Anda di halaman 1dari 2

PLAGIARISM SCAN REPORT

Words 946 Date December 18,2019

Characters 7284 Exclude Url

2% 98% 1 43
Plagiarism Unique Plagiarized Unique Sentences
Sentences
Content Checked For Plagiarism

Pembahasan Kesehatan mental sangatlah penting dimiliki oleh setiap individu, maka dari itu dilakukan beberapa studi yang
meneliti mengenai kesehatan mental. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan dan Sulistyarini (2017) menunjukkan
bahwa intervensi kesehatan mental berbasis masyarakat efektif untuk melakukan deteksi dini gangguan mental maupun
sebagai wadah kegiatan promotif-preventif bagi warga. Penelitian ini melibatkan masyarakat di Pedukuhan X dimana terjadi
banyak kasus gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor tekanan ekonomi maupun sosial budaya. Peneliti melakukan
psikoedukasi berupa pemberian pemahaman tentang gejala gangguan jiwa berat, seperti Skizofrenia yang banyak dialami
masyarakat. Selain itu, terdapat juga edukasi mengenai gangguan mental emosional. Penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian tindakan (action research) dimana diharapkan bahwa subjek yang menerima psikoedukasi tentang gangguan jiwa
tersebut dapat meneruskan informasi yang diterima kepada masyarakat lainnya (Kurniawan & Sulistyarini, 2017). Penelitian
lain yang dilakukan Chinaveh dan Tabtabaee (2017) menunjukkan adanya hubungan antara pelatihan berpikir positif yang
diberikan pada kelompok eksperimen dengan peningkatan kesehatan mental. Penelitian ini menggunakan metode “semi-
empirical” dengan menggunakan pretest-posttest kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan dipengaruhi oleh variabel
independen, yaitu positive thinking training (pelatihan berpikir positif), sedangkan kelompok kontrol tidak menerima
intervensi dalam bentuk apapun. Penelitian ini menggunakan mahasiswi sebanyak 103 orang yang telah dipilih. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kesehatan Mental (The General Health Questionnaire) yang memiliki 4
subskala, yaitu gejala fisik, kecemasan, disfungsi sosial, dan depresi. Instrumen lainnya adalah Skala Berpikir Positif (The
Positive Thoughts Questionnaire) yang terdiri dari 20 item dan digunakan untuk mengukur pikiran positif. Empat profesor
dalam bidang Psikologi dan berbahasa Inggris-Persia menilai kecocokan dan kualitas dari kuesioner ini. Lima item dalam
kuesioner ini dihapus dan dua item diubah. Hasil yang diperoleh menunjukkan mean dari setiap variabel dependen
menunjukkan post-test gangguan mental pada kelompok eksperimen lebih rendah dibanding kelompok kontrol, sedangkan
post-test berpikir positif pada keloompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol (Chinaveh & Tabatabaee, 2017).
Studi lain yang dilakukan oleh Kyriakos Souliotis,dkk. (2017) menunjukan bahwa sebagian masyarakat merasakan layanan
perawatan primer masyarakat dan layanan kesehatan mental di Indonesia. Subyek pada penelitian ini adalah 174 orang
psikiater dan warga psikiatri yang memenuhi kriteria inklusi akhirnya terpilih untuk berpartisipasi. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner, dimana variabel kuantitatif dinyatakan sebagai nilai rata-rata dan
variabel kualitatif dinyatakan sebagai frekuensi relatif dan absolut. Hasil dari penelitian ini yaitu dimana komunitas X ini tidak
mempercayai dan mengangggap psikiater dalam perawatan primer, dimana psikiater bertugas untuk melakukan perbaikan
tingkat deteksi dan pengelolaan orang yang menunjukkan gejala kesehatan mental. Masyarakat komunitas X ini memiliki
kepercayaan bahwa perawatan primer untuk mendeteksi kondisi kesehatan pasien biasanya tidak berhasil. Selain dari itu
subyek memiliki kepercayaan bahwa partisipasi psikiatri dalam perawatan primer untuk kondisi kesehatan mental pasien akan
mengurangi tingkat / nilai stigmatisasi, dan ada pasien yang tidak mematuhi, biasanya pasien yang menerima perawatan
untuk masalah kesehatan mental oleh dokter umum dan perawatan profesional. Masa remaja merupakan fase dimana
kondisi emosi pada fase itu sangatlah tidak stabil. Ada saatnya individu mengungkapkan emosinya secara positif tetapi ada
kalanya juga mengungkapkan emosi secara negatif. Penelitian yang dilakukan (Fahdilah & Duta, 2014) memiliki tujuan untuk
melihat bagaimana pengaruh dari self-compassion terhadap kompetensi emosi. Subyek pada penelitian ini merupakan semua
individu yang memenuhi kategori remaja akhir yaitu berusia 18-22 tahun (Santrock, 2003), dimana pada penelitian ini diambil
subyek sejumlah 110 terdiri dari 4 orang di jenjang Sekolah Menengah Atas dan 106 orang pada jenjang
universitas/perkuliahan. Pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan metode kuesioner berupa skala untuk
mengukur kematangan emosi dan self-compassion. Hasil dari penelitian ini yaitu memiliki persamaan antara regresi yang
mengukur kematangan emosi dan self-compassion. Hasil dari penelitian ini yaitu memiliki persamaan antara regresi yang
didapat dengan analisis statistik, dimana kedua variabel memilliki hubungan yang positif dan adanya pengaruh yang signifikan
dari self compassion terhadap kompetensi emosi. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi self-compassion pada seseorang maka
akan menunjang semakin baiknya kompetensi emosinya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Pius Heru priyanto, 2015)
bertujuan untuk melihat adanya hubungan emosi positif mendukung kesehatan mental. Penelitian ini berdasarkan pada
penilitian kecil yang dilakukan oleh aktivis mahasiswa di UNIKA, yaitu mahasiswa aktif di Senat dan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM). Subyek penelitian ini terdiri dari 48 mahasiswa aktivis di Unika dengan berbagai macam fakultas, 29 mahasiswa
perempuan dan 19 mahasiswa perempuan. Dari data yang diperoleh ada hubungan positif dan sangar signifikan antara
emosi negatif dengan ketidakpedulian terhadap lingkungan hidup.Sedangkan hasil dari penelitian ini adalah emosi yang
positif sangat mendukung terbentuknya pola pikir manusia, dan perilaku yang sehat dan juga dapat dikatakan bahwa emosi
yang positif sangat penting untuk menciptakan pola perilaku hidup yang sehat (Pius Heru Priyanto, 2015) Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting di zaman
globalisasi seperti sekarang ini. Setiap tahun, lebih dari 38% populasi di Eropa menderita salah satu dari gangguan mental dan
biaya perawatan gangguan mental di Eropa tidaklah murah (Olesen dkk, 2012). Selain itu, Skizofrenia merupakan gangguan
psikotik yang paling sering terjadi dan memiliki prevalensi yang cukup tinggi, yaitu 0,7% - 1% dari total populasi seluruh dunia
(World Federation of Mental Health [WFMH], 2014). Di Indonesia, dari data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013,
dikombinasi dengan data Rutin dari Pusdatin dengan waktu yang disesuaikan, prevalensi gangguan mental emosional yang
ditunjukan denga gejala-gejala depresi dan kecemasan 6% jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang. Kesehatan mental dan emosi positif memiliki hubungan yang sangat erat dan berkesinambungan.
Salah satu penelitian juga menjelaskan bahwa berlatih menciptakan emosi yang positif dapat mempengaruhi kekuatan daya
tahan tubuh seseorang dan juga mengurangi stres dan kecemasan akibat tuntutan yang muncul dan dialami oleh seseorang.
Dari hasil penelitian yang terurai diatas, emosi positif merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
mendukung terciptanya kesehatan mental. Berlaku pula sebaliknya, dimana seseorang memiliki kesehatan mental maka
emosi-emosi positif akan muncul dan ada dengan sendirinya secara otomatis.

Sources Similarity
Kesehatan Mental di Indonesia Hari Ini - Tirto.ID | Dari SejawatCompare text
Di Indonesia sendiri, dari data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, dikombinasi dengan Data Rutin dari Pusdatin dengan
waktu yang disesuaikan, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan 3%
sebesar 6% untuk usia...
https://tirto.id/kesehatan-mental-di-indonesia-hari-ini-b9tw

Anda mungkin juga menyukai