Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI PANGAN

ACARA III
PENGARUH PEMANASAN TERHADAP MIKROBA

Kelompok (2)
Penanggung Jawab :

Syafa Athala Rachmadhani A1F018091

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bakteri termasuk jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk
bertahan hidup. Bakteri merupakan mikroba yang mengalami pertumbuhan yang
cepat ditandai dengan pertumbuhan dengan membentuk semacam koloni. Waktu
generasi pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20 menit
bahkan ada yang memerlukan sampai berjam-jam atau berhari-hari.

Mikroba berperan bagi kehidupan sehari-hari, baik yang menguntungkan


maupun merugikan. Mikroba yang menguntungkan dapat dilihat dari proses
fermentasi sedangkan miroba yang merugikan dapat dilihat dari kerusakan bahan
pangan dan menyebakan penyakit. Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan
manusia tak terkecuali bagi mikroorganisme. Apabila bahan makanan telah
tercemar oleh mikroorganisme, maka bahan makanan tersebut dapat mengalami
kerusakan. Perubahan yang terjadi yaitu perubahan fisik dan kimia bahan pangan
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan mutu pangan menjadi turun.
Mikroorganisme pada makanan dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti
sesak napas, mual, muntah, pusing, diare disentri, pingsan, bahkan kematian.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba, salah


satunya adalah suhu. Pengaruh faktor ini akan memberikan gambaran yang
memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada akhirnya
memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya. Faktor suhu
merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kehidupan mikroba karena enzim yang menjalankan metabolisme sangat peka
terhadap suhu.

Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan


mikroorganisme yang berarti dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan itu
sendiri. Prinsip pengendalian mikroba adalah menciptakan lingkungan yang tidak
sesuai bagi pertumbuhan mikroba. Mikroba akan berkembang biak lambat bila
kondisi lingkungannya tidak optimal untuk hidupnya.

Salah satu upaya untuk mencegah pertumbuhan bakteri khususnya pada bahan
pangan adalah dengan metode pemanasa, pemanasan yang digunakan untuk
membunuh spora pada bakteri, namun tergantung juga pada bakteri dan ketahanan
nya pada suhu yang berbeda - beda. Untuk itu praktikum pengaruh pemanasan
terhadap mikroba ini perlu dilakukan.

B. Tujuan

Mengetahui pengaruh pemanasan (suhu tinggi) terhadap kematian mikroba.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroba merupakan organisme yang berukuran kecil (mikro), dapat


melakukan aktivitas untuk hidup, dapat tergolong dalam prokariot seperti bakteri
dan virus, dan eukariot seperti alga, protozoa. Mikroba sangat berperan dalam
kehidupan (Nester, et al., 2009).

Bakteri Escherichia coli merupakan mikroorganisme indikator yang dipakai di


dalam analisis air untuk menguji adanya pencemaran oleh tinja, tetapi untuk
media penyebarannya tidak selalu melalui air, melainkan melalui kegiatan tangan
ke mulut atau dengan pemindahan pasif melalui makanan atau minuman
(Melliawati, 2009). Escherichia coli dan Staphylococcus aureus merupakan
flora normal yang terdapat pada tubuh manusia, akan tetapi dapat bersifat patogen
sehingga menyebabkan timbulnya berbagai penyakit infeksi pada manusia.
(Parija, 2009).

B. subtilis merupakan bakteri gram positif yang dapat membentuk endospora


yang berbentuk oval di bagian sentral sel. Hasil uji pewarnaan gram menunjukkan
bahwa B. subtilis merupakan bakteri gram positif karena menghasilkan warna
ungu saat ditetesi dengan larutan KOH (Aini et al., 2013). Bakteri ini mampu
membentuk endospora ketika kondisi lingkungan yang tertekan. Spora ini dapat
bertahan 60 tahun atau lebih pada kondisi lingkungan ekstrim (Sakti, 2012). Salah
satu tempat beradanya B. subtilis ini adalah di lingkungan dengan suhu tinggi,
sehingga jenis B. subtilis tersebut tergolong bakteri mesofilik seperti yang
diperoleh oleh Utari et al., (2011) yang menemukan B. subtilis Gunung Darajat
Garut, Jawa Barat dimana isolat tersebut memiliki kemampuan amilolitik, dengan
indeks amilolitik tertinggi sebesar 0,68 cm.

Setiap mikroba termasuk bakteri mempunyai suhu optimum maksimum, dan


minimum untuk pertumbuhannya. Jika suhu lingkungan lebih kecil dari suhu
minimum atau lebih besar dari suhu maksimum pertumbuhannya maka aktivitas
enzim akan terhenti bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan menjadi
denaturasi. Pertumbuhan mikroba terjadi pada suhu dengan kisaran kira-kira 30oC.
Kecepatan pertumbuhan mikroba meningkat lambat dengan naiknya suhu
mencapai kecepatan pertumbuhan maksimum. Diatas suhu maksimum kecepatan
pertumbuhan mikroba menurun dengan cepat dengan meningkatnya suhu
(Sari,2012).

Kemampuan jasad renik untuk bertahan pada lingkungan bersuhu rendah atau
tinggi sangat beragam. Berdasarkan temperature lingkungan tempat bakteri dapat
tumbuh dan berkembang secara maksimal, bakteri diklasifikasikan menjadi 3
kelompok, yaitu :

1. Psikrofilik, yaitu bakteri yang senang hidup dalam suasana dingin, yaitu
antara 5-25oC dengan temperature optimum 20-25oC.
2. Mesofilik, yaitu bakteri yang hidup pada temperature 20-45oC, dengan
temperature optimum 30-37oC
3. Termofilik, yaitu bakteri yang hidup optimal pada temperature 50-55oC,
dengan kisaran pertumbuhan pada 45-70oC (Arisman, 2009).

Setiap bakteri akan mempunyai penyesuaian terhadap kondisi lingkungan


dengan cara yang berbeda-beda, seperti pada saat nutrisi berkurang, penurunan pH
atau pada kondisi dimana suhu menurun atau meningkat (Hengge-Aronis, 2002
dalam Ouazzou et al.,2012).

Menurut Pelczar (2012), mikroorganisme dapat dikendalikan (dibasmi,


dihambat, dan ditiadakan) dari suatu lingkungan, dengan menggunakan berbagai
proses atau sarana fisik. Penggunaan suhu yang tinggi digabung dengan
kelembaban tinggi merupakan salah satu metode paling efektif untuk mematikan
mikroorganisme.

Kenaikan suhu dapat menyebabkan bakteri meningkatkan toleransinya


terhadap panas terutama pada bakteri yang menyebabkan kebusukan pada pangan
dan bakteri patogen (Cebrian et al., 2009).

Nutrient Agar adalah media kultur dasar yang digunakan untuk memelihara
mikroorganisme, membudidayakan organisme dengan memperkaya serum atau
darah dan juga digunakan untuk pemeriksaan kemurnian sebelum pengujian
biokimia atau serologis. Nutrient Agar sangat ideal untuk tujuan demonstrasi dan
pengajaran di mana kelangsungan hidup budaya yang lebih lama pada suhu kamar
sering diperlukan tanpa risiko pertumbuhan berlebih yang dapat terjadi dengan
substrat yang lebih bergizi (Baird et al, 2015). Nutrien Agar digunakan sebagai
media untuk budidaya mikroorganisme, dapat diperkaya dengan darah atau cairan
biologi lainnya. Bahan yang digunakan untuk membuat nutrien agar adalah
pepton, sodium klorida, pepton HM B, ekstrak yeast, dan agar. Dalam membuat
nutrien agar, suhu optimalnya adalah 25°C dengan pH 7.4±0.2 (Salfinger dan
Tortorello, 2015). Berdasarkan kegunaanya media NA (Nutrient Agar) termasuk
kedalam jenis media umum, karena media ini merupakan media yang paling
umum digunakan untuk pertumbuhan sebagian besar bakteri. Bedasarkan
bentuknya media ini berbentuk padat, karena mengandung agar sebagai bahan
pemadatnya. Media padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau
morfologi koloni bakteri (Munandar, 2016).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum acara 3 ini adalah tabung


reaksi, penangas air, cawan petri, pipet steril, pipet mikro, tip, erlenmeyer,
bunsen, penjepit, rak tabung reaksi, inkubator, dan laminar.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah


biakan Escherichia coli dan Bacillus subtilis, medium NA, akuades, kapas,
plastik pembungkus, karet gelang, dan NaCl 0,85%.

B. Prosedur Kerja
Disiapkan 20 buah tabung reaksi steril.

Dimasukkan masing-masing ke dalam 10 tabung, 1 ml suspense


E.Coli dan 10 tabung lainnya 1 ml suspense B. Subtilis yang sudah
berumur 24 jam.

Dimasukkan 5 tabung berisi E.Coli dan 5 tabung yang berisi B.


Subtilis kedalam penangas air suhu 50°C. Sementara seri 5 tabung
lainnya berisi E.Coli dan B. Subtilis dipanaskan dalam penangas air
dengan suhu 70°C.

Pemanasan dilakukan selama 0, 15, dan 30 menit.

Dilakukan pengenceran sampai 10-4 dan diplating dengan metode pour


plate.

Cawan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam dalam keadaan


terbalik.

Dilakukan pengamatan, lalu dibuat tabel jumlah koloni yang tumbuh.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Jumlah Mikroba
Mikroba Waktu Pemanasan
50°C 70°C
15 menit 983 49
Escherichia coli
30 menit 8.028 4.440
15 menit 425 -
Bacillus subtilis
30 menit - 922

Kontrol

Mikroba Jumlah Mikroba

Escherichia coli 2417

Bacillus subtilis 2.800

Perhitungan :

1
Jumlah bakteri = Jumlah koloni x
faktor pengenceran

Escherichia coli

 15 menit 50°C
1
= 983 x
10−4
= 983 x 104

 15 menit 70°C
1
= 49 x
10−4
= 49 x 104
 30 menit 50°C
1
= 8.028 x
10−4
= 8.028 x 104
 30 menit 70°C
1
= 4.440 x
10−4
= 4.440 x 104
 Kontrol
1
= 2.417 x
10−4
= 2.417 x 104

Bacillus subtilis

 15 menit 50°C
1
= 425 x
10−4
= 425 x 104
 15 menit 70°C
= gagal
 30 menit 50°C
= gagal
 30 menit 70°C
1
= 922 x
10−4
= 922 x 104
 Kontrol
1
= 2.800 x
10−4
= 2.800 x 104

B. Pembahasan

Pada praktikum ini, digunakan 20 tabung reaksi yang diisi dengan bakteri
Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Masing-masing tabung mendapat perlakuan
yang berbeda. 1 tabung berisi Escherichia coli diberi perlakuan kontrol sedangkan
4 tabung yang berisi Escherichia coli lainnya dipanaskan pada suhu 50°C dan
70°C dengan lama pemanasan 15 dan 30 menit. Untuk bakteri Bacillus subtilis, 1
tabung diberi perlakuan kontrol dan 4 lainnya dipanaskan pada suhu 50°C dan
70°C dengan lama pemanasan 15 dan 30 menit.

Dari hasil pengamatan di waktu 24 jam inkubasi, diperoleh data bahwa untuk
Escherichia coli  pada perlakuan kontrol didapatkan jumlah mikrobanya 2.417.
Sedangkan pada pemanasan suhu 50°C dengan lama 15 menit jumlah mikrobanya
983 dan ketika dipanaskan dengan waktu 30 menit jumlah mikrobanya 8.028.
Untuk Escherichia coli  dengan suhu pemanasan 70°C dengan waktu 15 menit
didapatkan jumlah mikrobanya 49. Sedangkan pada waktu 30 menit didapatkan
mikroba sebanyak 4.440.

Saat perlakuan pemanasan Escherichia coli  didapatkan penurunan jumlah


mikroba yang cukup signifikan pada suhu 50C ke 70C. Menurut Ray dan
Bhunia (dalam Saimah et al., 2016), E. coli mempunyai suhu maksimum
pertumbuhan 50 C, di atas suhu tersebut bakteri E. coli mengalami inaktivasi.
Jadi, karena kenaikan suhu tersebut jumlah bakterinya menurun dikarenakan
bakteri E. coli mengalami inaktivasi.

Untuk bakteri Bacillus subtilis diperoleh data pada perlakuan kontrol jumlah
mikrobanya 2.800. Sedangkan pada pemanasan suhu 50°C dengan lama 15 menit
jumlah mikrobanya 425 dan ketika dipanaskan dengan waktu 30 menit tidak
didapatkan jumlah mikrobanya. Perlakuan dengan suhu 70°C di waktu pemanasan
15 menit tidak didapatkan jumlah mikrobanya. Sedangkan pada waktu 30 menit
didapatkan mikroba sebanyak 922. Menurut Bryne (dalam Mailia et al., 2015),
ketahanan panas bakteri dipengaruhi oleh komposisi pangan seperti jumlah
karbohidrat, protein dan lemak, perbedaan strain, perbedaan faktor lingkungan
seperti suhu pertumbuhan, media pertumbuhan, paparan terhadap panas. Jumlah
mikroba pada bahan juga mempengaruhi ketahanan mikroba terhadap panas.

Menurut Mackey (dalam Saimah et al., 2016) perlakuan pemanasan yang


tinggi (lethal heat) menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen pada
komponen sel antara lain membran luar, sitoplasma, ribosom, asam nukleat, dan
protein. Ray dan Bhunia (dalam Saimah et al., 2016) juga mengatakan
mikroorganisme yang mengalami perlakuan pemanasan pada suhu dan waktu
pemanasan tertentu dapat mengalami heat-shock, sublethally injured, atau
kematian.

Mikroorganisme yang rusak mempunyai kemampuan untuk kembali ke


normal dengan memperbaiki komponen penting yang rusak selama proses
resusitasi. Mekanisme kematian bakteri akibat proses pemanasan yaitu sel-sel
bakteri setelah mengalami cedera akan memperlihatkan hilangnya permeabilitas
dan meningkatkan kepekaan terhadap beberapa senyawa yang bakteri biasanya
tahan. Sel-sel yang cedera secara sublethal mengalami kerusakan pada membran
sel, dinding sel, deoxyribonucleic acid (DNA), ribonucleid acid (RNA) ribosom
(degradasi), dan beberapa enzim penting (denaturasi). Kematian terjadi karena
adanya kerusakan pada beberapa komponen fungsional dan struktural penting dari
sel (Wu dalam Saimah et al., 2016).

Kesalahan-kesalahan atau gagalnya perhitungan jumlah mikroba pada


percobaan kali ini kemungkinan disebabkan karena jumlah nutrisi dalam media
sudah mengalami penurunan atau oleh kesalahan dari praktikan sendiri sehingga
adanya terjadi perbedaan dengan sumber pustaka.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pemanasan memiliki


pengaruh yang berbeda pada setiap mikroba. Hal ini disebabkan karena setiap
mikroba memiliki karakteristik pertumbuhan masing-masing. Ketahanan mikroba
selama pemanasan dipengaruhi oleh jenis mikroba dan komposisi medium saat
pemanasan.

B. Saran

Sebaiknya pada saat dilakukan praktikum, praktikan memakai sarung


tangan lateks dan masker guna menghindari kontaminasi dari mikroorgansme
yang sedang diuji. Seharusnya praktikan juga lebih memperhatikan penjagaan
kebersihan dan kerapihan laboratorium setelah penggunaan.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, F.N., S. Sukamto, D. Wahyuni, R.G Suhesti, dan Q. Ayyunin. 2013.


Penghambatan pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides oleh
Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii, Bacillus subtilis dan
Pseudomonas fluorescens. Jurnal Pelita Perkebunan 29(1): 44-52

Arisman. 2009. Keracunan Makanan : Buku ajar Ilmu Gizi, Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

Baird R.B., Eaton A.D., and Rice E.W., (Eds.). 2015. Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater. APHA, Washington, D.C.

Cebrian,G., Condon.S. dan Manas, P. (2009). Heat adaptation induced


thermotolerance in Staphylococcus aureus influence of the alternative
factor OB. International Journal of Food Microbiology 135: 274-280.

Jawetz, E., Melnick, J. L., & Adelberg, E.A., 2008, Mikrobiologi Kedokteran,
Edisi XXII, diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.
B., Mertaniasih, N. M., Harsono, S., Alimsardjono, L., 49, 211-217,
Jakarta, Penerbit Salemba Medika.

Mailia, R., Bara, Y., Yudi, P., Saiful, R., dan Endang, S. R. 2015. KETAHANAN
PANAS CEMARAN Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus
cereus dan BAKTERI PEMBENTUK SPORA YANG DIISOLASI DARI
PROSES PEMBUATAN TAHU DI SUDAGARAN YOGYAKARTA.
Jurnal Agritech, Vol. 35, No. 3
Melliawati, R. 2009. Escherichia Coli dalam Kehidupan Manusia. BioTrends.
Vol.4, No. 1
Munandar, K. 2016. Pengenalan Laboratorium IPA-BIOLOGI Sekolah. Refika
Aditama, Bandung.

Nester, E. W., Anderson, D.G., Roberts, C.E., & Nester, M. T. 2009.


Microbiology A Human Perspective Sixth Edition. New Yok: Mc Graw-
Hill.

Ouazzou, A.A., Manas, P., Condon. S., Pagan, R. dan Gonzalo, G.D. (2012). Role
of general stress-response alternative sigma factors σS (RpoS) and σB
bacterial heat resistance as a fuction of treatment medium pH.
International Journal of Food Microbiology 153: 358-364.

Parija, 2009. Textbook of Microbiology & Immunology. India: Elsevier.

Saimah, Mirnawati, B. S., dan Hadri L. 2016. DEKONTAMINASI BAKTERI


Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus PADA SARANG
BURUNG WALET DENGAN PERLAKUAN PEMANASAN. Jurnal
Kedokteran Hewan, Vol. 10, No. 2

Sakti, P. C., 2012, Optimasi Produksi Enzim Selulase dari Bacillus sp. BPPT CC
RK2 dengan Variasi pH dan Suhu Menggunakan Response Surfance
Medthodology, Skripsi. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Salfinger Y., and Tortorello M.L. 2015. Compendium of Methods for the
Microbiological Examination of Foods, 5th Ed. American Public Health
Association, Washington, D.C.
Sari, R. 2012. Karakteristik Bakteri Prebiotik yang Berasal dari Saluran
Pencernaan Ayam Pedaging. Skripsi. Universitas Hasanuddin: Makasar.

Simanjuntak R., S. Baddu, T.S. Ekawati, M Widantari, M.M As’adi. 2008.


Preservasi Beku Aeromonas salmonicida dengan Gliserol Dalam TSB
Selama 6 Bulan. Prosiding Hasil Uji Coba Preservarsi, Vol 3. Pusat
Karantina Ikan, Jakarta.

Utari, I.B., Fitriani A, & Kusnadi 2011. Identifikasi Bakteri Termofilik Amilolitik
dari Mata Air Panas Ciengang dan Gunung Darajat, Garut. Seminar
Nasional Jurusan Pendidikan Biologi UPI, Bandung, Juli 1-2.
LAMPIRAN

No Gambar Keterangan

1 Disiapkan tabung reaksi steril.

2 Diambil tip untuk memindahkan biakan.

Diambil biakan Escherichia coli dengan


3
menggunakan pipet mikro dan tip.

Diambil biakan Bacillus subtilis dengan


4
menggunakan pipet mikro dan tip.
Dimasukan biakan Escherichia coli kedalam
5
tabung reaksi.

Dimasukan biakan Bacillus subtilis kedalam


6
tabung reaksi.

7 Tabung reaksi ditutup dengan kapas.

8 Hasil pemindahan biakan.

Biakan yang sudah dipindahkan, dipanaskan


9 dengan suhu 50°C dan 70°C selama 15 dan
30 menit.
10 Pengenceran sampai 10-4 .

11 Dikocok dengan laminar.

12 Hasil pengenceran

Plating dengan menggunakan metode cawan


13
tuang.

14 Cawan diputar putar agar rata.


15 Hasil dari perlakuan Escherichia coli kontrol.

Hasil dari perlakuan Escherichia coli dengan


16
suhu 50°C selama 15 menit.

Hasil dari perlakuan Escherichia coli dengan


17
suhu 50°C selama 30 menit.
Hasil dari perlakuan Escherichia coli dengan
18
suhu 70°C selama 15 menit.

Hasil dari perlakuan Bacillus subtilis dengan


19
suhu 50°C selama 15 menit.

Hasil dari perlakuan Bacillus subtilis dengan


20
suhu 70°C selama 15 menit.

Hasil dari perlakuan Bacillus subtilis dengan


21
suhu 70°C selama 30 menit.

Anda mungkin juga menyukai