HUBUNGAN ANTARA KONSELOR DENGAN KLIEN SEBAGAI SUATU VARIABEL DALAM BIMBINGAN
KONSELING LINTAS BUDAYA
OLEH :
3. METIANA ANJUDIWELAS
PENDAHULUAN
A. Pedahuluan
Beneka tuggal Ika itu yang terucap dari seluruh Rakyat Indonesia karena keragaman Sosial, Budaya,
Politik, dan kemamapuan Ekonomi adalah suatu realita masarakat dan bagsa indonesia. Keragaman
tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan pelayanan konseling.
Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang terjadi dalam hubungan antara konselor
dan klien. Dengan tujuan mengatasi masalah klien dengan cara membelajarkan dan memberdayakan
klien. Untuk memperoleh pemahaman dan pencapain tujuan dalam konseling, faktor utama yang
mempengaruhi yaitu bahasa merupakan alat yang sangat penting. Bila terjadi kesulitan dalam
mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan dirasakan oleh klien, dan kesulitan menangkap makna
ungkapan pikiran dan perasaan klien oleh konselor, maka akan terjadi hambatan dalam proses
konseling.
Penerapan konseling lintas budaya mengharuskan konselor peka dan tanggap terhadap adanya
keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya antar kelompok klien yang satu dengan kelompok
klien lainnya, dan antara konselor sendiri dengan kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi
diversitas budaya terhadap proses konseling. Budaya yang dianut sangat mungkin menimbulkan
masalah dalam interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Masalah bisa muncul akibat interaksi
individu dengan lingkungannya. Sangat mungkin masalah terjadi dalam kaitannya dengan unsur-unsur
kebudayaan, yaitu budaya yang dianut oleh individu, budaya yang ada di lingkungan individu, serta
tuntutan-tuntutan budaya lain yang ada di sekitar individu.
Program studi bimbingan dan konseling bertujuan untuk menghasilkan tenaga pendidik yang mampu
melaksanakan pelayanan konseling bagi siswa di sekolah dan warga masyarakat luas. Konselor harus
menguasai Standar Kompetensi untuk memberikan pelayanan profesi konseling kepada para individu,
baik perorangan maupun kelompok, dalam setting sekolah maupun luar sekolah, sesuai dengan
permasalahan dan tuntutan perkembangan mereka, menurut prinsip-prinsip keilmuan, teknologi dan
pelayanan konseling profesional.
Istilah budaya berasal dari kata “budaya”yanag berarti “pikiran, akal, budi,adat itiadat, sesuyi yang
sudah menjadi kebiasaan, sehingga sukar untuk diubah”. Kebudayaan itu sendiri berarti “hasil kegiatan
dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kesenian, kepercayaan dan adat istiadat” ( kamus
besar bahasa Indonesia, 1998:149). Menurut Koetjaraningrat (1997: 94) menjelaskan budaya dapt
dimaknai sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang diperoleh dari
hasil belajar dalam kehidupa masyarakat, yang dijadikan milik manusia itu sendiri. Berkaitan dengan hal
itu, tingkah laku individu sebgai anggota masyarakat terkaib dengan budaya yang diwujudkan dalam
berbagai pranata. Pranata tersebut berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkahlaku manusia
untuk memenuhi kebutuhanya.
Manusia tidak dapat terlepas dari budaya, keduanya saling memberikan pengaruh. Pengaruh budaya
terhadap kepribadian individu akan terlihat pada perilaku yang ditampilkan. Bagaimana hubungan
manusia dengan kebudayaan sebenarnya banyak dikaji dan dianalisis oleh ilmu antropologi. Sedangkan
bagaimana individu berperilaku akan banyak disoroti dari sudut tinjauan psikologi. Manusia adalah
miniatur kebudayaannya. Oleh karena itu, tingkah laku manusia perlu dijelaskan bukan hanya dari sudut
pandang individu itu sendiri, melainkan juga dari sudut pandang budayanya, outside dan within him
(Kneller, 1978). Manusia adalah produk dan sekaligus pencipta aktif suatu kelompok sosial, organisasi,
budaya dan masyarakat. Sebagai produk, manusia memiliki ciri-ciri dan tingkah laku yang dipelajari dari
konteks sosialnya. Sebaliknya sebagai pencipta yang aktif manusia juga memberikan kontribusinya
kepada perkembangan budayanya (Ritzer, Kammeyer, dan Yetman, 1979).
Pelayanan konseling hakikatnya merupakan proses pemberian bantuan dengan penerapkan
prinsip-prinsip psikologi. Secara praktis dalam kegiatan konseling akan terjadi hubungan antara satu
dengan individu lainnya (konselor dengan klien). Dalam hal ini individu tersebut berasal dari lingkungan
yang berbeda dan memiliki budayanya masing-masing. Oleh karena itu dalam proses konseling tidak
dapat dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya.
Tujuan Konselor
3. Memfasilitasi komunikasi
Kekhasan klien yang mempunyai implikasi penting dalam konseling dapat dicakup dalam: ikhwal
perkembangan individunya, citra-dirinya, dan kebutuhannya.
Klien yang akan masuk ke dalam konseling memiliki beberapa ciri di antaranya:
1. Konsep Daya Psikologis
Konsep daya psikologis mempunya tiga dimensi yaitu pemenuhan kebutuhan, kompetensi intra pribadi
dan kompetnsi antar pribadi. Dimensi pemenuhan kebutuhan merujuk kepada kekuatan psikis yang
diperlukan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup agar dapat mencapai kualitas kehidupan secara
bermakna dan memberikan kebahagiaan.
Dimensi kedua daya psikologis berkenaan dengan kompetensi-kompetensi intra pribadi yaitu kekuatan-
kekuatan yang diperlukan dalam menghadapi tuntutan yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Dimensi
ketiga daya psikologis adalah kompetensi-kompetensi antar pribadi yaitu kekuatan psikis yang
berkenaan dengan hubungan bersama orang lain dalam keseluruhan kehidupan dan interaksi dengan
lingkungan.
2. Pemenuhan Kebutuhan
Orang pergi ke konseling berkaitan erat dengan masalah pemenuhan kebutuhan. Ada beberapa macam
kebutuhan yang terkait dengan konseling, yaitu Memberi dan menerima kasih sayang, Memberikan
kasih sayang merupakan satu kebutuhan yang apabila gagal dinyatakan secara tepat dapat
menimbulkan gangguan psikologis. Konselor dapat membantu orang menemukan hambatan dalam
pemenuhan kebutuhan ini. Jika masalah primernya berada dalam diri klien, konselor dapat
membantunya menemukan asumsi atau perasaan apa yang menghambat pemenuhan kebutuhan itu.
3. Kesenangan
Kesenangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan mempunyai peranan erat terhadap
kesehatan psikologis. Orang yang mencari konseling pada umumnya berkenaan dengan kesenangan
yang dirasakan tergantung karena berbagai perasaan seperti rasa takut, rasa sakit, rasa berdosa, dsb.
Konselor dapat membantu klien dengan mengenal pentingnya kesenangan dan memahami bagaimana
rasanya kehilangan kesenangan dalam hidup. Selanjutnya konselor membantu klien untuk
memperbaikinya dengan mengembangkan kompetensi yang dapat menunjang diperolehnya
pengalaman yang menyenangkan.
Orang yang mengalami gangguan dalam kebutuhan ini akan membenamkan diri dalam kegiatan-
kegiatan rutin yang kemudian dapat mengganggu kondisi psikologisnya.
Konselor dapat memperkenalkan kepada klien pentingnya merangsang dan membantu mereka
mengembangkan tilikan, keterampilan dan keberanian untuk menghadapi sikap apatis dan tidak terkait
dengan kehidupannya. Konselor juga dapat mengembangkan satu pengalaman yang memberikan satu
rangasangan selama proses konseling berlangsung
George dan Christiani mengemukakan bahwa pemberian bantuan professional merupakan proses
dinamis dan unik yang dilakukan individu untuk membantu orang lain dengan menggunakan sumber-
sumber dalam agar tumbuh kedalam arahan yang positif dan dapat mengaktualisasikan potensi-
potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna.
Rogers mengemukakan bahwa maksud hubungan tersebut adalah untuk peningkatan pertumbuhan,
kematangan, fungsi, cara penanganan kehidupannya dengan memanfaatkan sumber-sumber internal
pada pihak yang diberikan bantuan.
Pada Hakikatnya hubungan dalam konseling bersifat membantu. Membantu tetap memberikan
kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas yang dihadapinya.
Hubungan dalam konseling tidak bermasud untuk mengalihkan permasalahan kepada konseor tetapi
memotifasi klien untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mengatasi masalah.
Ada enam karakteristuk dinamika dan keunikan hubungan konseling dibandingkan dengan hubungan
membantu yang lainnya. Keenam karakteristik itu adalah:
a. Afeksi
Hubungan konseling dengan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif daripada sebagai
hubungan kognitif. Hubungan afeksi akan tercermin sepanjang proses konseling, termasuk dalam
melakukan eksplorasi terhadap persepsi dan perasaan-perasaan subjektif klien. Hubungan yang penuh
afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan pada klien, dan diharapkan hubungan
konselor dank lien lebih produktif.
b. Intensitas
Hubungan konseling dilakukan secara intensitas. Hubungan konselor dank lien yang intens ini
diharapkan dapat saling terbuka terhadap persepsinya masing-masing. Tanpa adanya hubungan yang
intens hubungan konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang diharapkan. Konselor biasanya
mengupayakan agar hubungannya dengan klien dapat berlangsung secara mendalam sejalan dengan
perjalanan hubungan konseling.
Hubungan konsleing bersifat dinamis. Hubungan konseling terus berkembang sebagaimana perubahan
san pertumbuhan yang terjadi pada konselor dank klien. Hubungan tersebut dikatakan dinamis jika dari
waktu kewaktu terus terjadi peningkatan hubungan konselor klien,pengalaman bagi klien, dan
tanggungjawabnya. Dengan demikian pada klien terjadi pengalaman belajar untuk memahami dirinya
sekaligus bertanggungjawab untuk mengembangkan dirinya.
d. Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan klien tersebut
bersifat konfidensial, konselor harus menjaga kerahasiaan seluruh informasi tentang klien dan tidak
dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada siapapun tanpa seizing klien. Perlindungan atau
jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan kemauan klien membuka diri.
e. Dorongan
Konselor dalam hubungan konseling memberikan dorongan (supportive) kepada klien untuk
meningkatkan kemampuan dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dalam hubungan
konseling, konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginannya untuk perubahan perilaku dan
memperbaiki keadaannya sendiri sekaligus memberi motivasi untuk berani mengambil resiko dari
kepurtusannya.
f. Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas saling kejujuran dan keterbukaan, serta adanya komunikasi terarah
antara konselor dengan kliennya. Dalam hubungan ini tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi
kelemahannya, atau menyatakan yang bukan sejatinya. Klien maupun konselor harus membangun
hubungannya secara jujur dan terbuka. Kejujuran menjadi prasayarat bagi keberhasilan konseling.[1]
Dalam hubungan membantu ada pihak yang dibantu dan pihak pemberi bantuan. Upaya pemberian
bantuan, mengatakan bahwa suatu profesi membantu dimaknakan sebagai adanya seseorang,
didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus
(existensial affairs) dengan oranglain dengan maksud agar oranglain tadi memungkinkan lebih efektif
menghadapi dilema-dilema, pertentangan, yang merupakan ciri khas kondisi manusia.
Suatu hubungan membantu ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan yang diadaptasikan disini,
mengenai ciri-ciri hubungan membantu adalah :
5. Saling hubungan terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran,
advis, bantuan, pemahaman dan/atau perawatan orang lain
6. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan konsel dengan klien adalah hubugan dimana Anda menggunakan counseling skill
(keterampilan konseling) terutama secara tatap-muka untuk membantu klien dengan cara, antara lain:
membuatnya merasa didukung dan dipahami, membantunya mengklarifikasi dan memperluas
pemahamannya, mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk mengubah cara berpikir,
bertindak, dan merasakan sehingga klien dapat mencapai goals (tujuan-tujuan) yang mengafirmasi-
hidup.