Anomali Gigi
Anomali Gigi
ISI
1.1 Prenatal
1.1.1 Gangguan Perkembangan Embrio
1
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
2. Faktor Mekanik
3. Faktor infeksi
2
pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung
bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf
pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui
dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-
jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik
diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital,
walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus
minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit
tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat
dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
3
berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan
1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6. Faktor hormonal
7. Faktor Radiasi
8. Faktor Gizi
9. Faktor-faktor Lain
4
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan
kongenitai tidak diketahui.
Macam-macam Anomali
1. Malformasi
Terjadi selama pembentukan struktur (organogenesis). Malformasi dapat
disebabkan faktor lingkungan dan genetik. Kebanyakan malformasi berawal
dari minggu ketiga sampai minggu kedelapan kehamilan. Anomali ini dapat
menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh struktur organ dan/atau
perubahan-perubahan konfigurasi normal.
2. Disrupsi
Mengakibatkan perubahan morfologi struktur organ setelah
pembentukannya. Penyebabnya adalah proses-proses yang merusak, seperti
kecelakan pada pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus dan cacat
yang ditimbulkan pita amnion.
3. Deformasi
Disebabkan oleh gaya-gaya mekanik dalam jangka waktu yang
lama. Deformasi sering kali mengenai sistem kerangka otot. Anomali ini
dapat sembuh setelah lahir.
4. Sindrom
Sekelompok cacat yang terjadi secara bersamaan, memiliki etiologi yang
spesifik dan sama. Istilah ini menunjukkan telah dibuat sebuah diagnosis dan
risiko terjadinya kembali telah diketahui.
5
Level Organ Regional Organ
gangguan
Mortalita + - ?
s perinatal
Koreksi - + -
spontan
Koreksi - + -
melalui
postur
Embriolo Organ - -
gis
6
Gambar. Syndrom kaki duyung
7
Gambar. Bayi dengan kelainan microcephalus
Adanya kecacatan pada bayi secara fisik dapat menyebabkan bayi tumbuh
tidak sempurna, gangguan pada masa pertumbuhan, kecacatan, dan bahkan
kematian. Apabila bayi dapat tumbuh dewasa, kecacatan yang dibawanya
sejak lahir tentu akan mempengaruhi penampilan dirinya, misalnya
kecerdasan lebih rendah, kurang berprestasi, kurang percaya diri dan bahkan
ketergantungan mutlak kepada orang lain.
8
pembentukan sel-sel otak bayi selama ia dalam kandungan. Bila bayi terlahir
dengan cacat fisik yang nampak dan mungkin diperbaiki atau diterapi dengan
cara pembedahan (misalnya bibir sumbing dan kelainan katup jantung) maka
mungkin kecacatan anak dapat tertutup begitu anak menginjak dewasa dan
mencegah terjadinya gangguan-gangguan yang mungkin muncul saat bayi
dewasa. Namun hingga kini belum ditemukan cara untuk membalikkan
gangguan yang terjadi pada sel-sel otak, maupun kelainan pada metabolisme
anak sehingga bila sudah terjadi gangguan otak atau gangguan metabolisme
maka akan sulit bagi bayi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
9
agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai
macam organ.
Untuk menghindari terpajan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya
menghindari melakukan foto Rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto
Rontgen yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12
minggu dapat memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
10
gangguan pada janin. Obat-obatan yang menimbulkan efek seperti narkotik
dan obat-obatan psikotropika bila dikonsumsi dalam dosis besar juga dapat
menimbulkan efek serupa dengan efek alkohol pada janin. Untuk itu ada
baiknya bila selama kehamilan terutama trisemester pertama agar ibu berhati-
hati dalam mengkonsumsi obat dan hanya mengkonsumsi obat-obatan yang
dianjurkan oleh dokter.
11
kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai kematian janin. Selain itu,
beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti penyakit sifilis juga dapat
memberikan efek teratogenik.
Ada baiknya bila ibu sebelum kehamilannya melakukan pemeriksaan
laboratorium pendahuluan untuk menentukan apakah ia sedang menderita
infeksi TORCH, infeksi virus atau bakteri lain yang berbahaya bagi dirinya
maupun kehamilannya. Bila dari hasil dinyatakan positif, ada baiknya bila
ibu tidak hamil lebih dulu sampai penyakitnya disembuhkan dan telah
dinyatakan fit untuk hamil.
Ketika kepala janin tertekuk terlalu keras ke arah dada pada saat
intrautero dapat menghambat perkembangan wajah, yaitu membuat
mandibula tidak tumbuh ke arah depan secara normal. Tidak normalnya
pertumbuhan mandibula ini akan mengakibatkan sangat kecilnya mandibula
bayi, dan kemungkinan juga disertai oleh celah palatum karena retriksi
ketika proses pada saat menutupnya palatum. Hal ini berkaitan dengan
berkurangnya volume cairan amnion.
12
melakukan tracheostomy sehingga bayi dapat bernafas. Perpanjangan
mandibula melalui distraksi osteogenesis dapat membuat rongga saluran
nafas menjadi cukup dan tracheostomy dapat ditutup.
Tekanan pada saat intrauteri dan tekanan pada jalur lahir diteliti
juga dapat menyebabkan tidak simetrinya wajah. Tetapi hal ini biasanya
dapat kembali normal secara berangsur-angsur selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan.
Nama Lain:
Hypodontia: Dipakai
dalam skala kecil
saat jumlah gigi yang
hilang hanya 1 atau
sedikit (1-6 gigi
termasuk molar
ketiga)
13
– O l i g o d o n t i
gigi tanpa molar
ketiga)
Tidak adanya gigi secara kongenital berasal dari gangguan selama initial
stages pada proses pembentukan gigi, inisiasi dan proliferasi. Anodontia
adalah kehilangan seluruh gigi, merupakan bentuk ekstrem. Oligodontia
merupakan ketiadaan kongenital dari banyak gigi, tetapi tidak seluruhnya,
sedangkan istilah hypodontia yang jarang digunakan menggambarkan
keadaan kehilangan sebagian kecil atau hanya beberapa gigi. Karena benih
gigi susu menimbulkan benih gigi permanen, tidak akan ada gigi permanen
jika pendahulunya atau benih gigi susunya hilang. Namun, mungkin saja
gigi susu bisa muncul dan beberapa atau seluruh gigi permanen tidak
muncul.
14
Anodontia atau oligodontia biasanya berhubungan dengan abnormalitas,
ectodermal dysplasia. Seseorang dengan ectodermal dysplasia memiliki
rambut yang tipis dan jarang serta tidak memiliki kelenjar keringat di
samping mengalami kehilangan gigi yang khas. Namun, terkadang
oligodontia terjadi pada pasien yang tidak memiliki masalah sistemik yang
jelas atau sindrom kongenital.
6. Taurodontism
Etiologi
1. Faktor lingkungan
15
Trauma : fraktur, prosedur oembedahan pada rahang dan ekstraksi
gigi sulung sebelumnya
2. Faktor genetik
16
1.1.5 Malformasi Gigi
1.1.5.1 Germinasi
Geminasi adalah bergabungnya dua gigi dari organ enamel yang sama. Hasil
yang khas adalah pembelahan parsial dengan munculnya dua mahkota dan
hanya mempunyai satu saluran akar. Kadang terjadi pembelahan lengkap
atau kembar yang menghasilkan dua gigi dari satu tooth germ. Pada
geminasi, jumlah gigi normal tetapi ada satu gigi yang mahkotanya terlihat
lebih besar.
Prevalensi
Penatalaksanaan :
1.1.5.2 Fusi
Fusi adalah suatu kondisi di mana dua gigi tumbuh bergabung menjadi satu
gigi, bersatu pada sementum, dentin, dan enamel. Pada fusi, terlihat adanya
dua pulpa dan dua saluran akar. Dapat terjadi fusi lengkap dan tidak
lengkap. Fusi lengkap yaitu bergabungnya dua gigi di sepanjang panjang
17
gigi. Fusi tidak lengkap yaitu bergabungnya dua gigi di sebagian panjang
gigi (misal : apakah akarnya saja, atau mahkotanya saja).
Penggabungan juga dapat terjadi karena menyatunya dua tunas gigi yang
normal, menjadi supernumerary teeth. Akan tetapi, pada kasus fusi yang
sebenarnya, jumlah gigi lebih sedikit dari jumlah gigi normal jika gigi yang
anomali dihitung sebagai satu gigi.
Penyebab
Prevalensi
Penatalaksanaan
Pada gigi yang fusi, terdapat groove pada bagian belakang gigi (palatal /
labial / lingual) yang berpotensi untuk terjadinya karies sehingga
membutuhkan penambalan.
Jika gigi yang anomali tidak tanggal pada waktunya, dapat mengganggu
erupsi gigi permanen sehingga membutuhkan ekstraksi gigi sulung yang
anomali / yang mengganggu erupsi gigi permanen.
18
1.1.5.3 Twinning
Fusion adalah penggabungan dua gigi yang sedang tumbuh menjadi satu
gigi, sehingga jumlah keseluruhan gigi lebih sedikit satu gigi dari jumlah
normal.
Situasi seperti ini dapat juga disebut gigi supernumerer. Gigi supernumerer
sendiri adalah gigi berlebih yang terjadi karena gangguan pada tahap
perkembangan inisiasi dan proliferasi gigi.
19
Gambar diatas menunjukkan gigi supernumerer pada regio anterior rahang
bawah yang terjadi akibat benih gigi insisif 1 kanan bawah membelah
menjadi dua.
1.1.5.4 Concrescence
Definisi
Mengacu pada tipe fusi yang mana gigi yang terbentuk merupakan
penyatuan hanya sebatas garis sementum.
Etiologi
Kelainan ini terjadi sbelum atau sesudah erupsi, dan kausa lainnya yang juga
banyak terjadi disebabkan oleh karena trauma lokal, dental crowding, dan
dislokasi gigi selama pembentukan.
Epidemiologi
Jarang terjadi pada anak-anak. Predileksi terjadi kebanyakan pada gigi molar
kedua dan ketiga rahang atas.
Gambaran klinis
Perubahan yang terjadi pada gigi dapat dilihat dari gambaran radiografi
Treatment
20
Tidak memerlukan perawatan tertentu, karen gigi yang terkena bersifat
asimtomatik.
1.1.5.5 Mikrodontia
Mengacu pada gigi yang muncul dengan ukuran yang lebi kecil daripada
ukuran normal gigi. Terdapat beberapa pengertian mengenai mikrodonsia
ini, antara lain :
- Pseudomikrodonsia : gigi yang muncul lebih kecil dari gigi norma akibat
perluasan dimensi rahang.
- True microdontia : gigi yang ukurannya lebih kecil pada rahng yang
normal.
Etiologi
Dapat juga dilihat pada beberapa sindrom seperti trisomi 21, sindrom
ektodermal dysplasia, Marshall1, Rieger, hypoplasi dermal fokal, dan
lainnya. Juga bisa ditemukan pada kasus celah bibir dan palatum.
Gambaran klinis
21
Mikrodontia pada seluruh gigi
22
Epiemiologi
Presentasi kasus ini jarang pada gigip rimer sekitar 1%, lebih umum pada
gii permanen sekitar 2,5%, dan banyak terjadi pada wanita dibandingkan
pria. Predileksiya banyak pada gigi lateral atas dan molar ketiga atas.
Treatment
1.1.5.6 Makrodontia
Mengacu pada gigi yang ukurannya lebih besar dari variasi normal. Gigi
yang terkena bisa beberapa ataupun semuanya.
- Macrodontia of single teeth : kondisi ini jarang terjadi namun bisa dilihat
dengan etiologi yang belum diketahui. Gigi muncul dengan normal
kecuali pada ukurannya.
Gambaran Klinis
Ukuran gigi lebih besar dari normal. Biaanya tidak disertai kelainan
fisik. Namun dapat juga menyebabkan hipertrofi wajah.Jika terjadi secara
unilateral biasanya tidak menyebabkan hipertrofi wajah.
23
Incisor sentral lebih besar dari normal
Etiologi
Epidemiologi
Jarang terjadi pada anak-anak. 1,1, % pada primary dentition. Predileksi ada
gigi premolar kedua bawah, molar ketiga bawah, insisiv sentral atas, dan
biasanya bilateral simetris.
1.1.5.7 Gigi Supernumerer
Morfologi giginya bisa normal maupun anomali, dan dilihat dari bentuk dan
Etiologi
24
Kelainan terjadi karena abnormalitas daripada proses kontinuitas dental
dan lain-lain.
Epidemiologi
Lokasi
bisa
terjadi
pada
midline regio incisal pada maksila (mesiodens), dan pada area molar ketiga,
dan premolar.
Gambaran klinis
gigi dapat tinggal dalam tulang dan impaksi, bisa dilihat secara radiografis.
25
Treatment
1. Hipoplasia Maksila
Hipoplasia maksila merupakan kondisi tidak berkembangnya tulang
dari rahang atas. Kondisi ini memberikan kesan wajah cekung atau concave
dan membuat rahang bawah terlihat seperti protrusi walaupun tidak ada
kelainan anatomi.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan genetik atau anomali
perkembangan, seperti celah bibir dan langit-langit, biasanya lebih sering
pada celah bilateral. Seiring degnan berjalannya pertumbuhan wajah anak,
rahang atas gagal mengikuti progres pertumbuhan dari rahang bawah, dan
geligi pada rahang atas terposisi di belakang geligi rahang bawah.
Hipoplasia maksila juga bisa didapat pada usia tertentu, biasanya
akibat dari pencabutan gigi dengan rencana yang kurang baik. Bila gigi
dicabut dari rahang atas, maka rahang atas akan gagal berkembang dan
dapat menjadi cekung.
Hal yang dikhawatirkan dari kondisi ini dapat dilihat dari sisi estetik.
Penampilan wajah cekung dapat mengundang perhatian yang tidak
diinginkan dan dapat membuat pasien tidak nyaman. Selain itu, kondisi ini
juga dapat menyebabkan kesulitan makan dan dapat menyebabkan berbagai
akibat lain kedepannya. Oleh karena itu, pembedahan direkomendasikan
sebagai bentuk terapi koreksi. Hal ini perlu dikonsultasikan dengan dokter
gigi spesialis orthodonti yang dapat melakukan reposisi gigi pada mulut.
Tatalaksana pembedahan hipoplasia dapat bervariasi, bergantung
kepada jenis kasusnya. Dengan prinsip pembedahan orthognatik, maxilla
dapat dimajukan ke depan sehingga hubungan dengan rahang bawah, antar
26
bibir, dan dengan hidung dapat normal kembali. Pembedahan ini biasanya
dilakukan pada usia remaja setelah pertumbuhan rahang selesai.
2. Hipoplasia Mandibula
Hipoplasia mandibula merupakan kondisi tidak berkembangnya rahang
bawah. Kondisi ini sering juga disebut mikrognatia, yaitu kondisi dimana
mandibula memiliki ukuran kecil.
Hipoplasia mandibula sering kali merupakan kondisi kongenital, namun
dapat juga akibat dari trauma atau injury. Penyebab dari kondisi kongenital
biasanya sulit diketahui, namun biasanya merupakan defek kelahiran. Area
lain yang terpengaruhi meliputi telinga, rahang atas, dan hidung.
Secara klinis, kondisi ini terlihat sebagai penyimpangan bentuk dagu
dengan penampakan wajah sekitar yang asimetris. Komplikasi dapat terjadi
dan tergantung dari keparahan kondisi, termasuk kesulitan bernafas,
menelan, dan mengunyah, yang akan menyebabkan sleep apnea atau snoring
(mengorok) dan pengurangan berat badan akibat kegagalan perkembangan
pada bayi.
Hipoplasia mandibula dibagi menjadi 3 tingkatan berdasarkan klasifikasi
Pruzansky:
1. Grade 1
Mandibula kecil walaupun bentuknya normal.
27
2. Grade 2
Mandibula hipoplastik atau tidak berkembang dan mengalami malformasi.
3. Grade 3
Mandibula mengalami hipoplastik dan malformasi yang parah.
Tatalaksana untuk hipoplasia mandibula meliputi pembedahan rekonstruktif.
Pembedahan ini tergantung dari keparahan bentuk rahang bawah dan tulang
dan otot wajah sekitar. Pada intinya, mandibula dibuat kembali dengan
cangkok tulang. Pembedahan biasanya dilakukan oleh dokter bedah
maxillofacial atau bedah mulut. Pembedahan ini cukup kompleks, karena
fungsi dari rahang bawah yang bermacam-macam selain dari fungsi estetik.
Amelogenesis Imperfecta
28
yang menunjukkan penurunan pembentukan matriks email disebabkan
gangguan fungsi ameloblasts. Terdapat penurunan jumlah matriks email
selama pada saat proses pembentukan gigi. Pengurangan ketebalan email
ini dapat menghasilkan bentuk mahkota yang abnormal.
2. Tipe hypocalcified (hypomineralised)
yang menunjukkan defek yang lebih berat
dalam mineralisasi matriks enamel.
Ketebalan email sama pada kasus ini,
namun matriksnya tidak termineralisasi
dengan normal. Ketika gigi pertama
erupsi, emailnya lunak dan oleh karena itu
mudah aus oleh keadaan mulut yang buruk. Tampilan warna email adalah
coklat kekuningan hinga oranye dan kemudian berubah coklat kehitaman
setelah erupsi karena adanya sisa makanan
3. Tipe hypomaturation
yang menunjukkan perubahan yang lebih ringan dalam mineralisasi
kristalit enamel yang immature dimana letaknya focal atau generalized.
Kadang sulit dibedakan dengan tipe hypomineralised. Tanda dan gejala
yang sama yaitu lebih lunak dan tampak perubahan warna. Ketebalan
enamel normal namun kekerasannya tidak normal dan translusen.
Radiodensitas enamel sama dengan dentin
Dentinogenesis Imperfecta
29
Terdapat tiga tipe berbeda dari dentinogenesis imperfecta, yaitu sebagai
berikut:
Tipe I dan II memiliki tampilan klinis yang serupa dan hanya bisa
dibedakan jika disebutkan ada tidaknya osteogenesis imperfect. Pada
dentinogenesis imperfect ini, mahkota gigi mengalami perubahan warna
dan memiliki bentuk ovoid dikarenakan adanya konstriksi. Dapat terjadi
fraktur pada lapisan email dikarenakan adanya pelemahan lapisan dentin.
Dentinal Dysplasia
30
Untuk menegakkan diagnostik maka diperlukan foto radiografi, baik
penyinaran intraoral Xrays atau foto panoramic, keduanya sama-sama
sangat berguna. Sehingga kontur dan penampilan dari akar dan saluran
pulpa dapat jelas terlihat.
Hipoplasia Enamel
Gambar enamel
hipoplasia pada gigi posterior
31
1.1.8 Disproporsi Ukuran Gigi dengan Rahang
Crowding
PERAWATAN
• Dilakukan sesuai dengan kasusnya, penyebabnya krn faktor rahang /
gigi,disesuaikan pula dengan usianya
• Ekstraksi gigi
• Memaks. perkembangan rahang ( saat pertumbuhan cepat, ± 8 thn )
• Alat orto lepasan / cekat + kontrol ke drg
Diastema
32
Pada kategori kedua, diastema antara gigi kaninus dan premolar
kedua dapat terjadi pada perawatan ortodonti dengan pencabutan gigi
premolar pertama. Diastema dapat terjadi juga antara gigi insisif kedua
dan kaninus, hal ini dpat terjadi karena ketidaksesuaian besar gigi yang
dicabut pada satu rahang atau antar rahang.
33
b. Kehilangan gigi secara kongenital.
c. Gigi yang bentuknya lebih kecil dari normal.
d. Ketidakcocokan antara ukuran gigi dengan tempat yang tersedia
pada lengkung rahang.
e. Faktor genetika.
f. Pengaruh kebiasaan buruk, seperti menghisap jari.
34
disebut sebagai hubungan skeletal. Keadaan ini kadang-kadang disebut
juga sebagai hubungan basis gigi atau pola skeletal.
Kelas II skeletal
Rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang dalam
hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Klas 1
skeletal.retrognathic adalah profil wajah Klas II karena memiliki mandibula
yang lebih ke distal.
Kelas II Skeletal
35
Ciri-ciri dari maloklusi Klas II skeletal adalah meningkatnya konveksitas
atau bertambah besarnya sudut ANB.Pasien maloklusi skeletal Klas II yang
masih dalam tahap pubertas dapat dirawat secara ortopedik namun untuk
pasien yang telah melewati tahap pubertas, perawatan hanya dapat dilakukan
dengan pembedahan.
Maloklusi skeletal Klas II dapat disebabkan oleh maksila prognasi yaitu
bertambahnya maxillary depth atau sudut yang dibentuk antara bidang
Frankfurt dengan garis N-A.Maloklusi skeletal Klas II juga dapat
disebabkan oleh mandibula retrognasi yaitu berkurangnya facial depth atau
sudut yang dibentuk antara bidang Frankfurt dengan bidang fasial, N-
Pog.Kombinasi antara maksila prognasi dan mandibula retrognasi juga
merupakan maloklusi skeletal Klas II.Maloklusi Klas II skeletal dapat
dideteksi dengan mudah dengan melihat profil wajah pasien.Pada maloklusi
skeletal Klas II yang mandibulanya kecil atau maksilanya besar dapat
menyebabkan profil wajah yang konveks atau retrognathic.
36
Protrusi bimaksila merupakan kondisi displasia skeletal dengan posisi
rahang atas dan rahang bawah terletak lebih ke anterior terhadap profil dan
basis kranial (Moyers,1998). Protusi bimaksila merupakan kelainan skeletal
kelas I divisi IV. Protrusi bimaksila merupakan protrusi yg berkaitan dengan
skeletal. Protrusi bimaksila berhubungan dengan ketidakseimbangan otot
orofacial. Sehingga, pada pasien yang menderita protrusi bimaksila
ditemukan bahwa bibirnya terbuka (lip incompeten) karena ketidak
seimbangan hubungan antara otot lidah dan bibir. Terdapat Protrusi
bimaksila dento-alveolar yang melibatkan a gigi rahang bawah dan atas
serta tulang rahang atas dan bawahnya lebih ke anterior (protrusif), tetapi
keadaan giginya merupakan hubungan kelas I.
Etiologi terjadinya protrusi bimaksila adalah adanya faktor genetik dan
lingkungan. Kebiasaan buruk seperti meghisap jari dan bernafas melalui
mulut merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi protrusi
bimaksila. Perawatan yang dilakukan untuk protrusif bimaksila bisa
menggunakan alat ortodonti cekat sedangkan untuk protrusif bimaksila
dento-alveolar dilakukan ekstraksi gigi premolar pertama rahang atas dan
bawah, baru dilakukan pemasangan alat ortodonti.
37
Normal Protrusif bimaksila
38
1.1.10 Postnatal
1. Intrinsik
a.Premature Loss
Ketika sebuah unit dalam lengkung gigi hilang, lengkung cenderung
mengkerut dan ruang akan menutup. Pada suatu waktu, penutupan ruang ini
disebabkan karena mesial drift dari gigi-gigi posterior, yang yakin dianggap
akan mengganggu oklusi. Dari pengamatan sementara, mesial drift adalah
fenomena yang terjadi hanya pada molar permanen. Alasan terbesar gigi ini
bergerak kearah mesial ketika sebuah ruangan terbuka adalah inklinasi
mesialnya. Data eksperimen mengatakan bahwa adanya kekuatan dari oklusi
akan menghambat mesial drift. Dengan kata lain, molar permanen akan
bergeser ke mesial lebih cepat pada ketidakhadiran kontak oklusal daripada
terdapat kontak oklusal.
Pergeseran dari molar 1 permanen karena terjadinya premature loss pada
molar kedua sulung dapat berkontibusi secara signifikan dalam
perkembangan crowding pada bagian posterior lengkung gigi. Hal ini
merupakan penyebab yang signifikan dari crowding dan ketidaksejajaran
dari premolar . untuk alasan ini, mempertahankan ruang setelah molar kedua
sulung tanggal diindikasikan.
39
Apabila caninus sulung atau molar pertama mangalami premature lost hanya
pada satu sisi, gigi permanen bergeser ke distal hanya pada sisi itu,
menyebabkan oklusi yang asimetris dan juga kecenderungan menuju
crowding.
Dari deskripsi ini, jelas early loss dari gigi sulung dapat
menyebabkan crowding dan ketidaksejajaran dalam lengkung dental.
Apakah hal ini merupakan penyebab utama dari masalah crowding kelas I?
pengaruh flouridasi dan pencegahan karies lainnya pada prevalensi
maloklusi tidak menunjukan indikasi. Walaupun flouridasi menurunkan
karies dan early loss gigi sulung secara signifikan, terdapat sedikit atau
tidak ada pengaruh terhadap prevalensi maloklusi.
b.Persistensi
Gigi sulung akan tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen erupsi.
Namun sering dijumpai kasus dimana gigi sulung tidak tanggal walaupun
gigi permanen pengganti sudah erupsi yang disebut persistensi. Persistensi
40
gigi sulung adalah suatu keadaan dimana gigi sulung belum tanggal
walaupun waktu tanggalnya sudah tiba. Keadaan ini sering dijumpai pada
anak usia 6-12 tahun. Persistensi dapat terjadi karena berbagai faktor
penyebab, merupakan gangguan yang disebabkan multifaktor, salah satu
penyebabnya adalah gangguan nutrisi, trauma dan lain-lain. Gangguan
nutrisi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan gigi. Gangguan
akan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan terganggunya proses
kalsifikasi dari dentin dan enamel . Adanya persistensi dapat menyebabkan
gangguan erupsi gigi permanen, sehingga dapat menimbulkan bermacam-
macam anomali. Anomali yang disebabkan persistensi dapat diatasi dengan
perawatan ortodontik. Perawatan anomali dilakukan untuk mendapatkan
oklusi yang ideal serta estetis yang baik.
2. Ekstrinsik
a.Kebiasaan buruk
Ketika anak menempatkan jempol atau jari diantara gigi, biasanya posisi
berada pada sudut sehingga menekan incisor bawah kearah lingual dan
insisir atas kearah labial. Arah tekanan ini mungkin akan menyebabkan
displacement gigi incisor. Jumlah gigi yang berubah posisi berkorelasi
dengan berapa jam perhari sucking dilakukan daripada dengan besarnya
41
tekanan. Anak-anak yang menghisap dengan sangat kuat tetapi intermitten
mungkin tidak menggeser incisor terlalu parah, sedangkan yang lain yang
melalukan sucking 6 jam atau lebih dengan tekanan, terutama pada anak-
anak yang tidur dengan menghisap jari setiap malam, dapat mengakibatkan
maloklusi yang signifikan.
42
Walaupun kebiasaan menghisap dapat menjadi contributor kuat untuk
maloklusi, sucking dapat tidak menimbulkan kelainan maloklusi berat
kecuali jika kebiasaan tersebut bertahan baik hingga masa gigi campuran.
Mild displacement dari incisor sulung sering terjadi pada usia 3-4 tahun dari
seorang thumbsucker, tetapi jika sucking dihentikan pada usia ini, tekanan
pipi dan bibir normal nantinya akan mengembalikan gigi ke posisi normal.
Jika kebiasaan ini bertahan setelah incisor permanen erupsi, perawatan
ortodontik mungkin mutlak untuk mengatasi tooth displacement.
Penyempitan lengkung maksila. Pada beberapa anak, jika lengkung maksila
diperluas secara transversal, maka protusi incisor dan open bite anterior akan
membaik dengan spontan. Tidak ada nilai untuk memulai terapi ortodontik,
tentu saja, sampai kebiasaan tersebut dihentikan.
Wajah asimetris juga dapat disebabkan karena selalu tidur pada satu sisi
dari wajah.
Tounge Thrusting
43
gigi-gigi insisif menghilang, yang disebut “tounge thrusting” pada anak-
anak adalah biasanya tahap transisi normal pada penelanan. Selama transisi
dari penelanan infantil menjadi mature, seorang anak bisa diperkirakan
melewati sebuah tahap dimana penelanan dilakukan oleh aktivitas muskular
untuk menyatukan bibir, memisahkan gigi-geligi posterior, dan protrusi
kedepan oleh lidah diantara gigi-gigi. Ini juga merupakan deskripsi
penelanan “tounge thrust” klasik. Penundaan pada transisi penelanan normal
dapat diperkirakan ketika seorang anak memiliki kebisaan sucking.
Ketika ada sebuah open bite anterior dan atau protrusi insisif atas,
sebagaimana seringnya terjadi dari kebiasaan sucking, lebih sulit untuk
mengunci bagian depan mulut selama makan untuk mencegah makanan atau
cairan keluar. Menyatukan bibir dan menempatkan lidah diantara gigi-
anterior yang terpisah adalah langkah yang berhasil untuk menutup bagian
depan mulut dan membentuk segel anterior. Dengan kata lain, penelanan
“tounge thrust” adalah adaptasi fisiologis yang berguna jika anada memilki
open bite, yang mana mengapa seseorang dengan open bite biasanya juga
memiliki penelanan “tounge thrust”. Tapi tidak terjadi sebaliknya, tounge
thrust juga ada pada anak-anak dengan oklusi anterior yang baik. Setelah
kebiasaan sucking berhenti, open bite anterior biasanya cenderung menutup
spontan, taoi posisi lidah diantara gigi anterior bertahan walaupun openbite
sudah tertutup. Hingga open bite menghilang, segel anterior oleh ujung lidah
tetap penting.
Sudut pandang modern adalah bahwa tounge thrust terlihat secara primer
dalam 2 tahap: pada anak kecil dengan oklusi normal yang wajar, yang mana
menunjukan hanya tahap transisional pada maturasi fisiologis normal; dan
pada orang-orang disegala usia dengan displacement insisif, yang mana
merupakan adaptasi terhadap jarak antara gigi. Keberadaan overjet dan
anterior openbite pada anak-anak atau orang dewasa sering menyebabkan
penempatan lidah diantara gigi anterior. Sebuah penelanan tounge thrust
harus dianggap hasil dari displacement insisif, bukan penyebabnya.
44
Memperbaiki posisi gigi dapat menyebabkan perubahan pada pola
penelanan, dan ini biasanya terjadi.
Respiratory Pattern
Pernafasan dapat menjadi penentu utama dari postur rahang dan lidah.
Oleh karena itu, terlihat seluruhnya masuk akal bahwa pola pernafasan yang
berubah, seperti bernafas melalui mulut daripada melalui hidung, dapat
mengubah postur dari kepala, rahang dan lidah. Perubahan ini dapat
mengubah keseimbangan dari tekanan pada rahang dan gigi dan
mempengaruhi posisi pertumbuhan rahang dan gigi. Apabila postur ini
perubahan ini dipertahankan, peninggian wajah akan meningkat, dan gigi
posterior akan terjadi super-erupt,
kecuali bila ada pertumbuhan vertikal
yang tidak biasa pada ramus,
mandibula akan ber rotasi kebelakang
dan kebawah, pembukaan gigitan
secara anterior dan peningkatan
overjet, dan peningkatan tekanan dari
pipi yang meregang akan dapat
menyebabkan arkus dental maksila
lebih sempit. Tipe maloklusi ini sering diasosiasikan dengan bernafas
melalui mulut.
Selama kondisi
istirahat, bernafas melalui
hidung lebih sering terjadi dari
pada bernafas melalui mulut.
Peningkatan kerja untuk
pernapasan nasal adalah secara
fisiologis diterima dan
sesungguhnya pernapasan lebih efisien dengan resistensi sederhana pada
45
sistem pernapasan. Apabila hidung terjadi obstruksi, kerja ketika bernapas
melalui hidung meningkat, dan pada level tertentu dari resistensi pada
alitran udara pada hidung, individu akan berpindah menjadi bernapas
melalui mulut. Pembengkakan dari mukosa hidung menimbulkan rasa
dingin umum kadang menjadikan seseorang bernapas melalui mulut sebagai
dampak dari mekanisme ini.
Pernafasan memberikan efek pada rahang dan gigi, ini akan terjadi
dikarenakan perubahan postur yang terjadi secara lama dan memberikan
tekanan pada jaringan lunak. Rahang akan terjadi perubahan perpindahan,
sebanyak oleh elevasi dari maxilla karena kepala memiring ke belakang
karena proses depresi mandibula. Ketika penutupan nasal di hilangkan,
postur asli pun secara langsung akan kembali. Respon fisiologi ini terjadi
pada derajat yang sama., tetapi, pada individu yang memiliki penutupan
nasal, dimana mengindikasikan bahwa itu bukan merupakan hasil total dari
pernafasan mendesak.
46
seb`agian, pada tipe yang terjadi sekali-sekali untuk waktu sebentar pada
setiap orang dan secara kronis pada anak-anak, dapat mengisyaratkan
maloklusi.
Pertanyaan yang menjadi sulit untuk dijawab, karena kita tidak bisa
mengetahui pola pernafasan sebenarnya pada setiap manusia.
Menghisap dan menggigit bibir dapat muncul sendiri atau dapat disertai
dengan kebiasaan menghisap jempol. Pada kebanyakan kasus, biasanya bibir
bawah yang terlibat dalam sucking / kebiasaan menghisap, walaupun
kebiasaan menggigit bibir atas juga dapat terjadi. Bibir mandibula yang
berulang kali tertahan oleh gigi anterior maksila dapat menghasilkan
labioversi rahang, open bite, dan terkadang linguoversi gigi incisive
mandibula.
Sikap Tubuh/Postur
Orang dengan sikap tubuh yang tidak sesuai biasanya memiliki postur
mandibula yang tidak sesuai pula. Kedua hal ini merupakan ekspresi
kesehatan umum yang buruk. Di samping itu, orang yang suka menahan
postur tubuhnya tegak dan menarik kepala, menempatkannya pada kolom
tulang belakang hampir secara reflex memposisikan dagunya maju juga.
Postur / sikap tubuh merupakan ekspresi reflex otot yang dapat diubah /
dikoreksi.
Nail Biting
47
Menggigit kuku sering menjadi penyebab malposisi gigi. Ketegangan
dan rasa takut pada anak-anak biasanya akan menampilkan kebiasaan ini,
dan tidak jarang berhubungan juga dengan hubungan social dan
ketidakmampuan penyesuaian psikologis merupakan sesuatu yang penting
adalm klinis dibandingkan kebiasaan yang hanya merupakan gejala dari
dasar masalah. Hal ini terlihat secara umum lebih berdampak pada kuku
orang tersebut, dibandingkan efek pada giginya.
Other Habits
b. Trauma
Sebagian besar anak-anak jatuh dan membentur gigi mereka selama dalam
usia pertumbuhan. Kadang-kadang, pengaruhnya sangat besar untuk
menghancurkan atau pergeseran parah pada gigi sulung atau permanen.
Dentral trauma dapat mengawali perkembangan maloklusi melalui tiga cara
yaitu :
48
pembentukan mahkota gigi permanen, pembentukan email akan terganggu
dan akan terjadi kelainan pada mahkota gigi permanen. Kedua, jika trauma
terjadi ketika mahkota sudah lengkap, mahkota mungkin akan bergeser
relative kea rah akar. Pembentukan akar dapat terhenti, meninggalkan akar
permanen yang pendek. Lebih sering, pembentukan akar berlanjut, tapi sisa
akar kemudian terbentuk pada ujung dari pergeseran mahkota yang
mengalami trauma. Distorsi akar ini disebut dilaserasi, diartikan sebagai
distorsi pembentukan akar. Dilacerasi dapat dihasilkan dari gangguan
mekanik bersamaan dengan erupsi, tapi kasus yang sering terjadi, terutama
gigi incisor permanen, trauma pada gigi susu yang juga menyebabkan
displace pada benih gigi permanen.
Jika distorsi posisi akar cukup parah, hampir tidak mungkin untuk
mahkota berada ada posisi yang tepat, mungkin karena akar memanjang
keluar melewati tulang alveolar. Untuk alasan ini, mungkin diperlukan
ekstraksi pada gigi yang mengalami dilacerasi parah. Trauma yang
menyebabkan displasment gigi permanen pada anak-anak harus di reposisi
sedini mungkin. Segera setelah kecelakaan, gigi yang utuh biasanya dapat
digerakkan kembali ke posisi semula dengan cepat dan mudah. Setelah
penyembuhan ( 2 sampai 3 minggu ), sulit untuk mereposisi gigi, dan
ankylosis dapat terjadi.
c. Penyakit Sistemik
49
mempengaruhi terapi ortodontik. Tidak ada maloklusi yang diketahui akan
jadi pathognomonik pada penyakit anak yang lazim.
Resorpsi Tulang
Resorpsi tulang adalah proses remodeling tulang dimana osteoklas
melarutkan mineral-mineral tulang sehingga menimbulkan rongga kecil
pada tulang.
Pengaruh hormon terhadap resorpsi tulang
Hormon dan kalsium saling berkaitan dalam memperngaruhi struktur
tulang ; kepadatan tulang, remodeling tulang. Pada saat tulang mengalami
pertumbuhan, hormon pertumbuhan (Growth Hormon) atau somatotropin
disekresikan oleh lobus anterior hipofisis. Kemudian hormon tersebut
merangsang hati untuk menghasilakan hormon pertumbuhan mirip insulin
(Insulin-like Growth Hormon) atau somatomedin. Somatomedin memiliki
efek pertumbuhan umum.
Hormon lain yang juga berperan dalam mempengaruhi struktur tulang
yaitu Paratiroid Hormon (PTh) dan Kalsitonin. Kedua hormon ini bekerja
secara antagonis.
Ketika kadar kalsium di darah kurang, maka PTh akan memicu osteoklas
(sel penghancur tulang) yang berada di dalam tulang untuk bekerja. Sel
tersebut mengeluarkan zat yang bersifat asam yang kemudian akan
mengubah Kalsium yang disimpan dalam tulang menjadi bentuk ion yang
kemudian akan mengalir ke peredaran darah. Keadaan yang sebaliknya
ketika kadar kalsium berlebih di dalam darah, maka sel parafolikuler di
dalam tiroid akan menyekresikan hormon kalsitonin. Hormon ini akan
menghambar kerja osteoklas dan memicu osteoblas untuk memasukkan
kembali ion Ca ke dalam kolam kalsium di tulang. Kerja kedua hormon
inilah yang mempengaruhi struktur kepadatan tulang.
Estrogen mampu memperbaiki absorpsi kalsium, mengatur produksi
interleukin 1 dan 6 yang merupakan faktor dalam resorpsi tulang, mengatur
bahan-bahan yang merangsang pembentukan tulang seperti IGF (Insulin
50
Growth Factor) I dan II, serta Growth factor beta. Estrogen juga merangsang
sintesis kalsitonin yang dapat menghambat resorpsi tulang dan
meningkatkan reseptor vitamin D di osteoblas. Penambahan progesteron
pada terapi kombinasi memperlihatkan hasil yang lebih baik, namun
memiliki kemungkinan untuk menghasilkan efek samping tromboemboli.
Pemberian kombinasi estrogen dan progesteron mampu menurunkan risiko
terjadinya osteoporosis dan efek samping terapi.
1. Vitamin D
Vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang, yaitu membantu
pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia di
dalam darah untuk di endapkan pada proses pengerasan tulang. Vitamin D
meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus sehingga cukup tersedia
kalsium untuk tulang. Vitamin D juga berpengaruh langsung pada tulang
dengan merangsang pembentukan sel-sel yang membentuk tulang.
Pada orang yang mengalami defisiensi vitamin D, terdapat penurunan
dalam absorbsi kalsium dalam usus. Konsentrasi ion kalsium menjadi turun,
diketahui dari sensor kalsium dalam kelenjar paratiroid, dimana terjadi
peningkatan produksi hormone paratiroid. Hormon paratiroid ini berfungsi
untuk mengimbangi penurunan absorbsi kalsium dalam usus dengan cara
meningkatkan mobilisasi kalsium yang tersimpan dalam tulang dan
meningkatkan reabsorpsi kalsium pada ginjal.
2. Vitamin C
Vitamin C berfungsi untuk membantu untuk pembentukan tulang,
dimana dapat membantu absopsi kalsium dengan menjaga agar kalsium
berada dalam bentuk larutan dan membantu pertumbuhan osteoblas. Fungsi
vitamin C yang lain yaitu berperan dalam berbagai reaksi hidrolisis yang
dibutuhkan untuk sintesis kolagen, karnitin dan seronin. Kolagen merupakan
senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua
jaringan ikat.
51
Residual Ridge Resorption
52