Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS ASAL MULA ARSITEKTUR BANJAR

STUDI KASUS : ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH BUBUNGAN TINGGI

Ira Mentayani
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM)
Jl. Brigjen H.Hasan Basry Banjarmasin, Kal-Sel 70123
e-mail : iramentayani_unlam@yahoo.co.id

Abstract : The purpose of this research is to find out germinal of traditional Banjarese architecture
in South Kalimantan. Using descriptive analysis method based on existing literature and the
empirical evidence, hence it can be found germinal of the traditional Banjarese architecture.
Architecture that lifted as a comparison is a traditional architecture of Rumah Bubungan Tinggi
(House of High Cam). Rumah Bubungan Tinggi is a traditional Banjarese architecture coming from
architecture of Malay that exists on coastal area. It has been formed far before the Banjarese
formed itself. In its growth, the culture of Dayak dan Java tribes and including Islam had also
influenced. Physically, the environmental condition become primary factor of its physical form.

Key words: germinal, Banjarese, Rumah Bubungan Tinggi (House of High Cam)

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menemukenali asal mula arsitektur tradisional Masyarakat
Banjar di Kalimantan Selatan. Dengan metode analisis deskriptif berdasar literatur yang ada dan
bukti empiris, maka dapat ditemukankenali asal mula arsitektur Masyarakat Banjar. Arsitektur yang
diangkat sebagai perbandingan adalah arsitektur tradisional Rumah Bubungan Tinggi. Rumah
Bubungan Tinggi adalah arsitektur tradisional Masyarakat Banjar yang berasal dari arsitektur
masyarakat Melayu yang ada di pesisir, yang telah terbentuk jauh sebelum terbentuknya
Masyarakat Banjar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Suku Dayak dan Jawa, serta ajaran
Islam turut pula mempengaruhi. Secara fisik, kondisi lingkungan alam menjadi faktor utama
bentuk/wujud fisik.

Kata kunci : Asal mula, Masyarakat Banjar, Rumah Bubungan Tinggi.

PENDAHULUAN jarang berakibat munculnya polemik dan


Saat ini sangat banyak sekali konflik dalam masyarakat berkaitan dengan
pemikiran yang berkembang dalam topik arsitektur tradisional Banjar. Salah satu
masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan) polemik yang mengemuka sepanjang tahun
tentang arsitektur tradisional Banjar. 2004 lalu adalah masalah pembangunan
Banyaknya pemikiran (berupa; literatur, RSUD Ulin Banjarmasin. Terjadi kecaman
referensi, wacana, asumsi, sangkaan, dll) yang yang keras dari para budayawan terhadap
muncul, satu sisi menggambarkan besarnya arsitektur RSUD Ulin, dan hal ini nampaknya di
perhatian, namun di sisi lain kecendrungan ini masa datang akan jauh lebih keras lagi
berpotensi menjauhkan pemahaman terhadap kecaman dan penolakan yang muncul.
arsitektur tradisional Banjar. Untuk itu, perlu ditemukan kembali
Pemikiran-pemikiran tersebut akan pemahaman yang benar tentang arsitektur
berakibat kurang baik jika tidak dilandasi tradisional Banjar. Pemahaman tersebut dapat
pengetahuan yang cukup. Terlebih lagi saat ini diwakili melalui pertanyaan sbb :
di Kalimantan Selatan sendiri referensi yang Untuk saat ini, apakah benar-benar
dapat dijadikan pegangan sangat sedikit atau arsitektur tradisional Banjar yang masih
bahkan hampir tidak ada. Dan hal ini tidak

Analisis Asal Mula Arsitektur Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah Bubungan Tinggi – Ira Mentayani
kita jumpai sebagai peninggalan budaya TINJAUAN TEORITIS
masa lalu ? Asal Mula Masyarakat Banjar
Lingkup apa yang dipakai untuk Menurut Irfan Mahmud (1999)
penyebutan arsitektur tradisional Banjar ? kedatangan orang Melayu ke Kalimantan
Penelitian ini, sebagaimana uraian di terjadi dalam beberapa gelombang. Menurut
atas, merupakan upaya untuk menemukenali catatan, pendatang (migrasi) gelombang
kembali asal mula arsitektur tradisional Banjar. pertama terjadi sekitar tahun 3.000 – 1.500
sM. Kelompok ini terdiri dari kelompok Negrid
METODA PENELITIAN dan Weddid, dan saat ini sudah tidak
Penelitian ini berlokasi di kota ditemukan lagi kedua kelompok ini. Migrasi
Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan, selanjutnya terjadi secara bergelombang dari
dimana aspek sejarah sangat mendukung Asia Tenggara (Dongsong) yaitu sekitar 3.000
yaitu masih kuatnya tradisi (budaya) tahun SM yaitu kelompok Proto Melayu dan
masyarakat Banjar dalam kehidupan sehari- sekitar 500 tahun sM yaitu kelompok Deutero
hari. Dan juga masih terdapatnya situs Melayu .
peninggalan bangunan/rumah yang masih asli Sedangkan menurut Alfani Daud
dan terawat baik. 7 dari kelompok pendatang Melayu
Populasi dalam penelitian ini adalah terakhir inilah nantinya cikal-bakal nenek-
rumah tradisional yang berumur rata-rata lebih moyang Masyarakat Banjar, hal ini didasarkan
dari 50 tahun yang lalu, sampel dianggap bukti bahwa bahasa yang dikembangkan, yaitu
sebagai kasus. Penelitian ini menggunakan bahasa Banjar, dapat dianggap sebagai salah
multi-kasus untuk memperoleh hasil yang lebih satu dialek bahasa Melayu. Sedangkan suku
kuat, dan untuk studi multi-kasus ini jumlahnya Dayak Bukit yang sekarang tinggal di
tidak ditentukan terlebih dahulu jumlahnya, pegunungan Meratus diperkirakan merupakan
tergantung pada kebutuhan pengumpulan data sisa-sisa imigran/pendatang Melayu dari
dan analisis datanya Sampel yang digunakan gelombang pertama. Ini didasarkan pada
adalah sampel bertujuan (purposive sample) bahasa mereka yang diidentifikasikan sebagai
dan untuk pengumpulan datanya bahasa Banjar kuno serta tidak dimilikinya
menggunakan metode bola salju (snow ball tradisi memotong kepala (mengayau) seperti
sampling). tradisi Dayak lainnya
Instrumen atau alat penelitian yang Masyarakat Banjar termasuk dalam
digunakan dalam penelitian kualitatif adalah kelompok orang Melayu yang hidup di
peneliti sendiri. Hal ini didasarkan kemampuan Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga
manusia dari segi resposif, menyesuaikan diri, berdasar data sejarah, bukanlah penduduk asli
perluasan pengetahuan, memproses data, daerah ini, melainkan hasil percampuran dari
klarifikasi, kemampuan menggali informasi penduduk asli/Dayak, orang Melayu dan
lain, tidak direncanakan, tidak terduga dan pendatang berikutnya.
tidak lazim (Robert K. Yin : 1996). Saleh (1977) mengatakan bahwa
kedatangan kelompok orang Melayu ke

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume – Januari 200 , hal: 1 –
Kalimantan diperkirakan sebelum abad ke-4 orang sungai/orang laut, nampaknya tepat
M, yaitu ditandai dengan ditemukannya menggambarkan karakteristik kehidupan
prasasti tertua di Indonesia dari sisa kerajaan kelompok pendatang ini, dan menggambarkan
Kutai di Kalimantan Timur. Sedangkan proses migrasi mereka. Namun untuk
pendatang Melayu di Kalimantan Selatan keberadaan orang Melayu sendiri telah ada
diperkirakan pada abad ke 3- M, berasal dari jauh sebelum Islam masuk ke Kalimantan
masa kerajaan Sriwijaya. Mereka datang ke Selatan, (proto dan deutero Malay). Hanya
Kalimantan Selatan dan mendirikan kerajaan saja kebudayaan dan kepercayaan yang
pertama, yaitu Tanjung-Pura dengan dianut masih kepercayaan Hindu-Budha.
ibukotanya Tanjung-Puri, tepatnya di kota Sellato (1989) berpendapat mengenai
Tabalong saat ini. Dengan demikian sampai kelompok suku-suku di pulau Kalimantan yang
pada abad ke-4, masa kerajaan Tanjung-Pura, terbagi atas 8 kelompok suku; Orang Melayu,
Masyarakat Banjar (secara politis) bisa Orang Iban, Kelompok Barito, Kelompok Barat,
dikatakan belum muncul. Kelompok Timur Laut, Kelompok Kayan dan
Penduduk Kalimantan saat ini secara Kenyah, Orang Penan, dan Kelompok Utara
umum terbagi dua, yaitu : penduduk asli yang Tengah. Namun sebagaimana telah
merupakan orang Dayak dan semuanya dijelaskan, walaupun suku Dayak adalah
dianggap menganut kepercayaan anismisme, penduduk asli Kalimantan sedangkan orang
dan orang Melayu yang beragama Islam Melayu adalah pendatang, namun berdasar
(muslim). Selain itu juga terdapat asal-usulnya; kedua kelompok ini berasal dari
pendatang/keturunan lainnya, seperti Cina, percampuran ras yang sama.
India, dll. Penggunaan istilah Dayak sepadan
dengan orang darat atau orang hulu, ANALISIS ASAL MULA ARSITEKTUR
sedangkan istilah Melayu bagi orang Dayak TRADISIONAL BANJAR
adalah kelompok orang muslim/Islam atau Dari pengetahuan latar (background
sepadan dengan orang sungai atau orang laut. knowledge) yang ada, terdapat beberapa hal
Dan walaupun orang Melayu jumlahnya lebih yang dapat dijadikan dasar analisis untuk
banyak dari orang Dayak, kira-kira 90% dari menemukenali asal mula arsitektur tradisional
orang Melayu tersebut adalah orang Dayak Banjar. Dalam hal ini analisis dilakukan
juga yang telah menganut ajaran Islam. terhadap empat aspek yang sangat berperan,
Adapun orang Melayu sejati berasal dan yaitu; aspek sejarah, aspek lingkungan, aspek
merujuk orang Sumatera, Brunei, dan budaya, dan aspek religi/upacara keagamaan.
Semenanjung Melayu.
Dengan demikian berarti istilah orang Aspek Sejarah
Melayu, jika diartikan sebagai orang Aspek kesejarahan tidak akan pernah
muslim/Islam, di Kalimantan baru dikenal bisa dilepaskan dari kajian masa lalu,
setelah masuknya Islam itu sendiri ke termasuk kajian arsitektur tradisional Banjar
Kalimantan, yang sebagian besar dianut orang yang telah lama berkembang. Terdapat
Melayu. Sedangkan jika disepadankan dengan beberapa tonggak sejarah yang perlu dicatat

Analisis Asal Mula Arsitektur Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah Bubungan Tinggi – Ira Mentayani
dalam memahami arsitektur tradisional Banjar, yang dipakai pada candi Agung di
antara lain : Tabalong dan Candi Laras di Margasari-
a. Menurut Saleh (1977) pendatang Melayu Marampian menunjukkan bahwa
di Kalimantan Selatan diperkirakan pada bahannya tidak berasal dari daerah
abad ke 3-4 M, berasal dari masa Kalimantan Selatan, namun serupa
kerajaan Sriwijaya. Mereka datang ke dengan batu di Trowulan (Jawa Timur).
Kalimantan Selatan dan mendirikan e. Permulaan abad ke-15, Majapahit
kerajaan pertama, yaitu Tanjung-Pura menyerang dan menaklukkan kerajaan
dengan ibukotanya Tanjung-Puri, Negara-Dipa, sehingga muncullah
tepatnya di kota Tabalong. kerajaan ketiga yaitu kerajaan Negara-
b. Abad ke-13 terjadi perebutan kekuasaan Daha yang dipimpin oleh Maharaja Sari
antara Ken Arok dengan Kertajaya, Kaburangan. Dan pusat kekuasaan
akibatnya terjadilah arus pengungsian dipindahkan ke daerah pesisir, yaitu
dari Jawa Timur (Kediri Utara) ke Muhara Rampiau. Ada pengaruh budaya
Kalimantan Selatan dipimpin oleh Empu Jawa pada kerajaan ini yang ditandai
Jatmika. dengan ditemukannya candi,
c. Para imigran orang Kaling dari kerajaan diterapkannya sistem pemerintahan,
Kuripan atau Jenggala di Kediri Utara sosial dan keagamaan dalam lingkungan
(Jawa Timur) ini selanjutnya kehidupan kerajaan. Di samping
mengembangkan kota-kota yang telah pengaruh budaya Melayu dan Dayak
ada dari masa kerajaan Tanjung-Pura. yang sudah ada dan mengalami
Dalam bidang sosial para pendatang ini percampuran sebelumnya.
cepat menyesuaikan dengan budaya f. Keadaan kerajaan Negara Daha pada
setempat khususnya bahasa, yaitu permulaan abad ke-16 digambarkan
percampuran bahasa Melayu dengan penuh dengan perseteruan antara
bahasa Dayak (Ma’anyan, Lawangan, Pangeran Samudera sebagai pewaris
Bukit, dan Ngaju) yang dikenal sebagai sah kerajaan Negara Daha dengan
bahasa Banjar kuno. pamannya Pangeran Temenggung.
d. Dengan andil Empu Jatmika, mereka g. Menurut Gazali Usman (1996) pada masa
mendirikan dinasti baru, yaitu kerajaan pemerintahan Pangeran Tamenggung,
Negara-Dipa. Negara-Dipa berasal dari terjadi perlawanan yang dipimpin oleh
bahasa Ngaju, dipah ten yang berarti Raden Samudera yang merupakan
seberang situ, sedangkan dalam catatan pelarian politik. Perlawanan ini dibantu
kesusasteraan Jawa dikenal dengan oleh para patih dari daerah muara, yaitu
nama tanah sabrang. Kerajaan Negara- muara Sungai Kuin yang terletak antara
Dipa ini sangat dipengaruhi oleh budaya Pulau Kembang dan Pulau Alalak. Atas
Jawa, ditandai dengan ditemukannya bantuan dan saran dari patih Masih,
candi Agung dan candi Laras di daerah Pangeran Samudera meminta bantuan
bekas kerajaan ini. Berdasar tipologi batu pada Demak. Demak bersedia

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume – Januari 200 , hal: 1 –
memberikan bantuan dengan dilandasi daerah Kayu Tangi, Martapura. Dan pada
dua motif, yaitu : untuk menyambung pertengahan abad ke-17 akibat perebutan
kebesaran Majapahit, dan menyebarkan kekuasaan, ibukota kerajaan terbagi dua,
agama Islam di Kalimantan Selatan, yakni di Banjarmasin di bawah Sultan Agung
Raden Samudera dan pengikutnya masuk dan di Martapura di bawah Panembahan
Islam. Ratu.
h. Akhirnya perebutan kekuasaan Dari catatan panjang sejarah tersebut,
dimenangkan oleh Pangeran Samudera dapat disimpulkan bahwa terbentuknya
dan berganti nama menjadi Sultan arsitektur tradisional Banjar sangat
Suriansyah setelah memeluk Islam. dipengaruhi oleh perkembangan sosial dan
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1526 M. politik (termasuk latar belakang terbentuknya)
Kemenangan tersebut menjadi awal kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan.
zaman baru di Kalimantan Selatan; Pengaruh ini bahkan telah berlangsung jauh
pertama, Demak secara politis berhasil sebelum berdirinya kerajaan tersebut. Bahkan,
mengembalikan pengaruh kekuasaan sebagai hasil kebudayaan manusia,
Majapahit; kedua, Islam masuk dan keberadaan arsitektur masyarakat Banjar
membuka daerah penyebarannya; dan nampaknya jauh lebih tua dari momen
ketiga, terbentuknya kerajaan/kesultanan berdirinya kerajaan Banjar atau terbentuknya
Banjar. entitas Banjar secara politis.
i. Menurut Irfan Mahmud (1999) Pangeran Dari paparan diatas dapat dipastikan
Samudera memindahkan penduduk bahwa keberadaan arsitektur tradisional
bekas kerajaan Negara-Daha dan pusat ditinjau dari aspek historis/kesejarahan
kekuasaanya ke daerah pesisir yang merupakan kelanjutan dari kehidupan
banyak dihuni oleh orang Melayu yaitu masyarakat tradisional yang telah ada pada
Banjar Masih atau kampung orang masa lalu, yaitu dalam hal ini kehidupan
Melayu/orang berbahasa Melayu, masyarakat sungai (Melayu) di sepanjang
tepatnya daerah Kuin di Banjarmasin saat tepian sungai (Banjar) atau yang lebih dikenal
ini. Namun asal-usul penduduk, bahasa, dengan Banjar Masih (yaitu perkampungan
agama/kepercayaan dan budaya telah orang Melayu di sepanjang tepian Sungai).
ada dan berkembang jauh sebelumnya.
j. Selanjutnya menurut Saleh (1977) Lingkungan
kerajaan Banjar ini berkembang terus dan Aspek lingkungan alam secara
dipimpin secara turun temurun oleh 18 alamiah akan membentuk pribadi dan karakter
penguasa / raja Banjar dari tahun 1526 – budaya masyarakat Kalimantan Selatan
1859. Pada tahun 1612 dalam masa (Banjar).
pemerintahan Panembahan Marhum Analisis aspek lingkungan yang
terjadi pertikaian dengan Belanda yang berkaitan dengan pembentukan arsitektur
berakibat dihancurkannya keraton Banjar. tradisional Banjar adalah;
selanjutnya ibukota kerajaan dipindah ke

Analisis Asal Mula Arsitektur Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah Bubungan Tinggi – Ira Mentayani
a. Posisi geografis yang terletak di daerah kebudayaan dipahami sebagai sesuatu yang
pesisir cenderung bersifat terbuka menunjuk kepada sistem simbol. Untuk itu,
terhadap masuknya pengaruh dan kebudayaan yang merupakan tingkah laku dan
budaya luar. Sehingga beberapa pemahaman hidup suatu kelompok
pertemuan budaya dimungkinkan, dan masyarakat sudah pasti akan dapat dipahami
dari pertemuan ini melahirkan bentuk- melalui simbol-simbol yang dibuat oleh
bentuk budaya baru. Juga adanya sifat kelompok masyarakat tersebut, yang juga
mudah menerima dan menyesuaikan sekaligus merupakan media
dengan budaya lain. penyimpan/perekamnya.
b. Kondisi topografi yang relatif sama, yaitu Simbol ini dapat bermacam-macam
tanah lunak (rawa, sungai, atau berair). bentuknya, namun yang pasti hal-hal yang
Kondisi ini menjadi inspirasi menjadi simbol merupakan budaya yang
berkembangnya budaya, ekonomi, sosial sangat dipahami dan menuntun (budaya
kemasyarakatan, pertanian, dlsb. yang generik). Arsitektur tradisional Banjar, sebagai
bercirikan masyarakat lahan basah. salah satu wujud kebudayaan tentunya juga
c. Sumber daya alam (kayu) yang melimpah termasuk salah satu simbol yang
mendominasi kehidupan masyarakat, hal menyimpan/merekam budaya generik
ini ditunjukkan dari bentuk-bentuk Masyarakat Banjar.
kebudayaan setempat, termasuk untuk Dalam arsitektur tradisional Banjar,
bahan bangunan, pengetahuan dan simbol-simbol diungkapkan melalui,
teknologi, peralatan, dlsb.. a. Seni ukir (tatah) sebagai media
d. Lingkungan sungai, yang keberadaannya penuangan.
cukup banyak, panjang, dan lebar, b. Bentuk flora, fauna, dan kaligrafi sebagai
menjadi gantungan hidup sebagian besr simbol ungkapan budaya dan religi.
masyarakatnya. Sehingga keterikatan c. Warna (kuning, hijau, merah, putih)
baik secara fisik maupun psikologis sebagai unsur pelengkap simbol.
sangat kuat. Dari analisis aspek d. Lokasi penempatan ukiran (tatah) yang
lingkungan, karakteristik arsitektur berada pada bagian-bagian tertentu
tradisional Masyarakat Banjar yang bangunan yang mengandung maksud
terpenting dan unik adalah dalam bidang tertentu.
teknologi bangunan/konstruksi kayu untuk e. Seni sastra (mitos, cerita rakyat,
daerah bertanah lunak. Dan teknologi legenda/dogeng, pantun, peribahasa, dll.)
tersebut merupakan satu kesatuan jiwa sebagai ungkapan/ajaran/norma yang
dalam keseharian yang dikenal dengan dianut dalam kehidupan bermasyarakat.
“kebudayaan sungai” f. Peralatan dan teknologi yang
menunjukkan kearifan masyarakat
Budaya tradisional dalam menjalani kehidupan
Aspek budaya merupakan suatu kajian sehari-hari.
yang sangat luas, namun dalam kajian ini

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume – Januari 200 , hal: 1 –
Untuk itulah untuk menggali masyarakat Banjar dapat melihat pada unsur
pemahaman tentang arsitektur tradisional religinya.
Banjar perlu dipahami pula aspek budaya Secara keseluruhan kepercayaan
(generik) yang dianut masyarakat Banjar. yang dianut oleh masyarakat Banjar (orang
Selanjutnya, terkait dengan aspek Banjar) dibedakan menjadi tiga kategori.
kesejarahan, pengaruh masa kejayaan Islam Pertama; adalah kepercayaan yang bersumber
sangat mendominasi berbagai simbol budaya dari ajaran agama Islam, dan isinya tergambar
dalam masyarakat Banjar (walaupun pengaruh dari rukun Iman yang enam. Kedua; adalah
agama/kepercayaan asli masih sangat kuat, kepercayaan yang mungkin ada kaitannya
yaitu animisme dan Hindu). Sedangkan dalam dengan struktur masyarakat Banjar pada
konteks lingkungan, maka simbolisasi unsur zaman dahulu (zaman sultan-sultan dan
flora dan fauna yang ada di lingkungan sebelumnya). Ketiga; adalah kepercayaan
setempat sangat dominan. yang berhubungan dengan tafsiran
masyarakat atas alam lingkungan sekitar.
Religi dan Upacara Keagamaan Dari gambaran analisis terhadap
Menurut Alfani daud (1997) definisi aspek kesejarahan, lingkungan, budaya, dan
religi lebih mengarah kepada aspek religi/upacara keagamaan dapatlah dipahami
kepercayaan, yaitu suatu kepercayaan yang bahwa arsitektur tradisional Banjar telah
diterima dengan benar, tetapi tidak bisa terbentuk/ada jauh sebelum terbentuknya
dibuktikan secara empiris. Pendapat lain masyarakat Banjar itu sendiri. Arsitektur
mengatakan bahwa semua kepercayaan tradisional Banjar merupakan hasil
selalu didahului oleh tindakan, sehingga religi kebudayaan yang sangat bijaksana,
bukan hanya kepercayaan tetapi selalu khususnya dalam mengungkapkan kondisi
melibatkan tindakan/perbuatan tertentu. Juga lingkungan alam sekitar dimana arsitektur
dikemukakan bahwa untuk kepercayaan tersebut lahir. Juga terdapat muatan budaya
religius harus terdapat tindakan dunia yang yang sangat tinggi yang diungkapkan secara
terkait dengannya, atau upacara adalah religi simbolis yang sangat didasari atas
yang in action. kepercayaan atas ajaran agama.
Religi, sebagai unsur kebudayaan Berdasar analisis tersebut di atas
yang paling stabil terhadap perubahan (dalam maka selanjutnya dapat diperbandingkan
bentuk konkret), telah menjadi suatu tradisi dengan kondisi empiris yang ada, yaitu
dalam masyarakat Banjar, dan maknanya peninggalan arsitektur tradisional Masyarakat
tersimpan dalam bentuk-bentuk simbolik. Banjar. Adapun peninggalan arsitektur
Dalam kebudayaan masyarakat Masyarakat Banjar yang masih ada, salah
Banjar, unsur religi ini merupakan unsur yang satunya adalah tipe Rumah Bubungan Tinggi
paling banyak mempengaruhi. Hampir semua yang ada di Desa Teluk Selong Ulu,
simbol budaya dan tradisi terkait dengan unsur kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar.
religi, sehingga utnuk memahami kebudayaan

Analisis Asal Mula Arsitektur Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah Bubungan Tinggi – Ira Mentayani
ANALISIS ARSITEKTUR MASYARAKAT
BANJAR
Berkaitan dengan aspek sejarah, pada
masa kerajaan Banjar masih berdiri Desa
Teluk Selong Ulu ini dikenal juga dengan
nama Kayu Tangi. Daerah Kayu Tangi ini
pernah menjadi ibukota kerajaan, yaitu pada
saat penjajah Belanda menyerang dan
menghancurkan keraton Banjar di Banjarmasin
(1612 M). Peristiwa ini terjadi pada masa
Sultan Musta’in Billah 650-1678). .
Penyerangan dan peng- hancuran keraton Gambar Rumah Tradisional Bubungan Tinggi
yang berlokasi di pinggiran sungai
Banjar dipicu oleh terbunuhnya utusan
Belanda pada tahun 1607 M. Akibat dari
Kuatnya memori tersebut terlihat juga
peristiwa tersebut, ibukota kerajaan dipindah
pada penyebutan arah saat melakukan
ke daerah yang bernama KayuTangi (Nama
perjalanan, jika ingin menuju ke arah pesisir
Teluk Selong Ulu mulai dipakai tahun 1912).
maka penyebutan yang lazim adalah “ke laut“
Juga akibat dari peristiwa penyerangan itu
sedangkan sebaliknya, “ke bukit; naik ke darat;
yang menyebabkan saat ini tidak dapat
mudik ke hulu; atau labuh ke Banjar“. Bukti-
ditemukan lagi bangunan/arsitektur
bukti tradisi ini merupakan warisan bentuk
peninggalan Kerajaan Banjar di Banjarmasin.
kehidupan yang sudah muncul sejak sebelum
Proses perpindahan lokasi selalu
berdirinya Kerajaan Banjar
mengikuti daerah tepian sungai, hal ini me-
Faktor lingkungan alam yang basah
nunjukkan kuatnya “budaya sungai” dalam
diantisipasi dengan adanya teras atau
kehidupan masyarakat. Juga penggunaan
palataran pada bagian paling depan. Teras ini
nama teluk, anjir, sei, dan juga nama-nama
dapat juga dipandang sebagai halaman
lainnya yang masih berhubungan dengan
rumah, sebab di daerah yang tergenang air
air/sungai/laut dalam penyebutan nama
atau rawa tidak mungkin memiliki halaman
daerah diindikasi merupakan bagian dari
untuk beraktifitas. Tamu yang datang terlebih
memori kolektif masyarakat di daerah
dahulu harus membersihkan kaki di bagian
Kalimantan Selatan.
surambi muka. Hal ini karena umumnya tanah
Dalam sejarah panjang pembentukan
yang basah/berlumpur menyebabkan kaki
rupa bumi dan juga kedatangan para
kotor. Di teras bagian pertama (surambi muka)
penduduk di daerah ini sangat terkait dengan
disediakan sebuah tempat air untuk mencuci
proses dan jalur pelayaran laut, sehingga
kaki yang disebut balanai atau disebut juga
terbentuklah nama-nama daerah dengan
pambasuhan.
nama yang berkaitan dengan asosiasi
Selain bagian palataran, salah satu
air/sungai/laut tersebut.
yang menjadi ciri khas rumah Bubungan Tinggi

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume – Januari 200 , hal: 1 –
adalah adanya/ terdapatnya anjung. Oleh dan serambi. Kelima; adanya seni ukir,
karena itu di lingkungan lokal, rumah ini biasa khususnya bermotif geometris yang menghiasi
disebut dan dikenal sebagai rumah baanjung, sebagian besar elemen rumah, seperti pagar,
atau dapat diartikan rumah yang memiliki tangga, pintu, jendela, ventilasi, dll.
anjung.
Palatar Balakang
Anjung merupakan ruang yang berada - 1,30

di samping kiri dan kanan dan terlihat dengan


jelas dari bagian depan. Anjung sehari-hari
Pedapuran
berfungsi sebagai tempat tidur, istirahat, - 1,27
beribadah, dan menyimpan perlengkapan
Palatar Balakang
pribadi. - 1,30

Panampik Padu
Melihat pada keberadaan anjung ini, - 0,94
sangat terasa adanya pengaruh
Pedapuran
kebudayaan
- 1,27
rumah tinggal suku bangsa Melayu. Terlebih
jika dilihat kembali ke latar belakang sejarah
Anjung Jurai Anjung Jurai
+ 0,30 Panampik Dalam + 0,30
yang ada, nampaknya Rumah
Panampik Padu Bubungan ± 0,00
- 0,94
Tinggi lebih dipengaruhi oleh kebudayaan,
termasuk gaya rumah tinggal Suku Melayu.
Dalam arsitektur
Anjung Jurai
rumah Melayu umumnya
Anjung Jurai Anjung Kiri Panampik Panangah Anjung Kanan
+ 0,30 Panampik Dalam + 0,30 + 0,30 ± 0,00 + 0,30
memliki beberapa ciri yang
± 0,00 juga ditemukan

pada rumah masyarakat Banjar. Pertama;


lokasi tempat tinggal yang berdekatan dengan
Panampik Basar
Anjung Kiri Anjung Kanan
pesisir, atau bahkanPanampik
+ 0,30
Panangah
di daerah
± 0,00
pesisir/berair.
+ 0,30
± 0,00

Kedua; memiliki bentuk rumah panggung,


Panampik Tangah
bentuk ini sangat terkenal di kalangan ± 0,00
Panampik Basar
masyarakat pedalaman, dimana
± 0,00 rumah orang
Melayu sangat identik dengan rumah Panampik Kacil
± 0,00
Panampik Tangah
panggung. Ketiga; bentuk atap yang berlipat-
± 0,00
lipat dengan bentuk utama yang menjulang
Panampik Kacil
tinggi ke atas, sekitar 60 ±–0,00
70 derajat. Bentuk
Lapangan Pamedangan
ini selain secara fungsional untuk mem- - 0,98

percepat jatuhya air, juga perlambang


Lapangan
ketinggian budi. Juga adanyaPamedangan
bagian atap lain
- 0,98 Surambi Sambutan
- 1,03
yang lebih landai, dimana garis sindang yang 100 2
relatif datar mendekati sudut 50 – 60 derajat,
Surambi Sambutan Surambi Muka
- 1,13 SKALA
- 1,03
seakan akan garis batas cakrawala. Dan di sisi
100 200
kiri dan kanan atap, terdapat dinding tawing
Surambi Muka
- 1,13 SKALA
layar atap. Keempat; adanya jenis dan fungsi Gambar 2. Organisasi Ruang Rumah
ruang yang sebagian serupa, seperti anjung Bubungan Tinggi

Analisis Asal Mula Arsitektur Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah Bubungan Tinggi – Ira Mentayani
92,00 92,00 107,00 107,00 92,00 92,00 92,00 92,00 107,00 107,00 92,00 92,00

184,00 214,00 184,00 184,00 214,00 184,00

376,00 582,00 376,00 376,00 582,00 376,00

A B C D E F F E D C B A

Gambar 3. Tampilan Bangunan didominasi atap bubungan dan atap sindang. Sedangkan
dari depan sangat menonjol palataran dan anjung.

Perkembangan kebudayaan Melayu di Struktur rumah bubungan tinggi


daerah semenanjung Melayu telah ada jauh seluruhnya terbentuk dari konstruksi kayu.
sebelum adanya pendatang/imigran dari tanah Selanjutnya kontruksi tersebut membentuk
Jawa ke Kalimantan. Dan dalam sejarah satu kesatuan sistem struktur rangka yang
perkembangan kebudayaan, imigran Jawa sangat stabil dan memiliki kekakuan baik
lebih terpusat di daerah pedalaman daripada secara vertikal maupun lateral. Secara vertikal,
di pesisir. Sejarah kehidupan pesisir dalam bangunan dengan ukuran yang sangat
kerangka kerajaan Banjar terjadi setelah panjang mampu berdiri seimbang di atas
Sultan Suriansyah (Pangeran Samudera) landasan yang sangat lemah. Hal ini tentu
memindahkan eks pusat kerajaan dan membutuhkan keahlian untuk meng- hindari
penduduk Negara Dipa. Dan berdasar hal ini kemungkinan adanya penurunan bangunan
perkembangan budaya yang lebih dominan yang tidak merata. Secara lateral, bangunan
selanjutnya adalah budaya kehidupan pesisir mampu bertahan terhadap adanya perbedaan
(Melayu). beban bangunan. Kembali pada sejarah
Aspek kebudayaan yang sangat terbentuknya masyarakat Banjar, tentunya
terlihat bukti konkretnya adalah hasil budaya konteks budaya yang lebih maju/mengenal
berupa teknologi struktur bangunan. baik kondisi lingkungan pada masa itu sangat
Keunggulan teknologi ini didasarkan menentukan.
pada kearifan budaya masyarakat Banjar Melihat pada aspek desain dan
dalam mengolah hasil alam (kayu) dan konstruksi rumah Bubungan Tinggi, nampak
mengatasi kendala alam (tanah basah). bangunan dibangun dengan tujuan untuk
jangka waktu yang lama. Hal ini berbeda

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume – Januari 200 , hal: 1 –
dengan sebagian karakteristik permukiman
masyarakat Dayak di Kalimantan umum- nya
yang bersifat non permanen. Dalam tradisi
permukiman masyarakat Dayak Bukit
(Meratus) misalnya; permukiman (Balai)
dibangun dengan desain, bahan, dan juga
konstruksi yang sangat berbeda. Bahkan Balai
sering berpindah-pindah mengikuti lingkungan
Gambar 5. Konstruksi tiang (tihang) yang disatukan
perladangan, dan bangunan selalu dibangun oleh balok pengikat (watun) dengan
sistem pasak.
kembali di tempat yang baru.
Kunci kekuatan dan kestabilan
bangunan terletak pada sistem struktur rangka
kaku yang dibentuk oleh 3 elemen utama,
yaitu elemen tiang (tihang), balok watun
(watun barasuk), dan balok pengaku
(panapih). Ketiga elemen tersebut saling
mengikat dan mengakukan, sehingga
bangunan menjadi satu kesatuan.
Gambar 6. Konstruksi balok pengikat (watun)
Pondasi pada rumah Bubungan Tinggi selanjutnya diikat lagi oleh balok
pengaku (panapih).
merupakan bagian yang utama. Dengan
besarnya ukuran, volume, dan berat bahan
bangunan, ditambah faktor bangunan berdiri di
atas tanah yang memiliki daya dukung sangat
lemah (tanah rawa) maka konstruksi pondasi
ini menjadi sangat penting. Dengan usia
bangunan yang lebih dari 100 tahun,
kestabilan bangunan masih terjaga dengan
sangat baik.
Gambar 7. Konstruksi rangka atap (bubungan)
yang disebut sangga ribut.

SIMPULAN
Arsitektur tradisional Masyarakat Banjar
adalah wujud kebudayaan masyarakat
yang tinggal di Pulau Kalimantan, dan
telah terbentuk/terwujud sejak jauh lebih
Gambar 4. Konstruksi pondasi dengan sistem balok tua daripada terbentuknya kerajaan
kayu (log). Bangunan jadi mengapung Banjar, ataupun entitas masyarakat
di atas tanah basah.
Banjar.

Analisis Asal Mula Arsitektur Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah Bubungan Tinggi – Ira Mentayani
Rumah Bubungan Tinggi adalah salah
Saliya, Yuswadi. “Arsitektur Tradisional
satu arsitektur tradisional Masyarakat
Indonesia: Beberapa Catatan
Banjar yang berasal dari arsitektur Pendahuluan. Monumen dan Situs
Indonesia. (ICOMOS)
masyarakat Melayu yang ada di pesisir.
Arsitektur tradisional Masyarakat Banjar Sellato, Bernard. 1989. Naga dan Burung
Enggang. terj.Winarsih Arifin
dalam perkembangannya dipengaruhi
pula oleh kebudayaan lain (Dayak dan Shihab, Alwi. 2001. Islam Sufistik. Bandung :
MIZAN
Jawa). Dan sangat dominan dipengaruhi
ajaran Islam (selain masih adanya Usman, H.A. Gazali. et. al 6 Integrasi
Nasional, Suatu Pendekatan Budaya
pengaruh ajaran Hindu dan kepercayaan
Daerah Kalimantan Selatan. Proyek
lain). Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai
Budaya Daerah Kalimantan Selatan.
Kearifan budaya lokal dalam mengatasi
Banjarmasin: CV Prisma Muda
kondisi lingkungan alam menjadi faktor Banjarmasin
utama bentuk/wujud fisik arsitektur
Yatim, Badri. 1998. Sejarah Peradaban Islam.
tradisional Banjar secara fisik. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

DAFTAR PUSTAKA
Daud, Alfani. 7 Islam dan Masyarakat
Banjar : Deskripsi dan Analisa
Kebudayaan Banjar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada

Mahmud, M. Irfan. “Hubungan


Primordial dan Tuntutan Hak Historis
Jawa atas Banjarmasin” Naditira Widya.
No. 03/1999. Banjarmasin : Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional

Robert, K. Yin.1996. Studi Kasus, Desain dan


Metoda. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada

Saleh, M. Idwar. 1977. Rumah Tradisional


Banjar, Rumah Bubungan Tinggi. Dirjen
Kebudayaan. Depdikbud Prop.
Kalimantan Selatan. Banjarbaru :
Museum Negeri Lambung Mangkurat

Saleh, M.Idwar 77 Sejarah Daerah


Kalimantan Selatan. Dirjen Kebudayaan.

Banjarmasin: Proyek Penelitian dan


Pencatatan Kebudayaan Daerah

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume – Januari 200 , hal: 1 –

Anda mungkin juga menyukai