Anda di halaman 1dari 9

Perspektif Vol. 17 No. 2 /Des 2018. Hlm 166- 174 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v17n2.

2018, 166 -174


ISSN: 1412-8004

PENINGKATAN PRODUKSI JAMBU METE NASIONAL MELALUI


PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA BERBASIS EKOLOGI
"Increasing national cashew production through improved ecology-based cultivation
technology

ROSIHAN ROSMAN
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institute
Jl. Tentara Pelajar no 3 Bogor 16111
Email : rosihan_rosman@yahoo.com

ABSTRAK (432 kg/ha), but result of varieties research show that


the productivity of varieties in more than >1000 kg
Jambu mete (Anacardium occidentale L.) telah dried cashew nut/ha. Contribution of production
berkembang luas di 24 provinsi di Indonesia. Namun cashew of Indonesia only 2,86 % in the world.
pengembangannya belum diikuti dengan Economy value of cashew is high. The oppotunity to
meningkatnya produktivitas tanaman. Rata-rata compete with other contries is very possible, in order
produktivitas jambu mete nasional adalah 432 kg/ha, to become the biggest in the world. Considering its
sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa high economic value, there needs to be an
produktivitas varietas unggul dapat mencapai lebih encouragement to increase national production and
dari 1000 kg gelondong kering/ha. Produksi jambu compete with other countries. Therefore, in supporting
mete Indonesia hanya memberikan kontribusi sebesar the development of cashew in Indonesia, various
2,86% dari produksi dunia yang berarti berpeluang efforts are needed, including increasing production
untuk bersaing dengan negara lain, agar menjadi through expantion of development areas, to areas that
terbesar di dunia. Mengingat nilai ekonominya yang are in line with growing requirement and increasing
cukup tinggi, perlu adanya dorongan untuk productivity, through appropriate technology support
meningkatkan produksi nasional dan bersaing dengan and ecology-based. Land suitable for cashew i.e.
negara lain. Untuk itu, dalam mendukung altitude 1-500 m above sea level, rain fall 1300-2900
pengembangan tanaman jambu mete di Indonesia mm/year, dry month 4-5 months, good drainage, pH
diperlukan berbagai upaya, antara lain dengan 5,6-7,3, and ground water depth above 1,5 m. The right
meningkatkan produksi melalui perluasan wilayah technology is location-specific technology, starting
pengembangan ke daerah-daerah yang sesuai from land suitability, superior varieties, fertilization to
persyaratan tumbuhnya dan meningkatkan cropping patterns.
produktivitas melalui dukungan teknologi yang tepat
Key words: Anacardium occidentale L, cultivation
dan berbasis ekologi. Lahan yang sesuai untuk jambu
technology, ecology
mete adalah ketinggian 1-500 m dpl, curah hujan 1300-
2900 mm/tahun, bulan kering 4-5 bulan, drainase baik,
pH 5,6-7,3, kedalaman air tanah >1,5 m. Teknologi PENDAHULUAN
yang tepat adalah teknologi spesifik lokasi, mulai dari
kesesuaian lahan, varietas unggul, pemupukan hingga Jambu mete (Anacardium occidentale L.)
pola tanam. termasuk salah satu tanaman perkebunan dari
Kata kunci: Anacardium occidentale L, teknologi keluarga Anacardiaceae (Koerniati et al., 1995)
budidaya, ekologi yang bernilai ekonomi tinggi. Hasil dari tanaman
jambu mete adalah kacang mete, buah semu dan
ABSTRACT kulit keras gelondongnya. Kacang mete
digunakan sebagai makanan ringan dan
Cashew (Anacardium occidentale L.) has grown widely campuran dalam industri makanan. Buahnya
in 24 provinces in Indonesia, but its development has
digunakan sebagai obat, makanan dan minuman,
not been followed by increasing crop productivity.
sedangkan kulit keras gelondongnya
Everage national of cashew productivity is still low

166 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :166 - 174


menghasilkan Cashew nut shell liquid (CNSL) sebaiknya sesuai persyaratan tumbuh yang
yang digunakan dalam berbagai industri seperti dikehendaki tanaman. Varietas unggul yang
pernis (Mulyono dan Sumangat, 2001 ; Ditjenbun, cocok untuk suatu lokasi disertai dengan
2012). teknologi penanaman hingga panen harus
Produksi tanaman jambu mete Indonesia memiliki kemampuan produksi yang tinggi.
tahun 2017 mencapai 135.569 ton dari luasan area Abdullah dan Las (1985) telah menyusun
506.752 ha (Ditjenbun, 2018). Pada tahun peta kesesuaian iklim dan lahan untuk tanaman
berikutnya, diperkirakan kebutuhan akan mete jambu mete yaitu D.I Aceh, Jawa Barat, Jawa
terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali,
jumlah penduduk, maka perlu dukungan Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa
pemerintah dalam pengembangan tanaman Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara. Peta
jambu mete. Pengembangan tanaman jambu mete kesesuaian iklim dan lahan tanaman jambu mete
di Indonesia masih tergolong rendah dari segi menggambarkan wilayah yang sesuai untuk
produktivitasnya. Secara nasional, produktivitas pengembangan tanaman jambu mete. Peta
rata-rata hanya 432 kg/ha. Sedangkan negara lain, tersebut walaupun masih dalam skala kecil,
seperti Vietnam, produktivitasnya 3894 kg/ha namun sudah dapat digunakan sebagai peta
dari luas areal 305.791 ha dan produksi 1.190.900 arahan pengembangan tanaman jambu mete.
ton. Indonesia mengisi 117.400 ton (FAO, 2015) Peta yang lebih detail dengan skala operasional
atau 2,82 % produksi dunia. yang lebih kecil belum ada hingga saat ini.
Ditinjau dari kebutuhan dunia yang berkisar Namun dengan menggunakan kriteria
4 juta ton, maka sesungguhnya peluang bersaing kesesuaian lahan dan iklim yang ada, dapat
dengan negara lain sangat memungkinkan. digunakan sebagai pedoman, baik dalam
Seandainya Indonesia mampu mengisi pasar pengembangannya maupun dalam menentukan
hingga 50 % saja maka Indonesia mampu meraih teknologinya.
devisa yang tinggi dari komoditas jambu mete. Pengembangan jambu mete di Indonesia
Pada tahun 2017, ekspor jambu mete Indonesia dapat dikatakan cukup baik, terutama dari segi
sebesar 62.811 ton dengan nilai 175.728.000 US$ luas areal. Namun keberhasilan dalam perluasan
dan impor sebesar 15.536 ton dengan nilai areal dari tahun ke tahun, belum disertai
36.524.000 US$. Surplus 139.204.000 US$ peningkatan produktivitas. Tahun 1975 luas areal
(Ditjenbun, 2018). Selain itu, untuk memenuhi jambu mete yang hanya 58.391 ha dengan
kebutuhan akan gelondong mete dalam negeri produksinya 9.123 ton, tahun 2017 mencapai
juga mengalami kesulitan, karena sebagian besar 506.752 ha dengan produksi sebesar 135.569 ton
di ekspor. (Ditjenbun, 2018). Luas areal jambu mete yang
Tanaman jambu mete telah berkembang di menghasilkan tahun 2012 di dunia adalah
Indonesia di 24 provinsi. Namun 5.313.435 ha (FAO, 2015), berarti Indonesia turut
produktivitasnya masih rendah. Produktivitas didalamnya hanya 9,99 %. Keadaan ini
rendah dikarenakan penanaman yang belum menunjukkan bahwa peluang Indonesia untuk
mengikuti rekomendasi yang ada (Sudarto dan merebut pangsa pasar masih memungkinkan.
Putu, 2016). Selain teknik budidaya yang Dengan demikian upaya peningkatan produksi
seadanya, juga dikarenakan pengembangannya per satuan luas lahan dan daya saing perlu
sebagian tidak ditanam di lokasi yang sesuai. Di ditingkatkan. Selain itu kebutuhan akan
Sulawesi Tenggara produktivitas rendah komoditas ini terus meningkat dari tahun ke
disebabkan kesuburan tanah yang rendah tahun.
(Asmin dan Witjaksono, 2016). Untuk Mengingat kondisi lahan dan iklim
meningkatkan produktivitas perlu didukung oleh Indonesia yang cukup potensial untuk
teknologi yang tepat, mulai dari kesesuaian lahan pengembangan jambu mete, tenaga pekerja yang
dan iklim, penggunaan varietas unggul, cukup besar dan teknologi tersedia, maka
penanaman, pemeliharaan hingga panen dan peluang peningkatan produksi jambu mete
pasca panen. Kesesuaian lahan dan iklim sangat memungkinkan.

Peningkatan Produksi Jambu Mete Nasional Melalui Perbaikan Teknologi Budidaya Berbasis Ekologi 167
(ROSIHAN ROSMAN)
Indonesia. Terluas di Nusa Tenggara Timur
PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU (NTT) yaitu 171.086 ha dengan produksinya
METE DI INDONESIA 49.880 ton (Tabel 1). Produktivitas tertinggi
berturut-turut yaitu Sumatera Utara, (1.250
Jambu mete sebagai tanaman yang memiliki kg/ha), g/ha), Jawa Timur (672 kg/ha), dan
nilai ekonomi tinggi, pada awalnya berkembang Maluku (644 kg/ha). Jumlah petani yang
sebagai tanaman penghijauan (Litta, 1996; Hadad mengusahakan tanaman jambu mete terbanyak
dan Zaubin, 2001) yang ditanam di lahan-lahan adalah di NTT (249758 KK) dan Jawa Tengah
kritis. Namun pada tahun 1995 telah menjadi (119.650 KK). Diperkirakan luas area, produksi
tanaman yang diharapkan dapat mengatasi produktivitas dan jumlah petani yang
kemiskinan di kawasan timur Indonesia berkecimpung di bidang mete akan semakin
(Koerniati et al., 1995). Sejalan dengan meningkat tahun 2018, 2019 dan 2020.
meningkatnya jumlah penduduk dan Mengingat demikian banyaknya jumlah petani
berkembangnya industri di dunia yang yang bekerja dalam usahatani jambu mete yaitu
membutuhkan bahan baku mete, maka 727.592 KK, menunjukkan bahwa peran jambu
perkembangan luas areal tanaman di Indonesia mete sangatlah penting dalam menopang
menjadi hampir sepuluh kali lipat, yaitu pada kehidupan masyarakat/rakyat Indonesia. Bila
tahun 1975 hanya 58.391 ha dengan produksi kondisi ini diperkuat dengan dukungan
9.123 ton gelondong kering menjadi 506.752 ha teknologi budidaya yang layak, maka peluang
dengan produksi 135.569 ton tahun 2017 untuk meningkatkan produktivitas menjadi dua
(Ditjenbun, 2018). kali saja akan meningkatkan pendapatan petani
Perkembangan areal tanaman jambu mete perluasan areal tanam. Selain itu, bila didukung
pada tahun 2017 tersebar di 24 propinsi di teknologi pengolahan dan peningkatan daya

Tabel 1. Luas areal, produksi, produktivitas dan jumlah petani jambu mete di
Indonesia tahun 2017.
Produktivitas Jumlah petani
No Provinsi Luas area (ha) Produksi (ton) (kg/ha) (KK)
1 Aceh 100 0 125 319
2 Sumatera Utara 13 7 1.250 125
3 Kep Bangka Belitung 37 2 134 73
4 Lampung 54 10 400 339
5 Jawa Barat 119 19 250 796
6 Banten 5 1 98 6
7 Jawa Tengah 25.010 8.638 495 119.650
8 D.I. Yogyakarta 8.897 255 97 22.622
9 Jawa Timur 47.170 16.208 672 75.084
10 Bali 11.683 3.499 354 20.254
11 NTB 49.582 12.734 373 53.900
12 NTT 171.086 49.880 576 249.758
13 Kalimantan Tengah 264 7 497 513
14 Kalimantan selatan 57 24 545 172
15 Kalimantan Timur 8 1 333 6
16 Sulawesi utara 83 4 182 280
17 Gorontalo 2.770 300 181 2.424
18 Sulawesi tengah 14.309 2.281 302 11.017
19 Sulawesi selatan 46893 13.460 402 59.406
20 Sulawesi Barat 730 120 275 1.826
21 Sulawesi Tenggara 116.244 23.817 274 94.223
22 Maluku 3191 1.098 644 5.519
23 Maluku Utara 6.093 2.496 558 6.669
24 Papua 2.351 709 320 2.611
25 Papua Barat 0 0 0 0
Indonesia 506.752 135.569 432 727.592
Sumber : Ditjenbun (2018).

168 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :166 - 174


saing di pasar dunia, maka Indonesia akan untuk perluasan areal pun cukup memungkinkan
meningkat peringkatnya sebagai negara dengan memanfaatkan pertanaman yang ada di
produsen di dunia. wilayah pengembangan sebagai sumber benih.
Dalam perkembangannya Indonesia Produktivitas yang rendah merupakan
termasuk ke dalam 10 besar produsen dunia tantangan dalam peningkatan produksi tanaman
(Tabel 2) dengan produksi tertinggi adalah jambu mete. Rendahnya produktivitas
Vietnam meskipun luasan arealnya hanya diperkirakan akibat tanaman ditanam di daerah
305.791 ha. Indonesia dengan luasan 585.300 ha yang tidak sesuai kondisi ekologi dan kurang
hanya memproduksi 117.400 ha. Rendahnya terpelihara dengan baik. Kurangnya
produktivitas tanaman jambu mete Indonesia pemeliharaan disebabkan oleh modal yang
merupakan masalah yang perlu dicarikan terbatas (Sudjarmoko, 2010). Selain itu,
solusinya. Vietnam mampu mencapai tingkat rendahnya produktivitas juga disebabkan
produktivitas 38.945 hg/ha, sedangkan Indonesia pengembangannya menggunakan biji yang
hanya 2.006 hg/ha, bahkan Phillipina mampu berasal dari pohon-pohon dengan potensi genetik
mencapai produktivitas sebesar 46.808 hg/ha rendah atau bukan unggul (Gusmaini, 2010;
(FAO, 2015). Darwati et al., 2013) dan penerapan teknologi
Dari Tabel 2 menunjukkan rendahnya budidaya yang sangat terbatas (Suryadi, 2010).
produksi dan produktivitas jambu mete Ditjenbun (2018) mencatat tanaman yang rusak
Indonesia mengharuskan Indonesia lebih intensif dan tidak menghasilkan tercatat tahun 2017
lagi dalam mengelola jambu mete. Wilayah adalah 82.671 ha atau 16,31 % dari luas areal di
pengembangan jambu mete Indonesia saat ini Indonesia.
sesungguhnya perlu mendapat perhatian Pola penanaman jambu mete di Indonesia
pemerintah. sebagian besar monokultur. Penanaman
monokultur memiliki resiko tehadap penurunan
POTENSI, TANTANGAN DAN PELUANG tingkat pendapatan petani, terutama ketika
PENGEMBANGAN terjadi perubahan iklim yang dapat menurunkan
TANAMAN JAMBU METE tingkat pembungaan dan pembuahan. Pada
musim bunga turun hujan lebat, produksi akan
Lahan yang potensial untuk pengembangan sangat menurun. Suhu yang terlalu tinggi (39 0-
tanaman jambu mete cukup luas. Berdasarkan 420C) mengakibatkan kerontokan buah (Nair et
kesesuaian lahan untuk tanaman jambu mete al., 1978 dalam Abdullah dan Las, 1985). Lain
(Abdullah dan Las, 1985) terdapat 15,1 juta hektar halnya bila ditanam polikultur (mix farming),
lahan potensial dan sesuai untuk pengembangan dengan menanam tanaman sela diantara jambu
jambu mete di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi mete. Selain mendapatkan tambahan pendapatan
NTT dan NTB. Tenaga kerja untuk pertanian juga dari tanaman sela, secara tidak langsung
cukup banyak. Selain itu, kebutuhan benih pemeliharaan tanaman sela berarti juga

Tabel 2. Sepuluh besar negara produsen jambu mete dunia


Negara/country Produksi Produktivitas/ Areal panen
Production Yield (Hg/Ha) Area harvested (Ha)
Viet Nam 1.190.900 38.945 305.791
Nigeria 836.500 22.855 366.000
India 680.000 7.047 965.000
Côte d'Ivoire 450.000 5.000 900.000
Benin 170.000 3.632 468.000
Philippines 132.541 46.808 28.316
Guinea-Bissau 130.000 5.830 223.000
United Republic of Tanzania 122.274 2.978 410.641
Indonesia 117.400 2.006 585.300
Brazil 80.630 1.065 756.846
Sumber : FAO (2015).

Peningkatan Produksi Jambu Mete Nasional Melalui Perbaikan Teknologi Budidaya Berbasis Ekologi 169
(ROSIHAN ROSMAN)
memelihara tanaman jambu mete. Oleh karena iklim mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
itu, teknologi pola tanam yang sesuai untuk tanaman jambu mete (Rosman dan Lubis, 1996).
jambu mete sangat diperlukan. Iklim kering berpengaruh terhadap tingkat
Produk jambu mete, selain dibutuhkan di keberhasilan penyambungan (Grafting) jambu
dalam negeri juga untuk diekspor yang potensial mete. Penyambungan yang terbaik adalah pada
menghasilkan devisa negara, sehingga perlu kondisi musim hujan dengan suhu 23-28oC dan
terus dikembangkan. Mengingat kebutuhan kelembaban 90-98%. Pada kondisi kemarau
dunia yang cukup besar peluang bersaing hanya berhasil 40-50% (Suryadi, 2010a).
dengan negara lain sangatlah memungkinkan. Meskipun tanaman jambu mete mampu
beradaptasi di daerah yang rawan kekeringan
INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA JAMBU (Pitono dan Makoto, 2012), namun tetap yang
METE BERBASIS EKOLOGI diinginkan adalah bulan kering tidak lebih dari 4-
5 bulan (Rosman, 2016).
Produktivitas dan produksi tanaman Hasil penelitian Rosman (2016)
ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan menunjukkan bahwa lokasi terbaik untuk
(ekologi) (Rosman, 2010; Chipojola et al., 2009; pengembangan jambu mete adalah curah hujan
Dhalimi, 2011). Oleh karenanya dalam 1.306-2.861 mm/tahun (1.300 – 2.900 mm/tahun)
mendukung pengembangan jambu mete, ke dua dengan bulan kering 4-5 bulan. Dari identifikasi
faktor tersebut perlu menjadi perhatian. Saat ini, setiap wilayah pengembangan berdasarkan
teknologi berbasis ekologi telah berkembang dan parameter curah hujan dan bulan kering
dapat digunakan untuk mendukung menunjukkan bahwa perlu adanya perbaikan
pengembangan jambu mete di Indonesia. kriteria atau karakteristik lahan dan iklim yang
dibutuhkan tanaman. Persyaratan curah hujan
Kesesuaian iklim dan lahan menurut Zaubin dan Suryadi (2003) yang tadinya
> 2.500 mm/tahun tidak sesuai, namun ternyata
Untuk mendukung pengembangan tanaman
hingga 3.800 mm/tahun masih mampu
jambu mete di Indonesia, aspek lahan dan iklim
berproduksi dengan tingkat produktivitas 333-
sangat penting dan perlu mendapat perhatian.
566 kg/ha yaitu daerah nabire (Papua) (3.332
Penanaman tanaman di daerah yang memiliki
mm/tahun), Pangkajene (Sulawesi Selatan) 3.540
kondisi lahan dan iklim yang tidak atau kurang
mm/tahun dan Palopo 3.776 mm/tahun
sesuai dengan kebutuhan tanaman akan
(Produktivitas 333 kg/ha). Dengan demikian
membutuhkan modal lebih tinggi dari pada
karakteristik/kriteria kesesuaian lahan dan iklim
daerah yang sesuai (Rosman, 2014; Rosman,
untuk tanaman jambu mete adalah sebagaimana
2015). Disamping itu resiko kegagalannya cukup
Tabel 3.
tinggi karena faktor-faktor –faktor lahan dan

Tabel 3. Karakteristik lahan untuk tanaman jambu mete.


Faktor lingkungan Amat sesuai Sesuai Hampir sesuai Tidak sesuai
Ketinggian (m dpl)* <200 200-500 500-700 >700
Iklim
Curah hujan (mm/tahun)** 1.500-2.500 1300-<1.500 700-<1.300 >3.800
2.500-2.900 >2.900-3.800 <700
Bulan kering ** 4-5. 3 dan 6 7-8. atau 1-3 >8 atau <1
Hari hujan ** >100-136 137-150 150-225 >225
90-100 80-90 <80
Tanah
pH* 6-7. 5,6-5,9 5,1-5,5 <5,1
7,1-7,3 7,4-7,8 >7,8
Drainase* sangat baik baik sedang buruk
Kedalaman air tanah (m)* 2-5. 1,5-2 8-13. >13
Tebal solum tanah (m)* >1,5 1-1,5 0,5-0,9 <0,5
Kelembaban nisbi udara (%)* 70-80 65-70 60-65 <60 atau >80
Keterangan : * Zaubin dan Suryadi (2003) ** Rosman (2016).

170 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :166 - 174


Kriteria di atas (Tabel 3) dapat digunakan Nomor 338/Kpts/Sr.120/3/2008 Tangal 28 Maret
sebagai dasar menentukan sesuai atau tidaknya 2008). Produksi yang lebih tinggi masih
suatu lokasi/wilayah untuk pengembangan memungkinkan dicapai bila persyaratan
tanaman jambu mete. Rosman (2016a) lingkungan terpenuhi.
menyampaikan bahwa untuk lebih efektif dalam Pemupukan merupakan upaya
mengetahui suatu lokasi dengan mudah dan meningkatkan produktivitas lahan agar tanaman
cepat, diketahui layak atau tidaknya adalah mampu menghasilkan dengan baik (Lubis, 1996;
dengan membuat program simulasi kesesuaian Rosman, 2013). Pemupukan merangsang
lahan dan iklim. Program simulasi berbasis pada pembentukan cabang, bunga dan buah
analisa tanah, iklim dan ekonomi. Cara kerja (Sjafruddin et al., 1996). Rekomendasi
program adalah dengan memasukkan parameter- pemupukan nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium
parameter tanah, iklim dan ekonomi ke dalam (K) yang berlangsung saat ini masih bersifat
program simulasi. umum. Belum disesuaikan dengan kondisi lahan
dan fase tumbuh tanaman berbeda-beda. Hal ini
Teknologi perbanyakan tanaman menyebabkan penggunaan pupuk tidak efektif
Tanaman jambu mete dapat diperbanyak dan efisien dan mengganggu keseimbangan
secara generatif ataupun vegetatif. Untuk lingkungan (Thamrin et al., 2013). Pemupukan di
mendukung pengembangan tanaman jambu lapangan pada tanaman jambu mete adalah 10-
mete, ketersediaan benih unggul secara cepat 350 g N,P dan K per pohon, tergantung umur
tersedia sangat diperlukan. Selain itu, musim tanaman (Zaubin dan Suryadi, 2003). Kebutuhan
tanam jambu mete disesuaikan dengan pupuk pada prinsipnya harus sesuai dengan
datangnya musim hujan. Jadi benih diperlukan kondisi lahan. Lokasi yang memiliki tingkat
tepat waktu agar pembibitan dan penanaman kesuburan yang tinggi, tentunya tidak
juga tepat waktu. Perbanyakan bahan tanam memerlukan jumlah pupuk yang banyak
dengan metode penyambungan (grafting) yang dibanding dengan tingkat kesuburan yang
berasal dari pohon-pohon penghasil gelondong rendah (Rosman, 2015).
yang baik diperlukan untuk menjadi sumber Untuk meningkatkan produktivitas lahan
benih. Penyambungan dapat dilakukan di rumah dan pendapatan petani jambu mete, upaya
atap atau di lapangan. Gelondong dipilih yang polatanam jambu mete dengan tanaman lain
terbaik, direndam selama 24 jam dalam air bersih, diperlukan, karena secara tidak langsung
direndam lagi dalam fungisida selama 20 menit sekaligus pula memberi kesempatan pada
sebelum ditanam di lapangan. Setelah 2-6 bulan tanaman jambu mete bersinergis dengan
siap disambung dengan entres dari pohon tanaman yang akan dipola tanamkan. Tanaman
unggul (Zaubin dan Suryadi, 2003). Hasil jambu mete dapat di pola tanamkan dengan
penelitian menunjukkan tingkat keberhasilan tanaman lain seperti jagung dan padi gogo
secara penyambungan di tingkat pembibitan (Zaubin dan Suryadi, 2003), kopi (Maslahah et al.,
mencapai 81-90 % (Supriadi et al., 2016). 2016).
Pemangkasan pada kondisi kurangnya
Pemilihan Varietas dan pengelolaan tanaman cahaya yang diterima oleh tanaman sangat
diperlukan, dikarenakan tanaman jambu mete
Penggunaan varietas unggul dan merupakan tanaman tropis (Daras dan Zaubin,
pengelolaan tanaman berbasis ekologi 2001) yang memerlukan cahaya matahari penuh
merupakan upaya peningkatan produksi dan untuk mendorong pembungaan. Hasil penelitian
kualitas mete. Varietas unggul : MR851 dengan Zaubin (2000) menunjukkan bahwa
kemampuan berproduksinya 5.917 kg/pohon pemangkasan tanaman jambu mete dapat
(Kep Men tan NOMOR : 64/Kpts/SR.120/1/2004), menaikkan hasil sebesar 2,3 kg per pohon.
PK 36 produksi 6.10 kg/pohon (KEPUTUSAN Waktu panen menentukan kualitas kacang.
MENTERI PERTANIAN NOMOR : Gelondong yang baik diperoleh dari buah yang
63/Kpts/SR.120/1/2004) , Meteor Yk produksi 15,6 jatuh dan masih segar dan tidak berjamur.
kg/pohon/tahun (SK. Menteri Pertanian RI

Peningkatan Produksi Jambu Mete Nasional Melalui Perbaikan Teknologi Budidaya Berbasis Ekologi 171
(ROSIHAN ROSMAN)
Gelondong segera dijemur dibawah sinar yang layak disandingkan dengan mete perlu
matahari selama 3 hari, hingga kadar air dilakukan.
menurun dari 27% menjadi 9% (Zaubin dan Mengingat peluang pasar yang masih
Suryadi, 2003). terbuka luas dan bersaing, perlu peran serta
pemerintah khususnya institusi terkait lebih giat
ARAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN lagi menginformasikan berbagai hal mengenai
JAMBU METE jambu mete melalui berbagai penyuluhan dan
pertemuan. Begitu pula hasil penelitian, perlu
Upaya untuk meningkatkan produksi mete disosialisasikan agar penerapannya di tingkat
Indonesia, diperlukan arah dan strategi petani sesuai anjuran.
pengembangan jambu mete.
KESIMPULAN DAN SARAN
Arah pengembangan
Upaya mendukung pengembangan jambu
Hasil penelitian dengan pendekatan ekologi
mete di Indonesia, agar produksi secara nasional
mulai dari kesesuaian lahan, perbanyakan
meningkat, maka teknologi yang intensif dan
tanaman, pemupukan hingga pemanenan dapat
perluasan areal pengembangan (ekstensifikasi)
dijadikan pedoman dalam pengembangan
sangat diperlukan. Perluasan areal yang sesuai
tanaman jambu mete. Lokasi pengembangan
persyaratan tumbuh sangat penting. Begitu juga,
harus di arahkan ke wilayah yang sesuai dengan
penggunaan varietas unggul, teknologi
persyaratan tumbuh tanaman jambu mete. Peta
pemupukan dan pola tanam sangat diperlukan.
kesesuaian iklim dan lahan yang dihasilkan
Kesesuaian lahan dan iklim sangat menentukan
sebaiknya dijadikan pedoman ke arah mana
terhadap keberhasilan pengembangan jambu
tanaman dikembangkan. Pengembangan ke arah
mete. Daerah yang sesuai untuk jambu mete
lokasi yang sesuai yaitu ketinggian di bawa 500
adalah daerah yang memiliki ketinggian 1-500 m
m di atas permukaan laut, curah hujan 1.300-
dpl, curah hujan 1.300-2.900 mm/tahun, bulan
2.900 mm/tahun bulan kering 3-6 bulan,
kering 4-5 bulan, drainase baik, pH 5,6-7,3,
diharapkan mampu meningkatkan produksi.
kedalaman air tanah >1,5 m.
Upaya mendapatkan jambu mete dengan
Upaya mendukung pengembangan tanaman
produksi dan mutu yang tinggi, diperlukan
jambu mete, diperlukan berbagai kebijakan,
dukungan berupa varietas unggul dan
antara lain mempercepat diseminasi hasil
pengelolaan tanaman yang spesifik lokasi,
penelitian, meningkatkan kerjasama antar
terutama teknologi pemupukan, sebaiknya sesuai
instansi terkait, dan menyusun program
dengan kebutuhan tanaman.
penelitian teknologi budidaya spesifik lokasi
Strategi pengembangan yang berbasis ekologi.

Upaya mendukung pengembangan jambu DAFTAR PUSTAKA


mete, strategi yang diperlukan lebih ditekankan
kepada upaya meningkatkan produksi, yaitu Abdullah A dan I Las. 1985. Peta kesesuaian
melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. iklim dan lahan untuk pengembangan
Intensifikasi dengan penggunaan varietas unggul tanaman jambu mente di Indonesia. Badan
dan pemupukan sesuai kebutuhan tanaman. Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kriteria kesesuaian lahan dan peta kesesuaian 16 hlm.
lahan yang telah dihasilkan, dapat digunakan Asmin dan J Witjaksono. 2016. Perkembangan
untuk menentukan teknologi spesifik lokasi yang dan Strategi peningkatan produksi jambu
diperlukan dalam pengelolaan tanaman. Selain mete di Sulawesi Tenggara. Prosiding
itu, untuk meningkatkan pendapatan petani Forum Komunikasi Nasional Jambu Mete
mete, perlu dipertimbangkan tanaman yang II. : p. 31-44.
layak dikembangkan diantara tanaman mete. Chipojola, F.M., W.F Mwase, M.B. Kwapata, J.M.
Penelitian pola tanam untuk mencari tanaman Bokosi, J.P. Njoloma and M.F. 2009.

172 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :166 - 174


Morphological characterization of cashew Maslahah N, J Pitono, M Syakir dan Siswanto.
(Anacardium occidentale L.) in four 2016. Biokonservasi lengas tanah pada pola
populations in Malawi African Journal of tanam jambu mete-kopi. Prosiding Forum
Biotechnology. 8 (20) : 5173-5181. Komunikasi Nasional Jambu Mete II. : p.
Daras U dan R. Zaubin. 2001. Pemupukan dan 99-106.
pemangkasan. Monograf jambu mente. Mulyono E dan D Sumangat. 2001. Pengolahan
Monograf (6) : 67-72. gelondong jambu mente, cairan kulit biji
Darwati I, Rosita S.M., Setiawan, dan H. mente (CNSL) dan pemanfaatannya.
Nurhayati. 2013. Identifikasi karakter Monograf jambu mente. Monograf (6):77-
morfo-fisiologi penentu produktivitas 96.
jambu mete (Anacardium occidentale). Jurnal Pitono dan Makoto. 2012. Safety and efficiency of
Littri 19 (4): 186-193. xylem water transport in two cashew
Dhalimi A. 2011. Inovasi teknologi budidaya (Anacardium occidentale L.) strains at the
tanaman dalam penerapan praktek seedling stage. Jurnal Littri 18 (4): 156- 161.
pertanian sehat (Good Agricultural Practice) Rosman R dan Y. Lubis. 1996. Aspek lahan dan
pada lada. Orasi Pengukuhan Profesor iklim untuk pengembangan tanaman
Riset. Badan Penelitian dan Pengembagan jambu mente. Prosiding Forum
Pertanian.47 hlm. komunikasi ilmiah komodititas jambu
Ditjenbun. 2012. Pedoman teknis penanganan mente. Balai Penelitian Tanaman Rempah
pasca panen jambu mete (Anacardium dan Obat. 242-250
occidentale L.). 67 hlm. Rosman R. 2010. Inovasi teknologi budidaya
Ditjenbun 2018. Statistik perkebunan Indonesia vanili berbasis ekologi. Orasi pengukuhan
2017-2019. Jambu mete. Direktorat Jenderal Profesor Riset. Badan Penelitian dan
Perkebunan. 31 hlm. Pengembangan Pertanian. 48 hlm
FAO. 2015. http://faostat.fao.org/site/567/ Rosman R. 2013. Pengelolaan tanaman
DesktopDefault.aspx?PageID=567#ancor seraiwangi sebagai sumber energi dan
diunduh tgl 29 September 2016. pakan ternak. Membumikan IPTEK
Gusmaini. 2010. Peningkatan produktivitas pertanian. Seri 2. :116-128.
jambu mete melalui teknologi Rosman R. 2016. Identifikasi dan karakterisasi
penyambungan (Grafting) dan rejuvinasi iklim lokasi pengembangan tanaman
tanaman jambu mete. Perk Teknologi TRO jambu mete di Indonesia. Bahan Seminar di
22 (1): 7-17. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Hadad E.A. dan R. Zaubin. 2001. Plasma nutfah Obat, Bogor/ Tanggal 23 November 2016. 6
tanaman jambu mente. Monograf Jambu hlm.
Mente. Monograf (6): 9-30. Rosman R. 2016a. Model simulasi kelayakan
Koerniati S, Ernawati dan O.U. Suryana. 1995. lahan untuk peremajaan dan
Jambu mente. Ed sus Littro 11(1):23-32. pengembangan tanaman jambu mete.
Litta M. 1996. Status pengembangan jambu mente Makalah Disampaikan Pada Forum
di Propinsi Sulawesi Tenggara. Prosiding Komunikasi Jambu Mete Nasional II
Forum Komunikasi Ilmah Komoditas tanggal 12-13 Oktober 2016. 9 hlm
Jambu Mete. Balai Penelitian Tanaman Rosman R. 2014. Model simulasi kelayakan lahan
Rempah dan Obat. p. 17-21. pengembangan lada organik. Prosiding
Lubis M.Y. 1996. Penelitian taknologi budidaya Seminar Nasional Pertanian Organik. 77-
tanaman jambu mete kasus Muna Sulawesi 82.
Tenggara. Prosiding Forum Komunikasi Rosman R. 2015. Analisa kebutuhan pupuk pada
Ilmah Komoditas Jambu Mete. Balai tanah latosol Sukamulya untuk tanaman
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. : p. lada. Prosiding Seminar Teknologi
86-95. Budidaya Cengkeh, Lada Dan Pala. 105-
110.

Peningkatan Produksi Jambu Mete Nasional Melalui Perbaikan Teknologi Budidaya Berbasis Ekologi 173
(ROSIHAN ROSMAN)
Sjafruddin M, Gatot K, dan M.T. Ratule. 1996. di lapangan pada musim kemarau. Bul
Keragaan pengembangan jambu mete di Littro 21 (1): 1-7.
Sulawesi Tenggara. Prosiding Forum Suryadi R. 2010. Peningkatan produktivitas
Komunikasi Ilmah Komoditas Jambu Mete. jambu mete melalui penerapan
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan pemangkasan dan pemupukan. Perk
Obat. p. 96-9103. Teknologi TRO 22 (1) : 19-25.
Sudjarmoko B. 2010. Analisis adopsi teknologi Thamrin M, Susanto S., Susila A.D. danSutandi
jambu mete di Nusa Tenggara Timur. Bul A. 2013. Hubungan konsentrasi hara
Littro 21 (1): 69-79. nitrogen, fosfor dan kalium daun dengan
Sudarto dan Putu C.A. 2016. Keragaan budidaya produksi buah sebelumnya pada tanaman
tanaman jambu mete di kabupaten Bima. jeruk pamelo. J Hort. 23 (3): 225-234.
Prosiding Forum Komunikasi Nasional Zaubin R. 2000. Penelitian Adaptif tanaman
Jambu Mete II. Balai Penelitian Tanaman jambu mente. Pemangkasan tanaman
Rempah dan Obat. p. 69-74. jambu mente di propinsi NTB dan NTT.
Supriadi H, U Daras, dan N Heryana. 2016. Laporan Tahunan Hasil Penelitian
Pengembangan bahan tanam ungguljambu Kerjasama Balittro Dan Bagian Proyek
mete dengan cara sambung pucuk P2RWTI.
(Grafting). Prosiding Forum Komunikasi Zaubin R dan R. Suryadi. 2003. Budidaya jambu
Nasional Jambu Mete II. p. 75-84. mente (Anacardium occidentale L). Circular
Suryadi R. 2010a. Pengaruh Sukrosa dan no 6. Balai Penelitian Tanaman Rempah
pengerodongan terhadap tingkat dan Obat. 29 hlm.
keberhasilan penyambungan jambu mete

174 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :166 - 174

Anda mungkin juga menyukai