Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia didefinisikan sebagai suatu usia yang berkelanjutan dari usia

dewasa dengan mengalami kemunduran fisik ataupun mental sosial yang sedikit

demi sedikit sampai tidak mampu lagi untuk melakukan tugasnya sehari-hari.

Bagi kebanyakan orang, masa usia lanjut ini merupakan masa yang kurang

menyenangkan (Nugroho, 2012).

Lanjut usia memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami

autoimun, hal ini berdasarkan pernyataan bahwa semakin bertambahnya usia

atau semakin tua, maka semakin mungkin untuk mengalami autoimun dibanding

dengan usia yang lebih muda. Semakin tua maka kemampuan toleransi

antigennya semakin berkurang dan terjadilah peningkatan reaksi terhadap self

antigen tersebut (Agrawal, Sridharan, Prakash, & Agrawal, 2012).

Autoimun didefinisikan sebagai suatu respon imun atau sistem kekebalan

yang terbentuk sebagai kesalahan dalam mengidentifikasi benda asing. Sel,

jaringan atau organ tubuh manusia akan dianggap sebagai benda asing sehingga

dirusak melalui perantaraan antibodi. Penyakit autoimmun tidak memberikan

dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi

dapat menimbulkan kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk

(Purwaningsih, E., 2013).

Banyak sekali penyakit yang sekarang terjadi yang berhubungan dengan

autoimun yang dapat menyerang pergelangan tangan, jari, sendi-sendi lutut


maupun organ tubuh lainnya.Ketika sistem imun dalam tubuh menurun maka

dapat menyebabkan pembengkakan, nyeri serta edema pada sendi.Penyakit ini

dikenal juga dengan peradangan pada sendi atau rheumatoid artritis (Safitri,

2015).

Secara relatif rheumatoid arthritis termasuk penyakit yang sering terjadi

di seluruh dunia dengan distribusi yang luas, beberapa studi terkini sebagian

besar menjelaskan tentang prevalensi rheumatoid arthritis yang telah

memperkirakan angka keseluruhan sekitar 1%. Angka tersebut setara dengan 1,5

juta orang di Inggris (Kneale, 2011). Di Indonesia prevalensi rematik pada tahun

2004 mencapai sekitar 2 juta jiwa, dengan angka perbandingan pasien wanita

tiga kali lipatnya dari laki-laki. Jumlah penderita rematik di Indonesia pada

tahun 2011 diperkirakan prevalensinya mencapai 29,35%, pada tahun 2012

prevalensinya sebanyak 39,47%, dan tahun 2013 prevalensinya sebanyak

45,59% (Bawarodi, 2017).

Menurut American College of Rheumatology (ACR) (2012),

Rheumatoid Arthritis(RA) termasuk suatu penyakit autoimun yang ditandai

dengan adanya peradangan sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dansering kali

akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Husna,2017). Pada

umumnya masyarakat masih beranggapan bahwa rematik atau RA adalah

penyakit yang belum dianggap serius karena tidak menimbulkan

kematian.Penyakit rematik yang tidak segera ditangani bisa membuat anggota

tubuh berfungsi tidak normal mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit berjalan,
serta kecacatan seumur hidup. Aktivitas atau kegiatan sehari-hari akan sangat

terganggu akibat timbulnya rasa sakit tersebut (Terdampa, 2016).

Prevalesi penderita rheumatoid artritis di dunia setiap tahun mengalami

peningkatan. Menurut Wiyono (2010) bahwa Penderita rheumatoid arthritis di

seluruh dunia telah mencapai angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia

ini menderita rheumatoid artritis. Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga

tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan. WHO

melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit rheumatoid artritis,

dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang

berusia 55 tahun prevalensi rheumatoid artritissekitar 1% pada orang dewasa.

Berdasarkan pusat data BPS Provinsi Jawa Timur, Rheumathoid arthritis

merupakan salah satu penyakit terbanyak yang di derita oleh kaum lansia yaitu

pada tahun 2007 sebanyak 28% dari 4.209.817 lansia menderita penyakit

rheumathoid arthritis (Smart, 2010).

Sedangkan di Kota Malang sendiri di dapatkan bahwa jumlah penderita

penyakit rematik mencapai 7.179 kasus di Rumah Sakit dan 33.985 kasus di

Puskesmas pada tahun 2008 (Wiyono 2010).

Prevalensi di Indonesia yang diungkapkan oleh hasil risert kesehatan

dasar (RISKESDAS) tahun 2013 didapatkan prevalensi penyakit rheumatoid

artritis yang masuk pada golongan penyakit sendi berdasarkan tanda dan

gejalanya mencapai 24,7% dari total populasi di Indonesia. Dari hasil

RISKESDAS tahun 2013 juga didapatkan data bahwa di Jawa Timur prevalensi

penyakit sendi yang didalamnya termasuk rheumatoid artritis mencapai 25,5%.


Keadaan rheumatoid artritis akan berakibat pada berbagai masalah pada pasien

terutama adalah keadaan nyeri pada persendian. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Turana (2005) menyimpulkan bahwa rheumatoid artritis menyerang

persendian kecil, 90% keluhan rheumatoid artritis adalah nyeri sendi dan kaku

sendi (Turana, 2005).

Rheumatoid Faktor (RF) adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan

molekul IgG. RF ditemukan lebih dari 70% penderita RA. Meskipun demikian,

RF juga ditemukan dalam persentase kecil pada subjek sehat dan hingga 20%

pada subjek yang berusia lebih dari 65 tahun. Adanya RF menunjukkan RA

tetapi bukanlah penegak diagnosis. Peran autoantibodi dalam pathogenesis RA

masih diperdebatkan; namun temuan umum pada RA adalah adanya antibodi

IgM yang bereaksi dengan bagian Fc IgG, yang menyebabkan terbentuknya

kompleks imun. Antibodi anti-IgG ini dinamakan sebagai RF. Pengendapan

kompleks imun ini pada sendi akan mengaktifkan jalur komplemen klasik, yang

menginisiasi kaskade peristiwa yang pada komplemen menyebabkan

pembentukan kemoatraktan yang dapat merekrut makrofag dan neutrophil di

tempat tersebut. Sel-sel ini dapat menyebabkan destruksi jaringan dan juga

menyebabkan penyebaran respons inflamatorik (Ernesto, K., 2017).

Kebanyakan penyakit RA berlangsung kronis yaitu sembuh dan kambuh

kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara

menetap. RA dapat mengancam jiwa pasien atau hanya menimbulkan gangguan

kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh penyakit RA tidak hanya berupa

keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup seharihari
tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan kegagalan

organ. RA dapat mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah

lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur. Dengan demikian hal yang

paling buruk pada penderita RA adalah pengaruh negatifnya terhadap kualitas

hidup. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pemeriksaan dini yang dapat

membantu mendiagnosa penyakit Rheumathoid arthritis pada lansia yang

merupakan kemungkinan besar mengalamai autoimun.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada

perbedaan hasil pemeriksaan RF metode auglutinasi lateks secara kualitatif dan

semi kuantitatif pada lanjut usia.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah :

a. Untuk mengetahui apakah pemeriksaan RF pada serum pasien usia lanjut

secara kualitatif memberikan hasil yang positif atau negative terhadap

adanya indikasi penyakit rheumathoid arthrtitis

b. Untuk mengetahui apakah pemeriksaan RF pada serum pasien usia lanjut

secara semi kuantitatif memberikan hasil yang positif atau negative terhadap

adanya indikasi penyakit rheumathoid arthrtitis


1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Pembaca dapat mengetahui bahwa pemeriksaan RF dapat digunakan untuk

mendiagnosa awal adanya penyakit rheumathoid arthritis dalam sampel

serum pasien.

b. Manfaat praktis

Dari penelitian ini diharapkan agar masyarakat sadar akan pentingnya

melakukan pemeriksaan RF untuk diagnosa awal adanya penyakit

rheumathoid arthritis sehingga penceghan atau pengobatan awal dapat

dilakukan untuk mengurangi tingkat penderita rheumathoid arthritis dikota

Malang.

1.5 Keaslian Penelitian

Perbedaan
N Tahu Nama Penulis / Sampel,metode,loka
Hasil dengan penelitian
o n Judul si dan variable
ini
1 2019 Meri, Wulan Sampel diambil Pada 4 Usia 55-75 tahun.
Syiri Afrilia/ sampel
RHEUMATOID dengan cara (19,05%) Lokasi Kota
FAKTOR (RF) hasilnya
PADA LANJUT purposive sampling reaktif Malang.
USIA terhadap RF
diambil sebanyak 21 yaitu kode
pasien D, H,
orang berdasarkan P dan S
karena
pada kriteria inklusi keempat
pasien
yaitu : lansia yang tersebut
memiliki
bersedia menjadi kriteria RA
seperti
responden, lansia mengalami
kekakuan.
yang berusia dari 60- Sebanyak 17
sampel
74 tahun (80,95%)
dengan kode
metode Latex Slide pasien A, C,
Test F, G, I, K, L,
M, N, O, Q,
lokasi Tasikmalaya R, dan T
memberiksa
n hasil non
reaktif
karena
pasien
tersebut
tidak
mengalami
RA dengan
kriteria tidak
mengalami
kekakuan di
waktu pagi
2 2018 Reza Yogaswara, Penelitian desain Sebanyak 46 Penetian desain
Rudy Hidayat, potong lintang subjek deskriptif
Muhadi, Ikhwan terhadap pasien AR diikutsertaka kualitatif,auglutina
Rinaldi/ Korelasi dewasa yang berobat n dalam si lateks metode
antara Faktor di Poliklinik penelitian randox FX
Reumatoid dan Reumatologi ini. Sebagian
Vascular Cell RSUPN Cipto besar
Adhesion Mangunkusumo, (95,7%)
Molecule-1 pada Kadar RF dan subjek
Pasien Artritis VCAM-1 dinilai adalah
Reumatoid melalui pemeriksaan perempuan
serum darah dengan dengan
metode ELISA. rerata usia
Korelasi antarkedua 44,43 tahun,
variabel dibuat median lama
dengan analisis sakit 36
korelasi Spearman bulan, dan
menggunakan SPSS sebagian
versi 20.0.. besar
memiliki
derajat
aktivitas
sedang
(52,2%).
sebagian
besar pasien
memiliki RF
positif
(63%).
Korelasi
antara kadar
RF dengan
kadar
VCAM-1
memiliki
kekuatan
korelasi
yang lemah
tetapi tidak
bermakna
secara
statistik
(r=0,264;
p=0,076).
Subjek
dengan RF
positif
memiliki
kadar
VCAM-1
yang lebih
tinggi
(626,89 vs.
540,96
ng/mL).
3 2017 Fera Bawarodi Desain Penelitian ini Hasil Uji Auglutinasi lateks
Julia Rottie menggunakan cross Statistik dengan metode
Reginus Malara/ sectional yaitu Chi-Square randox fx,desain
FAKTOR- dengan data yang test dengan penelitian
FAKTOR menyangkut variabel tingkat deskriptif
YANG bebas atau resiko dan kepercayaan kualitatif dengan
BERHUBUNGA variabel terikat atau 95% (a = variable terikat.
N DENGAN akibat akan 0,05) dan
KEKAMBUHA dikumpulkan dalam diperoleh p
N PENYAKIT waktu bersamaan. value 0,002
REMATIK DI Teknik Pengambilan < 0,05 dan
WILAYAH Sampel 0,004 < 0,05
PUSKESMAS menggunakan dan p value
BEO sampling jenuh / 0,017 <
KABUPATEN total sampling 0,05.
TALAUD dengan jumlah
sampel sebanyak 32
orang
4 2017 DIANA PUTRI Penelitian ini Respon Penelitian
HIDAYATI/ dilakukan di fisiologis dilakukan di UPT
RESPON komunitas wilayah yang banyak puskesmas
FISIOLOGIS kerja Puskesmas dialami oleh pandanwangi kota
PENDERITA kartasura Kabupaten penderita malang,dengan
RHEUMATOID Sukoharjo, rheumatoid metode aulutinasi
ARTHRITIS DI Rheumatoid arthritis, arthritis di lateks metode
KOMUNITAS pengambilan sampel wilayah randox fx
dengan metode quota kerja
sampling. Puskesmas
Pengumpulan data Kartasura
menggunakan adalah nyeri
kuesioner dan dan
analisis data kekakuan
menggunakan sendi dengan
analisis univariat. presentase
(100%).

Anda mungkin juga menyukai