Atonia uteri adalah kegagalan otot-otot rahim untuk mempertahankan kontraksi setelah
melahirkan bayi sehingga tidak dapat menekan pembuluh darah yang berada di tempat
menempelnya plasenta.
Berikut ini adalah faktor risiko atonia uteri dan juga merupakan faktor risiko
pendarahan post partum, di antaranya:
preeklampsia
plasenta previa
endometrium tipis
infeksi
kegemukan
Atonia uteri dan pendarahan post partum bisa diatasi dengan beberapa cara
penanganan di bawah ini:
Rahim akan mendapatkan pijatan yang melibatkan dokter kandungan Anda. Metode
pijatan adalah dengan menempatkan satu tangan di vagina dan mendorong uterus
sementara tangan yang lain menekan uterus melalui dinding perut.
2. Pemberian obat uterotonika
Pemasangan infus dan transfusi darah juga menjadi penanganan untuk atonia uteri dan
pendarahan post partum. Hal ini bertujuan untuk tetap mengembalikan cairan tubuh dan
volume darah yang hilang.
Penanganan atonia uteri juga bisa dilakukan dengan mengunakan kateter foley. Alat ini
memiliki tujuan untuk menekan perdarahan di dalam rahim. Tim tenaga medis Anda juga
bisa membungkus rahim dengan spons dan bahan steril jika balon Bakri atau kateter
Foley tidak tersedia.
6. Laparotomi
Jika plasenta tetap tertahan di dalam rahim, kondisi ini dapat mengancam jiwa,
mengakibatkan infeksi dan bahkan kematian.
Biasanya plasenta akan keluar sekitar 5-10 menit setelah kelahiran bayi, namun ada
juga yang baru keluar setelah 30 menit. Perlekatan antara kulit bayi dan ibu pada saat
menyusui untuk pertama kalinya dapat memicu aliran hormon oksitosin sehingga
mendorong pelepasan plasenta secara alami. Apabila hingga 1 jam kelahiran bayi
plasenta belum juga keluar, kondisi ini disebut retensio plasenta.
Demikian pengertian retensio plasenta, sementara berikut ini akan dielaskan penyebab
retensio plasenta hingga pencegahannya.
Jenis retensio plasenta yang paling umum terjadi adalah ketika rahim tidak berkontraksi
atau berhenti berkontraksi agar plasenta keluar dari rahim.
2. Plasenta terperangkap
Penyebab retensio plasenta ini terjadi saat plasenta terlepas dari rahim tetapi
terperangkap di belakang serviks yang tertutup. Ini biasanya terjadi ketika serviks mulai
menutup sebelum plasenta dikeluarkan.
3. Plasenta adheren
Ketika semua atau sebagian plasenta melekat di dinding rahim, kondisi ini dikenal
sebagai plasenta adheren. Dalam kasus yang jarang terjadi, ketika sebagian plasenta
melekat di dinding rahim, yang dikenal sebagai plasenta akreta. Ini lebih mungkin terjadi
ketika plasenta melekat pada bekas luka caesar sebelumnya.
4. Plasenta akreta
Plasenta akreta terjadi ketika plasenta menempel di dalam rahim, yang kemungkinan
karena bekas luka operasi caesar yang dilakukan sebelumnya.
5. Plasenta perkreta
Plasenta perkreta terjadi saat plasenta tumbuh dan berkembang di sepanjang dinding
rahim.
1. Demam
Jenis Retensio Plasenta
Retensi plasenta adalah kondisi yang terbagi menjadi tiga jenis, berikut di antaranya:
1. Plasenta adheren
Plasenta adheren terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup kuat mengeluarkan plasenta.
Ini menyebabkan plasenta yang tersisa menempel dengan longgar pada dinding rahim.
Kondisi ini adalah jenis retensio plasenta yang paling umum.
2. Plasenta terperangkap
Ketika plasenta berhasil terlepas dari dinding rahim tetapi gagal dikeluarkan dari tubuh
wanita itu dianggap plasenta yang terperangkap. Ini biasanya terjadi akibat penutupan
serviks sebelum plasenta dikeluarkan. Plasenta yang terperangkap tertinggal di dalam
rahim.
3. Plasenta akreta
Ketika plasenta menempel pada dinding otot rahim, proses persalinan menjadi lebih sulit
dan biasanya menyebabkan perdarahan hebat. Kemungkinan kondisi ini membutuhkan
transfusi darah dan bahkan histerektomi.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin tidak mendiagnosis bagian plasenta yang
hilang. Tetapi, ketika ibu mulai mengalami gejala setelah melahirkan, itu menandakan
retensio plasenta.
Penanganan retensio plasenta biasanya dilakukan di ruang bersalin atau ruang operasi.
Dokter akan memasukkan kateter untuk mengosongkan kandung kemih, dan memberi
antibiotik intravena untuk mencegah infeksi. Anda juga akan diberi anestesi lokal, baik
spinal atau epidural.
Penanganan retensio plasenta ini dilakukan ketika plasenta terlepas dari uterus, namun
belum bisa keluar. Mengetahui kondisi ini, dokter akan menarik tali pusar dengan lembut
untuk membantu mengeluarkan plasenta.
3. Kuretase
4. Histerektomi
Ketika kasus plasenta perkreta, plasenta tumbuh ke dalam rahim. Kondisi dini dapat
dilakukan dengan histerektomi – operasi pengangkatan rahim. Ririko dari perawatan ini
adalah Anda tidak bisa lagi hamil.
Atonia uteri adalah kondisi hilangnya tonus otot rahim sehingga tidak dapat
berkontraksi, menekan pembuluh dan mengurangi aliran darah. Situasi ini menjadi
penyebab utama perdarahan post partum.
Plasenta previa adalah kondisi saat plasenta bayi menutup seluruh atau sebagian
leher rahim yang menghubungkannya dengan bagian atas vagina.
Rahim yang pecah (ruptur) juga dapat menyebabkan perdarahan post partum.
Namun, kasus ini merupakan kondisi yang jarang terjadi.
Cara Mengatasi Perdarahan Post Partum dan Pencegahannya
Tujuan dari pengobatan perdarahan post partum adalah menghentikan penyebab
perdarahan sesegera mungkin. Berikut beberapa cara dalam mengatasi perdarahan
post partum:
Pijat dan infus oksitosin
Setelah plasenta keluar, seharusnya rahim terus berkontraksi hingga pembuluh
darah kembali menutup. Namun pada kondisi tertentu kontraksi tidak terjadi. Proses
ini biasanya dapat dibantu oleh perawat dengan memijat perut, tindakan ini dikenal
sebagai masase fundus uteri.Selain itu, proses menyusui yang melepaskan hormon
oksitosin alami juga bisa membantu mempercepat proses ini. Di samping itu, dokter
dapat memberikan hormon oksitosin sintetis melalui infus untuk membantu kontraksi.
Balon kateter Foley
Mengembangkan balon kateter Foley yang ditempatkan di rahim, dapat memberi
tekanan pada pembuluh darah yang terbuka. Tindakan ini membantu menghentikan
perdarahan untuk sementara, sampai tindakan lain dapat dilakukan.
Mengeluarkan plasenta
Plasenta yang belum keluar perlu segera dikeluarkan secara manual. Prosedur ini
akan dilakukan oleh dokter atau bidan terlatih. Sebelumnya akan diberikan obat-
obatan pereda nyeri.
Obat untuk merangsang kontraksi rahim
Sambil terus dipijat, dokter akan memberikan obat-obatan selain oksitosin, untuk
merangsang kontraksi rahim sehingga menghentikan perdarahan.
Dokter mungkin juga perlu memeriksa sisa plasenta di dalam rahim dengan
memasukkan tangan ke vagina. Pada beberapa kasus, perlu dilakukan kuretase
untuk membersihkan rahim dan mengeluarkan sisa plasenta.
Setelah perdarahan berhenti, pasien mungkin akan merasa sangat lemas. Oleh
karena itu, pasien akan mendapatkan cairan infus dan transfusi darah. Wanita yang
mengalami perdarahan post partum bisa jadi juga mengalami anemia sehingga
membutuhkan banyak istirahat dan mengonsumsi cairan serta makanan bernutrisi
yang cukup. Dokter mungkin akan meresepkan asam folat dan suplemen zat besi.