Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Analisis Gizi Kesehatan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan


“Kekuranagan Energi Protein”

Disusun oleh :
Kelompok 1
Patrio G. Palapa 17111101047
Wendy Soepardi 17111101066
Mega A.N. Porajow 17111101098
Nadia P. Powa 17111101129
Faldo F Malingknor 17111101157
Rosava A.S Saroinsong 17111101172
Kelas : 05-K3

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-
Nya, penulisan makalah yang berjudul “Masalah Gizi Masyarakat Pesisir dan
Kepulauan: Kekurangan Energi Protein (KEP)” ini bisa terelesaikan dengan baik.
Maksud dari penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Gizi
Kesehatan Masyarakat yang diberikan oleh dosen mata kuliah.

Dalam pembuatan makalah ini, kelompok banyak mendapat hambatan, namun


dengan dukungan dari beberapa pihak hal tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu,
kelompok mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini yang tidak bisa kelompok sebutkan satu persatu.

Harapan kelompok makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca guna


menambah wawasan tentang Masalah Gizi Masyarakat Pesisir dan Kepulauan:
Kekurangan Energi Protein (KEP). kelompok juga menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kelompok mengharapkan koreksi serta saran
yang bersifat membangun sebagai bahan masukan untuk memperbaiki makalah ini.

Manado, Agustus 2019

Kelompok I
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gizi
yang ada di Indonesia maupun di negara yang sedang berkembang lainnya.
Kekurangan energi protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari.

Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang


disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang
mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya
nampak kurus. Gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga, adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmik kwashiorkor.
Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan kurang
energi dan marasmik kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan
protein (Supariasa, 2002). Pudjiadi (1990), juga menyatakan bahwa penyakit
KEP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di
bawah umur lima tahun dan kebanyakan di negara-negara yang sedang
berkembang. Sedangkan mortalitas yang tinggi terdapat pada penderita KEP
berat, hal tersebut dapat terjadi karena pada umumnya penderita KEP berat
menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru lain,
disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat, tidak jarang pula
ditemukan tanda-tanda penyakit kekurangan zat gizi lain, misalnya
xeroftalmia, stomatis angularis, dan lain-lain.

Berdasarkan data Depkes RI (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar


5 juta anak (27,5%) kurang gizi, 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi
kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999), mengelompokkan
wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok adalah :
rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi
(30%). Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya
konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan sehari-hari (Palupi,
2008).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan KEP??

2. Analisis Situasi??

3.Apa saja Penyebab KEP?

4. Apa saja Jenis-Jenis KEP?

5. Bagaimana Klasifikasi KEP?

1.3 Tujuan Penuliasan

1. Mengetahui tentang Pengertian KEP

2. Mengetahui tentang Analisis Situasi

3. Mengetahui tentang Penyebab KEP

4. Mengetahui tentang Jenis-Jenis KEP

5. Mengetahui tentang Klasifikasi KEP


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kerangan Energi Protein (KEP)

Penyakit KEP diberi nama secara internasional yakni Calory Pro- tein
Malnutrition (CPM), dan kemudian diganti dengan istilah Protein Energy
Malnutrition (PEM). Penyakit ini mulai banyak diselidiki di Afrika, dan di
benua tersebut KEP dikenal dengan nama lokal kwashiorkhor yang berarti
penyakit rambut merah. Masyarakat di tempat tersebut menganggap
kwashiorkhor sebagai kondisi yang biasa terdapat pada anak kecil yang sudah
mendapat adik

Marasmus

sebagai salah satu bentuk dari KEP diakibatkan karena defisiensi


energi dan zat gizi, sedangkan kwashiorkhor lebih disebab- kan karena
defisiensi protein. Hepatomegali (pembesaran hepar) yang terjadi pada
penderita KEP terlihat oleh para ibu di Indonesia sebagai pembuncitan perut.
Setelah itu, pengertian KEP baru dikenal dan di- terima bahwa anak yang
perutnya buncit itu kemungkinan besar di- sebabkan oleh karena menderita
KEP Namun demikian, pengertianyang bisa diberikan untuk keadaan kurang
gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan.

Kwashiorkhor

dikenalkan dalam dunia medis/kedokteran oleh Cicely Williams pada


tahun 1933. Kwashiorkhor adalah nama penyakit yang diberikan terhadap
suku Ga dan terhadap penduduk Kota Akra Ibu Kota Ghana. Kwashiorkhor
merupakan "Penyakit yang diderita bayi yang ber- henti menyusu dikarenakan
ibunya melahirkan lagi." Hal ini mengindi- kasikan bahwa kwashiorkhor
merupakan keadaan yang terjadi akibat pengabaian seorang ibu dalam
kewajibannya menyusui. Cicely Williams mencatat adanya kejadian yang
sama di Jerman tahun 1906, Indo-Cina tahun 1924, Meksiko tahun 1926, dan
Afrika Timur tahun 1928.

2.2. Analisis Situas

Selama Januari Mei 2015, sebanyak 1.910 kasus gizi buruk tanpa
tanda klinis Marasmus Kwashiorkor (MK) di Provinsi NTT telah mendapat
perawatan sesuai standar, baik dirawat inap maupun rawat jalan. Sementara 6
kasus dengan tanda klinis MK telah dirawat di Terapeutic Feeding Center
(TFC) Atambua dan 1 kasus dirawat di RS Naibonak, Kupang 1 orang, kini
telah sembuh dan kembali ke rumah. Adapun 1 kasus dirawat di RS
Kefamenanu, Timur Tengah Selatan, meninggal.
dalam kasus ini bahwa ada 1.918 kasus gizi buruk di Provinsi NTT yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti akses terhadap sanitasi dan sumber air
bersih masih sangat kurang; tingginya indeks penyakit yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan seperti kasus pneumonia, diare dan ISPA pada Balita,
masih tinggi; perilaku kesehatan masih menjadi masalah seperti kurangnya
kebiasaan cuci tangan pakai sabun dan buang air besar di jamban; kondisi
geografis yang menyulitkan masyarakat menjangkau fasilitas kesehatan dan
sebaliknya tenaga kesehatan sulit menjangkau masyarakat; serta masih
kurangnya tenaga kesehatan.

2.3. Penyebab Kekurangan Energi Protein KEP

2.3.1 Penyebab langsung


Penyebab langssung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun
tein, yang berarti kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
kalori maupun protein, hambatan utilisasi zat gizi. Adanya penyakit
infeksi dan investasi cacing dapat memberikan hambatan absorpsi dan
hambatan utilisasi zat-zat gizi yang menjadi dasar timbulnya KEP.

2.3.2 Penyebab tidak langsung dari KEP

Ada beberapa hal yang dominan, antara lain pendapatan yang


rendah sehingga daya beli terhadap kanan terutama makanan
berprotein rendah. Penyebab tak langsung yang lain adalah ekonomi
negara, jika ekonomi negara mengalami krisis moneter akan
menyebabkan kenaikan harga barang, termasuk bahan makanan
sumber energi dan sumber protein (beras, ayam, daging dan telur).
Penyebab lain yang berpengaruh terhadap defisiensi konsumsi
makanan berenergi dan berprotein adalah rendahnya pendidikan umum
dan pendidikan gizi, sehingga kurang adanya pemahaman peranan zat
gizi bagi manusia. Atau mungkin dengan adanya produksi pangan
yang tidak mencukupi kebutuhan, jumlah anak yang terlalu banyak,
kondisi higiene yang kurang baik, sistem perdagangan dan distribusi
yang tidak lancar serta tidak merata. Penyebab langsung KEP dapat
dijelaskan sebagai berikut:

 Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi yang bisa menyebabkan KEP antara


lain cacar air batuk rejang, TBC, malaria, diare, dan cacing,
misalnya cacing AscarisLumbricoides, dapat memberikan
hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh yang semakin lama
dan tidak terperhatikan akan merupakan dasar timbulnya
KEP.

 Konsumsi Makan

KEP sering dijumpai pada anak usia enam bulan hingga


hun di mana pada usia ini tubuh memerlukan zat gizi yang
sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi tidak
terpenuhi maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi
yang ada dalam tubuh, yang akibatnya semakin lama
cadangan semakin habis dan akan menyebab- kan
terjadinya kekurangan yang akan menimbulkan perubahan
pada gejala klinis. Faktor yang harus diperhatikan dalam
pemberian makanan anak adalah umur, aktivitas, keadaan
sakit, dan jenis kelamin. Pada anak- anak meskipun
metabolisme sama dengan orang dewasa tetapi mereka
lebih aktif perkembangan tubuhnya, sehingga memerlukan
tambahan ekstra zat gizi untuk pertumbuhannya. Lebih
muda umur anak maka lebih banyak makanan yang
diperlukan untuk tiap kilogram berat badannya. Berat
badan yang lebih ataupun yang kurang dari berat badan
rata-rata untuk umur tersebut merupakan faktor untuk
menentukanjumalh zat makana yang harus diberikan agar
pertumbuhan berjalan dengan baik.

 Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi tiap anak berbeda, yang ditentukan


oleh metabolisme basal tubuh, umur, aktivitas, fisik, suhu,
lingkungan, serta kesehatannya. Zat gizi yang mengandung
energi tersebut disebut macronutrient yang dikenal dengan
karbohidrat, lemak, dan protein. Tiap gram lemak, protein,
dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 9 kalori, 5
kalori, dan 4 kalori. Dianjurkan agar jumlah energi yang
diperlukan didapat dari 50-60 % karbohidrat, 25-35%
protein, 10-15% lemak.

Energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada


beberapa faktor:

 Jenis Kelamin
Pada umumnya pria membutuhkan energi lebih banyak
daripada wanita
 Umur
Pada anak-anak, energi yang dibutuhkan lebih banyak
daripada kelompok umur lainnya karena pada umur ini tubuh
memerlukan energi untuk pertumbuhan badan.
 Aktivitas Fisik
Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan oleh
seseorang, akan memerlukan energi yang semakin banyak pula.
 Kondisi Fisiologis
Kondisi fisiologis seseorang juga memengaruhi
kebutuhannya terhadap energi, misalnya pada waktu hamil,
menyusui, ataupun setelah sakit.

2.4 Jenis Jenis Kekurangan Energi Protein


1) Marasmus
Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehinggah wajahnya
seperti orang tua. Bentuk ini dikarenakan kekurangan energi yang
dominan.
2) Kwashiorkor
Anak terliht gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di sela-
sela sel dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot
tubuhnya mengalami pengurusan (wasting). Edema dikarenakan
kekurangan asupan protein secara akut (mendadak), misalnya karena
penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis.
3) Marasmik-Kwashiorkor
Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor.
Ejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang meningkat
tidak dapat terpenuhi dari asupannya.

2.5 Klasifikasi KEP


Klasifikasi KEP berdasarkapengukuran antropoetri adalah sebagai berikut:
Klasifikasi KEP menerut Latham (1971)
Jenis KEP BB/U TB/U BB/TB
Akut malnutrisi Rendah Normal Rendah
Kronis malnutrisi Rendah Rendah Normal
Akut dan kronis malnutrisi Rendah Rendah Rendah

Klasifikas KEP menurut Wellcome Trust


Berat Badan % dari Baku Edema
Tidak ada Ada
>60% Gizi Kurang Kwashiorkhor
<60% Marasmus Marasmik kwashiorkor

Klasifikasi KEP berdasarkan pengukuran antopometri adalah sebagai berikut:


Klasifikasi KEP Menurut Latham (1971)
Jenis KKP BB/U TB/U BB/TB
Akut malnutrsi Rendah Normal Rendah
Kronis malnutrisi Rendah Rendah Normal
Akut dan kronis Rendah Rendah Rendah
malnutrisi
Kalsifikasi KKP Menurut Gomez (1955)
Berdasarkan Gomez (1955), KEP dibedakan:
Baik ≥90% BB/U
Malnutris
Ringan ≥75%-< 90% BB/U
Sedang ≥60%-< 75% BB/U
Ringan <60% BB/U

Klasifikasi Status Menurut Wellcome Trust


Klasifikasi Status Gizi Menurut Gomez.
Berat Badan % dari Edema
Baku Tidak ada Ada
> 60% Gizi Kurang Kwashiorkor
<60% Marasmus Marasmik Kwashiorkor

Kalsifikasi Status Gizi Menurut Gomez

Kategori BB/U (%)


0 = Normal >= 90%
1 = Ringan 89-75 %
2 = Sedang 74-60%
3 = Berat <60%

Klasifikasi Status Gizi Menurut Waterlow


kategori Stunting Wasting
(Tinggi Badan Menurut (Berat Badan Menurut
Umur) umur)
0 >95% >90%
1 95 – 90% 90-80%
2 89 – 85% 80-70%
3 >85% <70%

Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang akut dan kronis


dimana defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan
gizi yang akut dan menyebebakan keadaan kurus kering (wasting). Defisit
tinggi badan menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang
berlagsung sangat lama, akibat yang timbulkannya adalah menjadi pendek
(stunting untuk umurnya).
Klasifikasi Status Gizi Menurut Jelliffe.
Kategori BB/U (% baku)
KEP I 90-80%
KEP II 80-70%
KEP III 70-60%
KEP IV < 60%
Klasifikasi Status Gizi Menurut Bengoa.
Kategori BB/U (%baku)
KEP I 90-76%
KEP II 75-61%
KEP III Semua penderita dengan edema

Klasifikasi Status Gizi Menurut Baku Nasional


Indeks Status Gizi Abang Batas
(SD: Standart Devisiasi)
BB/U Gizi lebih Z score > + 2 SD
Gizi baik Z score ≥ - 2 SD s/d + 2 SD
Gizi kurang Z score < - 2SD s/d ≥ - 3 SD
Gizi buruk Z score < - 3 SD
TB/U Normal Z score ≥ - 2 SD
Pendek (Stunted) Z score < - 2 SD
BB/TB Gemuk Z score > + 2 SD
Normal Z score ≥ = 2 SD s/d + 2 SD
Kurus (Wasted) Z score < SD s/d ≥ 3 SD
Kurus sekali Z score < - 3 SD
Klasifikasi Status Gizi Menurut Depkes RI (2000)
Menurut baku antropometri WHO-NCHS dalam Depkes RI (2000), status gizi
dibedakan menjadi:
Buruk : < 60% BB/U baku WHO-NCHS
Kurang : 60-69% BB/U baku WHO-NCHS
Sedang: 70-79,9% BB/U baku WHO-NCHS
Baik : 80-110% BB/U baku WHO-NCHS
Lebih : >110% BB/U baku WHO-NCHS

Klasifikasi KEP Menurut Depkes RI (2000)


Penggolongan KEP berdasarkan baku mutu antropometri WHO-NCHS
Depkes RI (2000) adalah:
- Gizi lebih : BB/U ≥ + 2 SD baku WHO-NCHS
- Gizi baik : BB/U ≥ - 2 SD s/d + 2 SD baku WHO-NCHS
- Gizi kurang : BB/U ≤ - 2 SD s/d > - 3 SD baku WHO-NCHS
- Gizi buruk : BB/U ≤ - 3 SD baku WHO_NCHS
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal
30 Desember 2010 tentang Penggunaan Standar Antropometri WHO 2005 untuk
Menilai Status Gizi Anak. Ada beberapa istilah dan pengertian yang harus
diperhatikan antara lain:
1. Umur
Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh umur dua bulan 29 hari dihitung
sebagai dua bulan.

2. Ukuran Panjang Badan (PB)


Ukuran panjang badan digunakan untuk anak umur 0-24 bulan yang diukur
telentang. Bila anak umur 0-24 bulan diukur berdiri, maka hasil
pengukurannya dkoreksi dengan menambahkan 0,7cm.

3. Ukuran Tinggi Badan (TB)


Ukuram tinggi badan digunakan untuk anak di atas umur 24 bulan yang
diukur berdiri. Bila anak umur di atas 24 bulan diukur terlentang, maka hasil
pengukurannya dikoreksi dengan mengurangi 0,7 cm.
4. Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U), yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan
severely underweight (gizi buruk).

5. Pendek dan Sangat Pendek


Adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur
(PB/U) atau indeks tinggi badan menurut umur (TU/U), yang merupakan
padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek)

6. Kurus dan Sangat Kurus


Adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut panjang
badan (BB/TB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), yang
merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus)

Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Berdasar
WHO 2005
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z-Score)
Berat badan menurut Gizi Buruk < - 3SD
umur (BB/U) Gizi Kurang -3SD - < - 2SD
Anak umur 0 – 60 bulan Gizi Baik -2SD – 2SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang badan menurut Sangat Pendek < - 3SD
umur (PB/U) Pendek -3SD - < - 2SD
Tinggi badan menurut Normal -2SD – 2SD
umur (TB/U) Tinggi >2 SD
Anak umur 0-60 bulan
Berat badan menurut Sangat Kurus < - 3SD
panjang badan (BB/PB) Kurus - 3SD - < - 2SD
Berat badan menurut Normal -2SD – 2SD
tinggi badan (BB/TB) Gemuk >2 SD
Anak umur 0-60 bulan

Indeks massa tubuh Sangat kurus < - 3SD


(IMT/U) Kurus - 3SD - < - 2SD
Anak umur 0-60 bulan Normal -2SD – 2SD
gemuk >2 SD
Indeks massa tubuh Sangat kurus < - 3SD
menurut umur (IMT/U) Kurus - 3SD - < - 2SD
Anak umur 5 – 18 tahun Normal -2SD – 2SD
Gemuk >1 SD - 250
Obesitas >250

Adapun ciri-ciri klinis adalah sebagai berikut:


Marasmus :
 Otot lemah, lunak.
 Merasa lapar dan cengeng.
 Defisiensi mikronutrien yang berhubungan dengan pola diet setempat.
 Gagalnya pertumbuhan.
 Sering pada bayi <12 bulan.
 Tidak ada jaringan lemak bawah kulit.
 Wajah tampak tua (monkey face).
 Tidak ada edema.
 Warna rambut tidak berubah.
 Sering disertai : penyakit infeksi, umumnya kronis berulang dan diare.
Kwashiorkhor :
 Otot lemah, lunak.
 Sukar diberi nakan dan cengeng.
 Gejala anemua dan defisiensi nutrien.
 Pertmbuhan terhambat.
 Biasa terjadi pada anak usia 1-3 bulan.
 Wajah bulat (moon face).
 Ada endema terutama pada kaki dan tungkai bawah
 Rambut menjadi merah dan mudah dicabut tanpa rasa sakit.
 Masih ada jaringan lemak di bawah kulit.
 Kelaianan kulit berupa bercak merah muda meluas dan berubah warna
menjadu kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
 Sering disertai :
1. Penyakit infeksi umumnya akut.
2. Anemia
3. Diare.
Marasmic kwashiorkhor :
Jika penderita memilika dua gejala tersebut, yaitu gejala pada marasmus dan pada
kwashiokhor dengan BB/U 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi. Penyakit KEP diberi nama secara internasional
yakni Calory Pro- tein Malnutrition (CPM), dan kemudian diganti dengan istilah
Protein Energy Malnutrition (PEM). Penyebab Kekurangan Energi Protein KEP
terbagi menjadi 2 yaitu Ada Penyebab langsung dan ada yang penyebab tidak
langsung. Juga Ada 3 Jenis Kekurangan Energi Protein : Marasmus, Kwashiorkor,
Marasmik-Kwashiorkor.

3.2. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan Masyarakat dapat lebih mengerti tentang
Kekurangan Energi Protein, untuk mengantisipasi masalah Kekurangan energi protein
(KEP) tentunya diperlukan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan
menanggulangi KEP. Dan untuk mencegah terjadinya Kekurangan energi protein
( KEP ) maka kita harus mengubah pola makan dan pola hidup yang sehat juga
teratur, jika masyarakat sudah membiasakan hidup sehat pasti tidak akan gampang
terserang penyakit.
Daftar Pustaka

Adriani, Merryana. dan Bambang Wirjatmadi. 2014. Pengantar Gizi Masyrakat.


Jakarta: Kencana.
Adriani, Merryana. Dan Bambang Wirjatmadi. 2014. Peranan Gizi Dalam Siklus
Kehidupan. Jakarta : Kecana.
Proverawati, Atikah. dan Siti Asfuah. 2009. Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka
Adriani, Merryana. dan Bambang Wirjatmadi. 2014. Pengantar Gizi Masyrakat.
Jakarta: Kencana.
Adriani, Merryana. Dan Bambang Wirjatmadi. 2014. Peranan Gizi Dalam Siklus
Kehidupan. Jakarta : Kecana.
Proverawati, Atikah. dan Siti Asfuah. 2009. Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai