Anda di halaman 1dari 13

Pengertian atonia uteri

Atonia uteri adalah kegagalan otot-otot rahim untuk mempertahankan kontraksi setelah
melahirkan bayi sehingga tidak dapat menekan pembuluh darah yang berada di tempat
menempelnya plasenta.

Pengertian pendarahan post partum


Akibat dari kejadian atonia uteri adalah pendarahan post partum. Perdarahan post
partum adalah pendarahan yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 500 mililiter
setelah melahirkan plasenta. Jangan anggap remeh kejadian pendarahan post partum
karena hal ini berpotensi menyebabkan kematian ibu setelah melahirkan.

Gejala atonia uteri dan pendarahan post partum


Gejala utama atonia uteri adalah rileksnya rahim dan tidak berkontraksi setelah
melahirkan bayi. Kejadian atonia uteri ini diikuti dengan kejadian pendarahan post
partum yang juga memiliki beberapa gejala.

Gejala pendarahan post partum:

 pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan bayi,

 tekanan darah menurun,

 meningkatnya denyut jantung,

 menurunnya sel darah merah

 merasakan rasa sakit khususnya pada area tubuh bagian punggung

 nyeri di area vagina dan perineum


Faktor risiko atonia uteri dan pendarahan post
partum
Atonia uteri dan pendarahan post partum memiliki faktor risiko yang hampir sama.
Faktor risiko dari atonia uteri merupakan faktor risiko dari pendarahan post partum juga.
Sedangkan ada beberapa faktor risiko dari pendarahan post partum yang bukan
merupakan faktor risiko atonia uteri.

Berikut ini adalah faktor risiko atonia uteri dan juga merupakan faktor risiko
pendarahan post partum, di antaranya:

 preeklampsia

 plasenta previa

 endometrium tipis

 retensio plastenta rest

 persalinan lama atau cepat

 jarak kehamilan yang pendek

 gangguan gizi pada ibu hamil

 anemia selama masa kehamilan

 multiparitas (lebih dari 5 kali kehamilan)

 kelainan uterus seperti leiomiomata, kelainan kongenital

 rahim terlalu renggang akibat anak besar, hamil kembar, gemelli,


hidramnion

Berikut ini adalah faktor risiko pendarahan post partum, di antaranya:

 infeksi

 kegemukan

 gangguan pembekuan darah


 penggunaan alat bantuan vakum

 memiliki latar belakang etnis Asia atau Hispanik

 robek pada area serviks atau vagina

 robek di area pembuluh darah uterus

 perdarahan di jaringan yang tersembunyi

 obat-obatan untuk menginduksi persalinan

 obat-obatan untuk menghentikan kontraksi (untuk persalinan prematur)

 plasenta akreta (plasenta melekat pada bagian dalam rahim)

 plasenta increta (jaringan plasenta menyerang otot rahim)

 plasenta percreta (jaringan plasenta masuk ke dalam otot uterus dan


dapat menembus)

Penanganan atonia uteri dan pendarahan post


partum
Baik atonia uteri maupun pendarahan post partum harus segera mendapatkan
penanganan yang tepat. Apabila atonia uteri tidak segera diatasi maka akan terjadi
pendarahan post partum yang membahayakan keselamatan nyawa ibu.

Penanganan atonia uteri dan pendarahan post partum

Atonia uteri dan pendarahan post partum bisa diatasi dengan beberapa cara
penanganan di bawah ini:

1. Pijatan rahim/ uterus

Rahim akan mendapatkan pijatan yang melibatkan dokter kandungan Anda. Metode
pijatan adalah dengan menempatkan satu tangan di vagina dan mendorong uterus
sementara tangan yang lain menekan uterus melalui dinding perut.
2. Pemberian obat uterotonika

Penanganan atonia uteri adalah dengan memberikan obat-obatan jenis uterotonika.


Oba-obatan jenis uterotonika seperti oksitosin, metilergonovin, dan prostaglandin.

3. Pemasangan infus dan transfusi darah

Pemasangan infus dan transfusi darah juga menjadi penanganan untuk atonia uteri dan
pendarahan post partum. Hal ini bertujuan untuk tetap mengembalikan cairan tubuh dan
volume darah yang hilang.

4. Embolisasi arteri uterina

Embolisasi artier uterina adalah tindakan menyuntikkan partikel kecil ke dalam arteri


rahim yang bertujuan untuk memblokir aliran darah rahim.

5. Penggunaan balon Bakri atau kateter Foley

Penanganan atonia uteri juga bisa dilakukan dengan mengunakan kateter foley. Alat ini
memiliki tujuan untuk menekan perdarahan di dalam rahim. Tim tenaga medis Anda juga
bisa membungkus rahim dengan spons dan bahan steril jika balon Bakri atau kateter
Foley tidak tersedia.

6. Laparotomi

Laparotomi adalah operasi untuk membuka perut untuk menemukan penyebab


perdarahan. Setelah diketahui penyebab maka akan diketahui solusinya.

7. Mengikat pembuluh darah

Saat tindakan laparotomi dilakukan, dokter akan menangani pendarahan dengan


mengikat pembuluh darah yang berdarah. Ini dilakukan dengan menggunakan jahitan
kompresi uterus, gel khusus, lem, atau kumparan.
8. Histerektomi

Histerektomi adalah operasi untuk mengangkat rahim. Histerektomi adalah cara


penanganan yang terakhir dilakukan apabila penanganan yang lain tidak mampu
menghentikan pendarahan post partum akibat atonia uteri.

Apa Itu Retensio Plasenta?


Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta berada di dalam rahim dan tidak keluar
dengan sendirinya secara alami. Ketika ini terjadi, plasenta harus segera dikeluarkan
dari rahim ibu.

Jika plasenta tetap tertahan di dalam rahim, kondisi ini dapat mengancam jiwa,
mengakibatkan infeksi dan bahkan kematian.

Biasanya plasenta akan keluar sekitar 5-10 menit setelah kelahiran bayi, namun ada
juga yang baru keluar setelah 30 menit. Perlekatan antara kulit bayi dan ibu pada saat
menyusui untuk pertama kalinya dapat memicu aliran hormon oksitosin sehingga
mendorong pelepasan plasenta secara alami. Apabila hingga 1 jam kelahiran bayi
plasenta belum juga keluar, kondisi ini disebut retensio plasenta.

Demikian pengertian retensio plasenta, sementara berikut ini akan dielaskan penyebab
retensio plasenta hingga pencegahannya.

Penyebab Retensio Plasenta


Sepertri dilancir Mom Junction, ada beberapa penyebab plasenta tertahan di dalam
rahim, berikut di antaranya:
1. Atonia uteri

Jenis retensio plasenta yang paling umum terjadi adalah ketika rahim tidak berkontraksi
atau berhenti berkontraksi agar plasenta keluar dari rahim.

2. Plasenta terperangkap

Penyebab retensio plasenta ini terjadi saat plasenta terlepas dari rahim tetapi
terperangkap di belakang serviks yang tertutup. Ini biasanya terjadi ketika serviks mulai
menutup sebelum plasenta dikeluarkan.

3. Plasenta adheren

Ketika semua atau sebagian plasenta melekat di dinding rahim, kondisi ini dikenal
sebagai plasenta adheren. Dalam kasus yang jarang terjadi, ketika sebagian plasenta
melekat di dinding rahim, yang dikenal sebagai plasenta akreta. Ini lebih mungkin terjadi
ketika plasenta melekat pada bekas luka caesar sebelumnya.

4. Plasenta akreta

Plasenta akreta terjadi ketika plasenta menempel di dalam rahim, yang kemungkinan
karena bekas luka operasi caesar yang dilakukan sebelumnya.

5. Plasenta perkreta

Plasenta perkreta terjadi saat plasenta tumbuh dan berkembang di sepanjang dinding
rahim.

Sementara penyebab retensio plasenta langka lainnya termasuk lobus succenturiate:


Retensio plasenta yang juga bisa berkembang ketika sebagian plasenta terhubung ke
bagian utama oleh pembuluh darah yang menempel di dalam rahim. Pembuluh darah ini
dikenal sebagai lobus succenturiate.
Gejala Retensio Plasenta
Bila sisa plasenta tertahan di rahim setelah melahirkan, Anda akan mengalami gejala
sehari setelah melahirkan, di antaranya:

1. Demam

2. Kram dan kontraksi yang parah

3. Bau busuk yang mengandung residu jaringan besar

4. Mengalami pendarahan terus-menerus

5. Menghambat produksi susu

Menurut Konsultan Laktasi Bersertifikat Dewan Internasional (IBCLC) Renee Kam


menyatakan, bahwa mengeluarkan plasenta setelah melahirkan adalah sinyal untuk
produksi ASI. Jika plasenta tetap tertahan di dalam rahim, sinyal ini terputus sehingga
pasokan ASI berubah.

Jenis Retensio Plasenta
Retensi plasenta adalah kondisi yang terbagi menjadi tiga jenis, berikut di antaranya:

1. Plasenta adheren

Plasenta adheren terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup kuat mengeluarkan plasenta.
Ini menyebabkan plasenta yang tersisa menempel dengan longgar pada dinding rahim.
Kondisi ini adalah jenis retensio plasenta yang paling umum.

2. Plasenta terperangkap

Ketika plasenta berhasil terlepas dari dinding rahim tetapi gagal dikeluarkan dari tubuh
wanita itu dianggap plasenta yang terperangkap. Ini biasanya terjadi akibat penutupan
serviks sebelum plasenta dikeluarkan. Plasenta yang terperangkap tertinggal di dalam
rahim.

3. Plasenta akreta

Ketika plasenta menempel pada dinding otot rahim, proses persalinan menjadi lebih sulit
dan biasanya menyebabkan perdarahan hebat. Kemungkinan kondisi ini membutuhkan
transfusi darah dan bahkan histerektomi.

Diagnosis Retensio Plasenta


Pemeriksaan yang dilakukan dengan cermat oleh bidan atau dokter dapat mendiagnosis
plasenta yang tertahan di dalam rahim. Dokter akan memeriksa apakah plasenta yang
dikeluarkan masih utuh dengan rahim setelah melahirkan. Bahkan sisa plasenta
berukuran kecil pun bisa berisiko.

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin tidak mendiagnosis bagian plasenta yang
hilang. Tetapi, ketika ibu mulai mengalami gejala setelah melahirkan, itu menandakan
retensio plasenta.

Diagnosis dilakukan dengan pemindaian ultrasound untuk memeriksa fragmen plasenta


yang tertahan di dalam rahim. Jika ditemukan sisa plasenta yang terperangkap, Anda
akan memerlukan perawatan untuk mencegah komplikasi.

Penanganan Retensio Plasenta


Jika mengalami gejala retensio plasenta setelah persalinan, Anda dapat menghubungi
dokter untuk perawatan lebih lanjut. Berikut perawatan yang bisa dilakukan untuk
mengatasi retensio plasenta:
1. Manual

Penanganan retensio plasenta biasanya dilakukan di ruang bersalin atau ruang operasi.
Dokter akan memasukkan kateter untuk mengosongkan kandung kemih, dan memberi
antibiotik intravena untuk mencegah infeksi. Anda juga akan diberi anestesi lokal, baik
spinal atau epidural.

Dokter kemudian akan melepaskan plasenta di dalam rahim. Setelah pengangkatan


plasenta manual agar rahim berkontraksi, dokter akan memberikan lebih banyak obat.

2. Menarik tali pusar

Penanganan retensio plasenta ini dilakukan ketika plasenta terlepas dari uterus, namun
belum bisa keluar. Mengetahui kondisi ini, dokter akan menarik tali pusar dengan lembut
untuk membantu mengeluarkan plasenta.

3. Kuretase

Pengangkatan plasenta akreta secara manual dilakukan sebagian dan kuretase


menghilangkan sisanya. Kuret sendiri dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa plasenta
dari rahim melalui pengikisan.

4. Histerektomi

Ketika kasus plasenta perkreta, plasenta tumbuh ke dalam rahim. Kondisi dini dapat
dilakukan dengan histerektomi – operasi pengangkatan rahim. Ririko dari perawatan ini
adalah Anda tidak bisa lagi hamil.

Adakah Cara Mencegah Retensio Plasenta?


Berikut ini tips yang mungkin dapat membantu Anda untuk mencegah retensio plasenta:
1. Jika pernah mengalami plasenta yang tertahan di rahim setelah
persalinan sebelumnya, kemungkinan berrisiko yang lebih tinggi. Anda harus
berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan perhatian selama tahap
ketiga persalinan. Kontak kulit dengan kulit bayi dapat mengurangi risiko.

2. Hindarilah penggunaan induksi oksitosin (syntocinon) buatan dalam


waktu yang lama untuk mengurangi risiko plasenta yang tertahan di dalam
rahim, operasi caesar, dan bekas luka di rahim. Terlalu banyak oksitosin akan
menyebabkan atonia uteri, yang merupakan penyebab utama tertahannya
plasenta pada rahim.

Lakukanlah langkah-langkah untuk mencegah komplikasi. Jika memiliki riwayat plasenta


yang tertahan atau Anda berisiko, kondsultasikan semua masalah dengan dokter.

Pengertian Plasenta Akreta


Pada kondisi normal, plasenta menempel pada endometrium yang
merupakan salah satu lapisan dinding rahim, tepatnya pada stratum
basalis. Meski begitu, terdapat beberapa kondisi ketika plasenta
menempel lebih dalam dari dinding rahim. Kondisi tersebut dikenal
sebagai plasenta akreta, inkreta dan perkreta yang dibedakan
berdasarkan letak dan kedalaman implantasi plasenta pada lapisan
dinding rahim.
Plasenta akreta terjadi ketika plasenta menempel terlalu dalam di dinding
rahim tetapi tidak menembus otot uterus (miometrium). Plasenta akreta
bertanggung jawab sekitar 75 persen dari semua kasus implantasi
plasenta abnormal. Plasenta inkreta terjadi ketika plasenta menempel
lebih dalam ke dinding uterus dan menembus ke dalam otot uterus.
Plasenta inkreta menyumbang sekitar 15 persen dari semua kasus.
Sementara itu, Plasenta perkreta terjadi ketika plasenta menembus
seluruh dinding uterus dan menempel ke organ lain seperti kandung
kemih. Plasenta perkreta yang paling jarang dari tiga kondisi dengan
angka kejadian hanya sekitar 5 persen dari semua kasus.
Gejala Plasenta Akreta
Plasenta akreta sering tidak menimbulkan tanda atau gejala selama
kehamilan - tetapi perdarahan Miss V selama trimester ketiga mungkin
terjadi.

Penyebab dan Faktor Risiko Plasenta Akreta


Penyebab spesifik Plasenta akreta tidak diketahui, tetapi diduga berkaitan
dengan kejadian plasenta previa dan riwayat
kelahiran caesar sebelumnya. Plasenta akreta terjadi pada 5 persen
hingga 10 persen wanita dengan plasenta previa.
Persalinan caesar meningkatkan risiko terjadinya plasenta akreta di masa
depan. Semakin sering bedah caesar dilakukan, semakin besar
peningkatannya. Seperti pada plasenta previa, penyakit ini lebih sering
terjadi pada wanita yang lebih tua dari 35 tahun.

Diagnosis Plasenta Akreta


Jika terdapat faktor risiko untuk plasenta akreta selama kehamilan seperti
plasenta previa atau operasi rahim sebelumnya - dokter memeriksa
implantasi plasenta bayi. Melalui ultrasound atau MRI, dokter
mengevaluasi seberapa dalam implantasi plasenta di dinding rahim.

Penanganan Plasenta Akreta


Tidak ada yang dapat dilakukan untuk mencegah plasenta akreta, dan
hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk menangani plasenta akreta
setelah diagnosis. Pada umumnya, dokter memantau kehamilan dengan
tujuan memberi jadwal persalinan dan memilih operasi yang dapat
menyelamatkan rahim.
Penting untuk mendiskusikan operasi ini dengan dokter jika pengidap
masih ingin memiliki anak lagi. Sayangnya, plasenta akreta mungkin
cukup parah sehingga perlu dilakukan histerektomi atau pengangkatan
rahim.

Kapan Harus ke Dokter?


Jika memiliki masalah dengan kandungan, segera menemui dokter untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Perdarahan post partum atau perdarahan setelah melahirkan, masih menjadi


penyebab utama kematian pada ibu hamil terutama di negara-negara
berkembang.Beberapa gejala penyerta dari perdarahan post partum
termasuk peningkatan detak jantung, penurunan tekanan darah, dan rasa nyeri
di vagina.

Perdarahan post partum umumnya dikarenakan terbukanya pembuluh darah pada


rahim di mana plasenta melekat di dinding rahim ketika hamil. Selain itu, darah juga
dapat keluar dari robekan jalan lahir yang terjadi saat wanita melalui
prosedur episiotomi pada proses persalinan.
Berbagai Penyebab Perdarahan Post Partum
Tubuh tiap pasien memiliki reaksi berbeda-beda ketika terjadi perdarahan. Akan
tetapi, ada sebagian kasus yang mengalami perdarahan post partum lebih parah.
Berikut berbagai hal yang bisa menyebabkan perdarahan post partum secara
berlebihan/postpartum hemorrhage (PPH):
 Adanya perdarahan post partum yang terjadi akibat robekan ataupun sayatan
episiotomi yang lebar pada perineum atau vagina.

 Atonia uteri adalah kondisi hilangnya tonus otot rahim sehingga tidak dapat
berkontraksi, menekan pembuluh dan mengurangi aliran darah. Situasi ini menjadi
penyebab utama perdarahan post partum.

 Plasenta previa adalah kondisi saat plasenta bayi menutup seluruh atau sebagian
leher rahim yang menghubungkannya dengan bagian atas vagina.

 Kekurangan enzim thrombin dapat menyebabkan gangguan perdarahan akibat


kegagalan pembekuan darah.

 Rahim yang pecah (ruptur) juga dapat menyebabkan perdarahan post partum.
Namun, kasus ini merupakan kondisi yang jarang terjadi.
Cara Mengatasi Perdarahan Post Partum dan Pencegahannya
Tujuan dari pengobatan perdarahan post partum adalah menghentikan penyebab
perdarahan sesegera mungkin. Berikut beberapa cara dalam mengatasi perdarahan
post partum:
 Pijat dan infus oksitosin
Setelah plasenta keluar, seharusnya rahim terus berkontraksi hingga pembuluh
darah kembali menutup. Namun pada kondisi tertentu kontraksi tidak terjadi. Proses
ini biasanya dapat dibantu oleh perawat dengan memijat perut, tindakan ini dikenal
sebagai masase fundus uteri.Selain itu, proses menyusui yang melepaskan hormon
oksitosin alami juga bisa membantu mempercepat proses ini. Di samping itu, dokter
dapat memberikan hormon oksitosin sintetis melalui infus untuk membantu kontraksi.

 Balon kateter Foley
Mengembangkan balon kateter Foley yang ditempatkan di rahim, dapat memberi
tekanan pada pembuluh darah yang terbuka. Tindakan ini membantu menghentikan
perdarahan untuk sementara, sampai tindakan lain dapat dilakukan.

 Mengeluarkan plasenta
Plasenta yang belum keluar perlu segera dikeluarkan secara manual. Prosedur ini
akan dilakukan oleh dokter atau bidan terlatih. Sebelumnya akan diberikan obat-
obatan pereda nyeri.
 Obat untuk merangsang kontraksi rahim
Sambil terus dipijat, dokter akan memberikan obat-obatan selain oksitosin, untuk
merangsang kontraksi rahim sehingga menghentikan perdarahan.

Dokter mungkin juga perlu memeriksa sisa plasenta di dalam rahim dengan
memasukkan tangan ke vagina. Pada beberapa kasus, perlu dilakukan kuretase
untuk membersihkan rahim dan mengeluarkan sisa plasenta.

Pada kasus yang lebih berat, kemungkinan diperlukan


tindakan laparotomi (pembedahan perut) untuk menemukan penyebab dari
perdarahan atau bahkan histerektomi, yaitu operasi pengangkatan rahim untuk
menghentikan perdarahan post partum. Histerektomi adalah pilihan terakhir yang
dilakukan dalam sebagian kasus.

Setelah perdarahan berhenti, pasien mungkin akan merasa sangat lemas. Oleh
karena itu, pasien akan mendapatkan cairan infus dan transfusi darah. Wanita yang
mengalami perdarahan post partum bisa jadi juga mengalami anemia sehingga
membutuhkan banyak istirahat dan mengonsumsi cairan serta makanan bernutrisi
yang cukup. Dokter mungkin akan meresepkan asam folat dan suplemen zat besi.

Untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum, dapat dilakukan


melalui pemeriksaan kehamilan secara berkala. Dokter kandunganAnda akan
melakukan pemeriksaan, serta mempertimbangkan faktor risiko dan kondisi Anda
selama kehamilan. Jika Anda memiliki golongan darah yang langka, gangguan
perdarahan, atau riwayat perdarahan post partum, maka dokter dapat
mempersiapkan rencana persalinan yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai