Anda di halaman 1dari 14

BAB 11

DISTRIBUSI PENDAPATAN

OLEH :

KELAS VI F

NI PUTU NOVIYANTINI NIM. 1617051022

KETUT PUTRI KHARISMA ARYANI NIM. 1617051043

AYU PUTU YULIA KUSUMA WARDANI NIM. 1617051208

KADEK KRISNA DESIANTINI NIM. 1617051224

PRODI AKUNTANSI PROGRAM S1

JURUSAN EKONOMI DAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2019
A. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk


memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut
ilmiah yang telah mapan, dll.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

 Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup


kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang
dan pelayanan dasar.
 Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik
dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan
jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
 Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-
bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat
diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal.
Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.

Jenis – Jenis Kemiskinan

1. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum
disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan
perhatian terfokus pada golongan penduduk termiskin, misalnya 20 persen
atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan
menurut pendapatan/ pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif
miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada
distribusi pendapatan/ pengeluaran penduduk.
2. Kemiskinan Absolut
Ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar
minimum seperti pangan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan
yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan dasar minimum
diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang dan nilainya
dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki rata-rata
pendapatan/ pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan
digolongkan sebagai penduduk miskin.

B. Indeks Kemiskinan

Konsep :
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran.
Garis Kemiskinan (GK)
Konsep :
1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan
dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori
perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh
52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,
sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)
3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum
untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi
kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di
perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Sumber Data : 
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran.

Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM

GK      = Garis Kemiskinan 


GKM   = Garis Kemiskinan Makanan 
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Teknik Perhitungan GKM

 Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference


populaion) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan
Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk
kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang di-
inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian
dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-
Makanan (GKNM).
 Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari
52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang
kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Patokan ini
mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai
pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung
harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam
menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah :

Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan


mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari
penduduk referensi, sehingga :
 Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai
kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang
meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis
barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan
dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk.
Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12
komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51
jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di
pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-
makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran
komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-
kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut
dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP
2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi
rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data
Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara
matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

Persentase Penduduk Miskin


Konsep :
Head Count Index (HCI-P0), adalah persentase penduduk yang berada dibawah
Garis Kemiskinan (GK).
Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. 
Rumus Penghitungan :

Dimana : 
α  = 0 
z  = garis kemiskinan. 
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah
garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
 q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. 
n  = jumlah penduduk. 

Indeks Kedalaman Kemiskinan


Konsep :
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-
rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran
pesuduk dari garis kemiskinan.

Sumber Data :

Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.

Rumus Penghitungan : 
Dimana : 
α  = 1 
z  = garis kemiskinan. 
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah
garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z 
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. 
n  = jumlah penduduk. 

Indeks Keparahan Kemiskinan


Konsep :
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
miskin.

Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.

Rumus Penghitungan :

Dimana : 
α  = 2 
z  = garis kemiskinan. 
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z 
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. 
n  = jumlah penduduk.

C. Distribusi Fungsional

Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan


persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit
usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan
membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam
bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah,
modal uang, dan modal fisik).

Berikut adalah kurva distribusi pendapatan fungsional.

Jadi, analisis dari Kurva diatas yaitu kurva permintaan dan penawaran sebagai
sesuatu yang menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor
produksi.  Apabila harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan
kuantitas faktor produksi yang digunakan bersumber dari asumsi utilitas
(pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga biayanya berada pada
taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan
yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut.  Sebagai contoh, penawaran
dan permintaan terhadap tenaga kerja dianggap akan menentukan tingkat upah.
Kemudian, jika upah ini dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di
pasar, maka akan didapat jumlah keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang
disebut dengan total pengeluaran upah (total wage bill).

D. Kebijakan Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan adalah suatu keadaan yang mencerminkan merata atau


timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Para ekonom
pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan. Keduanya
digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi
pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah distribusi pendapatan ukuran dan
fungsional. Distribusi fungsional sudah dibahas pada no 2. Distribusi pendapatan
ukuran adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing
masing orang. Ukuran ini menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh
setiap individu tanpa melihat sumbernya.

Ada tiga alat ukur tingkat ketimpungan pendapatan dengan bantuan distribusi
ukuran, yakni Rasio Kuznets, Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini.

A. Rasio Kuznets

Rasio ini sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok
ekstrem (sangat miskin dan sangat kaya) di suatu negara.

B. Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara presentase


penerimaan pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar benar
mereka terima.
Ket. Kurva:

 Sumbu Horizontal menunjukkan jumlah penerima pendapatan dalam


presentase kumulatif
 Sumbu Vertikal menunjukkan pangsa pendapatan yang diterima oleh
masing masing presentase jumlah penduduk
 Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal (garis kemerataan), maka
semakin tinggi pula derajat ketidakmerataan yang ditunjukkan. Begitu juga
sebaliknya.
C. Koefisien Gini
Koefisien Gini adalah suatu ukuran singkat mengenai ketidakmerataan distribusi
pendapatan dalam suatu negara. Gini diperoleh dari menghitung luas daerah
antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibanding
dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana kurva lorenz itu berada.

G1   = Perkiraan nilai G

Xk    = Kumulatif proporsi populasi

Yk*  = Kumulatif proporsi income / pendapatan


*Yk diurutkan dari kecil ke besar

Koefisien Gini adalah persamaan ukuran ketimpangan dan bisa berbeda-beda dari nol
yang mengindikasikan suatu kemerataan sempurna (perfect equality) sampai satu yang
berarti suatu ketimpangan total (perfect inequality) dalam distribusi pendapatan dan
pengeluaran.
Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini adalah :
1. Lebih dari 0,5 adalah berat.
2. Antara 0,35 dan 0,5 adalah sedang.
3. Kurang dari 0,35 adalah ringan.
Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan perlu pula membagi penduduk dalam
kelompok-kelompok sebagai berikut :
1. Kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah
penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
2. Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah
penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
3. Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari jumlah
penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB. (Emil Salim, 1984 :
20).

Tingkat kepincangan pembagian pendapatan lazimnya diukur menurut besarnya


bagian pendapatan nasional atau regional yang dinikmati oleh kelompok penduduk
dengan pendaptan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang dikenal
dengan kelompok rendah 40%. Apabila kelompok rendah 40% menerima pendapatan
nasional atau regional sebesar 17% atau lebih maka tingkat kepincangan pembagian
pendapatan tergolong bisa dibilang rendah. Apabila terletak antara 12% sampai dengan
17% maka digolongkan dalam tingkat kepincangan pembagian pendapatan yang tinggi
(Emil Salim, 1984 : 21).

Kriteria Bank Dunia.


Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
 40 % penduduk berpendapatan terendah Penduduk termiskin
 40 % penduduk berpendapatan menengah
 20 % penduduk berpendapatan tinggi
KLASIFIKASI DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketimpangan Parah 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 %
pendapatan nasional
Ketimpangan Sedang 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 %
pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 %
(Distribusi Merata) pendapatan nasional
Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10 %
penduduk saja yang menikmati 90% pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang
menikmati 10% pendapatan nasional berarti pemerataan pendapatan pendapatan masih
kurang.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html
https://akhmadsyahroni17.wordpress.com/2015/03/20/tugas-perekonomian-
indonesia/

Anda mungkin juga menyukai