Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Sharma (1992), “Forest is a plant community predominantly of


trees and other woody vegetation, growing more or less closely together.” “Hutan
adalah suatu komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon atau
tumbuhan brekayu lain, tumbuh secara bersama-sama dan cukup rapat.”
Sedangkan menurut Helms (1998), “Forest in an ecosystem characterized by a
more or less dense and extensive tree cover, often consisting of stands varying in
characteristics such as species composition, structure, age class, and associated
processes, and commonly including meadows, stream, fish, and wildlife. Forest
include special kinds such as: industrial forests, non industrial private forests,
plantations, public forests, protection forests, and urban forests.” “Hutan
adalah ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon-pohon yang cukup rapat
dan luas, seringkali terdiri atas tegakan-tegakan yang beranekaragam sifat, seperti
komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang berhubungan; pada
umumnya mencakup: padang rumput, sungai, ikan, dan satwa liar. Hutan
mencakup pula bentuk khusus, seperti hutan industri, hutan milik non-industri,
hutan tanaman, hutan publik, hutan lindung, dan hutan kota.”

Hutan kota (urban forest) adalah suatu lahan yang ditumbuhi pohon-
pohonan di wilayah perkotaan, di tanah negara atau tanah milik, berfungsi sebagai
penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan
fauna, yang memiliki  nilai estetika dan dengan luasan yang solid merupakan
ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan sebagai hutan
kota.

Hutan kota juga dapat didefinisikan sebagai pepohonan dan hutan di dalam
kota dan di sekitar kota yang berguna dan berpotensi sebagai pengelola
lingkungan perkotaan oleh tumbuhan dalam hal ameliorasi iklim, rekreasi,
estetika, fisiologi, sosial, dan kesejahteraan ekonomi masyarakat kota. 

Fakuara (1987) mendefinisikan hutan kota sebagai tumbuhan atau vegetasi


berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang
sebesar-besarnya  dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan
kegunaan khusus lainnya.

Hutan kota dapat berfungsi sebagai komponen perlindungan kehidupan


masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dan sekitarnya, karena dapat
berfungsi sebagai penyerap polutan,  penyerap bau, peredam kebisingan, habitat
satwa liar, ameliorasi iklim, mengurangi bahaya banjir, mengurangi intrusi air
laut, pengelolaan air tanah, penahan angin dan lainnya.

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari


beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau


komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-
tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis,
diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dan kegunaan praktikum adalah:

1. Mahasiswa dapat mengamati langsung vegetasi hutan kota yang


dijadikan objek
2. Untuk menganalisis vegetasi hutan kota yang dijadikan objek
3. Untuk mengetahui diameter, kerapatan, dan frekuensi pohon.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Hutan

Istilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel (1869), berasal dari


bahasa Yunani, yaitu :

Oikos = Tempat Tinggal (rumah)


Logos = Ilmu, telaah

Oleh karena itu Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan lingkungnya.

Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang


struktur dan fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur
ekosistem menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat
tertentu termasuk keadaan densitas organisme, biomassa, penyebaran materi
(unsur hara), energi, serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan
keadaan sistem tersebut.

Fungsi ekosistem menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi secara


keseluruhan antar komponen dalam sistem. Ini jelas membuktikan bahwa ekologi
merupakan cabang ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik
antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya, serta dengan
semua komponen yang ada di sekitarnya.

Adapun ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus


mempelajari ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena
hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan
binatang liar dan alam lingkungannya sangat erat.

Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem adalah sangat tepat, mengingat


hutan itu dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing
komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling
memengaruhi dan saling bergantung. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu
diperhatikan beberapa definisi tentang hutan sebagai berikut.

1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber


daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI
No. 41 Tahun 1999).
2. Hutan adalah lapangan yang ditumbuhi pepohonan yang secara
keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam
lingkungannya atau ekosistem (Kadri dkk., 1992).
3. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai atau
didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang
berbeda dengan keadaan diluar hutan (Soerianegara dan Indrawan, 1982).
4. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup
dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan,
serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam
keseimbangan dinamis (Arief, 1994).

Di dalam ekologi hutan, ada dua bidang kajian, yaitu :

1. Autekologi, yaitu ekologi yang mempelajari suatu spesies organisme atau


organisme secara individu yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Contoh autekologi misalnya mempelajari sejarah hidup suatu spesies
organisme, perilaku, dan adaptasinya terhadap lingkungan. Jadi, jika kita
mempelajari hubungan antara pohon Pinus merkusii dengan
lingkungannya, maka itu termasuk autekologi. Contoh lain adalah
mempelajari kemampuan adaptasi pohon merbau (Intsia palembanica) di
padang alang-alang, dan lain sebagainya.
2. Sinekologi, yaitu ekologi yang mempelajari kelompok organisme yang
tergabung dalam satu kesatuan dan saling berinteraksi dalam daerah
tertentu. Misalnya mempelajari struktur dan komposisi spesies tumbuhan
di hutan rawa, hutan gambut, atau di hutan payau, mempelajari pola
distribusi binatang liar di hutan alam, hutan wisata, suaka margasatwa,
atau di taman nasional, dan lain sebagainya.

Mempelajari ekologi hutan merupakan kegiatan manusia secara menyeluruh


dengan tujuan mengarahkan atau memelihara ekosistem hutan dalam keadaan
yang memungkinkan untuk selalu bisa dijadikan sebagai sumber pemenuhan
kebutuhan manusia sepanjang masa. Mengingat hutan merupakan suatu
ekosistem, dan setiap ekosistem apa pun dibentuk oleh banyak komponen baik
komponen hayati maupun komponen nonhayati, maka semua informasi tentang
masing masing komponen sangat penting, dan untuk itu diperlukan bidang ilmu
yang relevan terhadap kajian komponen ekosistem. Oleh karena itu, beberapa
bidang ilmu yang relevan dengan ekologi hutan diuraikan sebagai berikut (Arief,
1994; Soerianegara dan Indrawan, 1982).

1. Taksonomi Tumbuh-tumbuhan

Spesies pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan sangat


beranekaragam, dibutuhkan pengenalan sifat generatif yang berdasar pada sifat-

4
sifat bunga dan buah. Untuk itu diperlukan buku-buku praktis mengenai flora dan
pengenalan spesies pohon. Berdasarkan pengalaman di lapangan, seringkali
dijumpai pohon pohon yang dalam keadaan sedang tidak berbunga atau berbuah,
sehingga pengenalan sifat vegetatif sebagai alternatif pengganti sangat diperlukan.
Indonesia dikenal karena hutannya kaya flora, akan tetapi pengenalan terhadap
pohon dan spesies tumbuhan lainnya masih sangat kurang. Di hutan Indonesia
diprakirakan ada lebih kurang 4.000 spesies pohon, tetapi spesies-spesies pohon
itu belum dicakup secara rinci dalam buku buku tentang flora. Oleh karena itu,
pengenalan jenis pohon masih bergantung kepada jasa dari orang-orang yang
tinggal di daerah setempat, juga dengan cara mengoleksi contoh organ tumbuhan
untuk dideterminasi yang kemudian disusun daftar nama pohon berdasarkan
daerah asalnya. Cara demikian dapat membantu dan mempermudah studi
komunitas tumbuhan dan kegiatan inventarisasi hutan.

2. Geologi dan Geomorfologi

Geologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk batuan, lapisan-lapisan


batuan, dan fosil yang terdapat di dalam bumi. Geomorfologi adalah ilmu yang
mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi termasuk proses dan evolusi
pembentukannya. Keadaan geologi dan geomorfologi sangat memengaruhi
keadaan hutan. Pada kondisi iklim yang sama, jenis-jenis batuan yang berbeda
akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda. Pada jenis tanah tertentu juga akan
menghasilkan tipe komunitas tumbuhan tertentu. Demikian pula kondisi topografi
dan relief mempengaruhi komposisi dan struktur hutan karena kondisi topografi
dan relief yang berbeda akan menyebabkan perbedaan pada kesuburan tanah dan
kondisi air tanah. Selain itu, perbedaan letak suatu tempat (ketinggian tempat dari
permukaan laut) akan menyebabkan perbedaan iklim dan berpengaruh terhadap
penyebaran tumbuhan.

3. Ilmu Tanah

Tanah adalah tubuh alam (bumi) yang berasal dari berbagai campuran hasil
pelapukan oleh iklim dan terdiri atas komposisi bahan organik dan anorganik
yang menyelimuti bumi, sehingga mampu menyediakan air, udara, dan hara bagi
tumbuhan, serta sebagai tempat berdiri tegaknya tumbuh-tumbuhan. Ilmu tanah
murni sering disebut pedologi, sedangkan ilmu yang mempelajari tanah dari sudut
pandang sebagai faktor tempat tumbuh disebut edafologi. Kesuburan tanah
mempengaruhi keadaan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Kesuburan
tanah akan berpengaruh terhadap tipe vegetasi yang terbentuk serta berpengaruh
terhadap keproduktifan hutan. Oleh karena itu, tanah merupakan salah satu faktor
pembatas alam yang memengaruhi pertumbuhan semua spesies tumbuhan,
struktur, dan komposisi vegetasi, sehingga akan berpengaruh terhadap tipe
hutannya.
4. Klimatologi

Salah satu faktor penting yang memengaruhi penyebaran dan pertumbuhan


tumbuh-tumbuhan adalah iklim. Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah
hujan, kelembapan, dan tekanan nap air berpengaruh terhadap pertumbuhan
pohon. Pengaruh iklim terhadap kehidupan tumbuh-tumbuhan sangat nyata,
terlebih lagi iklim mikro di suatu tempat yang bergantung kepada keadaan
topografi dan kondisi atmosfer karena kondisi atmosfer juga ikut menentukan sifat
iklim setempat dan regional. Adanya perbedaan iklim akan menimbulkan variasi
dalam formasi hutan (Arief,1994). Sebaliknya kondisi vegetasi atau komunitas
tumbuhan hutan juga memengaruhi atau mengendalikan perubahan terhadap
unsur-unsur iklim, sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi iklim lokal sangat
bergantung kepada kondisi vegetasi yang ada.

5. Genetika

Ilmu genetika mempunyai peranan besar dalam memahami pertumbuhan dan


perkembangan makhluk hidup. Pengaruh genetik dari tumbuhan yang satu
terhadap tumbuhan lainnya dapat diketahui dengan ilmu genetika. Apabila ada
dua atau lebih tumbuhan yang hidup berdekatan akan menyebabkan terjadinya
perkawinan silang atau hibridisasi di antara mereka. Akibat dari perkawinan
silang ini akan muncul keturunan baru yang memiliki sifat hampir sama dengan
kedua induknya. Untuk itu, pengetahuan tentang genetika diperlukan dalam
mengenal sifat-sifat berbagai spesies tumbuhan dan makhluk hidup yang lain
termasuk sifat-sifat ekologinya.

6. Geografi Tumbuhan

Dulunya ilmu ekologi, ekologi tumbuhan merupakan cabang dari ilmu


geografi tumbuhan (phytogeography) yang membahas pengaruh faktor
lingkungan terhadap penyebaran tumbuhan. Dari sudut pandang aspek komunitas
tumbuhan, ekologi hutan sama dengan ekologi tumbuhan. Akan tetapi dari sudut
pandang ekosistem, maka ekologi hutan memiliki cakupan yang lebih luas dari
ekologi tumbuhan. Oleh karena itu, ekologi hutan sangat berkaitan dengan ilmu
geografi tumbuhan mengingat pola penyebaran berbagai Spesies pohon perlu
diketahui dalam kaitannya dengan perbedaan kondisi fisik bumi, kondisi iklim,
geomorfologi, dan kondisi fisiografi. Ini semua diperlukan karena sangat
membantu dalam mempelajari susunan dan penyebaran formasi hutan.

7. Fisiologi dan Biokimia

Kajian dari segi autekologi terhadap makhluk hidup yang ada di dalam hutan
hampir sama dengan kajian fisiologi (fisiologi tumbuhan maupun fisiologi
hewan). Telah dikemukakan bahwa fisiologi mempelajari proses kerja yang

6
terjadi dalam tubuh organisme. Salah satu proses yang terjadi di dalam tubuh
organisme ada proses yang bersifat kimia yang dinamakan proses biokimia.
Sebagai contoh pengetahuan tentang proses pembentukan resin pada pohon
anggota genus Pinus, pembentukan damar pada pohon anggota
famili Dipterocarpaceae, pembentukan lateks pada pohon Hevea brassiliensis,
Dyera costulata, pembentukan kopal pada pohon anggota genus Agathis,
pembentukan kemenyan pada pohon Styrax benzoin, dan pengetahuan tentang
proses biokimia lainnya sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat
diketahui unsur-unsur lingkungan apa yang berpengaruh terhadap produksi resin,
damar, lateks, kopal, atau kemenyan.

2.2 Tipe Interaksi

Interaksi spesies anggota populasi merupakan suatu kejadian yang wajar


didalam suatu komunitas, kejadian tersebut mudah dipelajari (Irwan 1992)
interaksi yang terjadi antar spesies anggota populasi akan mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan ataupun kehidupan populasi.

Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain.
Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain
jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi
lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Organisme-organisme
laintentu ada didalam situasi natural, dan merupakan bagian yang melengkapi
lingkungan. Mereka sangat penting karena dapat menyediakan bahan makanan,
menjadi tempat berteduh atau berlindung dan melengkapi kebutuhan kebutuhan
lain. Sebaliknya diantaranya tentu ada yang merupakan tetangga yang tidak
diinginkan. Interaksi yang bermacam-macam dapat dibagi dalam dua golongan
utama yaitu simbiosa dan antagonisma.  Didalam golongan pertama kedua belah
pihak tidak ada yang dirugikan, dan salah satu atau kedua-duanya mendapat
keuntungan, sedang dalam golongan yang kedua salah satu pihak dirugikan. 

Simbiosa berarti hidup berdampingan. Pada simbiosa mutualisme kedua


organisme saling diuntungkan. Pertumbuhan dan survivalnya diuntungkan
karenanya, dan dalam keadaan wajar organisme tidak dapat lestari apabila terpisah
dari partnernya. Plankton-plankton, mahluk tumbuhan atau hewan yang hidup
melayang-melayang didalam air banyak yang merupakan mutualisme. Tumbuhan
leguminosa, yaitu yang berbuah polongan juga menjalankan simbiosa semacam,
dengan bakteria zat lemas yang mengumpul diakar. Bakteria mendapat
karbohidrat dan bahan lain, sebaliknya bakteria mengikat gas nitrogen dari udara
dan diberikan kepada induk-semangnya. Pada simbiosa komensalisme satu pihak
saja yang diuntungkan sedang pihak yang lain tidak mendapat dan tidak menderita
apa-apa. Termasuk ini ialah tumbuhan epifit yang hidup pada tumbuhan lain,
seperti anggrek, lumut pohon, dan tumbuhan lain yang bergelantungan didahan
pohon , dan juga hewan-hewan yang hidup di pepohonan seperti katak pohon dan
sebagainya. Tumbuhan atau hewan tersebut tidak menghisap makanan dari
partnernya hanya numpang tempat tinggal. Yang termasuk kategori interaksi
antagonid ialah antibiosa, eksploitasi dan kompetisi.

Organisme mengeluarkan bermacam-macam bahan dari metabolismenya.


Karbondioksida atau asam organik hasil metabolisme, yang memenuhi suatu
lingkungan, sering menghambat mahluk lain untuk melangsungkan hidup. Ada
kalanya ada bahan produksi khusus yang antagonistik terhadap spesies lain.
Cendawan sering kali mengeluarkan bahan semacam itu, seperti pinicillin,
streptomycin, auromycin, ialah bahan antibiotik yang dapat membunuh bakteria-
bakteria tertentu.

Di dalam ekosistem terdapat unsur biotik dan unsur abiotik. Unsur biotik
adalah makhluk hidup yang berada di dalam ekosistem itu sendiri. Sedangkan
unsur abiotik adalah unsur yang tidak bernyawa seperi sinar matahari, angin,
maupun air.

Interaksi dalam ekositem dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Interkasi antara biotik dengan biotik


2. Interkasi antara biotik dengan abiotik

Interaksi antara biotik dengan biotik, yakni:

1.  Intraspesifik

Intraspesifik adalah jenis interaksi yang terjadi antar makhluk hidup dalam
satu spesies yang sama di dalam satu ekosistem. Dalam interaksi intraspesifik,
biasanya terjadi pada mahluk hidup yang hidup berkoloni. Makhluk hidup yang
berkoloni, biasanya memiliki sistem pembagian kerja pada setiap makhluk hidup
yang ada dalam koloni tersebut. Pembagian tugas dalam koloni ini bersifat
mutlak, dan tidak dapat di ganti. Di setiap koloni akan memiliki pemimpin yang
juga memiliki tugas masing- masing.

Contoh interaksi intraspesifik adalah interaksi yang terjadi pada koloni semut.
Semut adalah salah satu hewan yang hidup dalam kelompok yang memiliki
keteraturan yang ketat. Pembagian kerja dalam koloni semut sangat jelas dan
tegas. Dalam koloni semut terdapat semut pekerja yang bertugas mencari makan,
semut pejuang yang bertugas menjaga sarang. Selain itu terdapat ratu semut. Ratu
semut adalah salah satu semut yang memiliki sayang untuk terbang. Ratu semut
bertugas bertelur untuk melahirkan banyak semut pekerja. Selain semut, ada
koloni lebah. Koloni lebah juga memiliki pembagian kerja. Di dalam koloni lebah
terdapat lebah pekerja, lebah prajurit serta ratu lebah.

8
2. Interspesifik

Interspesifik adalah jenis interaksi yang terjadi antara jenis makhluk hidup
yang berbeda dalam satu komunitas. Dalam komunitas, setiap makhluk hidup
dapat saling berinteraksi. Interaksi ini tidak harus terjadi hanya dalam satu spesies.
Tapi juga dapat terjadi antara spesien makhluk hidup yang berbeda jenis. Dalam
interaksi interspesifik, dibedakan menjadi 2, yaitu predasi dan kompetisi.

Predasi adalah salah satu bentuk interaksi dimana hewan memangsa hewan
lain. Hewan yang memangsa biasa di sebut sebagai hewan predator. Hewan
predator juga berperan dalam penyeimbang ekosistem. Karena predatorlah yang
memiliki kemampuan mengatur jumlah populasi dalam satu ekosistem. Contoh
interaksi predasi adalah singa yang memakan zebra, elang yang memakan kelinci,
atau ular memakan tikus.

Kompetisi adalah jenis interaksi antar spesies, dimana antara spesies ini saling
berkompetisi dalam memperebutkan makanan. Kompetisi tidak hanya terjadi
dalam dunia hewan predator. Tapi juga terjadi dalam dunia hewan herbifora.
Seperti zebra dan kuda yang bersaing untuk mendapatkan rumput atau singa yang
merebut makanan hasil buruan hyena. Selain itu kompetisi juga terjadi dalam satu
spesies seperti kompetisi merebut betina, atau kompetisi merebut wilayah
kekuasaan.

3. Simbiosis

Simbiosis adalah hubungan antara makhluk hidup di dalam satu ekosistem.


Simbiosis ini dapat bersifat menguntungkan atau bahkan merusak makhluk hidup
yang lain. Dalam interaksi simbiosi di bedakan menjadi 1 yaitu simbiosis
mutualisme, simbiosis komensalisme, dan simbiosis parasitisme.

Simbiosis mutualisme adalah interaksi antara 2 spesies dalam satu ekosistem,


dimana interkasi ini memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Salah satu
contoh dari simbiosis ini adalah hubungan antara burung jalak dan kerbau. Burung
jalak memakan kutu yang ada di tubuh kerbau, sehingga menguntungkan kerbau
dan burung jalak. Serta hubungan antara lebah dan bunga. Dimana bunga
memberi makan pada lebah, dan lebah membantu bunga dalam proses
penyerbukan.

Simbiosis komensalisme adalah simbiosis yang menguntungkan salah satu


pihak, tapi tidak merugikan pihak lain. Salah satu contoh simbiosis ini adalah
hubungan antara ikan hiu dan ikan remora. Ikan remora berenang di balik perut
ikan hiu untuk mencari perlindungan sekaligus mencari makan. Dan ikan hiu tidak
mendapatkan keuntungan apapun.

Simbiosis parasitisme adalah simbiosis yang memberikan keuntungan pada


salah satu pihak, dan merugikan pihak lain. Contoh simbiosis ini adalah tanaman
yang benalu yang hidup pada tanaman lain dengan mengambil makanan dari
tanaman lain.
4. Antibiosis

Interkasi antibiosis adalah interkasi yang terjadi antara 2 makhluk hidup,


dimana salah satu mahkluk hidup mengeluarkan racun untuk membunuh dan
melumpuhkan makhluk lain. Dalam interaksi ini dapat dikatakan makhluk hidup
tersebut menghambat pertumbuhan hewan lain dengan mengeluarkan racun di
sekitar tubuh mereka dan di sekitar wilayah mereka. Salah contoh interaksi
antibiosis adalah hubungan antara jamur penicillium dan bakteri. Jamur
penicillium mengeluarkan zat antibiotik yang mematikan bakteri yang hidup di
sekitarnya.

5. Aleopati

Interaksi aleopati memiliki kemiripan dengan interaksi antibiosis. Kedua jenis


ini sama- sama menghasilkan racun yang mampu mematikan atau menghambat
pertumbuhan makhluk hidup lain. Interaksi aleopati biasanya hanya terjadi dalam
dunia tumbuhan. Tumbuhan yang melakukan interaksi alepoati akan
memenangkan kompetisi dalam mencari makan ataupun cahaya matahari.

Contoh interaksi aleopati adalah pohon kamboja yang mengeluarkan racun di


sekitar tubuhnya. Racun ini menyebabkan tanah menjadi tidak subur, dan
mematikan rumput di sekitarnya. Selain itu ada pohon walnut. Pohon walnut tidak
pernah di tumbuhin oleh rumput dan benalu, karena kulit pohon walnut
mengeluarkan racun yang mampu membunuh tumbuhan lain.

6. Netral

Interaksi netral adalah hubungan antara dua jenis makhluk hidup yang tidak
saling merugikan dan juga tidak saling menguntungkan. Hal ini akibat dari
kebutuhan dua makhluk tersebut berbeda walau tinggal dalam satu ekosistem
yang sama. Contoh dari interaksi ini adalah antara semut dan kupu- kupu yang
berada dalam satu bunga.

Interaksi antara biotik dengan abiotik

Interaksi antara biotik dan abiotik adalah interaksi yang terjadi antara makhluk
hidup serta alam yang ada di sekitarnya. Interaksi ini sangat dibutuhkan oleh
semua makhluk hidup. Interaksi ini terjadi antara semua makhluk hidup dengan
air, udara, dan sinar matahari. Contoh simbiosis ini adalah hubungan antara
matahari dan makhluk hidup. Matahari sangat berguna dalam proses fotosintesis
tanaman. Selain itu, matahari juga membantu beberapa hewan dalam mencari
makan.

Hubungan antara udara dengan makhluk hidup, adalah udara yang


mengandung oksigen untuk dipakai semua makhluk hidup bernapas. Selain itu
udara yang mengandung CO2 dipakai oleh semua tanaman untuk proses
fotosintesis. Udara yang bergerak yaitu angin membantu bunga dalam proses
penyerbukan. Angin juga membawa angin panas ke tempat yang lebih dingin,

10
sehingga tidak ada daerah yang terlalu panas juga terlalu dingin. Air adalah
sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Jika tidak ada air, maka satu
persatu makhluk hidup akan mati. Air juga berperan dalam mendinginkan tubuh
seperti yang di lakukan badak pada kubangan lumpur untuk mendinginkan tubuh.
Air juga berperan dalam proses fotosintesis tanaman.

2.3 Komunitas Tumbuhan

Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama
lain. Makhluk hidup ataupun organisme di alam ini tidak bisa hidup secara
terpisah atua sendiri-sendiri, individu-individu ini akan berhimpun kedalam suatu
kelompok membentuk populasi yang kemudian populasi-populasi ini akan
membentuk suatu asosiasi yang dinamakan dengan komunitas. Jadi komunitas
tumbuhan adalah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu
dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.

Komunitas dalam arti ekologi mengacu kepada kumpulan populasi yang


terdiri dari spesies yang berlainan, yang menempati suatu daerah tertentu.
sedangkan pengertian komunitas secara umum sendiri adalah kumpulan populasi
makhluk hidup yang saling berinteraksi dan tinggal di suatu habitat. Setiap
komunitas tidak harus menempati daerah yang luas, artinya komunitas dapat
mempunyai ukuran berapa pun. Misalnya dalam  suatu aquarium yang terdiri dari
ikan, siput, hydrilla sebagai komponen biotik, serta air, bebatuan sebagai
komponen abiotik dapat disebut sebagai suatu komunitas. Komunitas tumbuhan di
daerah trofik biasanya bersifat rumit dan tidak mudah diberi nama menurut satu
atau dua spesies yang paling berkuasa sebagaimana yang umum di daerah yang
beriklim sedang.

Dalam tingkatan komunitas ciri, sifat dan kemampuannya lebih tinggi dari
populasi misalnya dalam hal interaksi. Dalam komunitas bisa terjadi interaksi
antar populasi, tidak hanya antar individu atau spesies seperti pada populasi.
Hubungan antar populasi ini menggambarkan berbagai keadaan yaitu bisa saling
menguntungkan sehingga terwujud suatu hubungan timbal balik yang positif bagi
kedua belah pihak (mutualisme). Sebaliknya bisa juga terjadi hubungan salah satu
pihak dirugikan (parasitisme).

Apabila suatu komunitas sudah terbentuk, maka populasi-populasi yang


ada haruslah hidup berdampingan atau bertetangga satu sama lainnya. Dalam
biosistem komunitas ini berasosiasi dengan komponen abiotik membentuk suatu
ekosistem.
Ada beberapa definisi tentang komunitas yang disampaikan oleh beberapa
ahli ekologi sebagai berikut.

1. Danseraeu

Organisasi organisme secara spatial dan temporal dengan perbedaan derajat


integrasi, dan yang jelas komunitas mempunyai level organisasi yang lebih
kompleks dari organisme sendiri.

2. Walter

Sebagai suatu kombinasi spesies yang tetap yang terdapat secara alami, dan
dalam keseimbangan ekologi baik diantara tumbuhan sendiri maupun dengan
lingkungannya.

3. Oosting

Komunitas adalah kumpulan (aggregration) berbagai organisme hidup yang


mempunyai hubungan timbal balik (mutual relationship) baik diantara mereka
sendiri maupun dengan lingkungannya

4. Mc Nauchton & Wolf

Populasi yang terjadi bersamaan dalam ruang dan waktu, secara fungsional
berhubungan satu sama lain membentuk unit ekologi yaitu komunitas.

5. Kendeigh

Tumbuhan berhubungan dengan kajian komunitas tumbuhan atau asosiasi


tumbuhan. Satuan dasar di dalam sosiologi tumbuhan adalah asosiasi, yaitu
komunitas tumbuhan dengan komposisi floristik tertentu. Bagi ahli sosiologi
tumbuhan, suatu asosiasi adalah seperti suatu spesies.

            Kelompok tumbuhan secara bersama atau komunitas tumbuhan sering juga
disebut sebagai masyarakat tumbuhan atau vegetasi. Vegetasi atau komunitas
tidak setara dengan flora suatu daerah. Flora dalam bentuk sederhana mengacu
kepada daftar spesies atau taksa tumbuhan yang hidup didaerah tersebut. Flora
biasanya tidak memberi informasi mengenai kelimpahan, nilai penting dan
keunikan yang terdapat pada suatu komunitas.

Vegetasi pada dasarnya terbentuk sebagai akibat dari adanya dua


fenomena penting, yaitu :

1. Adanya perbedaan dalam toleransi terhadap lingkungan


2. Adanya heterogenitas dari lingkungan

12
Berdasarkan kedua fenomena itu, vegetasi sering juga didefenisikan
sebagai lapisan hijau penutup bumi, untuk membedakannya dengan tanah yang
biasa disebut lapisan merah.

Vegetasi di alam ini terbentuk sebagai hasil interaksi secara tital dari
berbagai factor lingkungan. Dengan demikian secara matematis vegetasi bisa
dinyatakan sebagai fungsi dari tanah, iklim, hewan dan flora.

Secara mendasar kajian vegetasi akan berusaha mengungkapkan berbagai


hal mengenai sifat-sifat komunitas atau vegetasi, yaitu :

1. Komposisi floristika suatu masyarakat tumbuhan


2.  Karakteristik tumbuhan
3. Karakteristik fungsi
4. Hubunngan tumbuhan dengan faktor lingkungan
5. Status dalam perkembangannya (suksesi)
6. Penyebaran, baik jenis maupun asosiasinya
7. Klasifikasi

Vegetasi sebagai objek kajian ternyata telah melahirkan berbagai pola


pendekatan, yng akhirnya menghasilkan suatu kajian tersendiri dalam ekologi
dengan berbagai penekanan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Demikian
juga penamaan kajian vegetasi ad yang mempergunakan istilah ilmu vegetasi dan
adapula yang mempergunakan istilah ekologi vegetasi.

Barbour et al, 1987 menyebutkan ada delapan sifat/atribut komunitas


tumbuhan seperti tampak pada tabel di bawah ini.

1. Fisiognomi
 Arsitek
 Life form
 Cover, leaf area index (LAI)
 Fenologi
2. Komposisi spesies
 Spesies karakteristik
 Spesies umum dan kebetulan
 Arti penting relatif (cover, densitas dll)
3. Pola spesies
 Spatial/ ruang
  Luas niche dan tumpang tindih

4. Diversitas spesies
 Kekayaan
 Kerataan
 Diversitas (dalam stand dan diantara stand)
5. Daur nutrient
 kebutuhan nutrient
 kapasitas penyimpanan
 Laju kembalinya nutrient ke tanah
 Efisiensi penahanan nutrient pada daur nutrien
6. Perubahan atau perkembangan
 Menurut waktu
 Suksesi
 Stabilitas
 Tanggapan terhadap perubahan klimatik
 Evolusi 
7. Produktivitas
 Biomassa
 Produktivitas bersih tahunan
 Efesiensi produktivitas bersih
 Alokasi produksi bersih
8. Kreasi dan pengendalian lingkungan mikro

Pemberian nama komunitas dapat berdasarkan:


1. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau
indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau
hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan
dominan seperti hutan sklerofil.
2. habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur,
komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll.
3. sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme
komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya
terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata
sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.

Dalam analisa komunitas, dikenal istilah keanekaragaman spesies. Dalam


menentukan indeks keragaman tersebut, ada beberapa metode analisa yang dapat
digunakan, antara lain Indeks Margalelef, Indeks Simpson, Indeks Menhenick,
Indeks Brillouin, dan Indeks Shanon. Sedangkan indeks similiaritas biasanya
dianalisa dengan indeks equitabilitas (e) dengan nilai kisaran antara 0-1. 

Ada tujuh faktor yang mempengaruhi keanekaragaman spesies, yaitu :

1. Heterogenitas habitat
2. Kompetisis
3. ekologi lingkungan
4. predasi
5. stabilitas lingkungan
6. habitat yang produktif
7. Waktu

14
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan
atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan,
satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang
merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu
habitat. Hasil analisis komunitas tumbuhan diajikan secara deskripsi mengenai
komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak
hanya dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu
dari setiap spesies organisme.

Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies


dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh
pada keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas itu
sendiri.

Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter


kualitatif. Adapun beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain
fisiognomi, fenologi, periodisitas, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya
hidup, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan parameter kuantitatif dalam analisis
komunitas tumbuhan adalah densitas, frekuensi, luas penutupan,indeks nilai
penting (INP),

perbandingan nilai penting (summed dominance ratio), indeks


dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, dan homogenitas suatu
komunitas.

Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat, yakni:

1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas.


Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan
perkembangbiakan organisme.

2.  Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi


kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu
spesies di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan
sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan
luas/volume, atau persatuan penangkapan.

3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung


menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti
terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat
dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan memerlukan
waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem
yang disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami
homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian
jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat
sesuai dengan lingkungannya. (Syamsurizal,2000)

Komunitas tumbuhan hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang


disebabkan oleh adanya aktivitas alam maupun manusia. Aktivitas manusia yang
berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai salah satu faktor penyebab
terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan yang ada di dalamnya.
Aktivitas tumbuhan di dalam hutan dapat bersifat merusak juga bersifat
memperbaiki komunitas tumbuhan hutan. Aktivitas manusia dalam hutan yang
bersifat merusak komunitas tumbuhan misalnya penebangan pohon, pencurian
hasil hutan, peladangan liar, penggembalaan liar, pembakaran hutan, dan
perambakan dalam kawasan hutan. Adapun aktivitas manusia yang bersifat
memperbaiki kondisi komunitas tumbuhan hutan adalah kegiatan reiboisasi dalam
rangka merehabilitasi areal kosong bekas penebangan, areal kosong bekas
kebakaran, maupun reiboisasi dalam rangka pembangunan hutan tanaman
industri.

Keanekaragaman/ Diversitas Jenis

Soetjipta, 1993 (dalam Ngurah Rai, 1999), menyebutkan ada lima ciri
komunitas yang telah diukur dan dikaji adalah:

1. Keragaman spesies, dapat dipermasalahkan spesies hewan dan


tumbuhan yang manakah yang hidup dalam suatu komunitas tertentu.
Deskripsi spesies semacam ini merupakan ukuran sederhana bagi
kekayaan spesies atau keragaman spesies/ diversitas spesies.

2. Bentuk dan struktur pertumbuhan. Tipe komunitas dapat diberikan


dengan kategori utama bentuk pertumbuhan: pohon, perdu atau lumut
selanjutnya ciri ini dapat di rinci ke dalam kategori bentuk
pertumbuhan lebih kecil misalnya pohon yang berdaun lebar dan
pohon berdaun jarum. Bentuk pertumbuhan ini dapat menentukan
stratifikasi.

3. Dominansi. Dapat diamati bahwa tidak semua spesies dalam


 

komunitas sama penting menentukan sifat komunitas. Dari beratus


spesies yang mungkin ada di dalam suatu komunitas, secara nisbi
hanya beberapa saja yang berpengaruh mampu mengendalikan
komunitas tersebut. Spesies dominan adalah spesies yang secara
ekologik sangat berhasil dan yang mampu menentukan kondisi yang
diperlukan untuk pertumbuhannya.

4. Kelimpahan nisbi. Proporsi spesies yang berbeda dalam spesies dapat


 

ditentukan.

16
5. Struktur tropik. Hubungan makanan spesies dalam komunitas akan
menentukan arus energi dan bahan dari tumbuhan ke herbivora ke
karnivora.

Berdasarkan pandangan individualistik, komunitas tumbuhan terdiri dari


kelompok tumbuhan yang masing-masing mempertahankan individualitasnya.
Namun adanya individualitas tumbuhan bukan berarti menghambat adanya
hubungan tertentu diantara tumbuhan dalam komunitas. Hubungan ini
menurut  Walter digolongkan dalam tiga kelas yaitu :

1. Pesaing Langsung (Direct Competitors), terjadi persaingan terhadap


sumber daya lingkungan yang sama karena menempati strata atas
maupun bawah dalam suatu lahan yang sama.

2. Spesies Dependen (Dependent Species), spesies yang hanya dapat


hidup pada niche tertentu hanya dengan hadirnya tumbuhan lain.
Sebagai contoh tumbuhan lumut yang hanya dapat tumbuh pada
kondisi mikroklimat tertentu yang dihasilkan oleh tegakan pohon.

3. Spesies Komplementer (Compementary Species), spesies yang tidak


saling bersaing dengan spesies lain karena persyaratan hidup cukup
berhasil/ puas dengan menempati strata yang berbeda atau dengan
ritme musiman yang berbeda.
BAB III

METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek dilaksanakan pada pukul 08.00 WIT hari sabtu, 19 januari 2019.
Adapun tempat dilaksanakannya praktikum adalah Hutan Kota Sampoddo,
Palopo.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yakni:

1. Meteran, untuk mengukur plot tunggal maupun sub plot


2. Pita meter, untuk mengukur keliling pohon
3. Tali raphia, untuk membuat batasan plot maupun sub plot
4. Patok, untuk membuat plot
5. Kompas, untuk menentukan sudut plot
6. Tally sheet, untuk mencatat data yang diperoleh
7. Pholio bergaris, untuk menulis hasil pengamatan
8. Atm, alat untuk tulis menulis
9. Vegetasi hutan kota, sebagai bahan praktek untuk

3.3 Prosedur Pelaksanaan

1. Membuat patok± 30 cm
2. Membuat plot tunggal dengan ukuran 20x20 m
3. Membuat sub plot dengan ukuran 5x5 m atau 10x10 m
4. Mengukur keliling pohon tiap sub plot
5. Mencatat hasil pengukuran pada tally pholio bergaris/tally sheet.

3.4 Analisis Data

1. Diameter (Cm)

K
D=
3,14

a. Plot 1
 Mahoni = 8,59
 Angsana = 4,45
 Nato = 3,18

b. Plot 2

18
 Nangka = 8,28
 Angsana = 5,73

c. Plot 3
 Angsana1 = 4,45
 Angsana2 = 6,36
4,45+ 6,36
D=
2
= 5,4

d. Plot 4
 Bitti = 13,37
 Ki hujan = 10,19

e. Plot 5
 Bitti = 6,36
 Salam = 4,45

f. Plot 6
 Arogo = 8,91

g. Plot 7
 Angsana = 5,41

h. Plot 8
 Bitti1 = 4,14
 Bitti2 = 5,73

i. Plot 9
 Ki hujan = 9,23
 Sengon = 23,88

j. Plot 10
 Uru = 7,32

k. Plot 11
 Uru = 13,69
 Arogo = 4,77

l. Plot 12
 Arogo1 = 5,73
 Arogo2 = 4,14
5,73+ 4,14
D=
2
= 4,93

m. Plot 13
 Nato = 3,82

n. Plot 14
 Dao = 13,05
 Jabon = 4,14

o. Plot 15
 Ki hujan = 11,78
 Salam = 4,77

p. Plot 16
 Ki hujan = 7,96
 Dao = 24,52
 Salam = 4,45

2. Kerapatan (m2)

Jumlah individu perjenis


Kerapatan=
Luas plot

Keterangan :
Luas plot = 400 m2

a. Mahoni (5) = 0,0125


b. Angsana (7) = 0,0175
c. Nato (3) = 0,075
d. Nangka (1) = 0,0025
e. Nyatoh (7) = 0,0175
f. Bitti (6) = 0,0075
g. Ki hujan (4) = 0,01
h. Jambu-jambuan (7) = 0,0175
i. Salam (3) = 0,075

20
j. Arogo (4) = 0,01
k. Sengon (1) = 0,0025
l. Uru (2) = 0,005
m. Petai (2) = 0,005
n. Jati (1) = 0,0025
o. Dao (2) = 0,005
p. Jabon (1) = 0,0025
q. Glodokan tiang (2) = 0,005

3. Frekuensi
Jumlah plot ditemukan jenis
Frekuensi=
Total plot
Keterangan:
Total sub plot = 16

a. Mahoni (3) = 0,23


b. Angsana (5) = 0,31
c. Nato (3) = 0,23
d. Nangka (1) = 0,06
e. Nyatoh (4) = 0,25
f. Bitti (4) = 0,25
g. Ki hujan (4) = 0,01
h. Jambu-jambuan (4) = 0,01
i. Salam (3) = 0,23
j. Arogo (3) = 0,23
k. Sengon (1) = 0,06
l. Uru (2) = 0,12
m. Petai (1) = 0,06
n. Jati (1) = 0,06
o. Dao (2) = 0,12
p. Jabon (1) = 0,06
q. Glodokan tiang (1) = 0,06
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

a. Diameter

No. Jenis Diameter (Cm) Total Diameter (Cm)


1 mahoni 8,59 8,59
4,45
5,73
2 Angsana 4,45 5,28
6,36
5,41
3,18
3 Nato 3,5
3,82
4 Nangka 8,28 8,28
5 Nyatoh 7,64 7,64
13,37
6,36
6 Bitti 7,4
4,14
5,73
10,19
9,23
7 Ki Hujan 9,79
11,78
7,96
4,45
8 Salam 4,77 4,56
4,45
8,91
4,77
9 Arogo 5,89
5,73
4,14
10 Sengon 23,88 23,88
7,32
11 Uru 10,51
13,69
13,05
12 Dao 18,79
24,52
13 Jabon 4,14 4,14
Total    

22
b. Kerapatan

Kerapatan
No Jenis Jumlah Individu
(m2)

1 Mahoni 5 0,0125
2 Angsana 7 0,0175
3 Nato 3 0,075
4 Nangka 1 0,0025
5 Nyatoh 7 0,0175
6 Bitti 6 0,0075
7 Ki Hujan 4 0,01
8 Jambu-jambuan 7 0,0175
9 Salam 3 0,075
10 Arogo 4 0,01
11 sengon 1 0,0025
12 Uru 2 0,005
13 Petai 2 0,005
14 Jati 1 0,0025
15 Dao 2 0,005
16 Jabon 1 0,0025
17 Glodokan Tiang 2 0,005
Jumlah    

c. Frekuensi

No Jenis Kehadiran jenis Frekuensi


1 Mahoni 3 0,23
2 Angsana 5 0,31
3 Nato 3 0,23
4 Nangka 1 0,06
5 Nyatoh 4 0,25
6 Bitti 4 0,25
7 Ki Hujan 4 0,01
8 Jambu-jambuan 4 0,01
9 Salam 3 0,23
10 Arogo 3 0,23
11 sengon 1 0,06
12 Uru 2 0,12
13 Petai 1 0,06
14 Jati 1 0,06
15 Dao 2 0,12
16 Jabon 1 0,6
17 Glodokan Tiang 1 0,6
Jumlah    

4.2 Pembahasan

Diameter pada pohon yang kami amati di lokasi praktek, yakni Hutan Kota
Sampoddo, Palopo sangat beragam, sekalipun dengan jenis yang sama. Dari
beberapa jenis pohon yang menjadi sample, jenis Nato dengan diameter 3,18
merupakan diameter terkecil yang kami ukur, sedangkan diameter 24,52 dari jenis
Dao merupakan diameter terbesar. Besar kecilnya diameter pohon disebabkan
karena faktor makanan atau biasa disebut unsur hara. Unsur hara menyediakan
energi pada tumbuhan untuk bertumbuh. Diameter pohon juga disebabkan oleh
pengaruh cahaya,serta seperti yang dikemukakan oleh soekotjo (1976) bahwa
petumbuhan diameter batang tergantung pada kelembaban nisbi.

BAB V

24
5.1 kesimpulan.
Diameter pada pohon yang kami amati di lokasi praktek, yakni Hutan Kota
Sampoddo, Palopo sangat beragam, sekalipun dengan jenis yang sama. Dari
beberapa jenis pohon yang menjadi sample, jenis Nato dengan diameter 3,18
merupakan diameter terkecil yang kami ukur, sedangkan diameter 24,52 dari jenis
Dao merupakan diameter terbesar.
5.2 Saran
Harapan kepada pemerintah kota Palopo agar bisa memperluas daerah hutan
kota yang terdapat di Kelurahan Sampodo agar tumbuhan berkayu seperti Dao,
Nato,dan lain-lain bisa di kembangkan dan dijadikan sebagai objek wisata hutan
kota tersebut khususnya Kota Palopo

DAFTAR PUSTAKA
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Richard & Steven, 1988. Forest Ecosystem : Academic Press. San Diego.
California.

Arief, A. 1994, Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan


Obor Indonesia Jakarta.

Campbell, Neil A. 2004. Biologi. Jakarta : Erlangga

Eugene. P. Odum. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press

Heddy, S, S.B Soemitro, dan S. Soekartomo. 1986. Pengantar Ekologi. Jakarta :


Rajawali

Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung : ITB

http://blogspot.com/2013/02/komunitas-tumbuhan-dan-sifat-sifatnya.html

26

Anda mungkin juga menyukai