Anda di halaman 1dari 18

PRASARANA STREN KALI

Kawasan stren kali pada awalnya bukan merupakan kawasan yang disediakan untuk
pemukiman, melainkan merupakan bagian dari lahan irigasi yang mengambil lahan sempadan
sungai. Karena itu, prasarana berupa jalan tidak tersedia, melainkan diusahakan sendiri oleh warga
setempat.

Pada lokasi Stren Kali Jagir yang diobservasi, terdapat dua jalan utama yang menjadi akses
warga, yaitu jalan di atas tangkis sungai dan jalan yang seharusnya merupakan jalan inspeksi sungai.

Skematik jalan di kampung stren kali Jagir

Jalan yang berada di atas tangkis merupakan akses utama warga, dan pada awalnya
mayoritas merupakan akses jalan yang menghadap bagian depan rumah. Jalan tersebut terletak
pada level yang lebih tinggi dari rumah-rumah sekitarnya, memiliki lebar kurang lebih satu setengah
sampai dua meter dan dipaving. Baik proses dari finishing jalan (pemavingan) dan pengadaan
drainase jalan, berupa pipa-pipa dan saluran sederhana yang menyalurkan air hujan agar tidak
membanjir ke rumah warga, diusahakan sendiri oleh warga setempat dengan bantuan LSM-LSM
yang menjadi relawan.
Kondisi jalan di atas tangkis sungai

Selain dari jalan yang berada di atas tangkis, terdapat pula akses berupa jalan yang
seharusnya merupakan jalan inspeksi sungai. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.63 Tahun 1993 Tentang: Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan
Sungai dan Bekas Sungai, jalan inspeksi memiliki beberapa syarat yang di antaranya adalah:

 Memiliki lebar minimal 3 meter


 Tidak difungsikan selain sebagai akses untuk inspeksi dan maintenance dari sungai.

Pada kenyataannya, timbulnya pemukiman liar menyebabkan kondisi jalan inspeksi


tersebut menjadi tidak terawat dan susah diakses. Lebar dari jalan bervariasi, tergantung dari
kepatuhan warga terhadap peraturan garis sempadan sungai, meski hal tersebut mengalami
perbaikan setelah dicanangkannya Kampung Improvement Programme. Meski keberadaan jamban
di tepi sungai pada daerah ini sudah banyak berkurang, namun jalan inspeksi masih banyak
dimanfaatkan untuk hal-hal lain seperti misalnya kandang-kandang ternak. Kondisi fisik jalan
tersebut pun masih tidak memadai, yaitu hanya berupa tanah berbatu, yang pada saat musim hujan
akan tergenang oleh air dan tidak dapat diakses. Warga masih mengusahakan perbaikan untuk jalan
tersebut sehingga menjadi lebih layak untuk dipakai.
Kondisi jalan inspeksi pada kali Jagir

Akses yang menghubungkan jalan di atas tangkis dengan jalan inspeksi adalah lorong-lorong
yang berada di antara rumah-rumah warga. Lorong-lorong tersebut memiliki lebar antara enam
puluh hingga delapan puluh sentimeter, hanya bisa dilalui satu orang dengan tangga turun dari
tangkis yang cukup curam. Lorong tersebut tidak dapat diakses oleh kendaraan, beberapa difinsihing
dengan beton cor dan yang lain hanya berupa tanah. Pada saat musim hujan, lorong ini tergenang air
sehingga tidak nyaman untuk diakses.

Lorong penghubung jalan tangkis dengan jalan inspeksi

Berkaitan dengan perbaikan prasarana dari stren kali, berbagai ide dan usulan telah
diajukan, supaya pemukiman dan kegiatan sehari-hari dari warga tidak mengganggu kepentingan
dari sungai itu sendiri. Ide perbaikan-perbaikan tersebut disesuaikan dengan peraturan yang ada,
yaitu Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur oleh Gubernur Jawa Timur Tentang
Penataan Sempadan Sungai Kali Surabaya dan Kali Wonokromo, No. 9 Tahun 2007 dan juga rencana
tata kota yang ada. Dapat dilihat pada beberapa alternative di bawah dimana prasarana jalan dibuat
agar tidak melanggar peraturan yang ada dan dapat mengakomodasi warga dengan lebih baik.

Alternatif 1 pengembangan setback bangunan stren kali

Alternative 2 pengembangan rumah vertikal di atas jalan inspeksi


Alternatif 3 prasarana jalan inspeksi dengan drainase dan penghijauan
Kampung Improvement Programme

KIP adalah suatu program perbaikan kampung kota akibat urbanisasi yang tinggi dan
mengakibatkan kekumuhan kota. Penanganan perbaikan kampung dimulai dalam Repelita I
(1969) di Jakarta. Rintisan tersebut dalam Repelita II dilanjutkan di Surabaya. Penanganan perbaikan
kampung dalam Repelita V dilakukan di 470 kota dengan luas 37.000 hektare dan penduduk yang
terlayani mencapai kurang lebih 15 juta jiwa. KIP dikenal sejak zaman belanda dengan nama
Kampoeng Verhetering.M

Maksud dari KIP adalah meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kumuh melalui
peningkatan lingkungan fisik, sosial, ekonomi komunitas dengan pendekatan pemberdayaan
komunitas (Community Based Development). Tujuan yang ingin dicapai, antara lain :

• Lingkungan permukiman yang sehat;


• Prasarana dan Sarana yang memadai;
• Permukiman menjadi nyaman sehingga menciptakan keluarga yang sehat dan sejahtera;
• Produktivitas dan penghasilan masyarakat akan lebih meningkat.
INSTALASI AIR BERSIH

Suplai air bersih dari PDAM masuk ke perkampungan stren kali setelah Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Timur disahkan pada 5 Oktober 2007. Usaha ini dilakukan oleh warga dengan
membentuk kelompok masyarakat TIRTOADJI. Sebelum peraturan disahkan, suplai air bersih ke
rumah-rumah dapat diberhentikan sewaktu-waktu (apalagi ketika isu penggusuran marak). Apabila
suplai air bersih diberhentikan, warga memperoleh air bersih dengan cara membeli pada penjual air
jirigen (1 jirigen berisi 10 liter, dengan harga Rp 1.500,00).

Instalasi pipa induk berada dibawah paving area tangkis, menggunakan standar PDAM
(sebesar 3 dim). Untuk instalasi suplai ke rumah-rumah diusahakan oleh masing-masing rumah.
Biaya instalasi sebesar Rp 750.000,00/ rumah (dengan 1 rumah berisi sekitar 2-3 kepala keluarga).
Setelah pembayaran lunas, maka pihak PDAM akan memasangkan meteran & sambungan pipa.

Sistem pembayaran dilakukan warga tiap bulannya. Pembayaran dilakukan setiap tanggal 5,
dengan mengumpulkan uang ke masing-masing ketua kelompok TIRTOADJI. Kemudian, ketua
kelompok akan membayarkannya ke PDAM.

INSTALASI LISTRIK

Masuknya listrik ke perkampungan stren kali merupakan usaha warga sendiri melobi pihak
PLN. Pada awalnya menggunakan sistem pembayaran pada umumnya, yaitu pembayaran setiap
bulannya sesuai dengan pemakaian tiap rumah. Setelah itu warga melakukan pembayaran masing-
masing ke PLN.
Saat ini sistem yang digunakan adalah dengan pembayaran didepan/ prabayar. Dilakukan
dengan membeli voucher yang memiliki interval harga antara Rp 20.000,00 - Rp 1.000.000,00.
Voucher bahkan dapat diperoleh di warung sekitar pemukiman warga. Pengisian dilakukan sendiri
oleh masing-masing warga pada alat yang diinstal pada masing-masing rumah. Penggunaan sistem
pembayaran didepan cukup menguntungkan warga, karena selain memudahkan sistem
pembayaran, warga juga dapat mengontrol pemakaian listrik setiap bulannya. Apabila sudah hampir
habis, maka alat akan memberikan tanda-tanda sehingga warga dapat mengantisipasi pemakaian
listrik.

Seringkali ditemui akibat alat pengisian voucher yang cukup sensitif macet. Apabila voucher
sudah habis, maka alat akan mengeluarkan bunyi peringatan yang cukup keras dalam tenggang
waktu tertentu. Pada saat itu alat perlu diisi kembali dengan voucher. Akan tetapi terkadang alat
macet dan tidak dapat diisi kembali, maka warga harus menunggu hingga petugas PLN datang dan
memperbaiki alat pengisi voucher tersebut.

Diskriminasi dialami warga ketika mengajukan daya listrik yang dikehendaki. Daya yang
diajukan warga sebesar 450 watt, dengan alasan pemakaian alat listrik & ekonomi. Dikarenakan
banyaknya pengajuan listrik dengan daya rendah, terjadi antrian di PLN. Interval dari pengajuan
hingga instalasi sangat panjang (pada kasus tertentu mencapai 5 tahun).

INSTALASI JARINGAN TELEPON

Jaringan kabel telepon telah masuk perkampungan stren kali dengan usaha warga. Akan
tetapi pada saat ini penggunaan telepon rumah sudah jarang digunakan. Sebagian besar warga
memilih menggunakan telepon genggam dengan alasan kemudahan.

Anda mungkin juga menyukai