Anda di halaman 1dari 55

TUGAS FARMAKOLOGI

NAMA : NAZILA SUBETAN

NIRM : 1603011

DOSEN PJ : Febrianika Ayu Kusumaningtyas, S.Farm

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH
MANADO
2017
A. OBAT ASMA

1. Pengertian

Asma adalah penyakit yang diperantarai oleh ikatan antibody kepada


selmast pada mukosa saluran nafas. Pada pemaparan ulang oleh antigen, ikatan
antara antigen-antibodi pada permukaan sel mast mencetuskan pelepasan mediator
dan sintesis serta pelepasan mediator lain.

Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab


atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma
persisten.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
(hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam
dan/atau dini hari.

a. Penggolongan

1. Simpatomimetik

Contoh obat antara lain :

1) Epinefrin
2) Efedrin
3) Isoproterenol
Mekanisme Kerja

Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :

1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya


vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas
dan irama jantung.
3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens
mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.

Indikasi

Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan,


bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap
gejala yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk
mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja
singkat (seperti albuterol, bitolterol,pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan
untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan
fisik.

Kontra indikasi

Obat simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita; yang alergi


terhadap obat dan komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung
yang berhubungan dengan takikardia, angina, aritmia ventrikular yang
memerlukan terapi inotopik, takikardia atau blok jantung yang berhubungan
dengan intoksikasi digitalis (karena isoproterenol), dengan kerusakan otak
organik, anestesia lokal di daerah tertentu (jari tangan,jari kaki) karena adanya
risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi jantung, insufisiensi
jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena efinefrin);
pada beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma sudut sempit,
syok nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon halogenasi atau
siklopropan (karena epinefrin dan efedrin).

Efek samping

Umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek kumulatif
yang dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada beberapa
kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk sementara waktu.

2. Metil xantin

Contoh obat antara lain :

1) Aminofillin
2) Teofilin
3) Difilin dan oktrifilin

Mekanisme kerja

Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan


merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal,
merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung,
menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus.
Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan.Aminofilin mempunyai efek
kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu
menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan
penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.
Indikasi

Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan


bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema.

Kontra indikasi

Hipersensitivitas terhadap semua xantin, peptik ulser, mengalami


gangguan seizure (kecuali menerima obat-obat antikonvulsan yang
sesuai).Aminofilin : hipersensitif terhadap etilendiamin. Supositoria aminofilin :
iritasi atau infeksi dari rektum atau kolon bagian bawah.

Efek samping

Reaksi efek samping jarang terjadi pada level serum teofilin yang < 20
mcg/mL. Pada level lebih dari 20 mcg/mL : mual, muntah, diare, sakit kepala,
insomnia, iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL : hiperglisemia,
hipotensi, aritmia jantung, takikardia (lebih besar dari 10 mcg/mL pada bayi
prematur), seizure, kerusakan otak dan kematian.

Lain – lain: demam, wajah kemerah-merahan, hiperglikemia, sindrom


ketidaksesuaian dengan hormon antiduretik, ruam, kerontokan pada rambut.
Etildiamin pada aminofilin dapat menyebabkan reaksi sensitivitas termasuk
dermatitis eksfoliatif dan urtikaria.
3. Antikolinergik

Contoh obat antara lain :

a) Ipratropium Bromida

Mekanisme kerja

Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik


(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara
mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada
tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.Ipratropium bromida (semprot hidung)
mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi
kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.

Indikasi

Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator


lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan
bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,
termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.

Kontra indikasi

Hipersensitif terhadap ipratropium bromida, atropin dan turunannya.

Efek samping
Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru obstruksi kronik
yang semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut kering, dispepsia, dipsnea,
epistaksis, gangguan pada saluran pencernaan, sakit kepala, gejala seperti
influenza, mual, cemas, faringitis, rinitis, sinusitis, infeksi saluran pernapasan atas
dan infeksi saluran urin.

b) Tiotropium Bromida

Mekanisme Kerja
Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya
digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium
menunjukkan efek farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot
polos sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi
tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.

Indikasi
Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan
emfisema.

Kontra Indikasi
Riwayat hipersensitif terhadap atropin atau turunannya, termasuk
ipratropium atau komponen sediaan.

Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, terdiri dari sakit perut,
nyeri dada (tidak spesifik), konstipasi, mulut kering, dispepsia, edema, epistaksis,
infeksi, moniliasis, myalgia, faringitis, ruam, rhinitis, sinusitis, infeksi pada
saluran pernapasan atas, infeksi saluran urin dan muntah.
4. Kromolin Sodium dan Nedokromil
Contoh obat antara lain :
a. Kromolin Natrium

Mekanisme Kerja
Kromolin merupakan obat antiinflamasi.Kromolin tidak mempunyai
aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas
glukokortikoid.Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-
A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast.Kromolin
bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.

Indikasi
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan
profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien
dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan secara reguler.Pencegahan
bronkospasma (inhalasi, larutan dan aerosol) : untuk mencegah bronkospasma
akut yang diinduksi oleh latihan fisik, toluen diisosinat, polutan dari lingkungan
dan antigen yang diketahui.

Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap kromolin atau komponen sediaan.

Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan dengan penggunaan
kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi saluran pernapasan:
bronkospasme (biasanya bronkospasma parah yang berhubungan dengan
penurunan fungsi paru-paru/FEV1), batuk, edema laringeal (jarang), iritasi
faringeal dan napas berbunyi. Efek samping yang berhubungan dengan
penggunaan aerosol adalah iritasi tenggorokan atau tenggorokan kering, rasa tidak
enak pada mulut, batuk, napas berbunyi dan mual.

b. Nedokromil Natrium

Mekanisme Kerja
Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma.
Obat ini akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator dari
berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil,
makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat
perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap
antigen terinhalasi.

Indikasi
Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan sebagai terapi
pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada asma
ringan sampai sedang.

Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap nedokromil atau komponen sediaan.

Efek Samping
Efek samping yang terjadi pada penggunaan nedokromil bisa berupa
batuk, faringitis, rinitis, infeksi saluran pernapasan atas, bronkospasma, mual,
sakit kepala, nyeri pada dada dan pengecapan tidak enak.

5. Kortikosteroid
Contoh obat antara lain :
1) Deksametason
2) Metil Prednisolon
3) Prednison
4) Triamsinolon
5) Beklometason

Mekanisme Kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan
cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat
menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan
efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme
bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan
inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik
minimal.

Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang
memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari
penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada
anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma
yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien yang
kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non
asma

Kontra Indikasi
Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus
atau episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif
terhadap beberapa komponen, infeksi jamur sistemik, kultur sputum menunjukkan
hasil positif untuk Candida albicans.

Efek Samping
Lokal : iritasi tenggorokan, suara serak, batuk, mulut kering, ruam,
pernafasan berbunyi, edema wajah dan sindrom flu.
Sistemik : depresi fungsi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA).
Terjadinya kematian yang disebabkan oleh insufisiensi adrenal dan setelah
terjadinya peralihan dari kortikosteroid sistemik ke aerosol.

6. Antagonis Reseptor Leukotrien


Contoh obat antara lain :
a. Zafirlukast

Mekanisme Kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif
dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting
substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor
berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan
perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang
menimbulkan tanda dan gejala asma.

Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun.

Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen sediaan.

Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan infeksi.

b. Montelukast Sodium

Mekanisme Kerja
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif pada
penggunaan oral, yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil
(CysLT1).Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakhidonat dan
dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor
berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan
perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang
menimbulkan tanda dan gejala asma.

Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak >12 bulan.

Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap komponen sediaan.

Efek Samping
Asma : efek samping terjadi lebih pada 3% pasien seperti influenza. Pada anak
6-12 tahun, efek samping yang terjadi dengan frekuensi 2 % adalah diare,
laringitis, faringitis, mual, otitis, sinusitis, infeksi virus. Pada anak 2-5 tahun, efek
samping yang terjadi dengan frekuensi 2% adalah rinorea, otitis, sakit telinga,
bronkhitis, sakit lengan, rasa haus, bersin-bersin, ruam dan urtikaria.

c. Zilueton

Mekanisme Kerja
Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenase dan selanjutnya
menghambat pembentukan (LTB1, LTC1, LTD1, Lte1).

Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak >12 tahun.
Kontra Indikasi
Pasien penyakit liver atau kenaikan transaminase 3 kali atau lebih di atas
normal, hipersensitivitas terhadap zilueton atau beberapa komponen sediaan.

Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih seperti sakit kepala, nyeri,
sakit perut, rasa lelah, dispepsia, mual, myalgia.

7. Obat-Obat Penunjang
Contoh obat antara lain :
a. Ketotifen Fumarat

Mekanisme Kerja
Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara
nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel mast dan
menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi
hipersensitivitas.

Indikasi
Manajemen profilaksis asma.Untuk mendapatkan efek maksimum
dibutuhkan waktu beberapa minggu.Ketotifen tidak dapat digunakan untuk
mengobati serangan asma akut.

Efek Samping
Mulut kering, mengantuk dan rasa malas, meningkatkan nafsu makan,
menaikkan berat badan, stimulasi susunan saraf pusat dan reaksi kulit parah.

b. N-Asetilsistein

Mekanisme Kerja
Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada
molekul, yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida antara ikatan
molekular mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas
mukus.Aktivitas mukolitik pada asetilsistein meningkat seiring dengan
peningkatan pH.

Indikasi
Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus yang tidak
normal, kental pada penyakit bronkopulmonari kronik (emfisema kronik,
emfisema pada bronkhitis, bronkhitis asma kronik, tuberkulosis, amiloidosis paru-
paru);dan penyakit bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis,
trakeobronkhitis).

Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap asetilsistein.

Efek Samping
Stomatitis, mual, muntah, demam, rhinorea, mengantuk, berkeringat, rasa
sesak di dada, bronkokonstriksi, bronkospasma, iritasi trakea dan bronkial.
B. OBAT BATUK

1. Pengertian
Batuk merupakan reflex normal sistem pertamanan tubuh untuk
mengeluarkan “benda asing” dari saluran napas. Mekanisme terjadinya batuk
dibagi menadi 3 yaitu :

a. Fase Inspirasi

Pada fase ini udara yang masuk agak berlebih sehingga esofagus dan pita
suara menutup dan membuat udara yang berada di dalam paru-paru banyak dan
reflex paru-paru ingin

b. Fase Kompresi

Pada fase ini otot perut berkontraksi sehingga diafragma akan naik dan
menekan paru-paru, intercosta internus juga ikut berkontraksi sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan pada paru-paru sampe 100mm/hg.

c. Fase Ekspirasi

Pada fase ini oesofagus dan pita suara terbuka secara spontan dan udara
meledak keluar dari paru-paru. Udara yang keluar akan menggetarkan jaringan
saluran nafas sehingga menimbulkan suara batuk. Saat udara keluar dari paru-paru
dengan kecepatan yang relative tinggi, udara dapat melalui celah-celah bronkus
dan trakhea. Hal ini dapat membantu saluran pernafasan untuk membersihkan atau
mengeluarkan kotoran benda-benda asing.

2. Penggolongan

a. Antitusif
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada
gangguan saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.
Secara umum berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif
yang bekerja di perifer dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang
bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.

1). Antitusif yang bekerja di perifer

a. Obat-obat anestesi
1. Demulcent

Mekanisme kerja
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir.
Dan dapat merelaksasi otot polos bronkus.

Indikasi
Untuk menekan batuk dan membentuk lapisan pelindung di tenggorokan.

Kontra Indikasi :
Hipersensitif
b. Antitusif yang bekerja sentral.
Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan
yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan
non-narkotik.

1. Golongan Narkotik
Contoh obat :

a). Kodein

Mekanisme kerja
Merangsang reseptor susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan vasodilatasi.

Indikasi
Sebagai pereda nyeri ringan sampai sedang, untuk menghilangkan gejala batuk.

Kontra Indikasi
Hipersensitif, dan depresi saluran pernapasan.

Efek samping
Efek samping pada dosis biasa jarang ditemukan. Pada dosis agak besar dapat
timbul mual, muntah, konstipasi, pusing, sedasi, palpitasi, gatal-gatal, banyak
keringat dan agitasi.

2. Golongan Non Narkotik


Contoh obat :

a. Difenhidramin
Mekanisme kerja
Meniadakan secara kompetitif kerja histamine pada reseptor H1 dan tidak
mempengaruhi histamin yg ditimbulkan akibat kerja pada reseptor. Bekerja
sebagai anti kolinergik (memblok jalannya impuls-impuls yang melalui saraf
parasimpatik).

Indikasi
Obat ini termasuk golongan antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk
kronik pada bronchitis.

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek samping
Efek samping yang dapat timbul ialah mengantuk, kekeringan mulut dan hidung,
kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat.

b. Ekspektoran
Ekspektoran adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran
pernafasan. Ekspektoran bekerja dengan cara merangsang selaput lendir lambung dan
selanjutnya secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran nafas sehingga menurunkan
tingkat kekentalan dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat ini juga merangsang
terjadinya batuk supaya terjadi pengeluaran dahak.
Contoh obat :

1. Bromheksin.

Mekanisme kerja
Pengurangan viskositas dahak. Stimulasi pada sekresi, gerakan siliar, pembentuk
surfaktan. Perbaikan penangkal imunologis setempat.

Indikasi

Sekretolitik pada infeksi jalan pernapasan yang akut dan kronis serta pada penyakit paru
dengan pembentukan mucus berlebih

Kontraindikasi

Hipersensitivitas, wanita hamil, menyusui.

Efek samping

Reaksi alergi, gangguaan gastrointestinal ringan.

2. Ambroxol

Mekanisme kerja

Nitrat oksida yang berlebihan (NO) dikaitkan dengan inflamasi dan beberapa
gangguan lain fungsi saluran nafas. NO meningkatkan aktivasi guanylate cyclase
larut dan akumulasi cGMP. Ambroxol telah terbukti menghambat NO dependent
dari aktivasi larut guanylate cyclase. Juga mungkin bahwa penghambatan aktivasi
NO-dependent dari larut guanylate cyclase dapat menekan sekresi lendir yang
berlebihan, sehingga menurunkan viskositas lendir dan meningkatkan transportasi
mukosiliar dari sekresi bronkial.

Indikasi

Sebagai sekretolitik pada gangguan pernafasan akut dan kronis, khususnya pada
eksaserbasi bronchitis kronis, bronchitis asmatik.

Kontra Indikasi
Hipersensitif.

Efek samping

Pembengkakan wajah, demam, dyspepsia.

C. ENZIM UNTUK PENGOBATAN


1. Pengertian

Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa


yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.
Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh
enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah
molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk. Hampir
semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan
cukup cepat.

2. Mekanisme Kerja

Di awal proses reaksi, beberapa enzim mengubah diri, namun kembali ke


bentuk semula begitu proses berakhir. Enzim merangsang laju reaksi kimia
dengan cara membentuk kompleks dengan substrat sehingga menekan energi
aktivasi yang diperlukan tubuh dalam reaksi kimia. Mekanisme cara kerja enzim
adalah sebagai berikut :

a) Menciptakan lingkungan dengan transisi terstabilisasi untuk menurunkan


energi aktivasi. Misalnya, dengan cara mengubah substrat.
b) Menurunkan energi transisi dengan menciptakan lingkungan yang terdistribusi
muatan berlawanan dan tanpa mengubah bentuk substrat sedikitpun.
c) Membentuk lintasan reaksi alternatif.
d) Menggiring substrat pada orientasi yang tepat untuk bereaksi, dengan cara
menurunkan perubahan entropi reaksi. Dilihat dari cara kerja enzim tersebut,
bagian enzim yang aktif sebagai katalis memiliki gugus prostetik yang
bentuknya sangat spesifik sehingga hanya bisa bereaksi terhadap molekul
dengan bentuk yang spesifik pula. Dengan demikian, cara kerja enzim bisa
digambarkan dengan teori gembok dan anak gembok atau teori kecocokan
yang terinduksi. Berikut ini penjelasannya :

1. Lock and Key (Gembok dan Kunci)


Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim
karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active
site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan
sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok,
sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-
substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada
konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok. Jika enzim mengalami
denaturasi (rusak) karena panas, maka bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat
tidak sesuai lagi.

2. Teori Kecocokan Induksi (Daniel Koshland)


Menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat
berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian
rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling
melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel.
Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengajukan hipotesis
bahwa dalam reaksi enzim terjadi dahulu kompleks enzim-substrat yang kemudian
menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali.

Michaelis dan Menten berkesimpulan bahwa kecepatan reaksi tergantung


pada konsentrasi kompleks enzim-substrat [ES], sebab apabila tergantung pada
konsentrasi substrat [S], maka penambahan konsentrasi [S] akan menghasilkan
pertambahan kecepatan reaksi yang apabila digambarkan akan merupakan garis
lurus.

3. Enzim Untuk Pengobatan

a) Streptokinase

Adalah suatu protein (tetapi bukan enzim itu sendiri) yang disentesis oleh
streptococus yang bergabung dengan plasminogen proaktivator. Komplek enzim
ini mengkatalisis konversi dari plasminogen inaktif menjadi plasmin aktif.

MekanismeKerja Streptokinase

Mekanisme Kerja streptokinase hampir sama dengan urokinase. Perbedaannya


streptokinase harus membentuk kompleks terlebih dahulu dengan plasminogen
untuk dapat mengaktifkan plasminogen dalam pembuluh darah menghasilkan
plasmin. Plasmin secara aktif mencerna/menguraikan fibrin menjadi produk yang
mudah larut sehingga bekuan mencair.

Idikasi

Infark miokard akut,trombosis vena dalam (DVT),emboli paru,trombosis arteri


perifer akut/subakut,penyakit subatan arteri kronis,sumbatan arteri/vena retina
sentral.
Efek samping

Seperti obat lain yang mempengaruhi hemostasis, efek yang tidak diharapkan
pada streptokinase adalah perdarahan. dan predisposisi pasien (termasuk
hipertensi). demam, perubahan warna pada kulit karena luka, rash, pruritus,
pendarahan gastrointestinal,mual, muntah, dan urtikaria.

b) Urokinase

Adalah suatu enzim manusia yang disintesis oleh ginjal yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin aktif secara langsung. Plasmin yang dibentuk
didalam trombus oleh aktivator ini dilindungi dari antiplasmin plasma yang
memungkinkan plasmin untuk menghancurkan trombus itu dari dalam.
merupakan enzim yang dihasilkan dari biakan jaringan sel ginjal manusia.

Mekanisme kerja

Hampir sama dengan streptokinase tapi urokinase tidak membentuk kompleks


terlebih dulu sehingga lebih baik dari pada streptokinase.

Indikasi

Untuk mengobati gumpalan darah dalam paru-paru.

Efek Samping
Efek hematologis (pendarahan khususnya dari luka tusukan, perdarahan internal
yang parah, pendarahan intrakarnial), Reaksi alergi (ruam, kulit kemerah-
merahan. Efek lainnya (demam, kedinginan dengan sakit di bagian punggung dan
perut. Menghancurkan gumpalan adakalanya menyebabkan emboli dimanapun.
Reaksi alergi yang serius lebih mungkin terjadi dengan penggunaan Urokinase
daripada Streptokinase.

c) Protease

Protease (pelarut protein) yang penting dalam daya tangkis tubuh terhadap
kanker,diantaranya enzim-enzim yang terdapat pada getah pankreas. protease
berdaya mengurangi selubung fibrin (efek fibrinolitis) sehingga sel-sel sistem
imun diberi kesempatan untuk memusnahkan sel-sel ganas yang diselubunginya.
protease juga mampu memasuki langsung sel-sel (pre-tumor) dan melarutkannya
dari dalam (efek sitolitis) disamping itu zat ini berdaya merombak imun kompleks
yang dapat memblokir efek sitotoksis dari limfosit.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Proteolis terbatas, yang memecah hanya satu atau beberapa ikatan peptide
tertentu dari sebuah protein target.
2) Proteolis tak terbatas, yaitu mendegradasi protein menjadi asam amino
penyusunnya.

Indikasi

Gangguan hati, insufisiensi pankreas , kelenjar empedu

Efek samping

Dapat memengaruhi kepatuhan terhadap terapi atau memimpin kepada


penghentian terapi secara dini. Pemahaman dari keparahan dan pengelolaan efek
samping adalah penting untuk mengelola efek samping secara optimal pada pasien
yang menggunakan terapi hepatitis C di perawatan klinis rutin.

D. VITAMIN DAN MINERAL

a. Vitamin

1. Pengertian
Vitamin adalah senyawa kimia yang sangat essensial yang walaupun
tersedianya dalam tubuh dalam jumlah demikian kecil, diperlukan sekali bagi
kesehatan dan pertumbuhan tubuh yang normal.

2. Penggolongan Vitamin

a) Vitamin yang larut air


Vitamin yang larut dalam air merupakan

1) Vitamin B
Vitamin B adalah vitamin yang berasal dari hati, dan merupakan vitamin yang
banyak pembagiannya, berikut ini pembagiannya :

a) Vitamin B1 (Thiamine)
Indikasi
Defisiensi dan Untuk neuralgia (nyeri pada urat saraf)

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek Samping
Reaksi hipersensitifitas, dan warna feses menjadi hitam.

b) Vitamin B2 (Riboflavin)

Indikasi
Defisiensi vitamin B

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek Samping
Reaksi hipersensitifitas, dan warna feses menjadi hitam.

c) Vitamin B3 (Nikotinamid)

Indikasi
Untuk pengubahan triptofan menjadi serotonin di otak. Menghilangkan depresi.
Dapat mencegah diabetes. Defisiensi vitamin B.

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek samping
Reaksi hipersensitifitas, dan warna feses menjadi hitam.

d) Vitamin B5 (Asam Pantotenat)

Indikasi
Defisiensi vitamin B

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek samping
Reaksi hipersensitifitas, dan warna feses menjadi hitam.

e) Vitamin B6 (Piridoksin)

Indikasi
Defisiensi vitamin B, untuk mengobati anemia pada anak, untuk mengubah
triptofan menjadi serotonin.

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek samping
Reaksi hipersensitifitas
f) Vitamin B7

Indikasi
Defisiensi vitamin B, berfungsi sebagai koenzim bagi sejumlah reaksi
transkarboksilasi.

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek samping
Reaksi hipersensitifitas

g) Vitamin B11 (Asam Folat)

Indikasi
Meringankan resiko akan stroke, mencegah infark jantung, melindungi dari
kanker colon.

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek samping
Reaksi hipersensitifitas, sukar tidur, dan gangguan lambung usus.

h) Vitamin B12 (Sianokobalamin)

Indikasi
Defisiensi vitamin B, anemia, untuk mengobati kelainan neurologic.

Kontra Indikasi
Hipersensitif

Efek samping
Reaksi hipersensitifitas

2. Vitamin C

Mekanisme Kerja
Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor electron dengan cara
memindahkan satu elektron dengan cara memindahkan satu electron dengan cara
memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu (Kuprum). Selain itu vitamin C
juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan
ekstra seluler.

Indikasi

Antioksidan, menunjang pembentukan kolagen (protein yang berperan dalam


pembentukan jaringan dan tulang rawan), mempercepat penyembuhan borok dan
luka dengan peningkatan sintesis kolagen di jaringan luka, dan menghambat
pembentukan nitrosamin di usus.

Kontra Indikasi

Hipersensitif

Efek Samping
Efek Samping (Megadose > 1,5 G) : Diare, penghentian terapi mendadak
mengakibatkan rebound scorbut.

b). Vitamin Yang Larut Dalam Lemak

Mekanisme Kerja

Cara kerja vitamin yang larut dalam lemak yaitu, vitamin yang larut dalam
lemak akan disimpan di dalam jaringan adiposa (lemak) dan di dalam hati.
Vitamin ini kemudian akan dikeluarkan dan diedarkan ke seluruh tubuh saat
dibutuhkan. Beberapa jenis vitamin hanya dapat disimpan beberapa hari saja di
dalam tubuh, sedangkan jenis vitamin lain dapat bertahan hingga 6 bulan lamanya
di dalam tubuh.

1). Vitamin A

Indikasi

Menjaga kesehatan mata, melindungi tubuh dari radikal bebas, virus, bakteri,
jamur dan pathogen, mencegah kanker, penyembuhan luka.

Kontra Indikasi

Hipersensitif

Efek Samping

Menyebabkan keracunan dengan tanda-tanda sebagai berikut: cepat lelah, rambut


rontok, kulit kasar, mual dan muntah dan pusing.

2). Vitamin D

Indikasi
Membantu penyerapan mineral kalsium dan fosfor, menjaga kesehatan tulang,
membantu fungsi kelenjar paratiroid, menjaga fungsi otot, meningkatkan imunitas
tubuh, dan mencegah hipertensi.

Kontra Indikasi

Hipersensitifitas

Efek Samping

Muntah-muntah, sering kencing dan mencret, neuralgia (nyeri syaraf urat), sakit
kepala dan pusing-pusing, rasa sakit pada gigi dan gusi serta rasa sakit pada otot-
otot dan tulang

3). Vitamin E

Indikasi

Mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi
sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka, sebagai
antioksidan, melindungi sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh
jaringan tubuh dari kerusakan.

Kontra Indikasi

Hipersensitifitas

Efek Samping
Mual, sakit kepala, penglihatan kabur, kesulitan saat bernapas, pembengkakan
wajah atau bibir, gatal-gatal atau eksim pada kulit.

4). Vitamin K

Indikasi

Berguna untuk meningkatkan beberapa faktor pembekuan darah, yaitu protombin.


Selain itu, vitamin K membantu mengaktifkan osteocalsin, protein pembangun
tulang, dan menjaga tulang dari kerapuhan (osteoporosis) pada usia tua.

Kontra Indikasi

Hipersensitif

Efek Samping

Menimbulkan kemerahan dikulit. Mengurangi sel darah merah. Berkeringat dan


sesak di dada.

b. Mineral

1) Pengertian
Mineral adalah senyawa anorganik yang dalam jumlah kecil merupakan
bagian dari enzim mengatur berbagai fs fisiologis.

2) Penggolongan

Golongan mineral yaitu Besi (Fe), Cobalt (Co), Krom (Cr), Magnesium (Mg),
Mangan (Mn) dan Molybden (Mo), Selenium (Se), Seng (Zn), Tembaga (Cu).

3) Penjelasan,Mekanisme Kerja,Indikasi, Kontraindikasi dan Efek


Sampingnya

a. Besi (Fe)

Makanan yang mengandung Fe antara lain: berbagai sayuran hijau (bayam,


kangkung), kentang, daging, hati, dan berbagai kacang-kacangan.

Mekanisme Kerja

Cara kerja mineral ini yakni membantu dan mendukung proses pembentukan


hemoglobin yang terdapat dalam darah, kemudian membantu dan memperlancar
proses transport pada oksigen.

Indikasi

Membantu proses pembentukan hemoglobin.

Kontra Indikasi

penderita dengan riwayat alergi zat besi.


Efek Samping

Muntah, sakit kepala, sembelit-diare, perdarahan lambung usus, kerusakan hati,


konvulsi, koma, penurunan tekanan darah hebat, penimbunan besi pada RE
(hemosiderosis).

b. Cobalt (Co)

Unsur Kobalt berkaitan erat dengan fungsi Vit B12, diserap tubuh dalam bentuk
Vit. B12. Hanya bisa diserap tubuh jika berasal dari sumber makanan hewani.
Sumber makanan yang mengandung Cobalt, yakni tempe dan oncom, dan
makanan lain yang mengandung Vit.B12.

Mekanisme Kerja

Cobalt diserap sebagai komponen B12. Jumlah yang diserap disimpan dalam hati
dan ginjal, dengan cadangan 0.2ppm berat kering. Mayoritas kobalt tertelan
diekskresikan dalam tinja, dengan rata-rata yang diekskresikan 0.26mg setiap hari.

Indikasi

Berguna dalam pembentukan darah, dan sistem saraf. Cobalt yang merupakan
vitamin B12 (kobalamin). Vitamin ini diperlukan untuk mematangkan sel darah
merah dan menormalkan fungsi semua sel. Cobalt mungkin juga berperan dalam
fungsi berbagai enzim.
Kontra Indikasi

Hipersensitivitas

Efek Samping

Efek kesehatan juga bisa disebabkan oleh radiasi isotop radioaktif kobalt yang
memicu kemandulan, rambut rontok, muntah, perdarahan, diare, koma, dan
bahkan kematian. Radiasi ini antara lain digunakan pada pasien kanker untuk
menghancurkan tumor.

c. Krom (Cr)

Diserap tubuh hanya yang berbentuk kromium valensi 3, kromium valensi 6


bersifat karsinogen. Suplemen Cr biasanya berbentuk Chrompicolinate (Dosis: 1
dd 100-200 mcg). Sumber makanan yang mengandung Cr adalah kopi, teh,
kentang, tiram, daging olahan, biji-bijian, brokoli dan bir.

Mekanisme Kerja

Absorbsi, Krom (VI) dapat menembus dinding sel, sedangkan krom (III) tidak
dapat menembus langsung. Namun akan mengikat diri pada transfermin, yaitu
suatu protein yang mentransport Fe dalam plasma. Senyawa krom (III) umumnya
jauh lebih sedikit diabsorbsi tubuh dibandingkan senyawa-senyawa krom (VI).
Biotransformasi, Senyawa krom (VI) tereduksi menjadi bentuk trivalen (III)
dalam tubuh, kecepatan tergantung pada jumlah reduktor dalam organ yang
terpapar, dan dalam hal ini mempengaruhi toksisitas serta ekskresi senyawa
heksavalen (VI).
Indikasi

Berperan besar dalam kerja insulin dalam tubuh, membantu insulin dengan cara
mempermudah masuknya glukosa ke sel untuk dibakar menjadi energi. Juga
membantu pada penderita diabetes yang mengalami resistensi insulin.

Kontra Indikasi

Memiliki penyakit hati, memiliki penyakit ginjal, menderita iabetes (terutama jika
Anda menggunakan insulin), menderita gangguan mental, masalah kelenjar tiroid,
jika Anda mengonsumsi obat steroid

Efek Samping

Mual, muntah, gagal jantung, gondok

d. Magnesium (Mg)

Sumber makanan yang mengandung Mg antara lain sayuran hijau, biji-bijian,


ikan, alpukat dan kacang kedelai.

Mekanisme Kerja

Cara kerja mineral ini yakni dalam mendukung suatu proses terjadi pembentukan
pada bagian tulang, sebagai katalisator dalam berbagai reaksi yang terjadi di
dalam tubuh, menjadi zat dan unsur penting yang dibutuhkan oleh bagian otot

Indikasi
Digunakan dalam proses relaksasi otot dan berperan dalam metabolisme kalsium
dan protein tulang.

Kontra Indikasi

Ginjal atau masalah jantung.hamil, magnesium atau kalium defisiensi, mual atau
muntah, reaksi alergi, sakit perut

Efek Samping

Lesu, kebingungan, gangguan fungsi ginjal yang berhubungan dengan hipotensi,


tachycardia atau bradychardia, kelemahan otot hyporeflexia serta kesulitan
bernapas.

e. Mangan (Mn) dan Molybden (Mo)

Terdapat dalam tubuh sebanyak 12-20 mg (terutama di dalam mitokondria).


Kebutuhan asupan sehari-hari: Mn = 5 mg, dan Mo = 1 mg. Makanan yang
mengandung Mn dan Mo adalah teh, kakao, padi-padian, kacang-kacangan.

Indikasi

Berfungsi sebagai bagian enzim yang penting dalam metabolisme karbohidrat,


lemak dan protein.

Kontra Indikasi

Hipersensitivitas

Efek Samping

Pembengkakan, berat badan yang cepat, diare, ruam gatal atau ringan, gejala
ekstrapiramidal, hypermanganesemia
f. Selenium (Se)

Tubuh membutuhkan kira-kira 30 mcg/hari. Penyerapan Selen di tubuh dapat


diganggu oleh Zn, Cu, atau Cr. Dosis: sebagai suplemen 100-200 mcg/hari.

Mekanisme Kerja

Kerja selenium meliputi :

1). Kemampuan memprotek terhadap kerusakan DNA dengan merangsang efektif


imun.
2). Menghambat pertumbuhan dan apoptosis sel. Menghambat AP-1 (selular
oncogen untuk pertumbuhan sel)
3). Merangsang seleno-diglutatione menekan tumor dengan memproduksi (P-53).
(P53 merupakan tumor supresor protein dan menyebabkan apoptosis sel
kanker).
4). Menghambat release cytokine : IL-8 (IL-8 = promosi metastasis dan
angiogenesis). Selenium melakukan aksi memblok sel-sel normal agar tidak
berubah menjadi sel kanker.

Indikasi

Menggantikan fungsi sulfur di dalam tubuh, menghambat proses perubahan


karbohidrat menjadi epoksida yang bersifat karsinogen, berperan pada
metabolisme Vit.E dan mengurangi toksisitas logam berat.

Kontra Indikasi

Hipersensitivitas
Efek Samping

Gatal, dan iritasi pada kulit.

g. Seng (Zn)

Merupakan elemen spura dengan kandungan tertinggi di tubuh (1,5-2 g). Banyak
terdapat di tulang dan prostat. Merupakan ko-faktor bagi banyak enzim dalam
sintesa dan perombakan protein, lemak dan karbohidrat. Dibutuhkan asupan per
hari 10-15 mg (defisiensi = 50 mg/hari).

Mekanisme Kerja

Cara kerja mineral ini yakni mendukung dan membantu proses pertumbuhan dan
juga perkembangan tubuh secara keseluruhan, membantu proses regenerasi bagian
sel-sel yang ada dalam tubuh, meningkatkan kemampuan dalam proses reproduksi

Indikasi

Untuk perawatan eksim, ruam popok, membakar kulit, terbakar sinar matahari,
wasir, infeksi kulit ringan dan kondisi lainnya.

Kontra Indikasi

Hipersensitivitas

Efek Samping
Menimbulkan rasa logam di lidah, muntah dan gangguan lambung serta seng
sebanyak 1 gram atau lebih bisa berakibat fatal/kematian.

h. Tembaga (Cu)

Merupakan ko-faktor bagi sejumlah enzim, antara lain sitokrom-oksidase dan


betahidroksilase. Juga terlibat pada mobilisasi Fe. Di tubuh terkandung k.l 100 mg
Cu. Dibutuhkan tubuh 2-3 mg/hari. Diserap tubuh sebanyak 30%. Ekskresi
melalui empedu dan sedikit dinding usus. Makanan yang mengandung Cu, seperti
kerang, kacang-kacangan, tempe, keju (terutama keju susu kambing).

Mekanisme Kerja

Cara kerja mineral ini yakni mendukung terjadinya proses pembentukan pada


bagian sel-sel darah, mendukung terjadinya proses pembentukan pada bagian
hormon, kemudian menjaga dan memelihara fungsi secara keseluruhan dari
bagian saraf.

Indikasi

Arthritis, pertumbuhan yang tepat, membantu dalam menunda penuaan,


meningkatkan produksi energy, kekebalan. Tembaga membantu produksi sel
darah merah dan sel darah putih, serta memicu pelepasan zat besi untuk
membentuk hemoglobin yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. Dengan
adanya tembaga, tubuh dapat memanfaatkan zat besi, menjalankan fungsi saraf,
menumbuhkan tulang, serta menggunakan gula.
Kontra Indikasi

Hipersensitivitas

Efek Samping

Menyebabkan gangguan saluran cerna, ginjal dan hati; anemia hemolitis.

E. HORMON
Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang
masuk ke dalam peredaran darah tanpa saluran untuk memengaruhi jaringan target
secara spesifik. Jaringan yang dipengaruhi umumnya terletak jauh dari tempat
hormon tersebut dihasilkan, misalnya hormon pemacu folikel (FSH, folicle
stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior hanya
merangsang jaringan tertentu di ovarium. Hormon pertumbuhan (GH, growth
hormon, somatotropin) mempunyai lebih dari satu organ target sebab GH
memengaruhi berbagai jenis jaringan dalam badan. Jaringan target suatu hormon
sangat spesifik karena sel-selnya mempunyai receptor untuk hormon tersebut.

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja meliputi :

1). Mekanisme Kerja Hormon Peptida


Reseptor hormon peptida terdapat pada membran plasma sel target.
Reseptor ini bersifat spesifik untuk hormon peptida tertentu. Interaksi
hormon dengan reseptornya mengakibatkan perangsangan atau penghambatan
enzim adenilat siklase yang terikat pada reseptor tersebut. Interaksi hormon
reseptor ini mengubah kecepatan sintesis siklik adenosin monofosfat (c-
AMP) dari adenosin trifosfat (ATP). Selanjutnya c-AMP berfungsi sebagai
mediator intrasel untuk hormon tersebut dan seluruh sistem ini berfungsi
sebagai suatu mekanisme spesifik sehingga efek spesifik suatu hormon dapat
terjadi. c-AMP memengaruhi berbagai proses dalam sel, hasil akhirnya
tergantung dari kapasitas serta fungsi sel tersebut. C-AMP menyebabkan
aktivasi enzim-enzim protein kinase yang terlibat dalam proses fosforilasi
pada sintesis protein dalam sel. C-AMP memengaruhi kecepatan proses ini.
Metabolisme c-AMP menjadi 5-AMP dikatalisis oleh enzim fosfodiesterase
(PDE) yang spesifik. Dengan demikian, zat-zat yang menghambat enzim
PDE ini kadang-kadang dapat menyebabkan timbulnya efek mirip hormon
(hormone like effects).

2). Mekanisme Kerja Hormon Steroid

Hormon steroid melewati membran sel masuk ke dalam sitoplasma


setiap sel, baik sel target hormon steroid maupun sel lainnya. Tetapi
reseptor hormon steroid hanya terdapat di dalam sitoplasma sel target. Bila
hormon steroid berikatan dengan reseptor sitoplasma maka kompleks
hormon-reseptor tersebut setelah mengalami modifikasi akan ditranslokasi ke
tempat kerjanya (site of action) di dalam inti sel, yaitu pada kromatin.
Selanjutnya terjadilah beberapa hal yang berhubungan dengan peningkatan
sintesis protein sesuai dengan fungsi masing-masing sel target. Gambar di
bawah ini menggambarkan mekanisme kerja hormon steroid.

Indikasi
Utama hormon ialah untuk terapi pengganti kekurangan hormon, misalnya
pada hipotiroid. Bila mekanisme pengaturan sistem endokrin dipahami,
hormon beserta agonis maupun antagonisnya dapat digunakan untuk berbagai
keperluan baik pengobatan maupun diagnosis penyakit. Pengaturan sistem
endokrin terjadi dalam beberapa tingkatan; sekresi hormon dalam satu
tingkatan akan memengaruhi sekresi hormon dalam tingkatan yang lain.
Misalnya, sekresi estrogen baru terjadi bila ada sekresi FSH, begitu pula
sekresi FSH akan berkurang bila sekresi estrogen atau kadar estrogen
berlebihan. Pengaruh estrogen terhadap sekresi FSH ini adalah contoh suatu
mekanisme umpan balik (feedback mechanism). Mekanisme ini digunakan
dalam klinik, misalnya pada usaha pencegahan ovulasi dalam obat
kontrasepsi hormonal, yaitu dengan pemberian hormon estrogen atau
progesteron sehingga produksi dan sekresi FSH berkurang dengan akibat
tidak ada pematangan folikel dan tidak ada ovulasi. Penggunaan lain
adalah berdasarkan efek farmakologik yang tidak berhubungan dengan efek
fisiologiknya. Sebagai contoh adalah penggunaan kortikosteroid dalam
berbagai penyakit atas dasar efek antiradang dan efek imunosupresi hormon
tersebut. Antagonis hormon dalam klinik digunakan untuk diagnosis dan
terapi. Contohnya, tiourasil digunakan dalam hipertiroidisme, metirapon
digunakan untuk membedakan hipofungsi korteks adrenal primer atau
sekunder.

1. Adrenokortikotropin

Mekanisme Kerja

Setelah ACTH bereaksi dengan receptor hormon yang spesifik di membran


sel korteks adrenal, terjadi perangsangan síntesis adrenokortikosteroid pada
jaringan target tersebut melalui peningkatan adenil-siklase sehingga terjadi
peningkatan síntesis siklik-AMP (c-AMP). Tempat kerja c-AMP pada
steroidogenesis adalah pada proses pemecahan rantai cabang kolesterol
dengan oksidasi, proses ini menghasilkan pregnenolon.

Indikasi

ACTH banyak digunakan untuk membedakan antara insufisiensi adrenal


primer dan sekunder. Pada insufisiensi primer, kelenjar adrenal mengalami
gangguan sehingga pemberian ACTH tidak akan menyebabkan peninggian
kadar kortisol dalam darah. Sebaliknya, pada insufisiensi sekunder gangguan
terletak di kelenjar hipófisis sehingga pemberian ACTH akan menyebabkan
peninggian kadar kortisol darah. Penggunaan ACTH menyebabkan jaringan
bukan hanya memperoleh glukokortikoid, tetapi juga mineralokortikoid dan
androgen. Karena alasan tersebut di atas, ACTH jarang digunakan untuk
pengobatan yang bertujuan mendapatkan efek glukokortikoid. Sekarang
ACTH masih digunakan antara lain untuk mengatasi: neuritis optika,
miastenia gravis, dan sklerosis multipel.

Efek Samping

ACTH dapat menyebabkan timbulnya berbagai gejala akibat peningkatan


sekresi hormon korteks adrenal. Selain itu, hormon ini dapat pula
menyebabkan reaksi hipersensitivitas, mulai dari yang ringan sampai syok
dan kematian. Reaksi terhadap kosintropin lebih jarang terjadi. Peningkatan
sekresi mineralokortikoid dan androgen menyebabkan lebih sering terjadi
alkalosis hipokalemik (akibat retensi Na) dan akne bila dibandingkan dengan
pemberian kortisol sintetik.

2. Adrenokortikosteroid
Mekanisme kerja

Adrenokortikosteroid bekerja dengan memengaruhi kecepatan sintesis protein.


Molekul hormone memasuki sel melewati membrane plasma secara difusi
pasif. Hanya di jaringan target hormone ini bereaksi dengan reseptor protein
yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-
steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak
menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi
transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini
akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya
hepar, hormone steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik.
Pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblast hormone steroid
merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap
sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik. (Suherman, 2007, 500)
261

Indikasi

Digunakan berdasarkan berbagai khasiatnya sebagai berikut. Terapi substitusi


Digunakan pada insufisiensi adrenal, seperti pada penyakit Addison yang
bercirikan rasa letih, kurang tenaga dan otot lemah akibat kekurangan kortisol.
Dalam hal ini, diberikan hidrokortison karena efek mineralnya paling kuat.
Terapi non spesifik Berdasarkan khasiat antiradang, daya imunosupresif, daya
menghilangkan rasa tidak enak (malaise) serta memberikan perasaan nyaman
dan segar pada pasien (sense of well being). Untuk ini biasanya digunakan
prednisolon, triamsinolon, deksametason,dan betametason dengan kerja
mineralokortikoid yang dapat diabaikan. Terapi nonspesifik disamping secara
oral yang diminum dalam satu dosis pagi hari mengikuti ritme circadian
dan parenteral juga banyak digunakan secara lokal.
Kontraindikasi

Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolute kortikosteroid.


Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan,
keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relative dapat
dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Bila obat
akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu, kontraindikasi
relative, yaitu diabetes mellitus, tukak peptic/duodenum, infeksi berat,
hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lain patut diperhatikan.
Dalam hal yang terakhir ini, dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko
dan keuntungan sebelum obat diberikan.

Efek Samping

Efek samping kortisol terutama tampak pada penggunaan lama dengan dosis
tinggi, yakni melampaui 50 mg sehari atau dosis setaraf dengan derivate
sintetisnya. Efek ini menyerupai gejala dari suatu gangguan yang disebabkan
oleh produksi kortisol faal berlebihan, yakni sindroma Cushing. Sindroma
Cushing sering kali disebabkan oleh suatu tumor di hipofisis dan
hiperproduksi ACTH. Gejala utamanya adalah retensi cairan di jaringan-
jaringan yang menyebabkan naiknya berat badan dengan pesat, muka
menjadi tembam dan bundar (“muka bulan”), adakalanya kaki-tangan gemuk
(bagian atas). Selain itu, terjadi penumpukan lemak di bahu dan tengkuk.
Kulit menjadi tipis, lebih mudah terluka, dan timbul garis kebiru-biruan
(striae).

F. ANTIHISTAMIN

Pengertian
Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamine (penghambatan
saingan).

Penggolongan

Berdasarkan itu maka antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antagonis


reseptor-H1 (H1-blockers atau antihistamin) dan antagonis reseptor-H2 (H2-
blockers atau zat penghambat asam).

Penjelasan,Mekanisme Kerja,Indikasi, Kontraindikasi dan Efek


Sampingnya.

1) H1-blockers

Antagonis H1 sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang


dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada
jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic,
antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.

H1-blockers (antihistaminika klasik) mengantagonis histamine dengan jalan


memblok reseptor-H1 di otot licin dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna,
kandung kemih, dan Rahim. Begitu pula melawan efek histain di kapiler dan
ujung saraf (gatal). Antihistaminika dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar
kerjanya terhadap SSP, yaitu:

a. Obat generasi ke-1


Yang berkhasiat sedative terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek
antikolinergis: prometazin, oksomemazin, tripelenamin, klorfeniramin,
difenhidramin, klemastin, siproheptadin, azelastin, sinarizin, meklozin,
hidroksizin, ketotifen, dan oksatomida.

Secara umum antagonis H1 digunakan dalam bentuk garam-garam HCl, sitrat,


fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat untuk meningkatkan kelarutan dalam
air. Berdasarkan struktur kimianya antagonis H1 dibagi ke dalam enam kelompok
yakni (1) turunan eter aminoalkil, (2) turunan etilendiamin, (3) turunan alkilamin,
(4) turunan piperazin, (5) turunan fenotiazin, dan (6) turunan lain-lain. Adapula
antagonis H1 generasi kedua yang dikembangkan untuk mengurangi efek sedasi
dan efek kolinergik dan adrenergic yang tidak diinginkan dari antagonis H1
generasi pertama (anhistamin klasik).

1). Turunan eter amino alkil

Contoh senyawa turunan eter amino alkil :

a) Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek


sedative dan antikolonergik
b) Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-
kloroteofilin.
c) Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2
cincin aromatik.
d) Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
e) Pipirinhidrinat digunakan terutama untuk pengobatan rhinitis, alergi
konjungtivitis dan demam karena alergi.

2). Turunan etilendiamin


Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun
penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.

a) Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan


difenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
b) Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding
turuan etilendiamin lain.
c) Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil
dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

3). Turunan alkil amin

Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek


samping dan toksisitasnya sangat rendah. Berikut contohnya :

a) Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek


antihistamin H1 terendah.
b) CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam
sediaan kombinasi.
c) Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.

4). Turunan piperazin

Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan
masa kerjanya relatif panjang.

a) Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang


kuat terhadap histamin serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a.
b) Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
c) Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi
alergi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast,
sehingga dapat menghambat efeknya.

5). Turunan fenotiazin

Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas


tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan sedatif.

a) Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan


masa kerja panjang.
b) Metdilazin
c) Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan
digunakan untuk memperbaiki gejala alergi.
d) Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin.
e) Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu
makan.

b. Obat generasi ke-2

AH1 generasi pertama (klasik) pada umumnya menimbulkan efek samping


sedasi dan mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan adrenergic yang tidak
diinginkan. Oleh karena itu dikembangkan AH1 generasi kedua. Bersifat hidrofil
dan sukar mencapai CCS (cairan cerebro spinal) maka pada dosis terapeutis tidak
bekerja sedative. Plasma T1/2-nya lebih panjang sehingga dosisnya cukup 1-2 kali
sehari. Efek anti alerginya selain berdaya antihistamin juga berdaya menghambat
sintesis mediator radang, seperti prostaglandin, leukotriene, dan kinin. Contoh
obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, fexofenadine, akrivastin, setirizin,
loratidin, levokabastin, dan emedastin.

Terfenadin merupakan AH1 selektif yang relatif tidak menimbulkan efek


sedasi dan antikolinergik. Senyawa tidak berinteraksi dengan reseptor α dan β
adrenergik, karena tidak mampu menembus sawar darah otak. Terfenadin efektif
untuk pengobatan alergi rhinitis musiman, pruritik dan urtikaria kronik. Metabolit
utama terfenadin adalah feksofenadin (Allegra) yang juga merupakan AH1 yang
poten.

Akrivastin (Semprex) merupakan senyawa dengan lipofilisitas yang rendah


sehingga senyawa sulit menembus sawar darah otak, oleh karena itu tidak
menimbulkan efek samping sedasi. Akrivastin digunakan untuk alergi kulit yang
kronis.

Astemizol, merupakan AH1 selektif yang kuat dan relative tidak menimbulkan
efek penekan system saraf pusat (sedasi) karena tidak mampu menembus sawar
darah otak. Astemizol efektif untuk menekan gejala alergi rhinitis, alergi
konjungtivitis dan urtikaria kronik.

Loratadin, memiliki masa kerja panjang dengan efek sedasi dan efek
antikolinergik yang rendah. Loratadin digunakan untuk meringankan gelaja alergi
rhinitis, urtikaria kronik dan lain-lain.

Setirizin merupakan turunan benzhidril piperazin yang mengandung gugus


etoksi karboksilat, mempunyai masa kerja yang panjang dengan aktivitas
antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan efek antikolinergiknya rendah.

2) H2-blockers (penghambat asam)

Adalah senyawa yang secara bersaing menghambat interaksi histamin dengan


reseptor H2 sehingga dapat menghambat asam lambung. Senyawa Antagonis H2
mempunyai struktur serupa dengan histamin yaitu mengandung cincin imidazol,
tetapi yang membedakan adalah panjang gugus rantai sampingnya. Sekresi asam
lambung dipengaruhi oleh histamin, gastrin, dan asetilkolin. Antagonis H2
menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam lambung dan
menghambat kerja potensial histamin pada sekresi asam yang dirangsang oleh
gastrin atau asetilkolin, sehingga histamin mempunyai efikasi intrinsik dan efikasi
potensial, sedang gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi potensial.

Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang


meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di
lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga
mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak
digunakan pada terap tukak lambung- usus untuk mengurangi sekresi HCl dan
pepsin juga sebagai pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroid. Lagi
pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada
penderita refluks. Penghambat asam yang banyak digunakan adalah: simetidin,
ranitidine, famotidine, nizatidin, dan roksatidin.

Efek Samping

a) Efek sedatif-hipnotis: prometazin dan difenhidramin kecuali generasi ke-2.


b) Interaksi obat ketokonazol dengan eritrosin (inductor enzim) menyebabkan
kadar ketokonazol meningkat mengakibatkan aritmia berbahaya.
c) Efek sentral lain: pusing, gelisah, letih-lesu, dan tremor, pada Over Dosis dapat
menyebabkan konvulsi dan koma.
d) Gangguan saluran cerna: mual, muntah, diare, anoreksia, dan sembelit atasi
dengan penggunaan sesudah makan (pc).
e) Efek antikolinergis: mulut kering, gangguan akomodasi, dan sal.cerna, retensi
kemih, hati-hati pada pasien glaukoma dan hipertrofi prostat.
f) Efek antiserotonin: nafsu makan dan Berat Badan meningkat.
Dikontraindikasikan dengan penderita obesitas.
g) Sensibilisasi: pada dosis tinggi, menyebabkan penurunan daya stabilisasi
membrane, memperlihatkan efek paradoksal (sebaliknya) berakibat merusak
membran dan menjadi bersifat histamin liberator.
G. TOKSIKOLOGI

Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian


tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan
kimia terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga
membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut
sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi.

Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan


sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme
biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan
oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi
bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk
efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau
toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek
berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat
kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan
mekanisme biologi pada suatu organisme.

Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam


memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk
mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain.
Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan
dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu,
pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat
kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek
berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi.

Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi


interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor.
Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara
zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme
(aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat
aktif (aspek farmakokinetik / toksokinetik) aspek ini akan lebih detail dibahas
pada sub bahasan kerja toksik.

Anda mungkin juga menyukai