkan
untuk pemberian enema:
 Bayi 150-250 ml
 Toddler 250-350 ml
 Anak usia sekolah 300-500 ml
 Remaja 500-750 ml
 Dewasa 750-1000 ml
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya: cleansing
(membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan), dan
mengembalikan aliran.
1) Enema cleansing, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon.Bekerja
dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan sejumlah besar larutan
atau melaui iritasi lokal mukosa kolon. Ada dua jenis:
- High enema, diberikan untuk membersihkan keseluruhan kolon. Cairan
diberikan pada tekanan yang tinggi dengan menaikkan wadah enema 30-45 cm
atau sedikit lebih tinggi di atas pinggul klien. Posisi klien berubah dari posisi
lateral kiri ke posisi rekumben dorsal dan kemudian ke posisi lateral kanan,
agar cairan dapat turun ke usus besar.
- Low enema, diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid.
Perawat memegang kantung enema 7,5 cm atau lebih rendah dari atas pinggul
klien. Enema pembersih paling efektif jika diberikan dalam waktu 5-10 menit.
2) Enema carminative, menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum
untuk mengeluarkan gas dengan merenggangkan rektum dan kolon, kemudian
merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
3) Enema retensi-minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi minyak
sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk
meningkatkan kerja minyak, klien mempertahankan enema selama 1-3 jam.
4) Enema bolak-balik, digunakan untuk mengurangi flatus dan meningkatkan gerakan
peristaltik. Pertama-tama larutan (100-200 ml untuk orang dewasa) dimasukkan ke
rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan direndahkan sehingga
cairan turun kembali keluar melalui selang rektum ke dalam wadah. Pertukaran
aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali, sampai perut gembung
hilang atau abdomen merenggang dan rasa tidak nyaman berkurang atau hilang.
5) Enema medikasi (enema untuk tujuan medis) mengandung obat-obatan. Contoh
enema medikasi adalah Natrium Polisitren Sulfonat (Kayexalate), untuk mengobati
klien yang kadar kalium serumnya tinggi. Obat ini mengandung suatu resin yang
menukar ion-ion natrium dengan ion-ion kalium didalam usus besar. Contoh
lainnya ialah larutan Neomysin, yang merupakan suatu antibiotik yang digunakan
untuk mengurangi bakteri di kolon sebelum klien menjalani bedah usus. Larutan
khusus mungkin diminta oleh dokter atau agen praktek.
Larutan yang digunakan untuk enema pembersih ada beberapa macam,
yaitu:
1. Air kran, bersifat hipotonik dan mempunyai tekanan osmotik yang lebih rendah
daripada cairan di dalam ruang interstisial. Setelah dimasukkan ke dalam kolon, air
kran keluar dari lumen usus menuju ke ruang interstisial. Volume yang dimasukan
menstimulasi defekasi sebelum air dalam jumlah besar meninggalkan usus.
2. Salin normal, secara fisiologis merupakan larutan terbaik untuk digunakan karena
larutan ini mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan cairan yang ada di ruang
interstisial. Larutan ini dapat menstimulasi peristaltik. Dapat dibuat dengan
mencampur 500 ml air kran dengan 1 sendok teh garam dapur.
3. Larutan hipertonik, seperti larutan fosfat, yang dimasukkan kedalam usus
memberikan tekanan osmotik yang menarik cairan keluar dari ruang interstisial.
Kolon terisi oleh cairan dan akibaatnya terjadi distensi yang menimbulkan
defekasidenganmenggunakan cairan dengan volume kecil.
4. Busa sabun, dapat ditambahkan ke dalam salin normal atau air kran untuk
menciptakan efek iritasi usus guna menstimulasi peristaltik. Hanya sabun castile
(sabun dari minyak zaitun dan natrium hidroksida) murni yang aman. Rasio yang
direkomendasikan tentang pencampuran sabun dengan larutan ialah 5 ml (1 sendok
teh) sabun castile ke dalam 1000 ml air hangat atau salin.
A. Indikasi
a. Klien yang mengalami konstipasi.
b. Klien yang mengalami impaksi.
c. Pemeriksaan radiologi seperti kolonoskopi, endoskopi membutuhkan pengosongan
usus supaya hasil pembacaan yang diperoleh maksimal.
d. Anastesia umum (GA) dalam pembedahan bisa diberikan melalui enemadengan
tujuan untuk mengurangi efek muntah selama dan setelah operasi, juga mencegah
terjadinya aspirasi.
B. Kontraindikasi
a. Klien yang mengalami dehidrasi dan bayi yang masih muda, bila diberikan enema
dengan tipe larutan hipertonik.
b. Keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian dalam atau
hemoroid besar.
c. Tumor rektum dan kolon.
d. Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal.
e. Pasien post operasi.
C. Komplikasi
a. Kerusakan reflek defekasi normal, bila terlalu sering enema.
b. Iritasi mukosa kolon, bila cairan sabun terlalu banyak.
c. Inflamasi usus yang serius, terjadi bila diberikan sabun atau deterjen yang keras ke
dalam salin normal atau air kran.
d. Terjadi keracunan air atau beban sirkulasi berlebih, jika air kran diabsorpsi dalam
jumlah besar, sehingga enema air kran tidak boleh berulang.
D. Tujuan
1. Merangsang peristaltik usus dan defekasi untuk mengatasi konstipasi dan impaksi.
2. Membersihkan kolon untuk persiapan operasi atau pemeriksaan diagnostic.
3. Melunakkan feses yang telah mengeras atau mengosongkan rectum dan kolonbawah
untuk prosedur diagnostic atau pembedahan.
4. Membantu defekasi yang normal sebagai bagian dari program latihan defekasi(bowel
training program)
5. Memberikan terapi seperti: mengurangi kadar kalium yang tinggi dengan enema
Natrium Polystyrene Sulfonate (Kayexalate) dan mengurangi bakteri kolon dengan
enema Neomycin.
E. Persiapan
1. Handscoen
2. Pispot
3. Cairan gliserin atau cairan NaCl 0.9% dengan volume maksimum yang dianjurkan
sbb:
bayi 150-250cc, Toddler: 250-350cc, anak usia sekola 300-500cc, remaja 500-750cc,
dewasa 7501000cc.
4. Selimut
5. Perlakdankainpengalas
6. Spuit
7. Mangkokkecil
8. Wadah enema (irigator)
9. Bengkok / Nierbekken
10. Botolberisi air
11. VaselinatauJely
12. Tissue atauwashlap
F. Implementasi
 Menyiapkan alat dan didekatkan ke pasien
 Mempersiapan pasien: informed consent
 Menjelaskan tentang prosedur pemberian enema: pasien akan diminta membuka
celananya, dan dimasukkan cairan melalui selang Meminta persetujuan pasien
 Memasang sampiran
 Meminta pasien membuka pakaian bawahnya,
 Posisikanpasien: memiringkan badan ke kanan dengan posisi lutut kanan fleksi
 Memasang perlak dan pengalas di bawah bokong pasien
 Mencuci tangan
 Memakai handscoen
 Meletakkan pispot/bengkok pada sisi bokong atau tempat yang mudah dijangkau
 Menuangkan NaCl 0.9% yang hangat ke dalam irigator
 klem dibuka sehingga air keluar kemudian klem ditutup kembali.
 Tangan kiri membuka anus, tangan kanan memasukkan kanul yang sudah diolesi
vaselin
 Menginstruksikan pasien untuk rileks dengan menghembuskan napas perlahan
melalui mulut pada saat memasukkan kanul/selang
 Memasukkan ujung kanul sepanjang 7,5-10 cm untuk orang dewasa, 5-7,5 cm untuk
anak, 2.5-3.5 cm untuk bayi
 Pada ketinggian pinggul pasien, klem dibuka dan pertahankan sekitar 5-10 menit.
Untuk pasien dengan kolostomi, klem dimasukkan ke dalam lubang kolostomi.
 Naikkan tinggi wadah enema perlahan samapai ketinggian yang tepat di atas
pinggul:
30-45 cm untuk enema tinggi, 7,5 cm untuk enema rendah.
 Rendahkan wadah atau klem selang jika pasien mengeluh merasakan kram atau
cairan keluar dari sekitar selang rectum.
 Menarik kanul rekti secara perlahan, pasien tetapdiminta miring dan menahan
selama 10-15 menit, pada anak rapatkan otot gluteus beberapa menit
 Membantu pasien defekasi pada pispot
 Membantu pasien merapikan diri
 Membereskan alat-alat
 Membuka handscoen, membuang ke tempat sampah medis
 Mencuci tangan
 Meminta pasien membersihkan diri di kamar mandi, dan memakai kembali
pakaiannya, sambil menunggu petunjuk selanjutnya
G. Evaluasi
 Mengevaluasi kenyamanan pasien dengan menanyakan perasaannya
setelahTindakan
 Observasi dan nilai karakteristik feses: konsistensi, warna, bau
H. Dokumentasi
Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan (waktu, jumlah, karakteristik
feses, keadaan abdomen, nama jelas dokter yang melakukan tindakan, paraf/ttd).

DAFTAR PUSTAKA
Kusyati, E., et.al. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. EGC;
Jakarta.
Labeda, I. and Amalia, A. (2015) ‘Blok Gastroenterohepatologi Manual Keterampilan Prosedur
Enema’.
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, (2010). Instruksi Kerja Pelaksanaan Wash Out.

Anda mungkin juga menyukai