Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan tujuan nasional.
Berbagai upaya pembangunan di bidang kesehatan telah dilakukan oleh pemerintah secara
berkesinambungan, menyeluruh, terarah, dan terpadu guna terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Derajat kesehatan yang optimal merupakan tujuan dari
pembangunan kesehatan.
Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker merupakan salah
satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005
dan 2015. Pada tahun 2000 terdapat 10 juta orang (5,3 juta laki-laki dan 4,7 juta wanita)
menderita kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta diantaranya meninggal dunia (WHO, 2003).
Departemen Kesehatan (2003) menyebutkan bahwa kanker merupakan penyebab utama
kematian keenam di Indonesia dan diperkirakan terdapat insiden kanker 100 per 100.000
penduduk setiap tahunnya. Dibandingkan dengan penyakit kanker lain, leukemia (kanker
darah) termasuk jenis kanker yang jarang terjadi. Leukemia merupakan bentuk kanker yang
paling sering ditemukan pada anak di bawah umur 15 tahun (Wong, 2009). Leukemia lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yang berusia di atas satu
tahun dan awitan puncaknya terjadi antara usia 2 dan 6 tahun.
Leukemia adalah kanker pada jaringan pembentuk sel darah dimana tidak terkendalinya
proliferasi sel darah putih yang immatur dalam pembentukan sel darah putih oleh tubuh
(Hockenberry & Wilson, 2009).
Leukemia limfositik akut (LLA) terjadi ketika sel limfoid berubah menjadi ganas dan
terjadi proliferasi sel yang tidak terkontrol. Sel-sel ini terakumulasi dan mendesak sel-sel
normal dalam sumsum tulang, mengalir ke dalam perifer, dan menginvansi organ dan
jaringan tubuh. Penggantian elemen hematopoietik normal oleh sel-sel leukemia
mengakibatkan supresi sumsum tulang. Hal ini mengakibatkan terjadinya anemia karena
penurunan produksi sel darah merah dan kecenderungan terjadi perdarahan akibat
trombositopenia. Sampai saat ini apa yang menjadi penyebab LLA pada anak belum
diketahui dengan pasti. Sementara beberapa faktor risiko diketahui dapat menjadi pencetus

1
terjadinya leukemia diantaranya adalah radiasi, bahan kimia, virus, kelainan genetik, faktor
genetik, dan obat tertentu (Kusumawardani 2010). Tanda dan gejala leukemia muncul akibat
adanya infiltrasi sel tumor kedalam sumsum tulang. Ada 3 konsekuensi utama akibat
infiltrasi sel tumor kedalam sumsum tulang, yaitu anemia karena penurunan jumlah sel
darah merah, infeksi karena neutropenia, perdarahan karena penurunan produksi platelet.

1.2 Tujuan Makalah


1. Mampu memberikan askep pada anak dengan kasus : Leukimia
2. Merencanakan Pendidikan Kesehatan Pada anak/keluarga dengan kasus :
Leukimia

2
BAB II
Tinjauan teoritis
2.1 Pengertian leukemia.
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel yang
lain (Corwin, 2009).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang menggantikan elemen sumsum tulang normal (Smeltzer and Bare, 2002).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel
induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi yang menyebabkan
penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal (Greer dkk, 1999 dalam Price, 2006).
Penyakit ini merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat
sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah, yaitu pada sumsum tulang. Penyakit ini
sering disebut kanker darah . keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat
sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak
pertumbuhan sel darah yang nomal.

2.2 Klasifikasi Leukemia


Secara sederhana leukemia dapat diklasifiasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe asal
yaitu:
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai
dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki rata-rata dalam 4-6
bulan.
a. Leukemia limfositik Akut (LLA); LLA merupakan jenis leukemia dengan
karakteristiknya adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologi dari sitem
limfotik yang mngakibatkan organomegali (pembesaran organ dalam) dan
kegagalan organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada
umur dewasa (18%). Insiden LLA sksn mencapai puncaknya pda umur 3-

3
7tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah
terdiagnoss terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA); LMA merupakan leukemia yang mengenai
system hematopoetik yang akan berdiferensiasi kesemua sel myeloid. LMA
merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Lebih sering
ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).
Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1-3 bulan dengan durasi
gejala yang singkat. Jika tidak brobat, LNLA fatal dalam 3-6 bulan.

2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari
salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a. Leukemia limfositik kronis (LLK):
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit b (jarang pada limfosit T).
perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. LLK cenderung
dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50-70
tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia granulositik/Mielositik kronik (LGK/LMK):
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel miloid (seri granulosit) yang relative matang. LGK/LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia
pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetic yang dinamakan kromsom
Philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK. Sebagian besar
penderita LGK/LMK akan mennggal seelah memasuki fase akhir yang disebut
fase kritis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit biasanya berupa
mieloblas/promielosit, disertai neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang
amat kurang

2.3 Etiologi Leukemia

4
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
1. Faktor genetik
Virus tertentu menyebebkan terjadinya perubahan struktur gen (tcell leukemia-lhympoma
virus/HLTV)
2. radiasi
3. obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol
4. factor herediter
misalnya ada kembar zigot
5. kelainan kromosom, misalnya pada dowm syndrome

leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia
tidak di ketahui, pemaparan terhadap penyinaran (radiasi)dan bahan kimia tertentu (misalnya
benzene) dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang
memiliki kelainan genetic tertentu (misalnya sindroma down dan sindroma fanconi) juga lebih
peka terhadap leukemia.

2.4 Manifestasi Klinis


Yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut: (Smeltzer 2002).

1. Leukemi Limfositik Akut.


Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang.gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak,
dada nyeri), infeksi dan pendarahan, selain itu juga ditmukan anoreksi nyeri tulang
dan sendi, hipermetabolisme. nyeri tulang biasa dijumpai terutama pada sternum,
tibia dan femur.
2. Leukemia miolisitik akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, pendarahan dan infeksi yang disebabkan oleh
syndrome kegagalan sumsum tulang. LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih
dari 100 ribu/mm) biasanya mengalami gangguan kesadaran, gangguan metabolism
yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
3. Leukemia Limfosik Kronik

5
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjuk gejala. Penderita LLK yang mengalami
gejala biasanya ditemukan limfadenopati generlisata, penurunan berat badan dan
kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan da penurunan kemampuan latihan
atau olah raga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan
perjalanan pnyakitnya.
4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase
kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan
lambung.
Penurunan berat badbn terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan
demam yang disertai infeksi.

6
2.5 Patofisiologi

Factor pencetus:
-genetik -kelainan kromosom Sel neoplasma
-radiasi -infeksi virus berpoliferasi didalam
-obat-obatan -paparan bahan kimia tulang sumsum

Infiltrasi tulang belakang Pnyebaran ekstramedular Sel onkogen

MLL sirkulasi darah MLL system limfatik Pertumbuhan berlebih

Pembesaran hati dan limfa Nodus limfe Kebutuhan nutrisi meningkat

hipermetabolisme
hepatosplenomegall limfadenopati

Penekanan ruang abdomen Peningkatan tekanan intra abdomen Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Sel Normal Digantikan oleh sel Gangguan rasa nyaman dan nyeri
kanker

Depresi produksi sumsum tulang Suplai oksigen kejaringan inadekuat Ketidakseimbangan perfusi jaringan
perifer

Penurunan eritrosit anameia Resiko perdarahan

Kecendrungan
Penurunan trombosit trombositopenia
perdarahan

Penurunan fungsi leukosit Daya tahan tubuh menurun Resiko infeksi


Infiltrasi periosteal
Kelemahan tulang

Tulang lunak dan lemah


Stimulasi saraf
(nociceptor)
Fraktur fisiologi
7
Gangguan rasa nyaman
Kerusakan mobilitas
nyeri

8
2.6 pemeriksaan penunjang
1. Hitung Darah Lengkap (HDL), urinalisis, dan kimia darah diprogramkan untuk mengkaji
status kesehatan secara umum. Urinalisis 24 jam digunakan untuk mendeteksi asam
homovanilik, asam vanilimandelik, dan katekolamin pada neuroblastoma.
2. Apusan darah perifer diambil untuk menentukan jenis sel dan maturitasnya.
3. Sinar–X dada diambil pada semua anak sebagai dasar atau untuk diagnosis.
4. Ultrasonografi sering digunakan sebagai alat untuk skrining.
5. Scan tulang merupakan metode yang sangat peka untuk mendeteksi lesi tulang, tetapi
tidak dapat membedakan antara keganasan dan inflamasi.
6. Aspirasi atau biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penegakan diagnosis definitif
leukemia.
7. Pungsi lumbal dilakukan untuk analisis cairan serebrospinal (CSS) kemungkinan adanya
sel-sel leukemia, sel tumor otak, dan kanker lainnya yang dapat bermetastasis ke medula
spinalis dan otak.
8. Teknik pencitraan (CT scan, ultrasonografi, MRI) digunakan untuk mendeteksi massa
tumor padat
9. Biopsi sangat kritis dalam menentukan klasifikasi dan tahap kanker (Muscari, 2005)

2.7 penatalaksanaan.
Program terapi Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996)
yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan: - Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red
Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit
kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit. -Pemberian antibiotik profilaksis
untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.
Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering
disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk

9
mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga
dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
b. Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak
memperbanyak diri lagi.
c. Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat -Terapi rumatan
(pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi 3 fase Pelaksanaan
Kemoterapi:
1. Fase Induksi Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat Pada fase ini diberikan terapi methotrexate,
cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia
ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3. Konsolidasi Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara
berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi. Pengobatan imunologik Bertujuan
untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat
sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus.
2.8 discharge planning

1. kenali gejala yang ditimbulkan penyakit


2. dorong sering mengubah posisi napas dan batuk
3. inspeksi kulit,nyeri tekan, area eritametasos luka terbuka bersihkan kulit dengan larutan
antibacterial
4. tingkatkan kebersihan parianal
5. istirahat yang cukup dan makan makanan tinggi protein dan cairan

10
BAB III
Rencana asuhan keperawatan
3.1. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Gambaran tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien, seperti adanya massa atau
pembengkakan yang abnormal, pucat, kecenderungan mengalami memar, nyeri lokal
yang persisten, demam yang berlangsung lama, sakit kepala sering, kadang-kadang
disertai muntah, perubahan penglihatan yang mendadak, dan penurunan berat badan
yang cepat dan berlebihan.
b. Riwayat pranatal seperti adanya pajanan terhadap radiasi ionisasi, infeksi maternal,
obat-obatan, dan penggunaan zat. Selain itu riwayat abnormalitas kromosom,
gangguan kekebalan, keganasan sebelumnya, dan riwayat keluarga terhadap kanker.
c. Pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital, pantau adanya peningkatan suhu akibat demam,
pantau peningkatan dan penurunan berat badan, dan pantau tekanan darah, dapat
rendah (sepsis) atau tinggi (tumor ginjal/neuroblastoma)
2. Aktivitas : Gejala: Kelelahan, malaise, kelemahan, serta ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas seperti biasanya. Tanda: Kelelahan otot, peningkatan kebutuhan
tidur, somnolen.
3. Sirkulasi Gejala: Palpitasi Tanda: Takikardia, murmur jantung, kulit, membran mukosa
pucat, defisit saraf kranial dan atau tanda perdarahan serebral.
4. Eliminasi Gejala: Diare; nyeri tekan perianal dan nyeri, darah merah terang pada tisu,
feses hitam, darah pada urine, penurunan keluaran urin.
5. Integritas Ego Gejala: Perasaaan tak berdaya atau tak ada harapan Tanda: Depresi,
menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan alam perasaan, kacau.
6. Makanan/Cairan Gejala: Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan
rasa/penyimpangan rasa, penurunan berat badan, faringitis, disfagia. Tanda: Distensi

11
abdominal, penurunan bunyi usus, splenomegali, hepatomegali, ikterik, stomatitis, ulkus
mulut, hipertrofi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).
7. Neurosensori Gejala: Kurang atau penurunan koordinasi, perubahan alam perasaan,
kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kebas, kesemutan, parastesia. Tanda: Otot
mudah terangsang, aktivitas kejang.
8. Nyeri/Kenyamanan Gejala: Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi; nyeri tekan
sternal, kram otot. Tanda: Perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
9. Pernapasan Gejala: Napas pendek dengan kerja minimal. Tanda: Dispnea, takipnea,
batuk, gemericik, ronkhi, penurunan bunyi napas.
10. Keamanan Gejala: Riwayat infeksi saat ini atau dahulu, riwayat jatuh, gangguan
penglihatan atau kerusakan, perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda: Demam, infeksi, kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau
epistaksis, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan),
papiledema dan eksoftalmus, infiltrat leukemik pada dermis.
11. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala: Riwayat terpajan pada kimiawi, misalnya benzene,
fenilbutazon, dan kloramfenikol; kadar ionisasi radiasi berlebihan; pengobatan
kemoterapi sebelumnya, khususnya agen pengkelat, gangguan kromosom, contoh
sindrom Down atau anemia Franconi aplastik.

Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 3,9 hari Rencana Pemulangan:
Dapat memerlukan bantuan dalam terapi dan pengobatan/alat, belanja, persiapan makanan,
aktivitas perawatan diri, pemeliharaan rumah, transportasi Prioritas keperawatan: Mencegah
terjadinya infeksi selama fase akut penyakit/pengobatan. Mempertahankan volume dari sirkulasi
darah, Menghilangkan rasa nyeri. Meningkatkan fungsi fisik secara optimal. Memberikan
dukungan psikologis. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan. Tujuan Pemulangan: Komplikasi penyakit dapat dicegah atau minimal, nyeri hilang
atau terkontrol, aktivitas sehari-hari terpenuhi oleh diri sendiri atau dengan bantuan, klien dapat
menerima kenyataan penyakit yang dideritanya, klien memahami proses penyakit/prognosis dan
program terapeutik (Doenges, 2000).

3.2 Diagnosa Keperawatan

12
1. ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai daerah keperifer
(anemia)
2. ketdakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan proferative
gastrointestinal dan efek toksik obat kemotrapi
3. resiko perdarahan
4. resiko infeksi
5. nyeri akut b.d ilfiltrasi leukosit jaringan sistemik
6. 6.kerusakan mobilitas fisik b.d kontratur,kerusakan integritas struktur tulang penurunan
kekuatan otot (depresi tulang sumsum)

3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi/tindakan keperawatan pada anak yang menderita leukemia menurut Muscari
(2005) adalah sebagai berikut :
1. Bantu dalam menjamin remisi sebagian atau lengkap dari penyakit dengan pemberian
kemoterapi dan dengan pencegahan, atau meminimalkan, komplikasi kemoterapi, radiasi,
dan transplantasi sumsum tulang (BMT, bone marrow transplant).
a. Beri agens kemoterapi sesuai dengan daftar obat Ikuti pedoman dan kebijakan
institusi untuk pemberian obat. Amati adanya tanda-tanda infiltrasidan iritasi pada
area infus (nyeri, rasa tersengat, membengkak, atau kemerahan) segera hentikan infus
jika terjadi infiltrasi. Amati anak selama 20 menit untuk memperhatikan adanaya
tanda-tanda anafilaksis. Hentikan infus jika diduga terjadi reaksi.
b. Pantau adanya efek samping kemoterapi yang spesifik, demikian juga dengan efek
samping umum seperti infeksi, perdarahan, anemia, mual dan muntah, gangguan
nutrisi, ulserasi mukosa, alopesia, dan efek samping lain seperti diare atau konstipasi,
nyeri, kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
hepatotoksik/toksik ginjal, neurotoksik, kelemahan, toksik pulmonal, kardiotoksik,
dan ototoksik.
c. Pantau adanya efek samping radiasi dan deskuamasi kulit yang lembab atau kering,
mulut kering, sakit tenggorok, kehilangan indra pengecap, dan parotitis.
d. Pantau adanya komplikasi transplantasi sumsum tulang (BMT).
2. Pantau dan minimalkan kedaruratan onkologi pediatrik.

13
a. Sindrom lisis tumor akut (dikarakteristikan dengan perubahan tingkat kesadaran;
letargi, mual, muntah, pruritus, nyeri pinggang, oliguria, dan tetanus).
b. Hiperleukositosis (hitung sel darah putih [SDP] >100.000/mm3
c. Sindrom vena kava superior.
3. Cegah infeksi.
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
b. Minimalkan anak terpajan dengan orang yang terinfeksi.
c. Gunakan teknik aseptik yang ketat untuk semua prosedur invasif, gunakan teknik
yang tepat antara lain mencuci tangan.
d. Pastikan bahwa anak baru mendapatkan imunisasi tidak aktif. Jangan memberikan
virus hidup untuk anak-anak yang terimunosupresi. Beri imunoglobulin varisela
zoster pada anak yang terpajan varisela (cacar air).
e. Berikan obat-obatan yang dapat mencakup antibiotik dan faktor penstimulasi koloni
granulosit (GCSF).
4. Cegah trauma akibat perdarahan dan imobilitas.
a. Pantau adanya tanda-tanda perdarahan dan kerusakan integritas kulit. Observasi
adanya perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria. Pantau nilai hemoglobin,
hematokrit, dan trombosit dengan rutin.
b. Minimalkan prosedur pungsi kulit, seperti injeksi intramuskular dan pungsi vena.
c. Hindari senyawa yang mengandung aspirin yang dapat mengganggu fungsi trombosit.
d. Minimalkan risiko sistitis hemoragik dengan menganjurkan untuk banyak minum
dan berkemih yang sering.
d. Gerakan anak dengan hati-hati, beri alas tempat tidur, dan gunakan matras pereda
tekanan.
e. Beri perawatan kulit, terutama di sekitar mulut dan anus yang merupakan tempat
ulserasi akan muncul.
f. Cegah ulserasi rektum dengan menjaga kebersihan area tersebut.
5. Pertahankan hidrasi yang adekuat.
a. Pantau asupan dan haluaran cairan.
b. Anjurkan asupan cairan sedikit tapi sering.
c. Beri cairan melalui intravena.

14
6. Anjurkan nutrisi yang adekuat.
a. Beri makanan yang diinginkan dan dapat ditoleransi oleh anak.
b. Beri antiemetik selama 24 jam untuk meminimalkan mual.
c. Anjurkan pemberian makan ketika anak terlihat lapar.
d. Buat makanan tampak menarik dan ciptakan lingkungan yang menyenangkan.
7. Cegah mukositis.
a. Pantau adanya tanda-tanda kerusakan.
b. Beri perawatan mulut. Gunakan sikat gigi yang lembut, bersihkan mulut dengan
frekuensi yang sering, dan beri anestesi lokal untuk menghilangkan nyeri, terutama
sebelum makan.
c. Berikan pelembab bibir.
d. Hindari kapas usap gliserin-lemon dan iritan lainnya. Hindari pemberian hidrogen
peroksida yang dapat menyebabkan erosi jaringan, dan susu magnesium (antasid atau
laksatif) yang menyebabkan mukosa kering.
8. Cegah nyeri.
a. Minimalkan prosedur yang menyakitkan jika memungkinkan.
b. Beri analgesik untuk pencegahan dan kaji efektifitasnya.
c. Gunakan tindakan penghilang nyeri nonfarmakologik.
9. Tingkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.
a. Perbolehkan anak berpartisipasi dalam perawatan diri jika memungkinkan.
b. Anjurkan aktivitas sesuai usia yang dapat diatur oleh anak.
c. Pertahankan anak kontak dengan sekolah.
d. Bantu anak dalam melakukan koping terhadap gangguan citra tubuh seperti alopesia
dan peningkatan atau penurunan berat badan.
10. Bantu keluarga dalam melakukan koping terhadap gangguan anak.
a. Anjurkan anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka.
b. Bantu dengan keterampilan koping.
c. Berikan penyuluhan bagi anak dan keluarga untuk penatalaksanaan penyakit dan
pengobatan, termasuk konsekuensi jangka panjang.
11. Bantu anak dan keluarga dalam proses berduka.

15
a. Beri kontak yang konsisten dengan keluarga untuk membina hubungan saling
percaya.
b. Bantu keluarga dalam perencanaan untuk tahap terminal penyakit.
c. Berikan dukungan spiritual dan dukungan lainnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit.(ed2) jakarta :EGC

Hidayat, alimul azis. (2006). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta : Salemba Merdeka

Hasan,R. (1997).ilmu kesehatan anak.2 jakarta : percetakan informatika.

17

Anda mungkin juga menyukai