Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 IKAN NILA


2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan

  Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam 
family Cichlidaedan merupakan ikan asal Afrika.Ikan ini merupakan jenis  ikan
yang diintroduksi dari luar negeri,ikantersebut berasal dari Afrika bagian  Timur
di sungai Nil, danau Tangayika, dan Kenya lalu dibawake Eropa, Amerika,
Negara  Timur Tengah dan Asia.Di Indonesia benih ikan nila resmi didatangkan
dari Taiwan oleh Balai  Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969.Ikan
ini merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200-400 gram sifat  
omnivore sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan
tumbuhan (Amri dan Khairuman, 2003). Ikan Nila memiliki faktor penting  yaitu
rasa dagingnya yang khas dengan kandungan omega yang sama dengan patin
dan gizi yang cukup tinggi, sehingga ikan nila sering dijadikan sumber protein yang
murah dan mudah didapat. Serta harga jualnya yang terjangkau oleh masyarakat.
Ikan  nila juga memiliki mata yang sangat besar dan menonjol (Wiryanta et al,
2010).
Adapun klasifikasi Ikan Nila (Sugiarto, 1988) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Sub Class :Acanthoptherigii
Ordo :Percoidea
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Berdasarkan morfologinya,   kelompok ikan   nila ini memang   berbeda


dengan kelompok  Tilapia.Secara umum bentuk  tubuh ikan nila panjang dan
ramping,  dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan
bagian tepinya  berwarna putih.Gurat  sisi (linea lateralis)  terputus di bagian
tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih kebawadari pada letak garis
yang memanjang  di atas sirip dada.Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34
buah. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam.
Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Amri, 2003).
Cara membedakan antara jantan dan betina dapat dilihat melalui bentuk dan 
alat kelamin yang ada pada bagian tubuh ikan. Ikan jantan memiliki sebuah
lubang kelamin yang bentuknya memanjang dan menonjol.Berfungsi sebagai alat
pengeluaran sperma dan air seni.Warna sirip memerah, terutama pada saat matang
gonad. Ikan betina memiliki dua lubang kelamin didekat anus, berbentuk seperti
bulan sabit dan berfungsi untuk keluarnya telur. Lubang yang kedua berada
dibelakang saluran telur dan berbentuk bulat dan berfungsi sebagai tempat keluarnya
air seni (Hasni, 2008).
Anatomi atau organ-organ internal ikan adalah jantung, alatpencerna, gonad
kandung kemih, dan ginjal. Organ-organ tersebut biasanya diselubungi oleh jaringan
pengikat yang halus dan lunak yang disebutperitoneum. Peritoneum merupakan
selaput atau membranyang tipis berwarna hitam yang biasanya dibuang
pengolahikansaatsedang disiangi(Pratama, 2009).
Menurut Etty (2007), struktur anatomi ikan sangat berperan penting dalam
tubuh ikan. Contohnyaadalah ginjal. Semua ginjal vertebrata termasuk ikan
nilaterdiri atas unit-unit nephronsyang berfungsi sebagai berikut: Filtrasi glomerulus
terhadap air dan molekulyang diperlukan ke dalam darah, penyerapan kembali air
dan molekul yang diperlukan ke dalam darah pada bagian mulut, mensekresi ion dan
produk limbah dari kapiler ke dalam tubulus dista.
2.1.2 Habitat Dan Penyebarannya
Habitat ikan nila adalah perairan tawar, seperti sungai, danau,waduk, dan
rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline)
sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau (Ghufran, 2009). Ikan nila
merupakan ikan yang dapat beradaptasi dengan baik.Spesies ini telah banyak
ditemukan mampu hidup di segala macam air, mulai dari sungai, danau, dan saluran
irigasi.Meskipun tergolong ikan air tawar, namun spesies ini dapat beradaptasi
dengan kondisi perairan payau (Cholik, 2005).
Penyebaran ikan nila dimulai dari daerah asalnya yaitu Afrika bagian
Timur,seperti sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, chad, Nigeria dan Kenya.Ikan
jenis ini dibudidayakan di 110 negara.Di Indonesia, ikan nila tela di budidayakan di
seluruh propinsi ( Suyanto, 2010).
2.1.3 Pakan dan kebiasaan makan ikan nila
Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang tergolong sebagai
ikan omnivora (Irianto et.al,. 2006), ikan ini termasuk omnivora yang cenderung
herbivore sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur
dengan sumber bahan nabati. Ikan air tawar umumnya dapat tumbuh baik dengan
pemberian pakan yang mengandung kadar protein 25-35% (Widyanti, 2009).Pakan
ikan nila dihabitatasli berupa plankton, perifiton, dan tumbuh-tumbuhan lunak,
seperti hydrilla dan ganggang.Ikan nila tergolong ke dalam hewan omnivora
(pemakan segala/hewan dan tumbuhan) cenderung herbivora. Pada masa
pemeliharaan, ikan nila dapat diberi pakan buatan (pelet) yang mengandung protein
antara 20-25%(Ghufran, 2009).Pada masa pemeliharaan tersebut ikan nila sangat
responsif terhadap pakan buatan(pelet) baik pelet terapung maupun pelet tenggelam
(Cholik, 2005). Pemberian pakan untuk benih ikan dilakukan 3-4 kali dalam sehari,
yaitu pada pagi, sore,siang, dan malam hari.Jumlah pakan yang diberikan untuk
benih berukuran 5-7 cm adalah sebanyak 4-7% dari total berat tubuh ikan (Ghufran,
2010).Menurut Elyana (2011), ikan nila adalah hewan yang memenuhi kebutuhannya
dengan cara memakan hewan dan tumbuhan (omnivora), pemakan plankton, sampai
pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat di manfaatkansebagai
pengendali gulma air. Selain itu, ikan ini mudah berkembang biak, peka terhadap
perubahan lingkungan, mampu mencerna makanan secara efisiens, pertumbuhannya
cepat, dan tahan terhadap serangan penyakit.Pakan buatan ikan nila umumnya
mengandung protein 24-28%.Kebutuhan suplemen mikronutrien yang penting pada
pakan ikan tidak diketahui dengan pasti jumlahnya. Ikan nila dapat menerima
berbagai macam pakan bentuk pelet, baik pelet tepung, pelet basah, pelet yang
tenggelam dan terapung. Ikan nila mampu memanfaatkan pakan dalam bentuk
tepung secara efektif, meskipun tidak seluruh pakan pakan tersebut dapat dimakan.
Bentuk fisik pelet untuk pakan ikan nila perlu diperhatikan, terutama dalam
kestabilan dalam air dan ukurannya.Pakan harus stabil didalam air agar tidak
dikonsumsi ikan dan meminimalisasi hilangnya nutrisi melalui penghancuran dan
pelarutan pakan (Lovell, 1998).

2.2. RESPIRASI

2.2.1. Pengertian respirasi

Proses peningkatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah


melalui permukaan alat pernafasan organism dengan lingkungannya dinamakan
pernafasan (respirasi). Sistem organ yang berperan dalam hal ini adalah insang.
Oksigen merupakan bahan pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai
reaksi metabolisme. Bagi ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk
menghasilkan energi melalui oksidasi lemak dan gula (Triastuti et.al,. 2009).
Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup
disebut pernafasan atau respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan melalui difusi.
Pada dasarnya metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan
oksigen dan karbondiokdisa. Pada hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat
terjadinya interaksi secara langsung antara masing-masing sel tubuh dengan
lingkungan luar tubuhnya. Untuk itu organ-organ tertentu yang bergabung dalam
sistem pernafasan dikhususkan untuk melakukan pertukaran gas pernafasan bagi
keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida, 2008).

 2.2.2. Jenis-jenis respirasi

Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara organisme dan lingkungannya dikenal


sebagai respirasi aerob. Karbondioksida yang diberikan dari organisme tertentu tidak
ada oksigen yang diambil. Kebutuhan oksigen diperoleh dari susunan karbohidrat
dan lemak dalam tubuh. Inilah yang disebut dengan respirasi anaerob (Weichert,
1959).Menurut Imam Abror (2010), respirasi dapat digolongkan menjadi 2 jenis
berdasarkan persediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi
aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan O2, sebaliknya respirasi
anaerob merupakan respirasi yang berlangsung tanpa membutuhkan O2. Perbedaan
antara keduanya akan terlihat pada proses tahapan reaksi dalam respirasi. Proses
transpor gas-gas secara keseluruhan berlangsung secara difusi.
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi
Menurut Effendi (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi
oksigen terbagi menjadi dua, yaitu faktor luar dan dalam. Faktor luar dipengaruhi
oleh tekanan parsial oksigen dan suhu. Peningkatan suhu pada batas tertentu akan
diikuti dengan peningkatan laju metabolisme. Sedangkan faktor dari dalam adalah
yang berkaitan langsung dengan ikan itu sendiri, seperti ukuran ikan, aktifitas,
kondisi kesehatan ikan, dan seks.
Menurut Ratningsih (2008), respirasi pada ikan berhubungan luas dengan
permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan dari organisme untuk mendeteksi
pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya penyesuaian fisiologis untuk
mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut Chahaya (2003) dalam
Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan organic terlarut yang ikut terhisap bersama
air secara terus-menerus dapat mengganggu proses respirasi pada ikan. Bereaksinya
partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari lender insang menyebabkan lender yang
berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan
lendir yang menutupi lamella insang. Berkurangnya oksigen terlarut dan
terhambatnya proses respirasi pada ikan mengakibatkan menurunnya laju konsumsi
oksigen.
A. Sumber O2 dalam Air 
Menurut Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi
oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari
tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat
terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi
karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan
air terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan
berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena itu,
sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.
Menurut Sutimin (2011), salah satu sumber oksigen terlarut yang penting
dalam perairan adalah oksigen di atmosfer yang terlarut dalam massa air pada
permukaan air yang dihasilkan melalui proses difusi. Sedangkan menurut Boyd et.al,
(1991) dalam Sutimin (2011), sebagian besar oksigen dalam ekosistem perairan
berasal dari fotosintesis oleh fitoplankton. Pada perairan dangkal, suplai oksigen
didominasi oleh tanaman tepi, makrofita, dan alga bentik.
Oksigen dalam perairan juga berasal dari faktor biologis, diantaranya adalah
aktifitas klorofil pada tanaman dari perifiton di sungai mengalir. Alga planktonik di
dalam kolam atau danau, dan tanaman air berbunga. Di pesisir yang membentang di
perairan. Hal ini juga menyebabkan kelimpahan oksigen apabila tumbuhan air
berlimpah dari cahaya matahari.
B. DO (Oksigen Terlarut)
Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas
terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua
setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan,
oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk
pernafasannya harus terlarut dalam air. Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele,
gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena
mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan
salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan
alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan
atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil tekanan
atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).Kandungan oksigen
terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per million). Beberapa ikan
hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4 ppm, terutama ikan-ikan
yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang memungkinkannya mengambil
oksigen langsung dari udara bebas seperti lele (Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.),
gabus (Channa striata), foman (Channa micropeites), gurami (Osphronemus
gouramy), tambakan (Helostoma femminoki), dan betook (Anabas testudineus)
(Kordi, 2004).
C. Mekanisme masuknya O2  di perairan
Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada
kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan
massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun pada
hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat,
meskipun terjadipergolakan massa air oleh karena itu, sumber utama oksigen di
perairan adalah fotosintesis ( Effendi, 2003 ).
Menurut Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari
beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan
udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971)
dalam Salmin (2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan
bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas. Pada lapisan permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses
difusi antara air dan udara.
D. Konsumsi O2 dalam perairan
Peningkatan suhu sebesar 10% akan meningkatkan oksigen sebesar 10%
dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar
oksigen terlarut hingga mencapai O2 (anaerob). Hubungan antara kadar oksigen
terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu kelarutan
oksigen semakin berkurang. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang
dengan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut merupakan parameter
yang sangat penting dalam menentukan kualitas perairan tambak. Konsentrasi
oksigen ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dam konsumsi olsigen dalam
ekosistem. Oksigen diproduksi oleh komunitas autotrof melalui pernafasan. Di
samping itu, oksigen juga diperlukan untuk perombakan bahan organik dalam
ekosistem (Effendi, 2003).
Menurut Salmin (2005),oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi. Untuk pertumbuhan dan
pembiakan, di samping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik dalam proses aerobic.
E. Fase-fase respirasi
Vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi
eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah dengan
lingkungan, Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah dan jaringan
atau sel di dalam tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada kapiler insang
tetapi beberapa struktur seperti kulit lainya.
Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama oksigen
masuk ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui organ-organ
pernafasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas pernapasan dari
organ-organ pernapasan ke jaringan tubuh atau  sebaliknya di lakukan oleh sistem
sirkulasi . Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2
dari sel-sel dalam jaringan disebut respirasi internal.

2.3 TEMBAKAU

2.3.1 Klasifikasi tanaman tembakau


Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman
perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada daunnya yaitu untuk
pembuatan rokok. Taksonomi tanaman tembakau dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Nicotiana
Species : Nicotiana tabacum L.
Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica mempunyai perbedaan yang jelas.
Pada Nicotiana tabacum, daun mahkota bunganya memiliki warna merah muda
sampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet panjang, daunnya berbentuk
lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak, merupakan induk
tembakau sigaret dan tingginya sekitar 120 cm. Adapun Nicotina rustica, daun
mahkota bunganya berwarna kuning, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul,
dan kedudukan daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan
varietas induk tembakau cerutu yang tingginya sekitar 90 cm (Cahyono, 1998).
2.3.2 Kandungan pada tembakau
Berbeda dengan tanaman lain, tanaman tembakau dimanfaatkan terutama
untuk pembuatan rokok. Asap yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan
kenikmatan bagi perokok. Dari 2.500 komponen kimia yang sudah teridentifikasi,
beberapa komponen berpengaruh terhadap mutu asap. Tembakau yang bermutu
tinggi adalah aromanya harum, rasa isapnya enteng, dan menyegarkan; dan tidak
memiliki ciri-ciri negatif misalnya rasa pahit, pedas, dan menggigit. Zat-zat yang
berpengaruh terhadap mutu tembakau dan asap antara lain (Tso, 1972):
1. Persenyawaan nitrogen (nikotin, protein). Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl
pyrrolidine) merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung dalam daun
tembakau. Apabila diisap senyawa ini akan menimbulkan rangsangan psikologis
bagi perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Dalam asap, nikotin
berpengaruh terhadap beratnya rasa isap. Semakin tinggi kadar nikotin rasa
isapnya semakin berat, sebaliknya tembakau yang berkadar nikotin rendah
rasanya enteng (hambar). Protein membuat rasa isap amat pedas dan menggigit,
sehingga selama prosesing (curing) senyawa ini harus dirombak menjadi
senyawa lain seperti amida dan asam amino.
2. Senyawa karbohidrat (pati, pektin, selulose, gula). Pati, pektin, dan selulose
merupakan senyawa bertenaga tinggi yang merugikan aroma dan rasa isap,
sehingga selama prosesing harus dirombak menjadi gula. Gula mempunyai
peranan dalam meringankan rasa berat dalam penghisapan rokok, tetapi bila
terlalu tinggi menyebabkan panas dan iritasi kerongkongan, dan menyebabkan
tembakau mudah menyerap lengas (air) sehingga lembap. Dalam asap
keseimbangan gula dan nikotin akan menentukan kenikmatan dalam merokok.
3. Resin dan minyak atsiri, getah daun yang berada dalam bulu-bulu daun
mengandung resin dan minyak atsiri, dalam pembakaran akan menimbulkan bau
harum pada asap rokok.
4. Asam organik : Asam-asam organik seperti asam oksalat, asam sitrat, dan asam
malat membantu daya pijar dan memberikan kesegaran dalam rasa isap.
5. Zat warna: klorofil (hijau), santofil (kuning), karotin (merah). Apabila klorofil
masih ada pada daun tembakau, maka dalam pijaran rokok akan menimbulkan
bautidak enak, sedangkan santofil dan karotin tidak berpengaruh terhadap aroma
dan rasa isap.

2.3.3 Morfologi tanaman tembakau


1. Akar
Tarnman tembakau mempunyai akar tunggang dengan panjang antara 50-70
cm akar serabut akan tumbuh setelah dipindah tanan yang berkembang di sekitar
leher akar (Abdullah, 1970). Di samping itu pada kondisi kering akan mendorong
akar untuk berkembang lebih baik sehingga meningkatkan penyerapan nitrogen
melalui aktivitas akar yang lebih besar, yang mengakibatkan kandungan nikotin
tanaman meningkat (Tso, et al., 1972).
2. Batang
Pada batang tembakau, di setiap ketiak daun terdapat titik-titik tumbuh
cabang dalam keadaan dorman. Bila batang dipangkas (topping), maka titik tumbuh
tersebut akan bertunas sebagai sirung. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan
sirung akan menjadi cabang dan berkembang menjadi cabang baru yang akan
menghambat pertumbuhan taruman (Akehun, 1981). Batang tanaman tembakau agak
bulat, lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami
penebalan yang ditumbuhi daun, dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit
bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak
daun, dengan diameter batang 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh daun
dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun, dan sebagai
jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh bagian tanaman (Hanum, 2008).
3. Daun
Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang
daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai
melekat pada batang, kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan
daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun
atas lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma pada
bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman berkisar 28–32 helai, tumbuh
berselang–seling mengelilingi batang tanaman. Bagian dari daun tembakau Virginia
yang mempunyai nilai tertinggi adalah daun bawah dan tengah menyusul daun atas,
sedang daun pasir dan pucuk hampir tidak bernilai kecuali untuk tembakau rajangan
(Abdullah, 1982).
4. Bunga
Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang terdiri dari
beberapa tandan dan setiap tandan berisi sampai 15 bunga. Bunga berbentuk
terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu sampai merah tua pada bagian
atasnya, sedang bagian lain berwarna putih. Kelopak memiliki lima pancung, benang
sari berjumlah lima tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga.
Kepala putik atau tangkai putik terletak di atas bakal buah di dalam tabung bunga.
Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan kedudukan sama tinggi. Masing
- masing seperti terompet dan mempunyai bagian - bagian sebagai berikut:
1. Kelopak bunga berlekuk, mempunyai lima buah pancung.
2. Mahkota bunga berbentuk seperti terompet, berlekuk lima dan berwarna merah
jambu atau merah tua yang merekah di bagian atasnya, sedangkan bagian
bawahnya berwarna putih, sebuah bunga biasanya memiliki lima buah benang sari
yang melekat pada mahkota bunganya, yang satu lebih pendek daripada yang
lainnya.
3. Bakal buah terletak di atas dasar bunga dan mempunyai dua ruang yang
membesar. Setiap ruang mengandung bakal biji anatrop yang banyak sekali. Bakal
buah ini dihubungkan oleh sebatang tangkai putik dengan sebuah kepala putik di
atasnya.
4. Kepala putik terletak pada tabung bunga yang berdekatan dengan kepala sarinya.
Tinggi. Kepala putik dan kepala sari hampir sama. Keadaan ini menyebabkan
tanaman tembakau lebih banyak melakukan penyerbukan sendiri, tetapi tidak
tertutup kemungkinan terjadinya penyerbukan silang (Hanum,2008). Buah
tembakau berbentuk bulat lonjong dan berukuran kecil, didalamnya banyak berisi
biji yang bobotnya sangat ringan. Biji tembakau yang belum melewati masa
dorman tidak dapat berkecambah apabila disemaikan. Untuk dapat memperoleh
kecambah yang baik sekitar 95 % biji yang dipetik harus sudah masak dan telah
disimpan dengan baik dengan suhu yang kering (Cahyono, 1998)
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, A. (1982). Budidaya Tembakau. CV. Yasaguna, Jakarta


Akehun, b. (1981). Tobacco 2nd ed. Longman, London
Amri,K. dan Khairuman. (2003). Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia
pustaka. Tanggerang.
Arlanda,R.(2014). Pengaruh Pemberian Ekstrak Tembakau Sebagai Bahan
Anestesi Terhadap Kondisi Hematologi Ikan Nila.
JurnalSainsTeknologiAkuakultur, 2 (2), 32-40
Boyd, CE. (1991). Water quality management for pond fish culture.
International centre for aquaculture experiment station, Auburn
Chahaya, I. (2003). Ikan Sebagai Alat Monitor Pencemaran. Bagian kesehatan
lingkungan fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Sumatra Utara,
Medan
Cholik, F. (2005). Akuakultur, Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman
akuarium air tawar, Jakarta
Effendi dan Hefni. (2003).Telaah Kualitas Air. Kanisius : Yogyakarta.
Elyana. (2011). Pengaruh Penambahan Ampas Kelapa Hasil Fermentasi
Aspergillus oryzae Dalam Pakan Komersial Terhadap Pertumbuhan Ikan
Nila. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, universitas sebelas
maret, Surakarta
Ghufran, M. (2009). Budidaya perairan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Hanum, C. (2008). Teknik Budidaya Tanaman. Dapartement Pendidikan
Nasional, Jakarta
Irianto. (2006). Menguak Dunia Mikroorganisme. EGC, Jakarta
Kardinan, A. (2010). Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Kordi, K. (2004). Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka cipta,
Jakarta
Lovell, T. (1998). Nutrition and Feeding Of Fish. Second Edition. Kluwer
Academic Publisher, London
Munajat, A. (2013). Pestisida Nabati Untuk Penyakit Ikan. Lubuk Agung, Bandung
Pratama, A. (2009). Tingkat Kecerahan Pada Perikanan Air Tawar. PT. Penebar
swadaya. Jakarta
Ratningsih,N.(2017). Uji Toksistas Motilitas Terhadap Respirasi ikan Nila.Jurnal
Biotika, 6 (1), 22-23
Taufik, I. (2010). Pengaruh Kronis Insektisida klorfiripos Terhadap
Pertumbuhan dan Struktur Hati Ikan Nila. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 10 (1),71-77
Tso, TC. (1972). Physiology and biochemistry of tobacco plant. Dowden,
Hutchinson, and rose. Inc. Stroudsburg. Pa
Ratningsih,N.(2017).UjiToksistasMotilitasTerhadapRespirasiikanNila.Jurnal
Biotika, 6 (1), 22-23
Salmin. (2005). Kadar Oksigen Terlarut di Perairan. LIPI, Tanggerang
Sugiarto. (1988). Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. Cv.simplex. Jakarta
Suyanto. (2010). Metode Penelitian SoSial. Prenada media group. Jakarta
Weber, M and L. F. de Beaufort.( 1916). The Fishes of the Indo Australian Archipelago
III. Brill ltd. Leaden. 455 pp. Welcomme,R.L.1985.River Fisheries.Fao Fish
Technology Pap,330 pp
Wiryanti et al. (2009). Budidaya dan Bisnis Ikan Nila. Agromedia pustaka,
Tanggerang
Widyanti, W. (2009). Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
yang diberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen Pada Pakan Berbasis
Daun Lamtorogung (Leuceana leucocephala). Institut pertanian bogor,
Bogor

Anda mungkin juga menyukai