Anda di halaman 1dari 8

BISNIS INTERNASIONAL

Memahami Sistem Moneter Internasional

Agung S.G. Loindong 17061102373

Universitas Sam Ratulangi UNSRAT


manado

 Memeahami penggunaan emas secara historis dn sekarang serta daya tariknya

Secara pasti kapan sebenarnya emas mulai pertama dikenal dan memiliki nilai. Apabila menurut
sejarah peradaban manusia, emas mulai dikenal manusia sejak manusia mulai berbudaya. Sebagai sesuatu
yang mempunyai nilai tinggi, emas mulai dikenal pada masa kekuasaan kekaisaran di Eropa yang
kemudian diikuti dengan pencarian oleh sejumlah petualang dan penemu benua baru seperti Christoper
Columbus dan Vasco da Gamma yang pada ahirnya memulai masa imperialisme. Apabila kita menelaah
jauh sebelum itu, emas telah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum masehi. Sejarah Emas 1. Penggunaan
Emas Pada Tahun Sebelum Masehi Sejumlah suku pedalaman sudah mengenal emas dan dijadikan
sebagai alat budaya khususnya perlengkapan spiritual kuno. sejarah masyarakat Mesir Kuno (Circa),
tahun 1932 sebelum masehi mereka memakamkan Raja Tutankhamen dalam peti emas seberat hampir
2.500 pound. Raja Croesus dari Lydia (kini merupakan wilayah Turki), pada 560 tahun sebelum Masehi
memerintahkan pembuatan koin emas pertama dan peristiwa ini menandai sejarah emas sebagai alat
untuk bertransaksi. Sedangkan pada bangsa Romawi sendiri pada tahun 50 SM, mulai menggunakan koin
Emas sebagai alat untuk bertransaksi. 2. Sejarah Penambangan Emas Sebagai komoditi pertambangan,
emas memiliki sejarah yang sangat panjang. Diperkirakan sejarah penambangan emas sudah dimulai
sejak 2000-5000 tahun SM. Begitu panjangnya usia kegiatan pertambangan emas tentunya juga banyak
mengalami perubahan metode, dimulai dengan cara pertambangan tradisional, yakni dengan
menggunakan gravitasi atau amalgamasi air raksa, kemudian metode Sianida, flotasi dan heap leaching.
Pertambangan emas terbesar saat ini adalah Afrika Selatan, kendati demikian tidak berarti Afrika Selatan
memilki cadangan emas yang terbesar. Sesuai dengan sifatnya, emas memang tidak habis dikonsumsi,
berbeda dengan komoditi lain yang habis apabila dikonsumsi sehingga memungkinkan negara lain yang
tidak memilki tambang emas yang banyak tetapi justru memilki cadangan emas yang besar, hal ini terkait
dengan fungsi emas sebagai cadangan devisa dan instrumen moneter serta investasi. 3. Emas Digunakan
Sebagai Alat tukar Emas dalam bentuk koin sebagai alat tukar telah dimulai pada masa Raja Croesus dari
Lydia (Turki) sekitar tahun 560 SM. Koin emas juga digunakan sebagai alat tukar dimasa Kerajaan
Romawi pada zaman pemerintahan Julius Caesar. Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang
dibawa dan disebarkan Nabi Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan
terhadap penggunaan emas sebagai mata uang, dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan. Pada masa itu,
ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23
milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO), yang
kemudian berlaku hingga sekarang. Perkembangan terhadap perdagangan yang makin pesat menuntut
penggunaan alat tukar yang lebih fleksibel, ringan dan mudah dibawa tanpa mengurangi nilai; mendorong
diciptakannya uang kertas atau uang Fiat. Pada mulanya uang kertas yang dicetak harus disertai dengan
penjaminan, jaminan atas uang kertas yang dicetak ini berupa Emas (cadangan Devisa Emas). Sebuah
negara tidak bisa sembarangan mencetak uang kertas tanpa jaminan stok Emas yang memadai. Inilah
yang kemudian dikenal dengan Standar Emas dan momentum ini ditandai dengan ditanda-tanganinya
perjanjian Bretton Woods yang didukung oleh tidak kurang dari 44 negara. Menurut perjanjian Bretton
Woods, masing-masing negara mematok mata uang kertasnya terhadap USD Dolllar dengan jaminan
Emas, misalnya, USD 35 dijamin dengan satu ounce Emas. Sejarah Emas Perjanjian atau standar emas ini
berlangsung 27 tahun hingga tahun 1971, dimana pada tahun 1971 pemerintah Amerika Serikat yang
sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat perang vietnam tidak mampu lagi mempertahankan jaminan
atas uang kertas dengan cadangan emas yang dimilikinya, akibat besarnya aliran penukaran US Dollar
dengan emas, sehingga mendorong pemerintah AS memutuskan tidak lagi menjamin US Dollar dengan
Emas. Sejak itu, mata uang kertas tidak lagi dijamin oleh emas, melainkan ditentukan oleh kepercayaan
yang didukung oleh ketersediaan cadangan devisa (emas dan valuta asing), yang dimiliki oleh bank
sentral masing-masing negara dan supply-demand yang ditentukan kondisi fundamental ekonomi pada
masing-masing negara. 4. Dampak Penghapusan Standar Emas Pada saat ini, dimana perekonomian
global sangatlah tergantung pada Dollar Amerika. Perekonomian global terbentuk untuk menghasilkan
barang dan jasa yang semurah mungkin untuk dapat dikonsumsi oleh Amerika sebagai negara yang paling
besar menyerap produksi dan negara yang paling konsumtif. Dolar Amerika kemudian menjadi mata uang
cadangan utama dunia dan secara de facto merupakan fundamental dari sistem moneter global pada
sebagian pelosok dunia, segala sesuatu yang memiliki nilai selalu diukur dan dibandingkan dengan Dolar,
bukan lagi emas dengan kondisi ini membuat siapapun yang menggunakan Dollar terpaksa ikut terkena
dampak dari setiap pergerakan Dollar, termasuk menanggung hutang dan defisit bangsa Amerika.
Ekonomi global makin bergantung pada perekonomian Amerika, sementara rumah tangga Amerika itu
sendiri sekarang tergantung pada penurunan nilai Dollar. Memang sebelum perang Vietnam, Amerika
memiliki posisi keuangan yang kokoh dan memegang lebih dari separo cadangan devisa dunia waktu itu.
Namun untuk saat ini situasi telah berubah jauh. Bangsa Amerika sangat menggantungkan tabungan dari
negara-negara lain untuk membiayai hutang dan defisit keuangan mereka. Lebih dari 60% sirkulasi Dolar
berada diluar Amerika dan sebagian besar obligasi pemerintah Amerika dimiliki oleh asing khususnya
China dan Jepang.

 Menjelaskan perkembangan bentuk system moneter dunia sejak akhir perang dunia 2
hingga saat ini

Sejarah sistem moneter internasional ini diawali pada tahun 1870-an, ketika hegemoni Inggris yang
berlangsung santer terhadap perekonomian global. Inggris pada abad tersebut mendominasi bidang
manufaktur atau industri dan menjadi produsen utama dari sekitar setengah cadangan besi dan batu bara
skala global. Padahal, dari jumlah produksi tersebut, Inggris sendiri hanya mengokonsumsi kurang dari
setengah yang diproduksinya. Sementara itu, Inggris Raya juga memiliki kemampuan ekonomi yang kuat.
Hal ini dilihat dari jumlah stok emas global yang yang dimilikinya semasa periode 1870 – 1913 yang
merupakan terbesar di dunia. Inggris juga mampu membiayai sekitar 60% kredit jangka pendek dari
seluruh transaksi perdagangan global. Kekuatan finansial Inggris ini kemudian membuat Inggris
berinisiasi untuk membentuk sistem keuangan berstandar emas. Sistem keuangan dengan standar emas ini
mulai dilakukan sejak 1875. Sistem ini lalu diikuti oleh berbagai negara lain di dunia, terutama negara-
negara di Eropa. Momentum inilah yang mengawali terbentuknya sejarah pasar mata uang dunia,
sekaligus sistem moneter internasional. Dalam sistem pasar mata uang ini, pemerintah masing-masing
negara menjamin pertukaran mata uang ke jumlah tertentu dalam hitungan emas (fixed weight) dan
sebaliknya (convertibily). Sederhananya, mata uang yang beredar didukung oleh emas (backed by gold).
Untuk menyesuaikan pada sistem ini, pada akhir abad 19, seluruh negara ekonomi utama pun telah
menentukan nilai mata uang dengan standar ons emas. Adapun nilai tukar (exchange rate) dari kedua
mata uang tersebut didasarkan pada perbedaan nilai ons emas antara dua mata uang. Inilah yang menjadi
alat standardisasi pertama mata uang dalam sejarah dunia.

Jaringan keuangan yang berlangsung antarnegara-negara secara luas inilah yang membuat para ahli
pantas menyebutnya sebagai sistem keuangan internasional atau International Monetary System (IMS).
Ketika itu, juga terjadi penyatuan mata-mata uang yang ada di kawasan regional seperti Latin Monetary
Union (Belgia, Italia, Swiss, dan Perancis) dan Scandinavian Monetary Union (Denmark, Norwegia,
Swedia, dan lain-lain). Sejarah perkembangan sistem moneter internasional secara umum dapat
dikelompokkan dalam tiga masa, yakni masa pra perang dunia, masa perang dunia, dan masa pascaperang
dunia. Periodisasi ini dilakukan berdasarkan perbedaan karakteristik dari sistem moneter internasional
yang digunakan, sesuai keadaan ekonomi-politik dunia dari tiga periode waktu.
Kemunculan International Monetary Fund

Penggunaan standar emas dalam sistem keuangan dan perdagangan internasional berlangsung cukup
panjang, termasuk ketika berlangsung perang dunia. Namun, perang dunia membuat sistem moneter
internasional ini terpengaruh dan mengalami kekacauan hingga akhirnya ditinggalkan. Ditambah lagi, ada
berbagai masalah lain terkait supply and demand emas serta penentuan standar emas yang ditentukan oleh
masing-masing negara.

Pada akhirnya, menjelang berakhirnya Perang Dunia II, negara-negara sekutu (allied countries), yang
diprakarsai Amerika Serikat dan Inggris memiliki inisiatif untuk memperbaiki sistem keuangan global
yang telah porak poranda akibat ditinggalkannya sistem gold standard.

Untuk membangun sistem moneter internasional yang lebih kuat lagi, sekaligus mendukung liberalisasi
ekonomi di seluruh dunia, pada Juli 1944 di Bretton Woods, Hampshire, AS, diadakan konferensi yang
melibatkan lebih dari 700 perwakilan 45 negara, terkait sistem Bretton Wood.

Dari konferensi tersebut, terdapat dua agenda utama, yakni :

1. mendorong pengurangan tarif dan hambatan perdagangan internasional,


2. menciptakan kerangka ekonomi global demi meminimalisir konflik ekonomi dan mencegah
terulangnya perang dunia.

Peristiwa ini menjadi tanda dari diawalinya rezim Bretton Woods yang membatasi kerja sama ad hoc
dalam dua isu utama, yakni dalam hal sistem pembayaran internasional dan nilai internasional atas
medium pembayaran. Secara ringkas, rezim Bretton Woods memiliki tiga poin utama, meliputi :

1. Metode nilai tukar tetap (fixed exchange rate)


2. US dollar atau US$ menggantikan standar emas dan menjadi mata uang cadangan utama
3. Pembentukan tiga badan internasional yang menaungi aktivitas perekonomian global secara
menyeluruh, yaitu International Monetary Fund (IMF), International Bank for Reconstruction
and Development (sekarang World Bank), dan General Agreements on Tariffs and Trade / GATT
(sekarang World Trade Organization / WTO).

Rezim Bretton Woods ini kemudian berlangsung dengan diperankan oleh ketiga institusi tadi. Akan
tetapi, IMF menjadi institusi hasil rezim Bretton Woods yang paling banyak berpengaruh terhadap sistem
moneter modern, selain International Bank for Reconstruction and Development / IBRD (sekarang World
Bank) yang bertugas untuk menyediakan kapital bagi proses rekonstruksi negara-negara yang berperang.

Adapun peran IMF yang dominan tercermin dalam enam butir tujuan dasarnya, meliputi :

1. Untuk memajukan kerja sama moneter internasional dengan cara mendirikan lembaga (IMF);
2. Untuk memperluas perdagangan dan investasi dunia;
3. Untuk memajukan stabilitas kurs valuta asing;
4. Untuk mengurangi dan membatasi praktik-praktik pembatasan terhadap pembayaran
internasional;
5. Untuk menyediakan dana yang dapat dipinjamkan dalam bentuk pinjaman jangka pendek atau
jangka menengah yang diperlukan untuk mempertahankan kurs valuta asing yang stabil selama
neraca pembayaran mengalami defisit, yang bersifat sementara, sampai dapat diatasi dengan cara
menyesuaikan tingginya kurs devisa;
6. Untuk memperpendek dan memperkecil besarnya nilai defisit atau surplus neraca pembayaran.
Sistem Moneter Internasional Modern

Setelah kejatuhan sistem Bretton Woods, IMF juga menjadi institusi internasional yang masih banyak
memegang kendali terhadap sistem keuangan internasional, hingga saat ini. Sistem nilai tukar atau
penilaian mata uang kini juga menggunakan sistem yang lebih kompleks atau beragam.

Nilai mata uang pun juga ditentukan dengan berbagai indikator, meliputi :

1. Laju Inflasi Relatif


2. Tingkat Pendapatan Relatif
3. Suku Bunga Relatif
4. Kontrol pemerintah
5. Ekspektasi nilai di masa depan

Melalui indikator –indikator ini, sistem nilai tukar mata uang pun juga dapat ditentukan dengan berbagai
ragam, seperti :

1# Fixed Exchange Rate System

Sistem kurs tetap, dengan kurs ditetapkan berdasarkan keputusan pemerintah.

2# Floating Exchange Rate System

Sistem kurs mengambang, yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran pada
bursa valas.

3# Managed Floating Exchange Rate System

Sistem nilai tukar ini berada di antara fixed system dan freely floating, hanya saja mempunyai kesamaan
dengan fixed exchange system. Dalam sistem ini pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga
nilai mata uang agar tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu. Namun, dalam managed
float masih lebih fleksibel terhadap suatu mata uang dibanding free floating.

4# Pegged Exchange Rate System

Sistem nilai tukar ini ditetapkan dengan mengaitkan nilai tukar mata uang suatu negara dengan nilai tukar
mata uang dari negara lain atau sejumlah mata uang tertentu

 Neraca pembayaran BOP

Neraca pembayaran (balance of payment) merupakan ringkasan yang disusun secara sistematis untuk
seluruh transaksi ekonomi dari suatu negara dengan negara lainnya selama periode tertentu, biasanya
dalam kurun waktu satu tahun. Neraca pembayaran disusun berdasarkan sistem pencatatan ganda (double
entry-bookkeeping). Setiap transaksi yang dicatat sebagai kredit diimbangi dengan transaksi yang dicatat
sebagai debit atau sebaliknya. Transaksi yang menghasilkan devisa atau mata uang asing dicatat sebagai
kredit dan diberi tanda positif. Sebaliknya, transaksi yang mengeluarkan mata uang asing dicatat sebagai
debit dan diberi tanda negatif. Dengan memakai sistem pencatatan ganda, jumlah antara kredit dan debit
akan sama dengan nol. Walaupun, pada kenyataannya neraca pembayaran mungkin tidak sama dengan
nol. Laporan neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen utama, antara lain: rekening berjalan
(current account), rekening modal (capital account), dan rekening cadangan (reserve account).

 Membandingkan kekuatan dan kelemahan relatif mata uang dan alasannya

1. Perbedaan Tingkat Inflasi Antara Dua Negara


Suatu negara dengan tingkat inflasi konsisten rendah akan lebih kuat nilai tukar mata uangnya
dibandingkan negara yang inflasinya lebih tinggi. Daya beli (purchasing power) mata uang tersebut relatif
lebih besar dari negara lain. Pada akhir abad 20 lalu, negara-negara dengan tingkat inflasi rendah adalah
Jepang, Jerman dan Swiss, sementara Amerika Serikat dan Canada menyusul kemudian. Nilai tukar mata
uang negara-negara yang inflasinya lebih tinggi akan mengalami depresiasi dibandingkan negara partner
dagangnya.
2. Perbedaan Tingkat Suku Bunga Antara Dua Negara
Suku bunga, inflasi, dan nilai tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat suku bunga, bank
sentral suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga yang lebih tinggi
akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Investor domestik dan luar negeri
akan tertarik dengan return yang lebih besar. Namun jika inflasi kembali tinggi, investor akan keluar
hingga bank sentral menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika bank sentral menurunkan suku
bunga maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.
3. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan antara dua negara berisi semua pembayaran dari hasil jual beli barang dan jasa.
Neraca perdagangan suatu negara disebut defisit bila negara tersebut membayar lebih banyak ke negara
partner dagangnya dibandingkan dengan pembayaran yang diperoleh dari negara partner dagang. Dalam
hal ini negara tersebut membutuhkan lebih banyak mata uang negara partner dagang, yang menyebabkan
nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara partnernya melemah. Keadaan sebaliknya disebut
surplus, dimana nilai tukar mata uang negara tersebut menguat terhadap negara partner dagang.
4. Hutang Publik (Public Debt)
Neraca anggaran domestik suatu negara digunakan juga untuk membiayai proyek-proyek untuk
kepentingan publik dan pemerintahan. Jika anggaran defisit maka public debt membengkak. Public debt
yang tinggi akan menyebabkan naiknya inflasi. Defisit anggaran bisa ditutup dengan menjual bond
pemerintah atau mencetak uang. Keadaan bisa memburuk bila hutang yang besar menyebabkan negara
tersebut default (gagal bayar) sehingga peringkat hutangnya turun. Public debt yang tinggi jelas akan
cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.
5. Ratio Harga Ekspor Dan Harga Impor
Jika harga ekspor meningkat lebih cepat dari harga impor maka nilai tukar mata uang negara tersebut
cenderung menguat. Permintaan akan barang dan jasa dari negara tersebut naik yang berarti permintaan
mata uangnya juga meningkat. Keadaan sebaliknya untuk harga impor yang naik lebih cepat dari harga
ekspor.
6. Kestabilan Politik Dan Ekonomi
Para investor tentu akan mencari negara dengan kinerja ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang
stabil. Negara yang kondisi politiknya tidak stabil akan cenderung beresiko tinggi sebagai tempat
berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada kinerja ekonomi dan kepercayaan investor, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut.

 Memahami bagaimana “mata uang big mac” dan kaitannya dengan teori paritas tenaga
beli
Dalam setengah abad terakhir, dollar amerika serikat (AS) terus menguat terhadap rupiah. Sebelum 1971,
USD hanya dihargai Rp 378, yang kemudian jadi Rp 415 saat devaluasi di 1971, Rp 625 (devaluasi
1978), Rp 970 (devaluasi 1983) dan Rp 1.664 (devaluasi terakhir 1986). Indonesia tidak lagi
menggunakan sistem kurs tetap tetapi kurs mengambang. Kita pun tidak lagi mendengar istilah devaluasi
tetapi depresiasi (melemah) dan apresiasi (menguat). Sepanjang tahun ini, USD menguat, dari Rp 13.357
jadi Rp 14.077 per Jumat lalu (22/6). Banyak yang berkepentingan dengan kurs USD ini, terutama
importir, eksportir, investor, penggemar barang impor dan yang sering bepergian ke luar negeri. Berapa
sih wajarnya kurs USD dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya? Sejatinya, menentukan kurs
wajar USD sulit, karena pergerakannya tidak selalu dapat dijelaskan oleh variabel ekonomi. Buktinya,
kurs USD pernah naik hingga enam kali lipat kurang dari satu tahun. Tahun 1998, USD naik dari Rp
2.500 menjadi Rp 15.000, untuk kemudian turun sekitar 55% di 1999 menjadi Rp 6.600. Rupiah
kemudian jatuh lagi ke Rp 12.000 di 2009, sebelum balik menguat menjadi Rp 8.460 di Agustus 2011.
Siapa pun sepakat kalau faktor ekonomi atau moneter semata tidak mampu menjelaskan gerakan liar USD
terhadap rupiah selama ini. Secara teori, ada tiga pendekatan yang biasa digunakan untuk menghitung
kurs wajar USD. Ketiga pendekatan itu adalah teori paritas, pendekatan neraca pembayaran dan
pendekatan pasar aset. Untuk teori paritas sendiri, kita mengenal tiga pendekatan, yaitu hukum satu harga,
PPP relatif dan interest rate parity (IRP) Pendekatan hukum satu harga mengatakan bahwa barang yang
sama dari perusahaan yang sama dan dijual di beberapa negara mesti berharga sama. Ada sedikit produk
yang memenuhi kriteria ini, namun yang paling sering digunakan sebagai acuan adalah harga Big Mac
dari McDonald. Awal Februari ini di AS harga Big Mac US$ 5,28 dan di Indonesia Rp 35.750.
Berdasarkan hukum satu harga, kurs wajar USD menjadi Rp 6.771 atau Rp 35.750 dibagi US$ 5,28.
Berdasarkan hukum satu harga, kurs USD saat ini sudah lebih dari dua kalinya. Kelemahan pendekatan
ini adalah uang Rp 35.750 dan US$ 5,28 dianggap punya daya beli sama. Asumsi ini kurang realistis
karena kenyataannya daya beli Rp 35.750 di Indonesia jauh lebih besar daripada US$ 5,28 di Amerika.
upah minimum di Indonesia sekitar Rp 3 juta per bulan, sementara di AS sekitar US$ 7,25 per jam atau
Rp 800.000 per hari. Pendekatan kedua, yakni paritas daya beli (PPP) menyatakan, mata uang yang inflasi
tahunannya lebih besar akan mengalami depresiasi. Mata uang yang inflasinya lebih tinggi akan melemah
sebesar selisih perbedaan inflasi kedua negara. Menggunakan inflasi tahunan rata-rata Indonesia dan
Amerika selama delapan tahun terakhir yang 5,25% dan 1,69%, maka depresiasi rupiah per tahun
wajarnya adalah 3,56%. Jika kita menganggap kurs awal tahun 2010, yaitu Rp 9.330, sebagai kurs dasar,
maka kurs wajar saat ini adalah sekitar Rp 12.343, yang didapat dari Rp 9.330 x (1 + 3,56%)^8.
Pendekatan paritas ketiga adalah paritas suku bunga atau IRP. IRP hampir sama dengan PPP. Bedanya,
IRP menggunakan bunga bebas risiko, yaitu bunga BI untuk Indonesia dan the Fed untuk Amerika.
Berdasarkan IRP, mata uang yang bunga bebas risikonya lebih besar akan mengalami depresiasi. Menurut
Fisher, bunga bebas risiko adalah inflasi plus bunga riil. Jika bunga riil di Indonesia dan di Amerika
sama, kurs wajar USD berdasarkan IRP relatif akan sama dengan kurs berdasarkan PPP. Berdasarkan IRP
dan menggunakan kurs dasar awal 2010 sebesar Rp 9.330, serta rata-rata suku bunga kedua negara yaitu
6,28% dan 0,5%, kita akan mendapatkan kurs wajar dollar AS adalah Rp 14.625. Kelemahan PPP dan
IRP adalah, keduanya mereduksi semua faktor ekonomi dalam satu variabel saja, yaitu inflasi atau bunga
bebas risiko dan mengabaikan hukum permintaan dan penawaran. Padahal dalam praktik, nilai tukar
tergantung pada permintaan dan penawaran. Permintaan penawaran tersebut dipengaruhi beberapa faktor
ekonomi, seperti defisit transaksi berjalan, defisit dan surplus neraca pembayaran (yang bermuara ke
cadangan devisa pada akhirnya), CDS (indikator untuk sentimen investor) dan aliran masuk serta keluar
dana asing di pasar keuangan, akibat daya tarik relatif rupiah dan investasi portofolio dalam rupiah. Untuk
saat ini, faktor-faktor di atas nyatanya lebih dominan daripada kondisi paritas. Buktinya, untuk
menyeimbangkan permintaan dan penawaran dollar, BI harus melakukan intervensi. Untuk membuat
rupiah dan investasi portofolio dalam rupiah lebih menarik, BI juga menaikkan suku bunga acuan.

 Mengidentifikasi bursa – bursa valuta asing luar negri yang utama di dunia
Pasar valuta asing (bahasa Inggris: foreign exchange market, forex) atau disingkat valas merupakan
suatu jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata
uang negara lainnya (pasangan mata uang/pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia selama
24 jam secara berkesinambungan Pergerakan pasar valuta asing berputar mulai dari pasar Selandia Baru
dan Australia yang berlangsung pukul 05.00–14.00 WIB, terus ke pasar Asia yaitu Jepang, Singapura, dan
Hongkong yang berlangsung pukul 07.00–16.00 WIB, ke pasar Eropa yaitu Jerman dan Inggris yang
berlangsung pukul 13.00–22.00 WIB, sampai ke pasar Amerika Serikat yang berlangsung pukul 20.30–
10.30 WIB. Dalam perkembangan sejarahnya, bank sentral milik negara-negara dengan cadangan mata
uang asing yang terbesar sekalipun dapat dikalahkan oleh kekuatan pasar valuta asing yang bebas.
Menurut survei BIS (Bank International for Settlement, bank sentral dunia), yang dilakukan pada akhir
tahun 2004, nilai transaksi pasar valuta asing mencapai lebih dari USD$1,4 triliun per harinya.
Mengingat tingkat likuiditas dan percepatan pergerakan harga yang tinggi tersebut, valuta asing juga telah
menjadi alternatif yang paling populer karena ROI (return on investment atau tingkat pengembalian
investasi) serta laba yang akan didapat bisa melebihi rata-rata perdagangan pada umumnya. Akibat
pergerakan yang cepat tersebut, maka pasar valuta asing juga memiliki risiko yang sangat tinggi.

 DAFTAR PUSTAKA
 https://www.seputarforex.com/artikel/sejarah-emas-64193-32
 https://portal-ilmu.com/sistem-moneter-internasional/
 https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-neraca-pembayaran-balance-of-
payment/87249
 https://www.seputarforex.com/artikel/6-faktor-yang-mempengaruhi-nilai-tukar-mata-uang-
133671-31
 https://m.kontan.co.id/news_kolom/1028
 https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_valuta_asing

Anda mungkin juga menyukai