Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA


KENA PAJAK

DOSEN PENGAMPU:
DEVI SAFITRI., SE., M.Ak, Ak, CA

OLEH KELOMPOK 3:

ANNISA SALSABILA INDRA (1702114096)


ARYA PAHLEVI (1702110127)
ELLY SEPTIANA (1702110149)
FENNY SYANIA (1702110125)
ULFA LATHIFAH (1702114494)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
mengenai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (PKP). 

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. 

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. 

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. 

Pekanbaru, 29 April 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................iv
I. LATAR BELAKANG................................................................................................................iv
Ii. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................v
III.TUJUAN PENULISAN............................................................................................................v
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................1
A.PENGERTIAN NPWP DAN PKP..............................................................................................1
B.FUNGSI NPWP DAN PKP.......................................................................................................3
C.TEMPAT PENDAFTARAN NPWP DAN PENGUKUHAN PKP....................................................4
D. TATA CARA PENDAFTARAN NPWP DAN PENGUKUHAN PKP...............................................4
E. PENDAFTARAN NPWP DAN PKP MELALUI ELEKTRONIK....................................................10
F. WAJIB PAJAK PINDAH........................................................................................................11
G. NPWP DAN PENGUKUHAN PKP SECARA JABATAN...........................................................12
H. PENGHAPUSAN NPWP......................................................................................................14
I. PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP......................................................................................20
J. TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGHAPUSAN NPWP SERTA PENGUKUHAN DAN
PENCABUTAN NNPKP SISTEM E-REGISTRATION...................................................................24
K. SANKSI TIDAK MELAPORKAN DIRI DAN MELAPORKAN USAHA.........................................29
BAB III PENUTUP...................................................................................................................46
KESIMPULAN.........................................................................................................................46
SARAN...................................................................................................................................46
DAFTAR ISI.............................................................................................................................47

BAB I
PENDAHULUAN

3
I. LATAR BELAKANG
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur ketentuan umum
dan tata cara perpajakan yang berlaku sejak 1 januari 1984 adalah Undang-Undang
nomor 6 tahun 1983 ini dilandasi filsafah pancasila dan Undang-Undang dasar 1945,
yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga Negara dan
menempatkan kewajiban kenegaraan.
Undang-Undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan ini pada
perinsipnya berlaku bagi undang-undang pajak materil,kecuali apabila dalam
undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakannya.
Adanya system, mekanisme dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban
perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan undang-undang
pajak ini dengan tetap menganut self accessment.  Dengan berpegang teguh pada
perinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan arah dan tujuan perubahan
undang-undang tentang ketentuan hukum dan tata cara perpajakan ini mengacu pada
kebijakan pokok sebagai berikut:
1.  Meningkatkan efisinsi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan
Negara
2.  Meningkatkan pelayanan, kepastian hokum, dan keadilan bagi masyarakat guna
meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap
mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.
3.   Menyesuaikan tuntutan perkembangan social-ekonomi serta perkembangan
dibidang
teknologi informasi.
4.  Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
5.  Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan.
6.   Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secata accouttable dan konsisten
dan.
7.    Mendukung iklim usaha kearah yang lebih kondusif dan kompetitif.

Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat


meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring
dengan meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaikkan iklim usaha.

4
II. RUMUSAN MASALAH
1. apakah pengertian NPWP dan PKP?
2. Bagaimanakah Fungsi NPWP dan PKP?
3. Bagaimanakah tata cara pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP?
4. Bagaimana penghapusan dan pencabutan terhadap NPWP?
5. Bagaimana sanksi bagi WP jika tidak melaporkan usahanya?

III. TUJUAN PENULISAN


1.   Untuk mengetahui pengertian NPWP
2.   Untuk mengetahui fungsi NPWP
3.   Untuk mengetahui cara pendaftaran NPWP
4.   Untuk mengetahui cara penghapusan dan pencabutan NPWP
5.   Untuk mengetahui sanksi NPWP

A.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN NPWP DAN PKP

Menurut UU KUP pasal 1 ayat 5, Nomor Pokok Wajib Pajak


(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
Seseorang dinyatakan wajib memiliki NPWP jika memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya.Untuk mengetahui penjelasannya terdapat pada Undang-undang
Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(untuk selanjutnya disebut UU KUP) tepatnya di penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU
KUP. Isinya :

 Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan


mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya.
 Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya.

NPWP terbagi menjadi dua jenis, yaitu NPWP Pribadi dan NPWP
Badan.Perbedaannya terdapat pada wajib pajaknya. Dimana :

 NPWP Pribadi dimiliki oleh setiap individu atau setiap orang yang memiliki
penghasilan di Indonesia.
 NPWP Badan dimiliki oleh setiap badan atau perusahaan yang memiliki
penghasilan di Indonesia.

6
Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
(UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha
Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Sedangkan Pengusaha dapat didefinisikan sebagai orang pribadi atau


badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Singkatan PKP juga biasa dipakai untuk menyebut Penghasilan Kena


Pajak dalam konteks Pajak Penghasilan.dalam artian bisa di katakan mengenai
Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah :Orang Pribadi atau Badan
dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya:

 Menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP)


 Mengimpor Barang Kena Pajak (BKP)
 Mengekspor Barang Kena Pajak (BKP)
 Melakukan usaha perdagangan.
 Memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah
pabean
 Melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP)
 Memanfaatkan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean.

Untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Orang Pribadi atau
Badan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) ke Kantor
Pelayanan Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:

7
 Setiap Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan
Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila Peredaran usaha atau
Omzet dalam 1 (satu) tahun lebih dari Rp.4.800.000.000,-.
 Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau
Omzet dalam 1 (satu) tahun  tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,-. dapat
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan disebut Pengusaha Kecil Kena Pajak.
 Dalam hal Orang Pribadi atau Badan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP) dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya
dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah) dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.

B. FUNGSI NPWP DAN PKP

Fungsi NPWP
1) Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak sehingga kepada setiap wajib
pajak hanya diberikan satu nomor wajib pajak.
2) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan.
3) Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan sehingga
semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus
mencantumkan NPWP.
4) Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan, misalnya dalam Surat
Setoran Pajak.
5) Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang
mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang
diwajibkan, misalnya, dokumen impor (PIB) dan dokumen ekspor (PEB),
pinjaman kredit bank dan lain-lain.
6) Untuk keperluan pelaporan SPT masa dan tahunan.

Fungsi PKP

8
1) Sebagai identitas PKP yang bersangkutan, selain tentunya NPWP.
2) Sebagai penanda bagi PKP yang memiliki untuk melaksanakan hak dan
kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM).

3) Sebagai pengawasan administrasi perpajakan

Nomor pengukuhan PKP (NPPKP) ini tertera dalam surat pengukuhan


PKP bersama dengan identitas wajib pajak lainnya, seperti Nama, NPWP,
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), status usaha hingga kewajiban pajak.

C. TEMPAT PENDAFTARAN NPWP DAN PENGUKUHAN PKP

Tempat pendaftaran NPWP


a. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
kedudukan wajib pajak.(untuk semua wajib pajak baru)
b. Mendaftar secara Online di : e-Registration dengan membaca petunjuk
pengisian terlebih dahulu.

D. TATA CARA PENDAFTARAN NPWP DAN PENGUKUHAN PKP

 Tata Cara Pendaftaran NPWP


Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran
Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (4) dan Pasal 5
ayat (3) meliputi :
a. Untuk wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf a dan
wajib pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (6), yaitu:
1) Bagi warga Negara Indonesia (WNI), berupa fotokopi Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau,
2) Bagi warga Negara asing (WNA), berupa fotokopi paspor; dan fotokopi
kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap
(KITAP).

9
b. Untuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatanusaha atau pekerjaan
bebas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf b, yaitu:
1) Bagi WNI : Fotokopi dan dokumen berupa surat pernyataan bermaterai
dari Wajib Pajak yang menyatakan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan usaha atau pekerjaan
bebeas tersebut dilakukan; atau Keterangan tertulis atau elektronik dari
penyedia jasa aplikasi online yang menyatakan bahwa wajib pajak
merupakan mitra usaha penyedia jasa aplikasi online.
2) Bagi WNA : fotokopi paspor; fotokopi KITAS atau KITAP; dan
dokumen berupa surat pernyataan bermaterai dari wajib pajak yang
menyatakan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan dan
tempat atau lokasi kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tersebut
dilakukan; atau keterangan tertulis atau elektronik dari penyedia jasa
aplikasi online yang menyatakan bahwa wajib pajak merupakan mitra
usaha penyedia jasa aplikasi online.

c. Untuk wajib pajak orang pribadi wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah berdasarkan keputusan hakim, yaitu : fotokopi KTP dan dokumen
berupa; surat pernyataan bermaterai dari wajib pajak yang menyatakan kegiata
usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas tersebut dilakukan; atau keterangan tertulis atau
elektronik dari penyedia jasa aplikasi online yang menyatakan bahwa wajib
pajak merupakan mitra usaha penyedia jasa aplikasi online, dalam hal wajib
pajak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

d. Untuk wajib pajak orang pribadi wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta, atau memilih melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya, yaitu :
1) Fotokopi KTP

10
2) Fotokopi kartu NPWP suami dalam hal suami merupakan WNI, atau fotokopi
dokumen identitas perpajakan di luar negeri dalam hal suami merupakan
subjek pajak luar negeri;
3) Fotokopi kartu keluarga, akta perkawinan, atau dokumen sejenisnya
4) Fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat
pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami, dan;
5) Dokumen berupa: surat pernyataan bermaterai dari wajib pajak yang
menyatakan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan tempat atau
lokasi kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tersebut dilakukan; atau
keterangan tertulis atau elektronik dari penyedia jasa aplikasi online yang
menyatakan bahwa wajib pajak merupakan mitra usaha penyedia jasa aplikasi
online, dalam hal wajib pajak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.

e. Untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu, yaitu :


1) Fotokopi kartu NPWP orang pribadi; dan
2) Dokumen berupa: surat pernyataan bermaterai dari wajib pajak yang
menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan
usaha tersebut dilakukan; atau keterangan tertulis atau elektronik dari
penyedia jasa aplikasi online yan gmenyatakan bahwa wajib pajak merupakan
mitra usaha penyedia jasa aplikasi online.

f. Untuk wajib pajak badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf c
yang berorientasi pada profit (profit oriented), yaitu:
1) Fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahannya, bagi
wajib pajak badan dalam negeri; atau surat keterangan penunjukan dari
kantor pusat, bagi bentuk usaha tetap atau kentor perwakilan perusahaan
asing;
2) Dokumen yang menunjukkan identitas diri salah satu pengurus badan; jika
WNI yaitu fotokopi KTP dan fotokopi kartu NPWP; atau jika WNA yaitu

11
fotokopi paspor dan fotokopi kartu NPWP, dalam hal WNA telah terdaftar
sebagai wajib pajak; dan
3) Surat pernyataan bermaterai dari salah satu pengurus wajib pajak badan yang
menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau alokasi kegiatan
usaha tersebut dilakukan.

g. Untuk wajb pajak badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf c
yang tidak berorientasi pada profit (non profit oriented), yaitu:
1) Dokumen yang menunjukkan identitas diri salah satu pengurus badan yaitu:
fotokopi KTP, dalam hal pengurus adalah WNI; atau fotokopi paspor
pengurus, dalam hal pengurus adalah WNA.
2) Surat pernyataan bermaterai dari salah satu pengurus wajib pajak badan yang
menyatakan kegiatan yang dilakukan dan tempat atau alokasi kegiatan
tersebut dilakukan.

h. Untuk wajib pajak badan berbentuk kerja sama operasi (joint operation)
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf d, yaitu:
1) Fotokopi perjanjian kerjasama atau akta pendirian sebagai bentuk kerjasama
operasi;
2) Fotokopi kartu NPWP masing-masing anggota bentuk kerja sama operasi
yang diwajibkan untuk memiliki NPWP
3) Dokumen yang menunjukkan identitas diri salah satu pengurus perusahaan
anggota bentuk kerja sama operasi (joint operation): bagi WNI yaitu fotokopi
KTP dan Kartu NPWP; atau bagi WNA yaitu: fotokopi paspor dan NPWP,
dalam hal WNA telah terdaftar sebagai wajb pajak.
4) Surat pernyataan bermaterai dari salah satu pengurus wajib pajak badan yang
menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau alokasi kegiatan
usaha tersebut dilakukan.

i. Untuk wajib pajak dengan status cabang dari wajib pajak badan, yaitu: fotokopi
kartu NPWP pusat atau induk; dan surat pernyataan bermaterai dari pimpinan

12
cabang yang menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau lokasi
kegiatan usaha tersebut dilakukan

j. Untuk wajib pajak bendahara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3)
huruf e, yaitu: fotokopi dokumen penunjukan sebagai bendahara; dan fotokopi
KTP orang pribadi yang ditunjuk sebagai bendahara.

 Tata cara pengukuhan PKP


Pengusaha Orang Pribadi atau Badan Usaha yang memiliki tempat kegiatan
usaha berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP).Pengusaha Badan wajib mengajukan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) Badan apabila telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Namun
bagaimana tata cara permohonan pengukuhan PKP?
Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib
mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.pengusaha kecil yang
tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, tetapi sampai dengan suatu masa
pajak dalam satu tahun buku seluruh peredaran bruto telah melampaui batas yang
ditentukan.
10 dokumen penting yang harus dipersiapkan:
1. Foto Copy e-KTP Direktur
2. Foto Copy NPWP Direktur
3. Foto Copy NPWP Badan
4. Foto Copy Akta Pendirian Perusahaan
5. Foto Copy Surat Izin Perusahaan seperti SITU/SIUP/TDP
6. Daftar Pemegang Saham
7. Daftar Aset Perusahaan
8. Foto masing-masing Aset Perusahaan
9. Denah Lokasi kantor atau tempat kegiatan usaha
10. Menyertakan nomor telepon yang mudah dihubungi.

Atau dalam secara rinci:

13
Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) dan Pasal 17
ayat (3), meliputi:
a. untuk Wajib Pajak orang pribadi:
1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia;
2) fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu
Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi Warga Negara Asing; dan
3) surat pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak yang menyatakan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas tersebut dilakukan.

b. untuk Wajib Pajak Badan:


1) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib
Pajak Badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor
pusat bagi bentuk usaha tetap;
2) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau
fotokopi paspor dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing
dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
3) surat pernyataan bermeterai dari salah satu pengurus Wajib Pajak Badan
yang menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau lokasi
kegiatan usaha tersebut dilakukan.

c. untuk Wajib Pajak dengan status cabang dari Wajib Pajak Badan:
1) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib
Pajak Badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor
pusat bagi bentuk usaha tetap;

14
2) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus cabang, atau
fotokopi paspor dalam hal penanggung jawab cabang adalah Warga Negara
Asing dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
3) surat pernyataan bermeterai dan salah satu pengurus cabang yang
menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan
usaha tersebut dilakukan.

d. untuk Wajib Pajak Badan bentuk kerja sama operasi (joint operation):
1) fotokopi perjanjian kerja sama/akta pendirian sebagai bentuk kerja sama
operasi (joint operation);
2) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk
kerja sama operasi (joint operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak;
3) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (joint operation), atau
fotokopi paspor dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing
dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
4) surat pernyataan bermeterai dari salah satu pengurus Wajib Pajak kerja
sama operasi (joint operation) yang menyatakan kegiatan usaha yang
dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan usaha tersebut dilakukan.

Apabila dokumen yang tersebut di atas sudah siap dan Anda telah mengisi
formulir permohonan pengukuhan PKP, selanjutnya Anda tinggal mengajukannya ke
KPP tersaftar di wilayah Anda.

E. PENDAFTARAN NPWP DAN PKP MELALUI ELEKTRONIK

Aplikasi e-Registration adalah sarana pendaftaran Wajib Pajak dan/atau


pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, perubahan data
Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak, pemindahan Wajib Pajak, penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
melalui internet yang terhubung langsung secara on-line dengan Direktorat Jenderal

15
Pajak. Tata cara pendaftaran NPWP dan PKP melalui Elektronik adalah sebagai
berikut:

1. Membuka situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat


http://www.pajak.go.id.
2. Memilih menu sistem e-Registration.
3. Membuat account dengan melakukan login pada sistem e- Registration.
4. Login ke sistem e-Registration dengan mengisi username dan password yang
telah dibuat.
5. Memilih menu “Permohonan Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan
PKP”.
6. Memilih jenis Wajib Pajak yang sesuai (Orang Pribadi, Badan atau
Bendahara)
7. Mengisi formulir permohonan pada layar komputer dengan lengkap dan
benar.
8. Memilih tombol “daftar” untuk mengirim Formulir Permohonan Pendaftaran
NPWP dan/atau Pengukuhan PKP.
9. Mencetak formulir permohonan yang sudah diisi secara lengkap dan SKTS
melalui aplikasi e-Registration.
10. Menerima SKT, NPWP dan/atau SPPKP dari KPP dimana Wajib Pajak
Terdaftar.
Wajib Pajak dan/atau PKP dapat menggunakan SKTS untuk melakukan
pembayaran, pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain serta tidak
dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan di luar bidang perpajakan.

F. WAJIB PAJAK PINDAH

Apabila seorang Wajib Pajak telah diberikan NPWP, kemudian karena


sesuatu hal pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan ke wilayah kerja KPP
yang lain, maka Wajib Pajak tersebut harus mengisi surat pemberitahuan pindah
yang diajukan ke KPP yang lama. KPP lama akan menerbitkan surat pindah untuk
diberikan kepada wajib pajak tersebut untuk diserahkan ke KPP yang baru.

16
Terhadap wajib pajak yang berpindah tempat terdaftarnya dari KPP tempat
wajib pajak semula terdaftar (KPP lama) ke KPP lainnya (KPP baru) baik sebagai
akibat dari berubahnya status Wajib Pajak (misalnya Wajib Pajak Penanaman
Modal Asing berubah menjadi Wajib Pajak Masuk Bursa) maupun karena
berpindahnya alamat Wajib Pajak, perlu dilakukan pemeriksaan melalui
Pemeriksaan SederhanaLapangan (PSL) oleh KPP lama.
Wajib Pajak yang harus dilakukan Pemeriksaan Sederhnana Lapangan adalah
Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak orang pribadi yangt menjalankan usaha atau
melakukan pekerjaan bebas, dan PSL hanya dilakukan untuk tahun atau tahun-
tahun pajak yang belum diperiksa.
Adapun terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas, tidak perlu dilakukan pemeriksaan (yaitu karyawan yang
tidak melakukan pekerjaan bebas). Pemeriksaan Sederhana Lapangan berdasarkan
pada:

 Surat Pemberitahuan Pindah (KP.PDIP.4.4) yang disampaikan oleh Wajib


Pajak yang bersangkutan ke KPP lama, atau
 Tembusan Surat Pemberitahuan Pindah (KP.PDIP.4.4) dalam hal Surat
Pemberitahuan Pindah tersebut disampaikan langsung oleh Wajib Pajak
yang bersangkutan ke KPP baru.

Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan Wajib


Pajak dalam memenuhi semua kewajiban perpajakannya selama terdaftar sebagai
Wajib Pajak di KPP lama sampai dengan tahun pajak atau masa pajak terakhir
sebelum tahun atau masa pajak terakhir sebelum tahun atau masa pajak
berpindahnya tempat terdaftar Wajib Pajak.

G. NPWP DAN PENGUKUHAN PKP SECARA JABATAN

Pasal 2 ayat (4) UU KUP menegaskan bahwa Dirjen Pajak menerbitkan


NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila Wajib Pajak atau PKP
tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri.
Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan oleh
Dirjen Pajak apabila terdapat data bahwa orang pribadi atau badan atau pengusaha

17
yang bersangkutan telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan/atau
dikukuhkan PKP.
Oleh karena penerbitan NPWP atau Pengukuhan PKP dilakukan secara
jabatan berdasarkan data adanya kewajiban perpajakan yang belum dilaksanakan
dan penerbitan NPWP atau pengukuhan PKP hanya bersifat administrasi (bukan
menunjukkan mulainya kewajiban membayar pajak), serta Dirjen Pajak diberikan
kewenangan untuk memeriksa kewajiban perpajakan Wajib Pajak paling lama 5
tahun sejak akhir Masa Pajak / Tahun Pajak sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP, maka
Dirjen Pajak diberikan kewenangan untuk menetapkan Pajak yang terutang pada
saat penerbitan NPWP atau pengukuhan PKP secara jabatan sesuaian ketentuan
Pasal 2 ayat (4a) UU KUP.
Pasal 2 ayat (4a) UU KUP menegaskan bahwa kewajiban perpajakan bagi
Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai PKP secara
jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5
tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya PKP.

Pengujian pemenuhan persyaratan subjektif meliputi:

1. pengujian atas kelengkapan dokumen terkait dengan identitas Pengusaha,


antara lain KTP Pengusaha, KTP Pengurus, akta pendirian, dan surat
keterangan domisili; dan
2. pengujian atas kebenaran status Pengusaha, kebenaran alamat Pengusaha, dan
kebenaran keberadaan Pengusaha yang bersangkutan di alamat tersebut,
antara lain peta lokasi kegiatan usaha, dan foto tempat kegiatan usaha.

Sementara itu, pemenuhan persyaratan objektif meliputi kegiatan sebagai berikut.

1. pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dengan


ketentuan yang berlaku, misalnya surat izin usaha perdagangan dan surat izin
usaha jasa konstruksi; dan
2. pengujian terhadap kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dengan
kegiatan usaha yang dilakukan untuk memperoleh informasi antara lain

18
mengenai gambaran kegiatan usaha, data peredaran usaha, dan daftar harta di
tempat kegiatan usaha.

H. PENGHAPUSAN NPWP

NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) wajib dimiliki oleh seluruh warga negara
Indonesia yang telah memenuhi syarat untuk membayar pajak. Berdasarkan
fungsinya, NPWP digunakan sebagai tanda pengenal atau identitas wajib pajak
warga negara Indonesia guna memenuhi kewajibannya membayar pajak untuk
negara.

Tapi, tahukah Anda jika NPWP seseorang bisa dihapus alias dinonaktifkan? Ya,
penghapusan NPWP boleh dilakukan. Menurut peraturan Direktur Jenderal Pajak
pasal 9 ayat 1 PER-20/PJ/2013, penghapusan NPWP boleh dilakukan terhadap wajib
pajak yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai
perundang-undangan perpajakan, termasuk penghapusan NPWP karena meninggal
dunia, penghapusan NPWP orang asing yang telah kembali ke negara asalnya atau
penghapusan NPWP istri yang memilih ikut suami.

Cara Penghapusan NPWP, menurut Pasal 9 ayat 2 PER-20/PJ/2013, bisa


dilakukan atas permohonan wajib pajak atau secara jabatan. Penghapusan NPWP ini
harus dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi sesuai
perundang-undangan perpajakan yang mengatur tata cara pemeriksaan atau tata cara
verifikasi. Jadilah warga negara yang taat membayar pajak dan pintar akan segala
pengetahuan dasar tentang perpajakan.

Berikut hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang penghapusan NPWP secara
lengkap dan prosesnya:

Wajib pajak yang boleh melakukan penghapusan NPWP

19
Penghapusan NPWP atas permohonan wajib pajak atau secara jabatan bisa dilakukan
berdasarkan hasil verifikasi dan pemeriksaan. Siapa saja wajib pajak yang
diperbolehkan melakukan penghapusan NPWP?

 Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak


meninggalkan warisan
 Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya
 Wajib pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai
wajib pajak, sudah tidak lagi melakukan pembayaran
 Wajib pajak yang memiliki lebih dari 1 NPWP, untuk menentukan NPWP
yang digunakan sebagai sarana administratif pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya
 Wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris,
pemegang saham/pemilik dan pegawai yang diberikan NPWP, melalui pemberi
kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan nettonya tidak melebihi penghasilan
tidak kena pajak (PTKP)
 Wajib pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak
mempunyai kewajiban pajak penghasilan badan dan telah menghentikan kegiatan
usahanya
 Wanita yang memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya
 Wanita menikah yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami.
 Anak belum dewasa yang telah memiliki NPWP.
 Wajib pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya
di Indonesia dan wajib pajak badan selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif
yang tidak mempunyai kewajiban pajak penghasilan dan tidak menunjukkan adanya
kegiatan usaha.

20
Cara dan Syarat Penghapusan NPWP secara Online
Permohonan penghapusan NPWP secara online, dapat dilakukan dengan cara
mengisi formulir penghapusan NPWP secara elektronik melalui aplikasi e-
Registration yang tersedia pada situs Dirjen Pajak (www.pajak.go.id) Hal yang perlu
Anda perhatikan ialah:  
 Permohonan penghapusan NPWP yang disampaikan wajib pajak melalui
aplikasi e-registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik dan
mempunyai kekuatan hukum.

 Wajib Pajak yang menyampaikan formulir Penghapusan NPWP melalui


aplikasi e-registration, harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke kantor
pelayanan pajak (KPP) tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha wajib pajak.

 Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan secara upload


softcopy dokumen melalui aplikasi e-registration atau mengirimkannya
menggunakan surat pengiriman dokumen yang ditandatangani.

 Jika dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14
hari kerja setelah penyampaian permohonan penghapusan secara elektronik, maka
permohonan dianggap tidak diajukan.

 Jika dokumen yang disyaratkan telah diterima lengkap, maka KPP akan
menerbitkan bukti penerimaan surat elektronik.

 Untuk wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia, maka permohonan
penghapusan NPWP dapat diajukan salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau
yang mengurus harta warisan.

Cara dan Syarat Penghapusan NPWP secara Manual

Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP secara


tertulis/manual. Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan
menandatangani formulir penghapusan NPWP di Kantor Pelayanan Pajak tempat

21
tinggal Anda atau KPP tempat kegiatan usaha. Selain itu, penghapusan juga bisa
diurus melalui kantor pelayanan penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP).
Catatannya, apabila permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP, maka
KP2KP akan meneruskan permohonan penghapusan NPWP ke KPP. KPP akan
memberikan bukti penerimaan surat jika permohonan diterima secara lengkap.

Nantinya, wajib pajak yang memenuhi persyaratan penghapusan NPWP harus


melengkapi formulir penghapusan NPWP dan menyerahkan dokumen sesuai
persyaratan.

 Berikut dokumen yang diperlukan sesuai dengan kelompok wajib pajaknya:


1. Orang yang meninggal dunia :  surat keterangan kematian dari instansi yang
berwenang  dan surat pernyataan tidak mempunyai warisan atau surat pernyataan
warisan sudah terbagi dengan menyebutkan ahli waris.

2. Orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya :dokumen yang


menyatakan Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

3. Bendahara pemerintah : dokumen yang menyatakan Wajib Pajak sudah tidak


ada lagi kewajiban sebagai bendahara.

4. Wajib pajak yang memiliki lebih dari 1 NPWP : surat pernyataan memiliki
NPWP ganda dan fotokopi semua kartu NPWP yang dimiliki.

5. Wanita menikah yang memiliki NPWP : fotokopi buku nikah dan surat
pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
terpisah dari suami.

6. Wajib pajak badan : dokumen yang menunjukkan Wajib Pajak badan telah
dibubarkan sehingga tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, seperti:
akta pembubaran badan yang telah disahkan instansi berwenang sesuai perundang-
undangan.

Berkas permohonan penghapusan pajak secara manual harus lengkap. Bila


permohonan secara tertulis tidak lengkap, maka berlaku ketentuan:

22
 Permohonan akan dikembalikan kepada wajib pajak.

 Permohonan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi/kurir: KPP akan


menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.

Keputusan Atas Permohonan Penghapusan NPWP

Setelah semua berkas persyaratan dan proses administrasi dilakukan. Keputusan atas
permohonan penghapusan NPWP akan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan
atau hasil verifikasi penghapusan NPWP. Berikut pertimbangan keputusan KPP atas
penghapusan NPWP Wajib Pajak: 

1. Utang pajak
2. Proses hukum atau proses administrasi, berupa:
 Pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP.
 Gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang KUP.
 Keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang KUP.
 Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang KUP.
 Pengurangan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat
ketetapan pajak, pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP.
 Peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang
Pengadilan Pajak.
3. Status seluruh NPWP cabang Wajib Pajak, ketika penghapusan NPWP
dilakukan terhadap NPWP pusat.

Keputusan dapat berupa penerbitan surat keputusan penghapusan atau surat


penolakan penghapusan NPWP.

 Keputusan Penghapusan NPWP diterbitkan jika:


1. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi ada rekomendasi
penghapusan NPWP.
2. Tidak ada utang pajak, atau ada utang pajak tetapi:

 Penagihannya sudah daluwarsa.

23
 Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan
warisan dan tidak mempunyai ahli waris.

 Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan.

3. Tidak ada proses hukum atau proses administrasi.


4. Seluruh NPWP cabang Wajib Pajak telah dihapus, ketika penghapusan
NPWP dilakukan terhadap NPWP pusat.

Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan jika:


1. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi ada rekomendasi tidak
melakukan penghapusan NPWP.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi ada rekomendasi
penghapusan NPWP, tetapi:
 Ada utang pajak.
 Ada proses hukum atau proses administrasi.
 Ada NPWP cabang yang belum dihapus, ketika penghapusan NPWP
dilakukan terhadap NPWP pusat.

Setelah diterbitkan Surat Penolakan Penghapusan NPWP, Wajib Pajak dapat


mengajukan kembali permohonan penghapusan NPWP dan dianggap sebagai
permohonan baru, jika:

1. Wajib Pajak melunasi utang pajak.


2. Proses hukum atau proses administrasi telah selesai sesuai perundang-
undangan perpajakan.
3. Seluruh NPWP cabang Wajib Pajak telah dihapus, ketika permohonan
penghapusan NPWP diajukan terhadap NPWP pusat.

Jangka Waktu Penerbitan Surat Keputusan

Setelah dilakukan pemeriksaan atau verifikasi, penerbitan keputusan


dilakukan dalam jangka waktu:

 Wajib Pajak orang pribadi      : 6 bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan.

24
 Wajib Pajak badan                : 12 bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan
Surat.

Jika sudah melebihi jangka waktu dan KPP tidak menerbitkan keputusan, maka
permohonan wajib pajak dianggap dikabulkan dan KPP akan menerbitkan surat
keputusan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1 bulan setelah
jangka waktu berakhir.

Urus Penghapusan NPWP dengan Mudah

Bagi wajib pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau


objektif, sebaiknya segera mengajukan permohonan penghapusan NPWP. Cara
penghapusan NPWP itu mudah asalkan semua syarat dan dokumen pengurusan
penghapusan NPWP lengkap. Tentukan dan pilih cara yang membuat Anda nyaman.
Apakah cara penghapusan NPWP online atau manual yang lebih cocok dan lebih
mudah Anda pahami.

I. PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP


Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak
terhadap: (Pasal 21 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
1. PKP dengan status Wajib Pajak Non Efektif;
2. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
3. PKP menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
5. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (bisa jadi karena omzet turun, misalnya);
6. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat
lain; atau
7. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Cara Pencabutan Pengukuhan Pkp
Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan : (Pasal 21 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. atas permohonan PKP; atau
2. secara jabatan.

25
Pencabutan PKP secara jabatan atau atas permohonan PKP dilakukan berdasarkan
hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara
Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi. (Pasal 21 ayat (3) PER-20/PJ/2013)

Pencabutan Pengukuhan Pkp Berdasarkan Hasil Verifikasi


Pencabutan Pengusaha Kena Pajak atas permohonan PKP atau secara jabatan,
dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi apabila pencabutan pengukuhan tersebut
dilakukan terhadap: (Pasal 21 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
 PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia;
 PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat
lain;
 PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usahake wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lainnya;
 PKP yang jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya untuk 1
(satu) tahun bukutidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau
penerimaan bruto untuk pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi
Pengusaha Kena Pajak;
 PKP selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) dan
secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; atau
 PKP bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia.
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan juga dapat dilakukan berdasarkan
hasil Verifikasi dalam hal pencabutan tersebut terkait dengan: (Pasal 21 ayat (5)
PER-20/PJ/2013)
 hasil sensus pajak nasional;
 hasil konfirmasi lapangan atau pengawasan setelah pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak; atau
 hasil kegiatan lain yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
[/unordered_list]
Pencabutan Pengukuhan Pkp Berdasarkan Hasil Pemeriksaan

26
Pencabutan pengukuhan PKP terhadap PKP selain sebagaimana dimaksud pada poin
poin di atas dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan (Pasal 20 ayat (6) PER-
20/PJ/2013).

Tata Cara Pencabutan Pengukuhan Pkp Melalui Permohonan Pkp


a. Permohonan Pencabutan PKP Online
Permohonan pencabutan pengukuhan PKP dilakukan secara elektronik dengan
mengisi Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada Aplikasi e-
Registration yang tersedia pada laman website Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 22
ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. Permohonan pencabutan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui
Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau
digital dan mempunyai kekuatan hukum. (Pasal 22 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
2. PKP yang telah menyampaikan Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP
dengan lengkap pada Aplikasi e-Registration harus mengirimkan dokumen
yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha PKP. (Pasal 22 ayat (4) PER-
20/PJ /2013)
3. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara
mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-
Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman
Dokumen yang telah ditandatangani. (Pasal 22 ayat (5) PER-20/PJ/2013)
4. Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari kerja setelah  penyampaian  permohonan  pencabutan 
pengukuhan  PKP  secara  elektronik,  permohonan tersebut dianggap tidak
diajukan. (Pasal 22 ayat (6) PER-20/PJ/2013)
5. Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP
menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik. (Pasal 22 ayat (7)
PER-20/PJ/2013)

b. Permohonan Pencabutan PKP Secara Tertulis

27
Dalam hal  PKP  tidak  dapat  mengajukan  permohonan  pencabutan  pengukuhan 
PKP  secara  elektronik, permohonan pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan
dengan menyampaikan permohonan secara tertulis. (Pasal 23 ayat (1) PER-
20/PJ/2013)
1. Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan menandatangani
Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP. (Pasal 23 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
2. PKP yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan
Pengukuhan PKP harus melengkapi formulir penghapusan tersebut dengan
dokumen yang disyaratkan.   (Pasal 23 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
3. Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP tempat Pengusaha Kena
Pajak dikukuhkan dengan       cara langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
melalui pos; atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
4. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP memberikan Bukti
Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara
lengkap. (Pasal 23 ayat (7) PER-20/PJ/2013)

Pencabutan Pengukuhan Pkp Secara Jabatan


Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau
tata cara Verifikasi. (Pasal 24 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan PKP secara
jabatan, dilakukan apabila: (Pasal 24 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. terdapat data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur
Jenderal Pajak yang menunjukkan bahwa PKP tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/atau objektif; dan
2. PKP tidak mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP.

Keputusan Atas Permohonan Pencabutan Pengukuhan Pkp


Berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil  Pemeriksaan dalam rangka pencabutan
pengukuhan PKP, KPP memberikan keputusan atas permohonan pencabutan

28
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan oleh Pengusaha Kena
Pajak. (Pasal 25 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
Keputusan ini dapat berupa:

1. Penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dalam hal berdasarkan hasil


Verifikasi atau hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi pencabutan
pengukuhan PKP.
2. Penerbitan Surat Penolakan Pencabutan Pengukuhan PKP dalam hal
berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi
untuk tidak melakukan pencabutan pengukuhan PKP.
3. Penerbitan keputusan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat. (Pasal 25 ayat (3) PER-
20/PJ/2013)
4. Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan KPP tidak menerbitkan
keputusan, permohonan PKP dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan surat
pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Pasal 25 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
5. Dalam hal dilakukan pencabutan pengukuhan PKP, DJP dapat
mengumumkan pencabutan pengukuhan PKP tersebut melalui laman website
pajak (Pasal 25 ayat (5) PER-20/PJ/2013)

Ketentuan Lain-Lain
Pencabutan Pengukuhan PKP dimaksudkan untuk kepentingan administrasi
perpajakan dan tidak menghilangkan hakdan/atau kewajiban perpajakan yang harus
dilakukan PKP yang bersangkutan. (Pasal 45 PER-20/PJ/2013)
Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang di cabut status PKP-nya secara jabatan
dapat mengajukan pembatalan pencabutan Pengusaha Kena Pajak.

J. TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGHAPUSAN NPWP SERTA


PENGUKUHAN DAN PENCABUTAN NNPKP SISTEM E-
REGISTRATION

Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi dan dalam rangka


meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak untuk

29
mendaftarkan diri dan/atau melaporkan kegiatan usahanya melalui jaringan sistem
informasi yang terhubung langsung secara on line dengan Direktorat Jenderal Pajak,
Dirjen Pajak telah mengeluarkan ketentuan baru mengenai Tata Cara Pendaftaran
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan
Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-
Registration, yaitu dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
24/PJ/2009.

1. Sistem E-Registration

Sistem e-Registration adalah sistem pendaftaran Wajib Pajak dan/atau


pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan perubahan data Wajib Pajak dan/atau
Pengusaha Kena Pajak melalui internet yang terhubung langsung secara on-line
dengan Direktorat Jenderal Pajak.

2. Tata cara Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan PKP

a. Oleh Wajib Pajak

1. Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dapat
mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan
kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP melalui Sistem e-Registration.
2. Permohonan pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan PKP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengisi Formulir Permohonan
Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan PKP pada Sistem e-Registration.
3. Wajib Pajak dapat mencetak sendiri Formulir Pendaftaran Wajib Pajak
dan/atau Pengukuhan PKP serta SKTS yang diterbitkan dari Sistem e-
Registration.
4. SKTS berlaku terhitung sejak pendaftaran melalui Sistem e-Registration
dilakukan sampai dengan diterbitkan SKT oleh KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar.
5. SKTS hanya berlaku untuk pembayaran, pemotongan dan pemungutan pajak
oleh pihak lain serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan di luar
bidang perpajakan.

30
b. Oleh Kantor Pelayanan Pajak

1. Atas permohonan dan/atau pelaporan kegiatan usaha, KPP tempat Wajib


Pajak terdaftar menerbitkan SKT, Kartu NPWP dan/atau SPPKP.
2. Penerbitan SKT, Kartu NPWP, dan/atau SPPKP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan oleh KPP paling lama 1(satu) hari kerja sejak informasi
pendaftaran dan/atau pengukuhan melalui Sistem e-Registration diterima KPP,
sepanjang permohonan pendaftaran NPWP da/atau pengukuhan PKP diisi secara
lengkap.
3. Dalam hal proses penerbitan NPWP dan/atau PKP telah selesai, kepada
Wajib Pajak dikirimkan notifikasi melalui Sistem e-Registration.

3. Tata Cara Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena


Pajak

1. Wajib Pajak dan/atau PKP dapat melakukan perubahan data melalui Sistem
e-Registration.
2. Permohonan perubahan data Wajib Pajak dan/atau PKP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengisi Formulir Permohonan
Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau PKP pada Sistem e-Registration.
3. Berdasarkan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lama 1(satu)
hari kerja sejak informasi perubahan data melalui Sistem e-Registration diterima
KPP, sepanjang permohonan perubahan data diisi secara lengkap.

4. Dokumen yang Perlu Disiapkan


Dokumen yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak untuk mengisi formulir
permohonan dalam aplikasi e-Registration antara lain sebagai berikut:
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan/tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas:

 Kartu Tanda Penduduk bagi Penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang
asing
Untuk Wajib Pajak Badan:

31
 Akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor
pusat bagi bentuk usaha tetap;
 NPWP Pimpinan/Penanggung Jawab Badan;
 Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang
asing sebagai penanggung jawab.

Untuk Bendahara sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong:


 Surat penunjukan sebagai Bendahara;
 Kartu Tanda Penduduk Bendahara.

Untuk Joint Operation (JO)sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong:


 Perjanjian Kerjasama/Akte Pendirian sebagai JO;
 Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang
asing sebagai penanggung jawab;
 NPWP Pimpinan/Penanggung Jawab JO.
Pengisian alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha
pada formulir didasarkan pada kenyataan atau menurut keadaan sebenarnya, tanpa
harus sesuai dengan alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat
kegiatan usaha pada dokumen formal seperti KTP/Paspor).

Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan hardcopy dokumen  ke KPP terkait.

5. Tata cara pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan PKP melalui


internet

Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak:


1. Membuka situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat
http://www.pajak.go.id.
2. Memilih menu sistem e-Registration.
3. Membuat account dengan melakukan login pada sistem e- Registration.
4. Login ke sistem e-Registration dengan mengisi username dan password yang
telah dibuat.

32
5. Memilih menu “Permohonan Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan
PKP”.
6. Memilih jenis Wajib Pajak yang sesuai (Orang Pribadi, Badan atau
Bendahara)
7. Mengisi formulir permohonan pada layar komputer dengan lengkap dan
benar.
8. Memilih tombol “daftar” untuk mengirim Formulir Permohonan Pendaftaran
NPWP dan/atau Pengukuhan PKP.
9. Mencetak formulir permohonan yang sudah diisi secara lengkap dan SKTS
melalui aplikasi e-Registration.
10. Menerima SKT, NPWP dan/atau SPPKP dari KPP dimana Wajib Pajak
Terdaftar.
Catatan.
Wajib Pajak dan/atau PKP dapat menggunakan SKTS untuk melakukan pembayaran,
pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain serta tidak dapat dipergunakan
untuk melakukan kegiatan di luar bidang perpajakan.

6. Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak melalui


internet

Wajib Pajak dan/atau PKP


1. Membuka situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat
http://www.pajak.go.id.
2. Memilih menu sistem e-Registration.
3. Membuat account dengan melakukan login pada sistem e- Registration.
4. Login ke sistem e-Registration dengan mengisi username dan password yang
telah dibuat.
5. Memilih menu “Permohonan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau PKP”.
6. Memilih Jenis Wajib Pajak yang sesuai (Orang Pribadi, Badan atau
Bendahara).
7. Mengisi Formulir Permohonan Perubahan Data pada layar komputer dengan
lengkap dan benar.

33
8. Memilih tombol “perbarui” untuk mengirim Formulir Permohonan Perubahan
Data Wajib Pajak dan/atau PKP.
9. Mencetak Formulir Permohonan Perubahan Data yang sudah diisi secara
lengkap dan SKTS melalui sistem e-Registration.
10. Menerima SKT, NPWP dan/atau SPPKP dari KPP Wajib Pajak terdaftar.

K. SANKSI TIDAK MELAPORKAN DIRI DAN MELAPORKAN USAHA


1. Dasar Hukum

 Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir


dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
 KMK Nomor 679/KMK.04/1991 Tanggal 2 Juli 1991 Tentang Tata cara
pembayaran pajak dan sanksi administrasi yang terutang sesuai hasil
pemeriksaan dan pembayaran bunga dan denda
 KMK Nomor 22/KMK.04/1993 Tanggal 5-1-93 Tentang Penghitungan
sanksi adminstrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983
 SE - 03/PJ.31/1993 Tanggal 30-1-93 Tentang Penghitungan sanksi
administrasi bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
 SE - 04/PJ.31/1993 Tanggal 13-2-93 Tentang Penerapan sanksi kenaikan
Pasal 14 ayat (7) UU PPh 1984
 KMK Nomor 898/KMK.04/1993 Tanggal 19-11-93 Tentang Tata cara
pengurangan dan penghapusan Sanksi administrasi dan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak
 KMK Nomor 607/KMK.04/1994 Tanggal 21-12-94 Tentang Tata cara
pengurangan dan penghapusan Sanksi administrasi dan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak
 KMK Nomor 186/KMK.04/1998 Tanggal 19-3-98 Tentang Tata cara
pengurangan dan penghapusan Sanksi administrasi dan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak
 KMK Nomor 537/KMK.04/2000 Tanggal 22-12-2000 Tentang Wajib
PajakTertentu yang dikecualikan dari Pengenaan Sanksi Administrasi berupa

34
Denda karena tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Dalam jangka waktu
yang ditentukan
 KMK Nomor 542/KMK.04/2000 Tanggal 22-12-2000 Tentang Tata cara
pengurangan dan penghapusan Sanksi administrasi dan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak
 SE - 03/PJ.33/1998 Tanggal 23-4-98 Tentang Pengenaan Sanksi bagi Wajib
Pajak yang tidak memenuhi kewajiban PPh Final
 SE - 13/PJ.33/1998 Tanggal 8-7-98 Tentang Tata cara pengurangan dan
penghapusan Sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan
pajak
 S - 145/PJ.33/1999 Tanggal 17-5-99 Tentang Pengenaan sanksi perpajakan
 S - 365/PJ.333/1999 Tanggal 8-11-99 Tentang Tata cara pengurangan dan
penghapusan Sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan
pajak

Jenis Sanksi Dan Besarnya

Sanksi perpajakan dapat dibagi sbb :

a. Sanksi Administrasi
Sanksi bunga
Sanksi denda
Sanksi kenaikan
b. Sanksi Pidana
Pidana Penjara
Pidana Kurungan

1. Sanksi Bunga

No Masalah Besar/lamanya sanksi Cara Dasar


membayar/ Hukum
menagih

35
1 Pembetulan sendiri 2% perbulan atas jumlah SSP Pasal 8 ayat
SPT yang pajak yang kurang (2) Undang-
mengakibatkan utang dibayar, dihitung sejak Undang
pajak menjadi lebih saat penyampaian SPT Nomor 16
besar berakhir s.d tanggal TAHUN
pembayaran karena 2000
pembetulan SPT itu

2 Berdasarkan 2% sebulan untuk SKP Pasal 13 ayat


pemeriksaan atau selama-lamanya 24 bulan (2)
keterangan lain pajak sejak saat terutangnya
yang terutang tidak pajak atau berakhirnya
atau kurang dibayar Masa/bagian tahun/tahun
pajak s.d. diterbitkannya
SKPKB

3 Pada saat jatuh tempo 2% (dua persen) sebulan STP Pasal 19 ayat
pembayaran pajak untuk seluruh masa, yang (1)
yang terutang tidak dihitung dari tanggal
atau kurang dibayar jatuh tempo sampai
tanggal pembayaran atau
tanggal diterbitkannya
STP, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan.

4 Wajib Pajak yang 2% sebulan dan bagian SSP/STP Pasal 19 ayat


diperbolehkan dari bulan dihitung (2)
mengangsur atau penuh 1 (satu) bulan.
menunda pembayaran
pajak

36
5 Wajib Pajak 2% sebulan yang SSP/STP Pasal 19 ayat
diperbolehkan dihitung dari saat (3)
menunda penyampaian berakhirnya kewajiban
SPT menyampaikan Surat
Pemberitahuan sampai
dengan tanggal
dibayarnya kekurangan
pembayaran tersebut, dan
bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu)
bulan

6 a Pajak Penghasilan 2% (dua persen) sebulan STP Pasal 14 ayat

. dalam tahun untuk paling lama 24 (3)

berjalan tidak atau (dua puluh empat) bulan,


kurang dibayar dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau
b Dari hasil
Bagian Tahun Pajak atau
. penelitian Surat
Tahun Pajak sampai
Pemberitahuan
dengan diterbitkannya
terdapat
Surat Tagihan Pajak
kekurangan
pembayaran pajak
sebagai akibat
salah tulis dan atau
salah hitung

7 Wajib Pajak dipidana 48% dari jumlah pajak SKP Pasal 13 ayat
karena melakukan yang tidak atau kurang (5)
tindak pidana dibayar yang
perpajakan setelah ditambahkan dalam
lewat waktu 10 tahun SKPKB

37
8 Wajib Pajak dipidana 48% dari jumlah pajak SKP Pasal 15 ayat
karena melakukan yang tidak atau kurang (4)
tindak pidana dibayar yang
perpajakn setelah lewat ditambahkan dalam
waktu 10 tahun SKPKBT

2. Denda

No Masalah Besar/lamanya Cara Dasar


sanksi membayar Hukum
atau
menagih

1 SPT tidak disampaikan atau a. Rp 50.000,00 STP Pasal 7


disampaikan melebihi batas untuk SPT Masa Undang-
waktu b. Rp 100.000,00 Undang
untuk SPT Tahunan Nomor 16
Tahun 2000

2 a. Pengusaha yang 2% dari DPP STP Pasal 14 ayat

dikenakan pajak (4) Undang-

berdasarkan Undang- Undang

undang Pajak Nomor 16

Pertambahan Nilai 1984 Tahun 2000

dan perubahannya tetapi


tidak melaporkan
kegiatan usahanya
untuk dikukuhkan

38
sebagai Pengusaha
Kena Pajak;

b. Pengusaha yang tidak


dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
tetapi membuat Faktur
Pajak;

c. Pengusaha yang telah


dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
tidak membuat atau
membuat Faktur Pajak
tetapi tidak tepat waktu
atau tidak mengisi
selengkapnya Faktur
Pajak

3 Wajib Pajak yang dua kali jumlah SKP Pasal 8 ayat


mengungkapkan pajak yang kurang (3) Undang-
ketidakbenaran bayar Undang
perbuatannya sebelum Nomor 16
dilakukan penyidikan Tahun 2000

4 Penghentian penyidikan empat kali jumlah SKP Pasal 44B


tindak pidana dibidang pajak yang tidak ayat (2)
perpajakan atas permintaan atau kurang dibayar, Undang-
Menteri Keuangan untuk atau yang tidak Undang
kepentingan penerimaan seharusnya Nomor 16
negara dikembalikan Tahun 2000

3. Pidana Penjara

39
1 Setiap orang yang dengan pidana penjara paling Pasal 39 ayat (1)
sengaja: lama 6 (enam) Undang-Undang
tahun dan denda paling Nomor 28 TAHUN
a) tidak mendaftarkan diri,
tinggi 4 (empat) 2007
atau menyalahgunakan
kalijumlah pajak
atau menggunakan tanpa
terutang yang tidak atau
hak Nomor Pokok Wajib
kurang dibayar
Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak

b) tidak menyampaikan Surat


Pemberitahuan; atau

c) menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan atau
keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak
lengkap

d) menolak untuk dilakukan


pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29

e) memperlihatkan
pembukuan, pencatatan,
atau dokumen Iain yang
palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar; atau

40
f) tidak menyelenggarakan
pembukuan atau
pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku,
catatan, atau dokumen
lainnya; atau

g) tidak menyetorkan pajak


yang telah dipotong atau
dipungut, sehingga dapat
menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara,

2 Melakukan lagi tindak pidana Pidana dilipatkan Pasal 39 ayat (2)


perpajakan sebelum lewat menjadi dua kali Undang-Undang
waktu 1 tahun, terhitung sejak Nomor 28 TAHUN
selesainya pidana penjara 2007

3 Setiap orang yang melakukan dipidana dengan pidana Pasal 39 ayat (3)


percobaan untuk melakukan penjara paling lama 2 Undang-Undang
tindak pidana (dua) tahun dan Nomor 28 TAHUN
menyalahgunakan atau denda paling tinggi 4 2007
menggunakan tanpa hak (empat) kali jumlah
Nomor Pokok Wajib Pajak restitusi yang dimohon
atau Pengukuhan Pengusaha dan atau kompensasi
Kena Pajak atau yang dilakukan oleh
menyampaikan Surat Wajib Pajak
Pemberitahuan dan atau
keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak dalam rangka
mengajukan permohonan
restitusi atau melakukan

41
kompensasi pajak,

4 Pejabat yang dengan sengaja dipidana dengan pidana Pasal 41 ayat (2)


tidak memenuhi kewajibannya penjara paling lama 2 Undang-Undang
atau seseorang yang (dua) tahun dan Nomor 28 TAHUN
menyebabkan tidak denda paling banyak 2007
dipenuhinya kewajiban Rp10. 000.000, 00
pejabat sebagaimana (sepuluh juta rupiah )
dimaksud dalam Pasal 34 ,

5 Setiap orang yang menurut dipidana dengan pidana Pasal 41A Undang-


Pasal 35 Undang-undang ini penjara paling lama 1 Undang Nomor 28
wajib memberi keterangan (satu) tahun dan TAHUN 2007
atau bukti yang diminta tetapi denda paling banyak Rp
dengan sengaja tidak memberi 10.000.000, 00 (sepuluh
keterangan atau bukti, atau juta rupiah)
memberi keterangan atau bukti
yang tidak benar,

6 Setiap orang yang dengan dipidana dengan pidana Pasal 41B Undang-


sengaja menghalangi atau penjara paling lama 3 Undang Nomor 28
mempersulit penyidikan (tiga) tahun dan TAHUN 2007
tindak pidana di bidang denda paling banyak Rp
perpajakan, 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).

7 wakil, kuasa, atau pegawai Pidana penjara selama- Pasal 43 ayat (1)
dari Wajib Pajak, yang lamanya enam tahun Undang-Undang
menyuruh melakukan, yang dan denda ssetinggi- Nomor 28 TAHUN
turut serta melakukan, yang tingginya empat kali 2007
menganjurkan, atau yang pajak terutang yang
membantu melakukan tindak tidak atau kurang
pidana di bidang perpajakan dibayar
sebagaimana dimaksud Pasal

42
39

8 yang menyuruh melakukan, Pidana penjara selama- Pasal 43 ayat (2)


yang turut serta melakukan, lamanya 1 tahun dan Undang-Undang
yang menganjurkan, atau yang denda setinggi-tingginya Nomor 28 TAHUN
membantu melakukan tindak Rp 5.000.000 2007
pidana di bidang perpajakan
sebagaimana dimaksud Pasal
41A

9 yang menyeluruh melakukan, Pidana penjara selama- Pasal 43 ayat (2)


turut serta melakukan, yang lamanya 3 tahun dan Undang-Undang
menganjurkan, atau yang denda setinggi-tingginya Nomor 28 TAHUN
membantu melakukan tindak Rp 10.000.000 2007
pidana di bidang perpajakan
sebagaimana dimaksud Pasal
41B

4. Pidana Kurungan

43
1 Setiap orang yang karena dipidana dengan pidana Pasal 38
kealpaannya: kurungan paling lama 1 Undang-
(satu) tahun dan Undang
a. tidak menyampaikan
denda paling tinggi 2 (dua) Nomor 28
Surat Pemberitahuan;
kalijumlah pajak terutang TAHUN
atau
yang tidak atau kurang 2007
b. menyampaikan Surat
dibayar.
Pemberitahuan, tetapi
isinya tidak benar atau
tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar,
sehingga dapat
menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, .

2 Pejabat yang karena dipidana dengan pidana Pasal 41 ayat


kealpaannya tidak memenuhi kurungan paling lama 1 (1) Undang-
kewajiban merahasiakan hal (satu) tahun dan Undang
sebagaimana dimaksud dalam denda paling banyak Rp Nomor 28
Pasal 34, 4.000. 000, 00 (empat juta TAHUN
rupiah) . 2007

3 Wakil, kuasa, atau pegawai dari dipidana dengan pidana Pasal 43 ayat


Wajib Pajak, yang menyuruh kurungan paling lama 1 (1) Jo Pasal
melakukan, yang turut (satu) tahun dan 38 Undang-
melakukan, yang denda paling tinggi 2 (dua) Undang
menganjurkan, atau yang kalijumlah pajak terutang Nomor 16
membantu melakukan tindak yang tidak atau kurang TAHUN
pidana di bidang perpajakan dibayar. 2000
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 .

44
5. Kenaikan

1 Pajak yang kurang dibayar 50% dari jumlah pajak SKP Pasal 8 ayat (5)
yang timbul sebagai akibat yang kurang bayar Undang-
dari pengungkapan ketidak- Undang
benaran pengisian Surat Nomor 28
Pemberitahuan TAHUN 2007

2 SPT tidak disampaikan dalam a. 50% dari PPh yang SKP Pasal 13 ayat
jangka waktunya dan setelah tidak atau kurang (3) Undang-
ditegur tidak disampaikan dibayar dalam satu Undang
pada waktunya Tahun Pajak Nomor 28
b. 100% dari PPh TAHUN 2007
yang tidak atau
kurang dipotong
atau atau kurang
dipungut, tidak
atau kurang
disetorkan, dan
dipotong atau
dipungut teapi
tidak atau kurang
disetorkan;

3 Berdasarkan hasil 100% dari PPN dan SKP Pasal 13 ayat


pemeriksaan PPN dan PPnBM yang tidak atau (3) Undang-
PPnBM ternyata tidak kurang dibayar Undang
seharusnya dikompensasi Nomor 28
selisih lebih pajak atau tidak TAHUN 2007
seharusnya dikenakan tarif
0%

4 Kewajiban Pasal 28, 29 tidak a. 50% dari PPh yang SKP Pasal 13 ayat
dipenuhi tidak atau kurang (3) Undang-

45
dibayar dalam satu Undang
Tahun Pajak Nomor 28
b. 100% dari PPh TAHUN 2007
yang tidak atau
kurang dipotong
atau atau kurang
dipungut, tidak
atau kurang
disetorkan, dan
dipotong atau
dipungut teapi
tidak atau kurang
disetorkan;
c. 100% dari PPN
dan PPnBM yang
tidak atau kurang
dibayar

5 Ditemukan data baru 100% dari jumlah SKP Pasal 15 ayat


dan/atau data yang semula kekurangan pajak (2) Undang-
belum terungkap yang Undang
menyebabkan penambahan Nomor 28
jumlah pajak yang terutang TAHUN 2007

6 Diterbitkan SKPKB atas 100% dari jumlah SKP Pasal 17C ayat
Keputusan Pengembalian kekurangan pembayaran (5) Undang-
Pendahuluan Kelebihan pajak Undang
Pajak Nomor 28
TAHUN 2007

Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Adminstrasi 

46
( KMK Nomor 542/KMK.04/2000 )

a. Dirjen Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dap
mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahan Wajib Pajak

b. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa


bunga, denda, dan kenaikan harus memenuhi syarat-syarat sbb :

1. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia


dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk
mendukung permohonannya

2. disamaikan oleh Wajib Pajak kepada Dirjen Pajak melalui KPP yang
mengnakan sanksi administrasi tersebut

3. tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan


Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar, atau Surat
Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan, kecuali apabila Wajib
Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya

c. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya boleh


diajukan oleh Wajib Pajak yang tidak mengajukan keberatan atas ketetapan
pajaknya dan diajukan atas suatu Surat Tagihan Pajak, suatu Surat Ketetapan
Pajak kurang Bayar, atau suatu Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar
Tambahan

d. Keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi


adminstrasi dikeluarkan oleh Dirjen Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal permohonan diterima sehingga apabila jangkawa waktu ini
telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan maka
permohonan yang diajukan tersebut dianggap diterima.

e. Terhadap keputusan yang diterbitkan Dirjen Pajak yang berkaitan dengan


Surat Tagihan Pajak hanya dapat diajukan gugatan kepada Badan Peradilan
Pajak

47
Sanksi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Pph Final  
(SE - 03/PJ.33/1998 )
1. Pemungut/Pemotong Pajak

Pemungut/Pemotong PPh Final dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda,


atau kenaikan dalam hal :

1. Wajib Pajak terlambat menyetor diterbitkan STP (sanksi bunga) berdasarkan


Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Jo Pasal 19 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000

2. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan diterbitkan


STP (sanksi denda) berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000

3. Wajib Pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak atau kurang


menyetor PPh Final yang terutang namun menyampaikan laporan bulanan,
diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa
bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000

4. Wajib Pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan tidak menyampaikan
laporan bulanan walaupun telah ditegor, diterbitkan SKPKB untuk bulan
yang bersangkutan ditambah sanksi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 13
ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007

5. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh
Final yang seharusnya terutang lebih besar daari SKPKB yang telah
diterbitkan maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi adminstrasi berupa
kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000

2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh Finalnya dan
wajib melaporkan secara bulanan (Misalnya perusahaan real estate,
perusahaan persewaan tanah dan/atau bangunan, perusahaan pelayaran).

48
Wajib Pajak ini dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, kenaikan dalam
hal :

1. Wajib Pajak terlambat membayar diterbitkan STP (sanksi bunga) berdasarkan


Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Jo Pasal 19 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000

2. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan diterbitkan


STP (sanksi denda) berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000

49
3. Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final bulanan diterbitkan STP
untuk bulan yang bersangkutan berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Jo Pasal 19 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 16 TAHUN 2000

4. Apabila dilakukan pemeriksaan ternyata kewajiban PPh Final dalam satu


tahun pajak kurang dibayar, diterbitkan SKPKB untuk tahun yang
bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000

5. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh
Final yang terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan maka
diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi adminsitrasi berupa kenaikan
berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000

3 Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh Finalnya


tetapi tidak wajib melaporkan secara bulanan
1. Apabila Wajib Pajak terlambat membayar PPh FInal yang terutang
diterbitkan STP (sanksi bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Jo Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 16 TAHUN 2000

2. Apabila Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final yang terutang
diterbitkan SKPKB untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi berupa
bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000

3. Apabila ditemukan data baru dan atau yang belum terungkap ternyata PPh
Final yang terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan, maka
diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan
berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000

BAB III
PENUTUP

50
I. KESIMPULAN
NPWP merupakan suatu yang harus dimiliki oleh orang/badan yang
tergolong wajib pajak. Hal tersebut telah diatur pada Persyaratan untuk memperoleh
NPWP diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-160/PJ./2007 Tentang
Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran
dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Jadi dalam peraturan ini mengatur mengenai
NPWP dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP). WP harus mendaftarkan diri
dan melaporkan hasil usahanya agar terhindar dari sanki-sanksi yang berlaku.

II. SARAN
Keberadaan NPWP sangat penting untuk masyarakat Indonesia yang sudah
tergolong wajib pajak. Namun, peranan tersebut tidak sejalan dengan kesadaran
masyarkat dan upaya pemerintah untuk mesosialisasikan pentingnya NPWP. Untuk
itu, diperlukan sosialisasi yang maksimal dari pemerintah dan Direktorat Jendral
Pajak agar kesadaran masyarakat semakin meningkat. Disisi lain, prosedur untuk
mendapatkan NPWP jangan dipersulit sehingga masyarakat mengabaikan
kewajibannya.

DAFTAR PUSTAKA

 Sumarsan, T. Perpajakan Indonesia. Edisi 2. Penerbit: Indeks.

51
 Suhartono,R dan Ilyas, Wirawan. 2007. Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) . Penerbit: salemba empat.
 Https://Www.pajak.go.id
 Https://Www.online-pajak.com/pengukuhan-pkp-cara-syarat-pkp
 Https://Www.klikpajak.id/tata-cara-permohonan-pengukuhan-pengusaha-
kena-pajak-pkp/
 Http://keuanganlsm.com/pendaftaran-npwp-dan-pengukuhan-pkp-melalui-e-
registration/
 https://www.ortax.org
 http://www.pajakonline.com
 http://dokterpajak.com/cara-mudah-penghapusan-npwp
 http://dokterpajak.com/pencabutan-pengukuhan-pkp

52

Anda mungkin juga menyukai