Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pencapaian SDG’s (Sustainable Development Goals) pada tahun

2015 adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan misi

menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui

pemantapan sistem kesehatan. Salah satu perilaku sehat yang harus

diciptakan untuk menuju Indonesia sehat adalah perilaku pencegahan dan

penanggulangan penyakit menular dengan pemberian imunisasi (Depkes RI,

2011).

Hepatitis B merupakan penyakit menular yang serius dan umumnya

menginfeksi hati disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang dapat

menyebabkan penyakit akut maupun kronis. HBV dapat mengancam jutaan

orang di dunia dan telah menginfeksi sekitar 1,2 juta orang di Amerika

Serikat dan 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang di antaranya

menjadi pengidap Hepatitis B kronik. Kebanyakan mereka tidak menyadari

telah terinfeksi. Lebih dari 686.000 orang meninggal setiap tahun akibat

komplikasi dari hepatitis B, termasuk sirosis dan kanker hati. (WHO, 2016).

1
Sekitar 3,9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko

transmisi maternal kurang lebih sebesar 90% anak yang tertular secara

vertikal dari ibu dengan HBsAg (+) selama tahun pertama kehidupan akan

berkembang mengalami Hepatitis B kronis 90% dan akan menjadi carrier.

Anak-anak yang terinfeksi sebelum usia 6 tahun mengembangkan infeksi

kronis sebesar 30-50% (WHO, 2016). Anak tersebut 25% akan mati dari

penyakit hati kronis atau kanker hati. Maka pencegahan penularan secara

vertikal merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam memutus

rantai penularan Hepatitis B (Kemenkes RI, 2015).

Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B ketiga terbanyak di

dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang,

sementara di Jakarta diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita penyakit

Hepatitis B. Sebagian besar penduduk kawasan ini terinfeksi Virus Hepatitis

B (VHB) sejak usia kanak-kanak. Sejumlah Negara di Asia, 8-10% populasi

orang menderita Hepatitis B kronik. Prevalensi penyakit hepatitis meningkat

dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2013-2018 sebesar 0,2%

menjadi 0,4%. (Riskesdas, 2018).

Program nasional dalam pencegahan dan pengendalian virus Hepatitis B

yang saat ini fokus pada pencegahan penularan ibu ke anak (PPIA) karena

95% penularan Hepatitis B adalah secara vertikal yaitu dari ibu yang positif

Hepatitis B ke bayi yang dilahirkannya. Sejak tahun 2015 telah dilakukan

Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu hamil dipelayanan

kesehatan dasar (Puskesmas) dan Jaringannya. Pemeriksaan Hepatitis B

2
pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan menggunakan

tes cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg. HBsAg (Hepatitis B

Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang ditemukan pada virus

hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi hepatitis B. (Infodatin

Hepatitis B, 2017)

Data di Puskesmas Tanjung Sari menunjukkan bahwa target Succes Rate

pada tahun 2018 adalah 100%, sedangkan dalam kegiatan yang telah

dilakukan pada program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular

mendapatkan angka keberhasilan screening HbSAg pada ibu hamil di

Puskesmas Tanjung Sari sebesar 21%. Berdasarkan data tersebut, dapat

disimpulkan bahwa angka keberhasilan screening HbSAg pada ibu hamil di

Puskesmas Tanjung Sari belum memenuhi target, dengan kata lain yaitu

tidak tercapainya program dalam satu tahun tersebut. Sehingga perlu adanya

evaluasi terhadap program angka keberhasilan screening HbSAg pada Ibu

Hamil di Puskesmas Tanjung Sari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana evaluasi dan alternatif pemecahan masalah pada program

screening HbSAg pada ibu hamil di Puskesmas Tanjung Sari Tahun

2019.

1.3 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

3
1. Mengetahui Program Screening HbSAg Pada Ibu Hamil di Puskesmas

Tanjung Sari Tahun 2019.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan menentukan permasalahan dari pelaksanaan Program

Screening HbSAg Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Sari.

2. Mengetahui secara umum program dan cakupan program pencegahan

penularan hepatitis B dari Ibu ke bayi di Puskesmas Tanjung Sari.

3. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah tidak tercapainya target

dari Program Screening HbSAg Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung

Sari.

4. Menentukan alternatif pemecahan masalah dalam pelaksanaan Program

Screening HbSAg Pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Sari.

1.4 Manfaat Penulisan

a. Bagi penulis (evaluator)

1. Menerapkan ilmu kedokteran komunitas yang telah diperoleh

semasa perkuliahan

2. Mengetahui dan menganalisa kendala yang mungkin akan dihadapi

dalam menjalankan suatu program kesehatan dan menentukan

langkah yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan terhadap pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke

bayi yang dikandung.

4
3. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang evaluasi

program pencegahan dan pengendalian hepatitis B terutama pada

ibu hamil.

b. Bagi puskesmas yang dievaluasi

1. Mengetahui besarnya masalah yang timbul dalam pelayanan

kesehatan lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sari.

2. Memperoleh masukan sebagai umpan balik positif untuk

meningkatkan angka keberhasilan program Screening HbSAg Pada

Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Sari.

c. Bagi masyarakat

 Dapat digunakan sebagai perbaikan kesehatan masyarakat melalui

deteksi dan pengobatan Hepatitis B bagi Ibu Hamil yang tepat.

 Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sari.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hepatitis B

Istilah “hepatitis” dipakai untuk semua jenis peradangan pada sel-sel hati,

yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan

(termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebih dan

penyakit autoimun. Ada 5 jenis Hepatitis Virus yaitu Hepatitis A, B, C, D,

dan E. Antara hepatitis yang satu dengan yang lainnya tidak berhubungan.

(Infodatin Hepatitis, 2014).

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis

B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan

hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker

hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan

Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau

laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan (Mustofa

& Kurniawaty, 2013).

2.2 Epidemiologi Hepatitis B

Hepatitis B merupakan penyakit menular serius dan umumnya menginfeksi

hati disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV) yang dapat menyebabkan

penyakit akut maupun kronis. HBV mengancam jutaan orang di dunia dan

6
telah menginfeksi sekitar 1,2 juta orang di Amerika Serikat dan 2 milyar

orang di dunia, dengan sekitar 240 juta orang mengidap Hepatitis B kronik.

Kebanyakan orang tidak menyadari telah terinfeksi. Lebih dari 686.000 orang

meninggal setiap tahun akibat komplikasi dari Hepatitis B, termasuk sirosis

dan kanker hati. (CDC, 2016).

2.3 Etiologi Hepatitis B

Virus hepatitis B merupakan jenis virus DNA untai ganda, famili

hepadnavirus dengan ukuran sekitar 42 nm yang terdiri dari 7 nm lapisan luar

yang tipis dan 27 nm inti di dalamnya. Masa inkubasi virus ini antara 30-180

hari rata-rata 70 hari. Virus hepatitis B dapat tetap infektif ketika disimpan

pada 30-32°C selama paling sedikit 6 bulan dan ketika dibekukan pada suhu

-15°C dalam 15 tahun.

Virus ini memiliki tiga antigen spesifik, yaitu antigen surface, envelope, dan

core. Hepatitis B surface antigen (HBsAg) merupakan kompleks antigen

yang ditemukan pada permukaan VHB, dahulu disebut dengan Australia (Au)

antigen atau hepatitis associated antigen (HAA). Adanya antigen ini

menunjukkan infeksi akut atau karier kronis yaitu lebih dari 6 bulan. Hepatitis

B core antigen (HbcAg) merupakan antigen spesifik yang berhubungan

dengan 27 nm inti pada VHB (WHO, 2002). Antigen ini tidak terdeteksi

secara rutin dalam serum penderita infeksi VHB karena hanya berada di

hepatosit. Hepatitis B envelope antigen (HBeAg) merupakan antigen yang

lebih dekat hubungannya dengan nukleokapsid VHB. Antigen ini bersirkulasi

sebagai protein yang larut di serum. Antigen ini timbul bersamaan atau segera

7
setelah HBsAg, dan hilang bebebrapa minggu sebelum HBsAg hilang (Price

& Wilson, 2005).

2.4 Patogenesis Hepatitis

Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke

dalam hepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel

hati dan kode genetik tersebut akan “memerintahkan” sel hati untuk

membentuk protein-protein komponen VHB. Patogenesis penyakit ini

dimulai dengan masuknya VHB ke dalam tubuh secara parenteral. Terdapat 6

tahap dalam siklus replikasi VHB dalam hati, yaitu :

Gambar 1. Patofisiologi Hepatitis B (New England Journal of Medicine, 2004)

8
a. Attachment

Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi

dengan perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA

(polymerized Human Serum Albumin) serta dengan perantaraan

SHBs (small hepatitis B antigen surface.

b. Penetration

Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran virus

menyatu dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian

memasukkan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim

polimerase dan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel pejamu.

Partikel core selanjutnya ditransportasikan menuju nukleus

hepatosit.

c. Uncoating

VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk

partially double stranded DNA yang harus diubah menjadi fully

double stranded DNA terlebih dahulu, dan membentuk covalently

closed circular DNA (cccDNA). cccDNA inilah yang akan menjadi

template transkripsi untuk empat mRNA.

d. Replication

Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi

akan menggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material

genetik dan menghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim

polimerase. Translasi mRNA lainnya akan membentuk komponen

protein HBsAg.

9
e. Assembly

Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase

menjadi partikel core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-

virion akan terbentuk dan masuk kembali ke dalam nukleus.

f. Release

DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase. Kemudian

terjadi proses coating partikel core yang telah mengalami proses

maturasi genom oleh protein HBsAg di dalam retikulum

endoplasmik. Virus baru akan dikeluarkan ke sitoplasma, kemudian

dilepaskan dari membran sel (AMN Healthcare Education, 2013).

Bayi yang mengidap infeksi HBV sejak lahir, memiliki peluang untuk

menderita HBV kronis dan kanker hepatoseluler lebih besar daripada yang

mengidap virus pada usia yang lebih lanjut, sehingga sangat penting untuk

memutus transmisi virus dari ibu ke janin yang dikandungnya. Mekanisme

transmisi intrauterin HBV di antaranya: infeksi melalui plasenta, kebocoran

transplasenta dan kerentanan genetik, HBV yang dapat berintegrasi ke dalam

jaringan plasenta yang menyebabkan infeksi. Kasus penularan intrapartum

diperkirakan muncul dari kemungkinan transfusi darah ibu ke janin selama

kontraksi persalinan, sebagai konsekuensi dari pecahnya ketuban,

kemungkinan lain adalah dari darah ibu atau cairan amnion/sekresi vagina

yang terkontaminasi HBV baik yang ditelan oleh janin atau memasuki

sirkulasi darah janin melalui pecahnya plasenta, atau melalui kontak langsung

dari janin dengan sekret yang terinfeksi/darah dari saluran genital ibu

(Pontiyus Bayo dkk, 2014).

10
Darah yang terkontaminasi HBV 108IU/ml yang memasuki janin dapat

mengakibatkan infeksi HBV pada janin. Bayi yang lahir dari ibu yang

diidentifikasi memiliki HBV kron is selama skrining anten atal, diberikan

imunoprofilaksis pasif-aktif dengan dosis awal vaksin HBV dan dosis

imunoglobulin hepatitis B (HBIG) pada atau segera setelah lahir, sebaiknya di

ruang bersalin, diikuti oleh 3 dosis vaksin HBV berikutnya pada tahun

pertama kehidupan (WHO, 2015). Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk

mencegah transmisi selama masa nifas dari ibu ke bayi, karena infeksi akut

pada usia ini meyebabkan risiko tertinggi infeksi kronis karena toleransi

imunologi sistem kekebalan tubuh bayi yang belum matang. Setelah

menyelesaikan seri vaksin, pengujian untuk HBsAg dan anti-HBS harus

dilakukan pada usia 9 sampai 18 bulan. Bayi dengan HBsAg negatif dan

kadar anti-HBS lebih besar dari 10mIU/mL dianggap kebal dan tidak ada

manajemen medis lebih lanjut yang dibutuhkan. (Ugbebor, 2011)

2.5 Diagnosis Hepatitis B Pada Ibu Hamil

Sejak tahun 2015 telah dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB)

pada ibu hamil dipelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) dan Jaringannya.

Pemeriksaan Hepatitis B pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah

dengan menggunakan tes cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg.

HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang

ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi

hepatitis B (Infodatin, 2017).

11
2.6 Tatalaksana Hepatitis B Pada Ibu Hamil

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan hepatitis B pada ibu hamil (Bzowej NH, 2010)

Pemeriksaan rutin antepartum termasuk pemeriksaan terhadap adanya infeksi

hepatitis B pada trimester pertama. Bila hasil negative, anaknya akan diberi

vaksin saat lahir. Ibu tidak perlu divaksinasi selama kehamilan, walaupun

tergolong aman, namun seorang ibu yang memiliki faktor risiko tinggi

sebaiknya diberikan. Akan tetapi bila hasil positif terinfeksi HBV pada awal

kehamilan, pemeriksaan untuk menentukan status HBV sebaiknya dilakukan,

seperti pemeriksaan faal hepar, serologi HBV, dan kadar trombosit. Jika pasien

memiliki HBV yang sangat aktif (kenaikan ALT secara signifikan dengan viral

load yang tinggi), atau jika curiga adanya sirosis hepar (kadar trombosit

12
rendah, atau pemeriksaan pencitraan sugestif), terapi sebaiknya diberikan tanpa

memperhatikan trimester. Akan tetapi, terapi tidak dianjurkan (penyakit inaktif

dengan ALT rendah dan viral load rendah) lanjutkan surveilan, karena

kehamilan dapat menyebabkan perkembangan hepatitis B, setelah kehamilan

maupun beberapa bulan setelah melahirkan.

Direkomendasikan untuk semua wanita agar telah melakukan pemeriksaan

kuantitas viral load HBV DNA saat menjelang akhir trimester kedua (26-28

minggu kehamilan) sehingga keputusan akhir terhadap terapi dapat diambil

segera. Pemeriksaan ini akan memberikan cukup waktu pada trimester ketiga

untuk menurunkan viral load secara signifikan setelah terapi diinisiasi,

sehingga menurunkan laju transmisi perinatal. Wanita dengan viral load yang

7
tinggi (>10 /ml) sebaiknya mempertimbangkan terapi pada awal trimester

ketiga (28-30 minggu), setelah mendiskusikan manfaat dan risiko. Sekali

dimulai, terapi dilanjutkan selama masa kehamilan dan dapat dihentikan

setelah melahirkan. Keputusan untuk menghentikan terapi sering dipengaruhi

oleh keinginan wanita tersebut untuk kehamilan berikutnya.

2.7 Kebijakan Pengendalian Hepatitis B Pada Ibu Hamil


13
Prevalensi yang semakin meningkat pada penduduk berusia di atas 15 tahun.

Jenis Hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Indonesia adalah

Hepatitis B (21,8%), Hepatitis A (19,3%) dan Hepatitis C (2,5%). Dengan

besaran masalah yang ada dan dampaknya bagi kesehatan masyarakat, maka

perlu dilakukan upaya yang terencana, fokus, dan meluas agar epidemi virus

Hepatitis ini dapat ditanggulangi. Untuk itu diperlukan payung hukum berupa

Peraturan Menteri Kesehatan yang dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan

kegiatan dalam melakukan penanggulangan Hepatitis, yaitu Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 53 Tahun 2015.

Program nasional dalam pencegahan dan pengendalian virus Hepatitis B yang

saat ini fokus pada pencegahan penularan ibu ke anak (PPIA) karena 95%

penularan Hepatitis B adalah secara vertikal yaitu dari ibu yang positif

Hepatitis B ke bayi yang dilahirkannya. Bayi yang lahir dari ibu yang

terdeteksi Hepatitis B (HBsAg Reaktif) diberi vaksin pasif yaitu HBIg

(Hepatitis B Imunoglobulin) sebelum 24 jam kelahiran di samping imunisasi

aktif sesuai program nasional (HB0, HB1, HB2 dan HB3). HBIg merupakan

serum antibodi spesifik Hepatitis B yang memberikan perlindungan langsung

kepada bayi (Infodatin, 2017).

Data di Puskesmas Tanjung Sari menunjukkan bahwa target Succes Rate

pada tahun 2018 adalah 100%, sedangkan dalam kegiatan yang telah

dilakukan pada program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular

mendapatkan angka keberhasilan screening HbSAg pada ibu hamil di

Puskesmas Tanjung Sari sebesar 21%. Berdasarkan data tersebut, dapat

14
disimpulkan bahwa angka keberhasilan screening HbSAg pada ibu hamil di

Puskesmas Tanjung Sari belum memenuhi target, dengan kata lain yaitu tidak

tercapainya program dalam satu tahun tersebut. Sehingga perlu adanya

evaluasi terhadap program angka keberhasilan screening HbSAg pada Ibu

Hamil di Puskesmas Tanjung Sari.

15
BAB III
METODE EVALUASI

3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa pengumpulan data primer dan

sekunder:

1) Sumber data primer

- Wawancara dengan koordinator pelaksana Program screening HbSAg

pada ibu hamil di Puskesmas Tanjung Sari.

- Pengamatan di Puskesmas Tanjung Sari.

2) Sumber data sekunder

- Laporan Program screening HbSAg pada ibu hamil di Puskesmas

Tanjung Sari pada periode Januari-April 2019.

3.2 Cara Penilaian dan Evaluasi

A. Penetapan Indikator

Evaluasi dilakukan pada program screening HbSAg pada ibu hamil di

Puskesmas Tanjung Sari. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian

yang digunakan adalah target nasional Kemenkes sebesar 90% dari Angka

Keberhasilan Pencegahan Transmisi Virus Hepatitis B dari Ibu ke Anak.

3.3. Cara Analisis

16
Evaluasi program pengendalian penyakit menular di Puskesmas Kota Karang

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran

b. Membandingkan pencapaian masing-masing indikator keluaran

dengan tolak ukurnya.

c. Menetapkan prioritas masalah

Kriteria ini dibedakan menjadi tiga macam

 Pentingnya masalah (Importancy/I)

Makin penting masalah tersebut maka akan semakin diprioritaskan

untuk diselesaikan. Ukuran pentingnya masalah yaitu:

 Besarnya masalah (Prevalence/P)

 Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (Severity/S)

 Kenaikan besarnya masalah (Rate of Increase /RI)

 Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of

Unmeet Need/DU)

 Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social Benefit/SB)

 Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (Public concern/PB)

 Suasana politik (Political Climate/PC)

 Kelayakan teknologi (Technical feasibility/T)

 Sumber daya yang tersedia (Resources availability/R)

Semakin tersedia sumber daya yang dapat digunakan untuk mengatasi

masalah maka akan semakin diprioritaskan masalah tersebut. Sumber daya

yang dimaksud adalah tenaga (man), dana (money), dan sarana

17
(material).Beri nilai 1 (tidak penting) sampai dengan lima (sangat penting)

untuk setiap kriteria yang sesuai. Perhitungan prioritas masalah dilakukan

dengan rumus “I x T x R”. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah

yang memiliki nilai tertinggi.

a. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan.

b. Identifikasi penyebab masalah

c. Membuat alternatif jalan keluar

d. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, maka

akan dipilih satu cara pemecahan masalah (untuk masing–masing

penyebab masalah) yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Untuk

menilai efektifitas jalan keluar, diperlukan kriteria tambahan sebagai

berikut:

1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude).

2. Pentingnya jalan keluar (Importancy).

3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerability).

Selanjutnya ditetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternative

jalan keluar. Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan biaya (cost ) yang

diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang

diperlukan makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka satu

(biaya paling sedikit) sampai angka lima (biaya paling besar). Nilai

prioritas (P) dihitung untuk setiap alternatif jalan keluar. Dengan

membatasi hasil perkalian nilai MxIxV dengan C. Jalan keluar dengan

nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih.

18
3.4. Diagram Fishbone

Diagram Cause and Effect atau Diagram Sebab Akibat adalah alat yang

membantu mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai penyebab

yang mungkin dari suatu masalah atau karakteristik kualitas tertentu.

Diagram ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua

faktor penyebab yang mempengaruhi masalah tersebut. Jenis diagram ini

kadang‐kadang disebut diagram “Ishikawa" karena ditemukan oleh Kaoru

Ishikawa, atau diagram “fishbone” atau “tulang ikan" karena tampak mirip

dengan tulang ikan.Diagram fishbone ini dapat digunakan ketika kita perlu:

1. Mengenali akar penyebab masalah atau sebab mendasar dari akibat,

masalah, atau kondisi tertentu.

2. Memilah dan menguraikan pengaruh timbal balik antara berbagai faktor

yang mempengaruhi akibat atau proses tertentu

3. Menganalisis masalah yang ada sehingga tindakan paling tepat dapat

diambil

Manfaat menggunakan diagram fishbone ini:

1. Membantu menentukan akar penyebab masalah dengan pendekatan yang

terstruktur.

2. Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan

pengetahuan kelompok tentang proses yang dianalisis.

3. Menunjukkan penyebab paling mungkin dari variasi atau perbedaan

yang terjadi dalam suatu proses

19
4. Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan

membantu setiap orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai faktor

kerja dan bagaimana faktor–faktor tersebut saling berhubungan

5. Mengenali area dimana data seharusnya dikumpulkan untuk pengkajian

lebih lanjut

Langkah–langkah untuk menyusun dan menganalisa diagram fishbone

sebagai berikut:

1. Identifikasi dan definisikan dengan jelas hasil atau akibat yang akan

dianalisis.

2. Gambar garis panah horisontal ke kanan yang akan menjadi tulang

belakang.

3. Identifikasi penyebab utama yang mempengaruhi hasil atau akibat.

4. Untuk setiap penyebab utama, identifikasi faktor–faktor yang menjadi

penyebab dari penyebab utama .

3.5. Waktu dan Tempat

Pengambilan data dilakukan mulai bulan Januari – Mei 2019 di Puskesmas

Tanjung Sari.

20
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG SARI

4.1 Analisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi

4.1.1 Data Geografis

Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Tugas (UPT) dari Dinas

Kesehatan yang berperan sebagai penyelenggara dari tugas teknis

operasional Dinas Kesehatan dan merupakan ujung tombak

pembangunan Kesehatan di daerah. UPT Puskesmas Rawat Inap

(PRI) Tanjung Sari merupakan salah satu unit pelaksana tugas kerja

Dinas Kesehatan Lampung Selatan yang memiliki wilayah kerja di

Kecamatan Natar.

UPT PRI Tanjung Sari memiliki tanggung jawab upaya kesehatan di

bidang promotif, pereventif, kuratif dan rehabilitatif dengan wilayah

kerja terdiri dari 5 desa yang merupakan sebagian dari Kecamatan

Natar. Fungsi dari Puskesmas RI Tanjung Sari tersebut adalah

sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat

pemberdayaan masyarakat dan keluarga menuju masayarakat yang

mandiri dan sehat serta pusat pelayanan strata I (pelayanan tingkat

dasar).

21
UPT PRI Tanjung Sari adalah salah satu dari puskesmas yang ada di

Kabupaten Lampung Selatan, terletak di Wilayah Kecamatan Natar,

dengan luas wilayah seluruhnya mencapai 4.771 km.

Gambar 3. Peta wilayah administrasi Kecamatan Natar, Lampung Selatan

Dari gambar peta diatas tampak batas-batas wilayah kerja UPT UPT

PRI Tanjung Sari yaitu :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Candimas Puskesmas

Branti Raya.

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Merak Batin

Puskesmas Natar.

c. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pancasila Puskesmas

Sukadamai.

d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Negara ratu Puskesmas

Natar.

22
Jarak UPT PRI Tanjung Sari ke Ibu kota Kabupaten ± 95 km.

Sedangkan ke Ibu Kota Provinsi ± 20 km. Luas Wilayah kerja UPT

PRI Tanjung Sari ± 4771 km² memiliki 5 desa.

Wilayah kerja UPT PRI Tanjung Sari merupakan daerah dataran

rendah dengan ketinggian rata-rata 400 meter di atas permukaan laut,

dengan keadaan tanah sebagian berpasir yang dijadikan daerah

perladangan untuk menanam palawija dan persawahan yang

tergantung curah hujan. Pada Umumnya Wilayah kerja UPT PRI

Tanjung Sari dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun

kendaraan roda empat.

Lima desa yang ada di wilayah kerja puskesmas, terdiri atas 27

Dusun, Desa yang memiliki dusun terbanyak adalah Desa Tanjung

Sari sebanyak 7 dusun dan desa dengan dusun terkecil adalah desa

Bumi Sari sebanyak 4 dusun.

4.1.2 Sumber Daya Kesehatan

Sumber daya  kesehatan yang terdapat di Puskesmas Rawat Inap

Tanjung Sari adalah sebagai berikut :

23
Tabel 1. Data ketenagaan UPT Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari tahun 2018

JUMLAH
NO JENIS KETENAGAAN
PNS PTT TKS

1 Dokter spesialis 0 0 0

2 Dokter umum 3 0 0

3 Dokter gigi 1 0 0

4 Bidan D1 2 0 0

5 Bidan D3 9 4 6

6 Perawat DIII/DIV/Skep 8 0 6

7 Perawat gigi 1 0 0

8 Apoteker atau sarjana farmasi 1 0 0

9 DIII farmasi atau asisten apoteker 2 0 0

10 DIV/sarjana gizi 0 0 0

11 DI/III gizi 2 0 0

12 Sarjana kesmas 3 0 0

13 Tenaga sanitasi 3 0 0

14 Analis Lab 2 0 0

15 Non kesehatan struktural 1 0 0

16 SMA 0 0 1

17 SMP 0 0 1

Berdasarkan tabel diatas, jumlah ketenagaan di UPT Tanjung Sari

Natar sudah hampir memadai, hanya belum memiliki tenaga

spesialis saja.

4.1.3 Struktur Organisasi Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari

24
Gambar 4. Struktur organisasi Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari

BAB V
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

25
5.1. Identifikasi Masalah

Suatu masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara keluaran dengan

tolak ukurnya, sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenjangan

antara unsur sistem lainnya dengan tolak ukur. Proses identifikasi masalah

dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluaran (output) program kerja

puskesmas, kemudian apabila ditemukan adanya kesenjangan antara tolak

ukur dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab

masalah pada unsur masukan (input, proses, atau lingkungan).

Sistem adalah gabungan dari bagian yang saling dihubungkan oleh suatu

proses atau struktur dan berfungsi sebagai salah satu kesatuan organisasi

dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. Pendekatan sistem

adalah suatu pendekatan analisa organisasi yang menggunakan sifat dasar

sistem sebagai titik pusat analisa.

1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat

dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem

tersebut, antara lain:

a. Sarana dan Prasarana

b. Sumber daya manusia

c. Pendanaan

d. Kebijakan publik

e. Perencanaan Program

2. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat

dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi

keluaran yang direncanakan, antara lain:

26
a. Pengetahuan masyarakat mengenai tuberkulosis

b. Paradigma yang berkembang dalam masyarakat

c. Kualitas sarana dan prasarana program

d. Perencanaan program yang terus dievaluasi.

3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan

dari berlangsungnya proses dalam sistem, antara lain: Angka

Keberhasilan Pengobatan dengan target 90%.

4. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak

dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem,

antara lain:

a. Meningkatkan status kesehatan masyarakat.

b. Mengurangi angka morbiditas dan mortalitas akibat tuberkulosis

5. Umpan balik (feedback), adalah kumpulan bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi

sistem tersebut.

6. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu

sistem yaitu meningkatkan angka deteksi kasus hepatitis B pada ibu

hamil dan mencegah terjadinya penularan penyakit hepatitis B dari ibu

hamil ke janin.

27
Gambar 5. Pendekatan Sistem.

Identifikasi masalah dimulai dengan melihat adanya kesenjangan antara

pencapaian dan tolak ukur. Masalah yang ditemukan pada Program Penyakit

Menular di Puskesmas Tanjung Sari salah satunya adalah penyakit hepatitis B

yang dapat ditularkan dari ibu ke janin. Berikut hasil pencapaian Program

Pencegahan Penyakit Menular Hepatitis B dari ibu ke anak diwilayah kerja

Puskesmas Tanjung Sari pada tahun 2019.

Tabel 2. Program Pencegahan Penularan Hepatitis B dari Ibu ke Janin dengan Screening

HbSAg Pada Saat Kunjungan ANC di Puskesmas Tanjung Sari

No Indikator Sasaran Target Pencapaian Kesenjangan Analisis

. Masalah

28
1. Upaya Pencegahan 100% 100% 21% 79% Belum

Penularan Hepatitis B Tercapai

dari Ibu ke janin

dengan Screening

HbSAg pada Saat

Kunjungan ANC

Tabel 3. Variabel, Tolak Ukur dan Pencapaian Program Pencegahan Penularan Hepatitis B
dari Ibu ke Janin dengan Screening HbSAg Pada Saat Kunjungan ANC di Puskesmas
Tanjung Sari
Variabel Tolak Ukur Pencapaian Masalah
Jumlah seluruh Jumlah seluruh ibu hamil Jumlah seluruh ibu hamil yang
(+)
Ibu hamil di pada Puskesmas Tanjung baru melakukan screening

Puskesmas Sari adalah 658 orang. HbSAg adalah 139 orang

Tanjung Sari.

5.2. Penetapan Prioritas Masalah

Untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi timbulnya masalah,

maka dilakukan suatu metode pemilihan atau prioritas masalah. Metode

pemecahan masalah yang digunakan adalah USG, yaitu:

1. Urgency: Menilai ketersediaan waktu untuk pemecahan masalah yang

ada.

2. Seriousness: Melihat pengaruh bahwa masalah tersebut akan

menyebabkan hal yang serius atau fatal.

3. Growth: Aspek kemungkinan meluasnya masalah dengan kemungkinan

timbulnya masalah lainnya.

Tabel 4. Penetapan Prioritas Masalah


Masalah Pencapaian U S G Total
Jumlah seluruh Jumlah seluruh ibu hamil di 5 5 5 15

29
Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas
Puskesmas Tanjung Sari adalah 658 orang
Tanjung Sari sedangkan jumlah ibu hamil
yang sudah melakukan
screening HbSAg adalah 139
orang.

Keterangan: U (Urgency), S (Seriousness), G (Growth)

Skoring 1 : rendah

Skoring 2 : sedang

Skoring 3 : cukup

Skoring 4 : tinggi

Skoring 5 : sangat tinggi.

5.4. Kerangka Konsep Masalah

Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab dan masalah belum

tercapainya target Succes Rate Screening HbSAg pada ibu hamil di Wilayah

Kerja Puskesmas Tanjung Sari pada tahun 2019 maka diperlukan kerangka

konsep.

30
Gambar 7. Kerangka Konsep Masalah Screening HbSAg pada Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung
Sari.

5.5. Menentukan Penyebab Masalah

Setelah menentukan kerangka konsep masalah, langkah selanjutnya adalah

menentukan penyebab masalah dengan menggunakan diagram fishbone.

Man
Kurangnya inisiatif
masyarakat untuk
Kurangnya kepedulian dan melakukan deteksi Hepatitis
kesadaran ibu hamil untuk B
memeriksakan diri secara
rutin dengan ANC dan 31
screening HbSAg ke
puskesmas
MATERIAL
Ketidaktahuan pasien
terhadap penyakit
Kurangnya buku hepatitis B yang dapat
panduan khusus menular dari ibu ke
untuk kader Terbatasnya kader dan kurangnya janin yang dapat
Posyandu di Desa keaktifan serta pengaetahuan kader menyebabkan masalah Capaian
sehingga kurang terjangkaunya kesehatan yang fatal. SR baru
pasien mencapai
21% dari
target
100% di
Kurangnya optimalisasi Tidak semua Puskesma
pasien memiliki s Tanjung
promosi kesehatan terkait
BPJS Sari tahun
dengan hepatitis B yang Satu rumah dihuni
2019.
dapat menular dari ibu ke Tidak sesuainya oleh dua sampai
pembayaran tiga keluarga
janin sehingga kesadara ibu
hamil untuk memeriksan kader dengan
diri menjadi rendah risiko yang
didapat
Lingkungan padat
dan kumuh
Sosial ekonomi yang
rendah pasien lebih
mementingkan
MONEY MACHINE
kebutuhan untuk
hidup dibandingkan
METHOD
dengan kesehatan
pasien
Gambar 8. Diagram Fishbone

Berdasarkan diagram fishbone di atas, perlu dicari masalah–masalah yang

memiliki peranan paling penting dalam mencapai keberhasilan program.

Teknik kriteria matriks pemilihan prioritas dapat digunakan untuk memilih

masalah yang paling dominan.

Tabel 5. Matriks penentuan prioritas penyebab masalah

No. I Jumlah
Daftar Masalah T R
P S RI DU SB PB PC IxTxR
1. Man
Kurangnya
kepedulian dan
kesadaran ibu hamil
4 3 2 4 3 3 3 3 2 132
untuk memeriksakan
diri secara rutin

32
dengan ANC dan
screening HbSAg ke
puskesmas

Terbatasnya kader
dan kurangnya
keaktifan serta
pengaetahuan kader
3 2 3 2 2 2 3 3 2 90
sehingga kurang
terjangkaunya pasien

Kurangnya inisiatif 2 1 2 1 2 2 2 3 3 108


masyarakat untuk
melakukan deteksi
Hepatitis B

Ketidaktahuan
pasien terhadap
penyakit hepatitis B
yang dapat menular
dari ibu ke janin 4 3 2 4 3 3 3 3 2 132
yang dapat
menyebabkan
gangguan kesehatan
yang fatal
2. Method
Tidak semua pasien
memiliki BPJS. 3 3 2 3 2 2 2 3 2 102

Kurangnya
optimalisasi promosi
kesehatan terkait 2 2 3 4 4 1 2 3 162
dengan hepatitis B
yang dapat menular 3
dari ibu ke janin
sehingga kesadaran
ibu hamil untuk
memeriksan diri
menjadi rendah

3. Material

Kurangnya buku 2 1 2 1 2 2 2 3 3 108


panduan khusus
untuk kader

33
Posyandu di Desa

4. Money

Tidak sesuainya 3 2 2 2 2 2 3 3 2 96
pembayaran kader
dengan risiko yang
didapat

Sosial ekonomi yang 2 2 2 3 3 2 3 3 2 102


rendah pasien lebih
mementingkan
kebutuhan untuk
hidup dibandingkan
dengan kesehatan
pasien

5. Machine

Satu rumah dihuni 2 1 2 1 2 2 2 3 3 108


oleh dua sampai tiga
keluarga

Lingkungan padat 3 2 2 2 2 2 3 3 2 96

dan kumuh

Keterangan :

- I = Importancy (pentingnya masalah)

- P = Prevalence (besarnya masalah)

- S = Severity (akibat yang ditimbulkan masalah)

- RI = Rate of Increase (kenaikannya besarnya masalah)

- DU = Degree of Unmeet Need (derajat keinginan masyarakat yg telah

terpenuhi

- SC = Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)

34
- PB = Public Concern (rasa prihatin masyarakat tentang masalah)

- PC = Political Climate (suasana politik)

- T = Technical feasibility (kelayakan tekhnologi)

- R = Resources availibility (sumber daya yang tersedia)

Setelah dilakukan pemilihan prioritas penyebab masalah, didapatkan masalah

berupa kurangnya inisiatif ibu hamil dan keluarga untuk mendeteksi hepatitis

B dengan cara memeriksakan diri ke puskesmas sehingga menyebabkan

belum tercapainya program secara maksimal, kurangnya optimalisasi kader

dan pengetahuan kader dalam pencegahan melalui pemeriksaan screening

HbSAg serta ketidaktahuan pasien bahwa penyakit hepatitis B dapat menular

dari ibu hamil ke janin dan dapat menyebabkan masalah kesehatan yang fatal

di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sari.

35
BAB VI

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

6.1. Menyusun alternatif pemecahan masalah

Belum tercapainya target Angka Keberhasilan screening hepatitis B di

wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sari dengan tidak mencapai target 100%

disebabkan oleh berbagai faktor, setelah dilakukan penentuan prioritas

penyebab masalah, maka penyebab dominan ialah ketidaktahuan pasien

bahwa penyakit hepatitis B dapat menular dari ibu hamil ke janin dan dapat

menyebabkan masalah kesehatan yang fatal serta kurangnya inisiatif ibu

hamil dan keluarga untuk mendeteksi hepatitis B dengan cara memeriksakan

diri ke puskesmas sehingga menyebabkan belum tercapainya program secara

maksimal, kurangnya optimalisasi kader dan pengetahuan kader dalam

pencegahan melalui pemeriksaan screening HbSAg di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Sari.

Berdasarkan faktor penyebab masalah yang dapat diidentifikasi, maka

alternatif pemecahan masalah dilakukan pada masalah yang memiliki jumlah

prioritas masalah tersebut. Alternatif pemecahan masalahnya sebagai berikut:

36
Tabel 5. Alternatif pemecahan masalah (jalan keluar)

Penyebab Alternatif
Ketidaktahuan pasien - Berikan edukasi, promosi kesehatan

bahwa penyakit hepatitis dan konseling terkait dengan

B dapat menular dari ibu penyakit hepatitis B dapat menular

hamil ke janin dan dapat terutama dari ibu hamil ke janinnya

menyebabkan masalah sehingga ibu mau mengikuti program

kesehatan yang fatal serta screening HbSAg pada ibu hamil

kurangnya inisiatif ibu untuk mencegah terjadinya proses

hamil dan keluarga untuk penularan serta mencegah terjadinya

mendeteksi hepatitis B komplikasi penyakit lebih lanjut bagi

dengan cara ibu dan janin.

memeriksakan diri ke

puskesmas

37
6.2. Menentukan Prioritas Cara Pemecahan Masalah

Tabel 6. Memilih Prioritas Pemecahan Masalah (Jalan Keluar).

Efektivitas Efisiensi Jumlah


No Daftar Alternatif Jalan Keluar
M I V C
(MIV/C
1. Kurangnya optimalisasi kader 4 4 4 3 21,3

dan pengetahuan kader dalam

pencegahan melalui

pemeriksaan screening

HbSAg di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Sari


2. Ketidaktahuan pasien bahwa 4 4 3 3 16

penyakit hepatitis B dapat

menular dari ibu hamil ke

janin dan dapat menyebabkan

masalah kesehatan yang fatal


3. Kurangnya inisiatif ibu hamil 4 4 3 3 16

dan keluarga untuk

mendeteksi hepatitis B

dengan cara memeriksakan

diri ke puskesmas

Keterangan:

P : Prioritas alternatif pemecahan masalah (MIV/C).

38
M : Magnitude, yaitu besarnya masalah yang dilihat dari morbiditas

dan mortalitas.

I : Importance, yang ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang

terkena masalah/penyakit.

V : Vulnerability, yaitu ada/tersedianya cara-cara pencegahan dan

pemberantasan masalah yang bersangkutan.

C : Cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah

tersebut.

Dari analisis prioritas alternatif pemecahan masalah diatas, didapatkan bahwa

prioritas pemecahan masalah adalah kurangnya optimalisasi kader dan

pengetahuan kader dalam pencegahan melalui pemeriksaan screening HbSAg

di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sari sehingga menyebabkan

ketidaktahuan pasien bahwa penyakit hepatitis B dapat menular dari ibu hamil

ke janin dan dapat menyebabkan masalah kesehatan yang fatal. Diperlukan

lebih banyak promosi kesehatan, konseling dan edukasi terkait penyakit

menular hepatitis B terutama untuk memutus rantai penularan dari ibu hamil ke

janin sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk saling

berperan dalam pencegahan penyakit menular hepatitis B terutama dari ibu

hamil ke janin.

39
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang evaluasi program pencegahan penularan

hepatitis B dari ibu ke janin dengan screening HbSAg di Puskesmas

Tanjung Sari, dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Angka capaian Succes Rate (SR) tahun 2018 di Puskesmas Kota

Karang adalah sebesar 21%. Angka ini masih dibawah target yang

telah ditentukan yaitu sebesar 100%. Hal ini masih menjadi prioritas

masalah dalam pelaksanaan program pengendalian dan pencegahan

penyakit menular di Puskesmas Tanjung Sari tahun 2019 .

2. Penyebab rendahnya angka capaian SR adalah ketidaktahuan pasien

bahwa penyakit hepatitis B dapat menular dari ibu hamil ke janin dan

dapat menyebabkan masalah kesehatan yang fatal serta kurangnya

inisiatif ibu hamil dan keluarga untuk mendeteksi hepatitis B dengan

cara memeriksakan diri ke puskesmas di wilayah kerja Puskesmas

Tanjung Sari.

3. Alternatif pemecahan masalah dapat dengan cara memberikan

edukasi, promosi kesehatan dan konseling terkait dengan penyakit

hepatitis B dapat menular terutama dari ibu hamil ke janinnya

sehingga ibu mau mengikuti program screening HbSAg pada ibu

40
hamil untuk mencegah terjadinya proses penularan serta mencegah

terjadinya komplikasi penyakit lebih lanjut bagi ibu dan janin.

7.2. Saran

Saran evaluasi program Pencegahan Penularan Hepatitis B dari Ibu ke

Janin dengan Screening HbSAg di Puskesmas Tanjung Sari tahun 2019

adalah sebagai berikut :

1. Memberikan penjelasan kepada penderita hepatitis B terutama ibu

hamil bahwa penyakit tersebut menular dan berbahaya bagi janin yang

dikandung.

2. Mengoptimalkan tugas dan fungsi kader untuk mencegah terjadinya

penularan penyakit lebih lanjut.

3. Mengkoordinasikan dengan RT setempat untuk mengedukasi

warganya tentang pemeriksaan screening HbSAg.

4. Melakukan penyuluhan rutin dengan menggunakan berbagai media

baik poster, leaflet, atau film dan sebagiannya tentang hepatitis B

sehingga memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat

yang banyak belum mengetahui mengenai penyakit menular hepatitis

B dan pencegahannya.

41

Anda mungkin juga menyukai