Anda di halaman 1dari 11

ASKEP HIV IBU HAMIL

LAPORAN PENDAHULUAN
HIV / AIDS PADA IBU HAMIL
I. DEFINISI
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit
akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia
dapat
dialihkatakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : didapat, bukan penyakit keturunan
Immune : sistem kekebalan tubuh
Deficiency : kekurangan
Syndrome : kumpulan gejala-gejala penyakit.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda
G.Bare).
Sedangkan di dalam kamus kedokteran Dorlan (2002), menyebutkan bahwa AIDS adalah
suatu
penyakit retrovirus epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus
berat
bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu,
termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita
hemofilia,
dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus
tersebut.
Menurut Center for Disease Control and Prevention, AIDS merupakan bentuk paling hebat
dari
infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata
hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
II. ETIOLOGI
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual). (WHO,
2003)
2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan
orang yang terinfeksi HIV.
5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap
orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang
terkontaminasi.
III. MANIFESTASI KINIS
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Manifestasi Klinis Mayor
1. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus
3. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan
4. TBC
5. Manifestasi Klinis Minor
1. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan
2. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans
3. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
4. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh
IV. PATOFISIOLOGI
HIV AIDS Pada Ibu hamil
Etiologi : Infeksi Virus
Faktor Resiko :
1. Seks Bebas
2. Berganti-ganti pasangan
3. Pengguna Narkoba suntik
4. Penerima transfuse darah
5. Tenaga medis
Ibu hamil-bayi
Penularan melalui :
1. Antepartum/ in utero
2. Inpartum
3. Postpartum/ melalui ASI
Ibu
Anak
MK: Ansietas dan isolasi sosial
Efek obat
Sel epitel usus
Sistem imun
Sel hepar dan lien
Infeksi pneomocytis carinii
Mual/muntah
Diare kronis
Imunitas ↓
MK : Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
MK : Nyeri
MK : Defisit volume cairan dan kerusakan integritas kulit
Gampang Sakit
Pada bayi gg. Tumbuh kembang
hepatosplenomegali
MK : Nyeri
Pneumonia
Sersak
MK : Pola Nafas tidak efektif
MK : Resti infeksi oportunistik
V. Cara Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian
besar
masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi pada saat
kehamilan
(Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah
terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini
dapat
terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan,
antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta
justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
1. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta selama
kehamilan.
2. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat itu.
3. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
4. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi untuk
terjadinya penularan dari ibu ke anak.
5. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan periode
kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau
membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama
proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu,
lamanya
persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses
persalinan
adalah:Lama robeknya membran.
1. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya)
2. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu
misalnya,
episiotomi.
3. Anak pertama dalam kelahiran kembar
. Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan data
penelitian
De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya mempunyai resiko
menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko
penularan melalui ASI tergantung dari:
1. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang berisiko
dibanding dengan pemberian campuran.
2. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan infeksi
payudara lainnya.
3. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
4. Status gizi ibu yang buruk
VI. FAKTOR RESIKO
Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :
1. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV
2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
3. Pekerja seks komersial
4. Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin
1. VII. PEMERIKSAAN
2. VCT (Voluntary Counseling Testing)
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara
konselor
dan kliennya untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi, serta
dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan lingkungannya. Tujuan VCT :
1. Upaya pencegahan HIV/AIDS.
2. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan mereka tentang
faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
3. Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka
menuju
ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu
mengurangi stigma dalam masyarakat.
4. Pemerikasaan Laboratorium
1. Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;
Tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spe
1. Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi.
2. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
3. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV tahap
lanjut
atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal pneumonia interstisial;
Scan
gallium; biopsy; branskokopi.
4. Tes Antibodi
1. Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.
2. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi HIV
dan
memastikan seropositifitas HIV.
3. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk
memastikan
seropositifitas.
4. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
5. Pendeteksian HIV
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah.
Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi
efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden).
1. VIII. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang
telah
dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka
terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau
sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
1. Terapi AZT (Azidotimidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV denngan menghambat enzim pembalik
transcriptase.
1. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat replikasi virus atau
memutuskan rantai reproduksi virus padan proses nya.obat- obat ini adalah : didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
1. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
replikasi
HIV.
3. Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu mengubah perilaku risiko
tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat
dan
mempertahankan kondisi tubuh sehat.
4. Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari stres, gizi
yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imunne. Edukasi ini juga bertujuan untuk
mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan
kemungkinan isolasi dari masyarakat.
IX. PENCEGAHAN
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa
dilakukan
mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang
baru
dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah virus
yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Resiko
penularan
akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai
ARV
sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan
ini.
AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu
setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet
lagi
diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama
persalinan
mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat
muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini
mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat
disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih
terjangkau di negara berkembang.
1. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini
terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila
pembedahan ini
disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%.
Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu
yang
rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina
atau
sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.
1. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu
yang
positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi
HIV
melalui ASI yang terinfeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
HIV / AIDS PADA IBU HAMIL
1. A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan.
Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data, pengelompakan data atau
analisa
data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes RI, 1991 ).
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien.
Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum dan selama kehamilan
1. Identitas pasien
2. Riwayat Kesehatan
- Masa lalu
- Sekarang
- Menstruasi
- Reproduksi
1. Keluhan Utama
2. Data Psikologi
Kondisi ibu hamil dengan HIV /AIDS takut akan penularan pada bayi yang dikandungnya.
Bagi
keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis
pasien.
1. Pemeriksaan fisik
1. Breating
Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka sepanjang jalr
pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.
1. Blood
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit; jumlah
sel
T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai
kuantitatif
P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai
polymerase
untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta
tes
PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
1. Brain
Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan karena proses
penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada bumil.
1. Bowel
Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan. Kebanyakan gangguan
tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada
di
tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu
dapat
menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
1. Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah dan
bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemian.
Biasanya
saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.
1. Bone
Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu hamil
kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat
memburuk dengan bumil HIV/AIDS.
Analisa Data
Data Etiologi Problem
DS: biasanya pasien Buang air besar selama berhari-hari, lemas, pusing
DO: wajah pucat, matanya cowong, kulit dan mukosa kering, tekanan turgor menurun
Diare (infeksi virus HIV yang menyerang usus )
Kekurangan volume cairan
DS : biasanya pasien mengeluh lemas
DO: pasien terlihat kurus
Mual. Muntah dan diare yang berlebihan
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
DS: biasanya pasien mengeluh nyeri pada bagian perut
DO :
P: nyeri meningkat ketika beraktifitas
Q: nyeri
R: nyeri di daerah abdomen kuadran kiri bawah
S: skala nyeri 8
T: nyeri hilang timbul Infeksi virus HIV
pada usus
Nyeri
S : nyeri pada daerah perianal
O : kulit perianal terlihat merah dan sedikit lecet Diare yang
berlebihan
Kerusakan integritas
kulit
S : biasnya pasien mengeluh cemas
O : pasien menangis
Takut bayi akan
tertular virus HIV
Ansietas
S : merasa cemas
dan takut
Persepsi ridak
dapat diterima
masyarakat Resiko tinggi isolasi
social
1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah
dan diare berat )
3. Nyeri b.d infeksi
4. Kerusakan integritas kulit b.d diare berat
5. Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )
6. Resiko tinggi isolasi sosial b.d persepsi tentang tidak akan diterima dalam masyarakat
1. C. INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat
Tujuan :
- Mempertahankan hidrasi
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi, termasuk
perubahan
postural.
2. Catat peningkatan suhu andurasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi.
Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan
1. Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus
2. Ukur haluan urine dan berat jenis urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan diare. Catat
kehilangan
kasat mata
1. Timbang berat badan sesuai indikasi
1. Pantau pemeriksaan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500ml/hari
1. Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh
pasien
dan yang mengandung elektrolit yang dibutuhkan, mis., Gatorade, air daging
2. Hilangkan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/makanan berkadar lemak
tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan/konsentrasi yang diberikan perselang, jika
diperlukan.
1. Indikator dari volume cairan
1. Meningkatkan kebutuhan metabolism dan diaphoresis yang berlebihan yang dihubungkan
dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan
2. Indikator tidak langsung dari status cairan
3. Peningkatan berat jenis urin/penurunan haluaran urin menunjukkan perubahan perfusi
ginjal/volume sirkulasi. Catatan : pemantauan keseimbangan sulit karena kehilangan melalui
gastrointestinal/tak kasat mata
4. Meskipun kehilangan berat badan dapat menunjukkanpenggunaan otot, fluktuasi tibatiba
menunjukkan status hidrasi. Kehilangan cairan berkenaan dengan diare dapat dengan cepat
menyebabkan krisis dan mengancam hidup.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan
membrane
mukosa
6. Meningkatkan pemasukan. Cairan tertentu mungkin ter rlalu menimbulkan nyeri untuk
dikonsumsi (misal, jeruk asam) karena lesi pada mulut.
7. Mungkin dapat mengurangi diare.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah
dan diare berat )
Tujuan:
- mempertahankan massa otot yang adekuat
- mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit
Intervensi Rasional
1. Tentukan berat badan umum sebelum pasien didiagnosa HIV
l
2. Buat ukuran antropometri terbaru.
3. Diskusikan/catat efek-efek samping obat-obatan terhadap nutrisi.
4. Sediakan informasi ,mengenai nutrisi dengan kandungan kalori, vitamin, protein, dan
mineral
tinggi. Bantu pasien merencanakan cara untuk mempertahankan/menentukan masukan.
5. Tekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan nutrisi adekuat.
1. Penurunan berat badan dini bukan ketentuan pasti grafik berat badan dan tinggi badan
normal.
Karenanya penentuan berat badan terakhir dalam hubungannya berat badan dan pra-diagnosa
lebih bermanfaat.
2. Membantu memantau penurunan dan menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan
perubahan
penyakit.
3. Identifikasi dari faktor-faktor ini dapat membantu merencanakan kebutuhan individu.
Pasien
dengan infeksi HIV menunjukkan deficit mineral renik zinc, magnesium, selenium.
1. Indikator dari volume cairan
1. Meningkatkan kebutuhan metabolism dan diaphoresis yang berlebihan yang dihubungkan
dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan
2. Indikator tidak langsung dari status cairan
3. Peningkatan berat jenis urin/penurunan haluaran urin menunjukkan perubahan perfusi
ginjal/volume sirkulasi. Catatan : pemantauan keseimbangan sulit karena kehilangan melalui
gastrointestinal/tak kasat mata
4. Meskipun kehilangan berat badan dapat menunjukkanpenggunaan otot, fluktuasi tibatiba
menunjukkan status hidrasi. Kehilangan cairan berkenaan dengan diare dapat dengan cepat
menyebabkan krisis dan mengancam hidup.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan
membrane
mukosa
6. Meningkatkan pemasukan. Cairan tertentu mungkin ter rlalu menimbulkan nyeri untuk
dikonsumsi (misal, jeruk asam) karena lesi pada mulut.
7. Mungkin dapat mengurangi diare.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah
dan diare berat )
Tujuan:
- mempertahankan massa otot yang adekuat
- mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit
Intervensi Rasional
1. Tentukan berat badan umum sebelum pasien didiagnosa HIV
l
2. Buat ukuran antropometri terbaru.
3. Diskusikan/catat efek-efek samping obat-obatan terhadap nutrisi.
4. Sediakan informasi ,mengenai nutrisi dengan kandungan kalori, vitamin, protein, dan
mineral
tinggi. Bantu pasien merencanakan cara untuk mempertahankan/menentukan masukan.
5. Tekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan nutrisi adekuat.
1. Penurunan berat badan dini bukan ketentuan pasti grafik berat badan dan tinggi badan
normal.
Karenanya penentuan berat badan terakhir dalam hubungannya berat badan dan pra-diagnosa
lebih bermanfaat.
2. Membantu memantau penurunan dan menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan
perubahan
penyakit.
3. Identifikasi dari faktor-faktor ini dapat membantu merencanakan kebutuhan individu.
Pasien
dengan infeksi HIV menunjukkan deficit mineral renik zinc, magnesium, selenium.
Penyalahgunaan alcohol dan obat-obatan dapat mengganggu asupan adekuat.
4. Umunya obat-obatan yang digunakan menyebabkan anoreksia dan mual/muntah; beberapa
mempengaruhi produksi SDM sumsum tulang.
5. Memiliki informasi ini dapat membantu pasien memahami pentingnya diet seimbang.
Sebagaian pasien mungkin akan mencoba diet makrobiotik maupun diet jenis lain.
3. Nyeri b.d infeksi
Tujuan:
- Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan waktu.
Menandai
gejala nonverbal misal gelisah, takikardia, meringitas.
2. Dorong pengungkapan perasaan.
3. Berikan aktivitas hiburan, mis., membaca, berkunjung, dan menonton televisi.
4. Lakukan tindakan paliatif, mis., pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang
sakit.
5. Berikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin/IV selama 20 menit setelah
pemberian.
6. Instruksikan pasien/dorong untuk menggunakan visualisasi/bimbingan imajinasi, relaksasi
progresif, teknik napas dalam.
7. Berikan perawatan oral.
1. Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga. Tanda-tanda perkembangan/
resolusi
komplikasi. Catatan: sakit yang kronis tidak menimbulkan perubahan autonomic.
2. Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas
rasasakit.
3. Memfokuskan kembali perhatian; mungkin dapat meningkatkan kemampuan untuk
menanggulangi.
4. Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
5. Injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa sakit dan abses steril.
6. Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan kebutuhan narkotik
analgesik
(depresan SSP) dimana telah terjadi proses degenaratif neuro/motor. Mungkin tidak berhasil
jika
muncul demensia, meskipun minor.
7. Ulserasi/lesi oral mungkin menyebabkan ketidak nyamanan yang sangat.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare berat
Tujuan:
- Pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi. lambarkan lesi dan amati
perubahan.
1. Menentukan garis dasar diamana perubahan pada status dapat dibandingkan dan
melakukan
intervensi yang tepat.
2. Secara teratur ubah posisi, ganti seprei sesuai kebutuhan. Dorongn pemindahan berat
badan
secara periodik. Lindungi penonjolan tulang dengan bantal, bantalan tumit/siku, kulit domba.
2.
Mengurangi stress pada titik tekannan, meningkatkan aliran darah ke jaringan dan
meningkatkan
proses kesembuhan.
3. Pertahankan seprei bersih, kering, dan tidak berkerut
3. Fiksasi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan
potensial terhadap infeksi.
4. Gunting kuku secara teratur.
4. Kuku yang panjang/kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
1. D. EVALUASI
1. Pasien menunjukkan tingkah laku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/meningkatkan
kesembuhan.
2. Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.
3. Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit
4. Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
5. Dapat tidur/beristirahat adekuat
6. Membran mukosa pasien lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, haluaran urine
adekuat
7. menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal
8. melaporkan perbaikan tingkat energi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.
Nursalam dan dwi,Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta.
Salemba medika.
Yasmine Flores, Swabina.2007. Anak dan HIV/AIDS. Jakarta.
ibu-hamil-dengan-aids.html
Penyakit Imunologi HIV AIDS _ Ginekologi _ LUSA.html

Anda mungkin juga menyukai