Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak manusia pertama dapat membuat api, intoksikasi karbon monoksida telah
menjadi masalah. Masalah intoksikasi gas ini kian menjadi penting sejalan dengan
semakin majunya industrialisasi di suatu negara. 
Pada saat ini karbon monoksida merupakan gas beracun yang paling banyak
menimbulkan intoksikasi akut serta paling banyak menyebabkan kematian dibandingkan
dengan kematian akibat intoksikasi gas-gas lain. Kematian akibat intoksikasi gas CO
yang sering terjadi pada sekelompok orang sekaligus, seperti kematian enam orang di
dalam sel tahanan akibat gas CO dari generator, kematian beberapa mahasiswa di dalam
bis karena gas dari knalpot masuk kebagian belakang bis, kematian beberapa anggota
keluarga di dalam kamar tertutup dan lain-lain, memberikan efek yang dramatis bila
diberitakan di surat-surat kabar. 
Mula-mula disangka bahwa ekpos terhadap CO dengan kadar rendah/sedang yang
berlangsung berulang-ulang tidak punya efek terhadap fisiologi tubuh; tetapi ternyata
penyelidikan-penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa intoksikasi kronik dapat terjadi
dari dapat menimbulkan efek patologik yang cukup gawat. Okh karena itu perhatian
terhadap efek CO kadar rendah menjadi semakin besar, lebih-lebih setelah diketahui
bahwa : Merokok dapat menaikkan kadar COHb darah (Russell et al). Kadar-kadar COHb
dapat mencapai 6-9,6 % pada perokok-perokok yang berada dalam ruangan yang
mengandung CO 38 ppm sedang pada bukan perokok kenaikannya hanya sebesar 1,6-
2,6%.
Orang yang berada di jalan-jalan yang penuh dengan kendaraan bermotor juga
mempunyai kadar COHb yang meningkat. Jones et al (1972) menyelidiki kadar COHb
dalam darah sopir-sopir taksi di London. Ia menemukan bahwa pada sopir-sopir taksi
yang bukan perokok kadar COHb 1,4-3,0 % sedang pada sopir-sopir taksi yang perokok
kadarnya bisa mencapai 20 %. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di
jalan-jalan umum, serta tumbuhnya industrialisasi di negara kita, masalah ini akan lebih
sering kita jumpai di masa-masa yang akan datang.?
Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
dan tidak mengiritasi. Gas Karbon monoksida merupakan bahan yang umum ditemui di

1
industri. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor,
alat pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan karbon dan nyala api
(seperti tungku kayu), asap dari kereta api, pembakaran gas, asap tembakau. Namun
sumber yang paling umum berupa residu pembakaran mesin.1
Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan
menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat
pembuangan hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan karbon monoksida.
Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida. Pada daerah yang macet
tingkat bahayanya cukup tinggi terhadap kasus keracunan. Asap rokok juga mengandung
gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok biasanya terbentuk karboksi
haemoglobin tidak lebih dari 1 % tetapi pada perokok yang berat biasanya lebih tinggi
yaitu 5 – 10 %. Pada wanita hamil yang merokok, kemungkinan dapat membahayakan
janinnya. Asap rokok juga mengandung gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok
biasanya terbentuk karboksi haemoglobin tidak lebih dari 1 % tetapi pada perokok yang
berat biasanya lebih tinggi yaitu 5 – 10 %. Pada wanita hamil yang merokok,
kemungkinan dapat membahayakan janinnya.1

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan penjelasan tentang keracunan CO mahasiswa mengetahui asuhan
keperawatan pada pesien dengan kasus keracunan CO.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah diberikan penjelasan tentang keracunan Karbon Monoksida (CO), Mahasiswa
dapat mengetahui tentang :
1. Pengertian CO
2. Penyebab Keracunan CO
3. Tanda dan gejala keracunan CO
4. Penanganan keracunan CO

1.3 Manfaat penulisan


1. Tenaga Kesehatan
Bisa menambah pengetahuan, referensi dan perbendaraan tentang intoksikasi CO
kepada mayarakat awam.
2.  Bagi Mahasiswa

2
Bisa menambah pengetahuan, referensi, dan perbendaraan tentang intoksikasi CO dan
penanganannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Karbon Monoksida terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan
dengan satu atom oksigen. Karbon monoksida adalah racun yang tertua dalam sejarah
manusia. Karbon monoksida (CO) adalah gas yang dihasilkan dari pembakaran tak
sempurna, dimana terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran tersebut
Senyawa ini berbahaya karena dapat membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah
yaitu haemoglobin. 2

2.2. Sifat Fisik dan Kimia


Gas karbon monoksida (CO) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau dan
6
tak berasa, sedikit lebih ringan dari udara. Karbon monoksida mudah terbakar dan
menghasilkan lidah api berwarna biru, menghasilkan karbon dioksida.
Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan
dengan satu atom oksigen.
Berat atom : 28,0 amu
Titik cair : 68 K (-205oC)
Titik didih : 81 K (-192oC)
Kepadatan : 8,0 c 103 [kg/m3] (cair)
1,145 [kg/m3] (gas pada 298 K)
Daya Larut : 0,0026g dalam 100g air

Gambar 2.2. Ikatan kimia karbon monoksida (diambil dari images.google.com)

Walaupun ia bersifat racun, CO memainkan peran yang penting dalam teknologi


modern, yakni merupakan prekursor banyak senyawa karbon. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang sangat penting, sehingga banyak metode yang telah
dikembangkan untuk produksinya.2

4
Gas produser dibentuk dari pembakaran karbon di oksigen pada temperatur tinggi
ketika terdapat karbon yang berlebih. Dalam sebuah oven, udara dialirkan melalui kokas.
CO2 yang pertama kali dihasilkan akan mengalami kesetimbangan dengan karbon panas,
menghasilkan CO. Reaksi O2 dengan karbon membentuk CO disebut sebagai
kesetimbangan Boudouard.6
ASA (The Americans Standarts Association) memberi batas konsentrasi
minimum gas CO untuk menimbulkan gejala pada seseorang yaitu 100 ppm dengan
waktu pajanan/ papar (exposure time) sehari- hari tidak lebih dari 8 jam. Ini akan
menghasilkan pengikatan / saturasi hemoglobin sekitar 10-20% . konsentrasi maksimum
yang amsih diijinkan yaitu: 1: 10000 (di udara). Dosis letal adalah sekitar 1% di udara
sekitar 1,8 gram pada orang dengan berat 70 kg. Efek fisiologis racun ini sangat
ditentukan oleh konsentrasi dan waktu pajanan.2

2.3. Sumber Karbon Monoksida


Hasil pembakaran tidak sempurna dari senyawa organik (senyawa dengan unsur
karbon) misal asap kendaraan bermotor, gas untuk memasak, gas untuk menjalankan
refrigerator kuno, gedung atau hasil pembakaran batu bawa maupun ledakan ditambang.2
Karbon monoksida diproduksi di alam dari :
a. Sumber-sumber alami yaitu : gunung berapi, kebakaran hutan, sumber endogen
berupa penghancuran hemoglobin dalam badan yang menghasilkan CO ± 0,4 ml
per jam, yang menyebabkan darah akan mempunyai kadar normal COHh 0,5--
0,8%.
b. Sumber CO terbesar dalam alam ini adalah yang berasal dari man made CO
sebagai hasil proses teknologi. Tiap tahun manusia menghasilkan kira-kira 250
juta ton man made CO sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-
bahan organik seperti : minyak bumi, kayu, gas alam maupun gas buatan, bahan
peledak, batu bara.2
Beberapa sumber dibawah ini menunjukkan konsentrasi CO: 6
- Hasil Pembakaran mesin 3-7%
- Gas penerangan dari pabrik 20-30%
- Polusi udara 52%
- Asap rokok 5-10%
- Pada kebakaran mobil bisa sampai 8-40%

5
- Sedang dengan kasar CO-Hb diatas 60% dalam darah cepat menimbulkan
kematian.

2.4. Cara Kejadian Keracunan


1) Pada kasus bunuh diri, beberapa di antaranya menggunakan media kendaraan yang
menyala di ruang tertutup kemudian pelaku berada di dalam mobil dan tidur, atau
mengalirkan gas dari pipa alat elektronik (misalnya pemanas air) yang bocor di ke
dalam rumah yang tertutup. Karbon monoksida pada jarak jauh dapat membunuh
manusia.
2) Menggunakan kendaraan atau berada dekat kendaraan. Diesel menghasilkan CO
lebih sedikit dibandingkan bensin. CO seharusnya terurai ke atmosfer sehingga
penyebaran atau angka distribusi CO di kota besar berada dalam jumlah kecil. Tapi
penyebaran gas CO pada tempat yang kecil dan sempit akan sangat berbahaya.
Misalnya mobil berkapasitas 1500cc bensin berada di dalam garasi, dapat
menghasilkan CO dengan konsentrasi tinggi yang dapat mematikan dalam 10 menit.
Terbakarnya mesin kendaraan, dapat menyebabkan stupor dan koma. Efek CO juga
dapat mengenai supir atau pengendara kendaraan. Biasanya disebabkan oleh mesin
kendaraan yang rusak dan penyaring yang bocor, sehingga CO masuk ke dalam
kendaraan.
3) Alat-alat rumah tangga yang panas dapat menghasilkan gas CO. Gas alat rumah
tangga, khususnya pemanas air, dapat menghasilkan gas CO. Kebocoran pada mesin
dapat mengakibatkan penyebaran gas karbon monoksida pada kamar mandi tertutup.
4) Penyebab terbesar kematian pada suatu kebakaran rumah tidak disebabkan karena
terbakar tapi karena  menghirup asap. Keadaan fatal ini disebabkan karena keracunan
CO, walaupun gas-gas lain seperti sianida, phosgene dan acrolein juga turut berperan.
Kebanyakan korban dari kebakaran rumah ditemukan jauh dari pusat api. Proses
industri, terutama gas hasil pembuangan pabrik dapat menimbulkan keracunan
karbon monoksida khususnya pada pekerja besi dan baja. Proses industri lain seperti
metode “the Mond“ yang memproduksi nikel, juga menggunakan CO, sama seperti
pabrik batubara.
5) Dengan bertambahnya jumlah kendaraan maka penyebaran gas karbon monoksida
bercampur dengan polusi udara lainnya juga akan semakin meningkat. Kelompok-

6
kelompok masyarakat seperti tukang parkir dan supir kendaraan umum memiliki
resiko yang cukup besar untuk terpapar gas karbon monoksida.

2.5. Mekanisme
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu
kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia.
Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses
pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan
menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan
fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia.
Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas
transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat
seluler. Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang
paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak
dan jantung.
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat
dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan
pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.
Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh
gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang
menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat
daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang
terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun. CO
mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang
menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan.
Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang menyebabkan kegagalan
respirasi di tingkat seluler. CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya
ikat lebih lemah dari oksigen, diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa
penelitian mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan
perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat
dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien menunjukkan gangguan

7
sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba. Hal ini menyebabkan edema
dan dan nekrosis fokal.
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari
platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi
100 ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri.
CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan
adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 – 90
menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100%
dapat menurunkan waktu paruh sampai 15-23 menit.7

2.6. Gejala Klinis


Misdiagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada
pasien. Gejala-gejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada
anamnesa secara spesifik didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang
muncul sering tidak sesuai dengan kadar HbCO dalam darah. Penderita trauma inhalasi
atau penderita luka bakar harus dicurigai kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia,
takipnea. Pada kulit biasanya didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry,
bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula.7
Studi oleh Haldane dan Killick mungkin memberikan penjelasan paling baik dari
efek keterpaparan karbon monoksida (CO), seperti pada tabel 2.6. Gejalanya, pada saat
muncul biasanya bersifat progresif, dan kira-kira sebanding dengan kadar CO darah.
Pada awalnya, tanda dan gejala seringkali sulit dipisahkan. Pada kadar saturasi
karboksihemoglobin 0 – 10%, umumnya tanpa gejala. Pada seseorang yang istirahat,
kadar CO dari 10 sampai 20% sering tidak bergejala, kecuali sakit kepala. Akan tetapi,
jika diuji orang ini akan menunjukkan pelemahan dalam melakukan tugas-tugas
kompleks. Haldane mengamati tidak ada efek nyeri pada kadar mencapai 18 – 23 %.
Gejala Killick dapat diabaikan pada kadar di bawah 30%, meskipun demikian kadar
antara 30 – 35%, dia menunjukkan sakit kepala disertai denyutan dan perasaan penuh di
kepala. Kadar CO antara 30 – 40%, ada sakit kepala berdenyut, mual, muntah, pingsan,
dan rasa mengantuk pada saat istirahat. Pada saat kadarnya mencapai 40%, penggunaan
tenaga sedikit pun menyebabkan pingsan. Denyut nadi dan pernapasan menjadi cepat.
Tekanan darah turun. Kadar antara 40 – 60%, ada suatu kebingungan mental, kelemahan,
dan hilangnya koordinasi. Haldane pada kadar 56% tidak mampu berjalan sendiri tanpa

8
bantuan. Pada kadar CO 60% dan seterusnya, seseorang akan hilang kesadaran,
pernapasan menjadi Cheyne-Stokes, terdapat kejang intermitten, penekanan kerja jantung
dan kegagalan pernapasan, dan kematian. Dapat disertai peningkatan suhu tubuh.3,6

Tabel 2.6. Konsentrasi CO dalam darah dan gejala yang ditimbulkan

Konsentrasi CO dalam darah5 Gejala-gejala


Kurang dari 20% Tidak ada gejala
20% Nafas menjadi sesak
30% Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernafasan
meningkat sedikit
30% – 40% Sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat,
lemah, hilang daya koordinasi gerakan
40% - 50% Kebingungan makin meningkat, setengah sadar
60% - 70% Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol faeces dan
urin
70% - 89% Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena
kegagalan pernafasan

2.7. Kadar Fatal Karbon Monoksida


Kadar karbosihemoglobin pada seseorang yang meninggal karena keracunan CO
dapat sangat bervariasi, tergantung pada sumber CO, keadaan sekitar tempat kematian,
dan kesehatan orang tersebut. Pada orang tua, dan juga menderita penyakit berat seperti
penyakit arteri koroner atau penyakit paru obstruktif kronik, saturasi serendah 20 – 30%
dapat bersifat fatal. Kadar karboksihemoglobin dalam rumah yang terbakar rata-rata
57%, pada umumnya dengan kadar karbon monoksida 30 – 40%. Sebaliknya, seseorang
yang meninggal karena menghirup gas knalpot kadarnya kebanyakan melebihi 70%,
rata-rata 79%. Kadar rendah pada seseorang yang meninggal karena menghirup gas
knalpot dapat ditemukan jika mobil berhenti setelah korban berada dalam kondisi koma
yang ireversibel tetapi masih terus bernapas, dimana hal ini secara perlahan akan
menurunkan konsentrasi karboksihemoglobin mereka meskipun terjadi cedera hipoksia
ireversibel di otak. Waktu paruh karbon monoksida, jika menghirup udara ruangan yang
rata dengan air laut yaitu sekitar 4 – 6 jam. Terapi oksigen mengurangi eliminasi waktu
paruh, tergantung pada konsentrasi oksigennya. Eliminasi waktu paruh dengan terapi
oksigen dipendekkan menjadi 40 – 80 menit dengan menghirup oksigen 100% pada 1

9
atm, dan menjadi 15 – 30 menit dengan menghirup oksigen hiperbarik. Jika seseorang
masih bertahan hidup saat sampai di ruang gawat darurat, penggunaan oksimeter nadi
tidak dapat dipercaya untuk menentukan secara akurat kadar oksigenasi. Alat ini tidak
dapat membedakan antara karboksihemoglobin dengan oksihemoglobin pada panjang
gelombang yang biasa digunakan.3
2.8. Gejala kronis. 6
- Adanya kelemahan otot-otot
- Gangguan traktus gastrointestinalis, seperti: diare, muntah- muntah
- Daya ingat menurun
- Kulit pucat
- Kadar Hb meningkat sebagai kompensasi, gangguan psikis serta konvulsi

2.9. Diagnosa banding. 6


- Alkoholisme
- Perdarahan cerebral
- Coma diebeticum/ uremicum
- Keracunan narkotika
- Keracunan senyawa nitrat

2.10. Pemeriksaan Pada Korban


Temuan Otopsi
Temuan otopsi pada kematian karena CO ciri khasnya sangat jelas. Pada ras
Kaukasian, kesan yang pertama kali tampak pada tubuhnya yaitu orang tersebut
kelihatannya sangat sehat. Corak kulit yang berwarna pink disebabkan oleh
pewarnaan jaringan oleh karboksihemoglobin, yang memiliki ciri khas dengan
tampilan cherry-red (merah cherry) atau pink terang yang dapat terlihat pada jaringan,
seperti pada gambar 2.10. Lebam mayat berwarna merah cherry mendukung diagnosis
bahkan sebelum mengotopsi korban. Akan tetapi, harus disadari bahwa warna ini
dapat juga ditimbulkan oleh keterpaparan tubuh dalam jangka lama dengan
lingkungan dingin (ataupun di tempat kematian atau dalam rumah kematian dengan
pendingin) atau keracunan sianida. Pada orang kulit hitam, warna tersebut terutama
tampak di konjungtiva, kuku, dan mukosa bibir. 3

10
Gambar 2.10 Kulit cherry red pada jenazah korban keracunan CO (diambil dari
images.google.com)

Pada pemeriksaan dalam, otot dan organ dalam akan tampak berwarna merah-
cherry terang. Warna pada organ dalam ini akan menetap meskipun jaringannya
diambil dan dimasukkan ke dalam formaldehid. Balsem mayat juga tidak akan
merubah warna organ dalam tersebut. Darah yang diambil dari pembuluh darah juga
akan memiliki ciri khas warna ini. Bagaimanapun, hal ini tidak akan berubah. Salah
seorang penulis mengotopsi seseorang dengan kadar karboksihemoglobin 45%
dimana ciri khas warna ini tidak didapatkan. Dia pada mulanya mencurigai penyebab
kematian orang tersebut karena penyakit jantung. Orang tersebut sepertinya memiliki
”corak kulit yang sehat”. Akan tetapi, kecurigaan penulis ini cukup dibangun untuk
membuat penentuan karbon monoksida. Kematian disebabkan oleh CO yang
dihasilkan oleh adanya kebocoran pada alat penghangat dalam rumah. 3
Pada beberapa orang, kematian akibat keracunan karbon monoksida tidak terjadi
dengan segera. Pada beberapa kasus, jika produksi karbon monoksida meningkat
setelah terjadinya koma ireversibel, orang tersebut akan menghilangkan karbon
monoksida secara bertahap dari tubuhnya, meskipun sudah terjadi kerusakan yang
ireversibel. Demikian, penulis telah melihat orang-orang meninggal akibat keracunan
karboksihemoglobin yang menunjukkan kadar karboksihemoglobin rendah atau
bahkan negatif pada otopsi. Dalam hal yang demikian diagnosis dibuat berdasarkan
pemeriksaan luar (tampilan) korban. Sebagai contoh, seorang lelaki ditemukan
meninggal dalam sebuah mobil yang diparkir. Starter dalam posisi on dan tangki
bensin kosong. Otopsi dan analisis toksikologi lengkap tidak berhasil mengungkap
penyebab kematian. Akan tetapi, pemeriksaan pada mobil menunjukkan adanya

11
kerusakan dalam sistem kanlpot, dengan begitu CO dengan konsentrasi tinggi akan
terbentuk dalam mobil pada saat mobil dihidupkan. 3
Karbon monoksida dapat lolos dari ibu ke dalam darah janin. Konsentrasi
karboksihemoglobin (COHB) janin tergantung pada persentase saturasi hemoglobin
ibu terhadap CO. Saturasi hemoglobin janin terhadap CO ketinggalan dibelakang
saturasi hemoglobin ibu oleh karena disosiasi karboksihemoglobin ibu yang lambat.
Akan tetapi, setelah beberapa saat keseimbangan akan tercapai. Hasil akhirnya adalah
COHB janin 10% lebih tinggi dibandingkan COHB ibu. Karbon monoksida dapat
menyebabkan kematian janin dalam rahim meskipun ibunya mungkin selamat.
Otak merupakan organ yang paling sensitif terhadap kerja karbon monoksida.
Kerusakan otak ciri khasnya adalah terlokalisasi pada area selektif tertentu. Jika
kematian tidak terjaadi dengan segera, kerusakan pada daerah ini bisa bertambah
dalam beberapa jam dan hari. Karbon monoksida menghasilkan kerusakan selektif
pada subtansia abu-abu otak. Nekrosis bilateral pada globus pallidus merupakan lesi
paling khas, meskipun area lain dapat terkena, termasuk korteks otak, hipokampus,
otak kecil, dan subtansia nigra. Akan tetapi, lesi pada globus pallidus tidak spesifik
dan dapat juga dijumpai pada kasus overdosis obat-obatan.3
2.11. Pemeriksaan Penunjang. 6
a. Pemeriksaan laboratorium.
Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus.
Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut.
Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar,
khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak
paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan
ringan kadar CO sampai 10%. Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat
tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak
akurat menggambarkan derajat keracunan CO atau terjadinya hipoksia seluler.
Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melaui PaO2 yang sering
dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam
darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.

b. Pemeriksaan Toksikologi
 Pengambilan sampel darah

12
Pada korban hidup sample darah diambil dari vena secepat mungkin karena
ikatan CO-Hb cepat terurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh. Pada korban
yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum terjadi proses pembusukan,
sebab:
a. Post mortem tidak terbentuk ikatan CO- Hb yang baru
b. Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb yang telah
terjadi.6
Analisa darah korban keracunan CO
1. Analisa kualitatif
 Alkali dilution test
Penentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-Hb dengan
kadar lebih dari 10% dalam darah
Cara kerja:
- Masukkan darah korban 2-3 tetes dalam tabung reaksi I encerkan
dengan aquadest sampai volume 15 ml
- Pada masing- masing tabung reaksi (setelah homogen) tambahkan 5
tetes larutan natrium hidroksida 10% amati perubahan yang terjadi
Penilaian:
- Darah normal/ kontrol (tabung reaksi II) segera berubah warna dari
merah muda menjadi coklat kehijauan dalam waktu kurang dari 30
detik, karena terbentuknya alkali hematin
- Darah korban ( tabung rekasi I) perubahan warna seperti diatas
membutuhkan waktu lebih besar dari 30 detik, karena sudah terjadi
ikatan CO-Hb
- Test positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari 30 detik
Syarat darah kontrol:
- Bukan darah fetus
- Bukan darah perokok (mempunyai tendensi kadar CO cukup tinggi)
2. Analisa kuantitatif
a. Van Slyke manometric method
b. Reduksi palladium chloride
c. Cara instrumental lainnya.6

13
c. Pemeriksaan imaging.
X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus
keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan xfoto
thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance,
perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih
jelek.
CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan
berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan
cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa
didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis.
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi
lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up
pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental
yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-
anak yang menderita keracunan gas CO.7
d. Pemeriksaan lainnya.
Elektrokardiogram. Sinus takikardi adalah ketidaknormalan yang sering
didapatkan. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia iskemia atau infark.
Bahkan pasien dengan kadar HbCO rendah dapat menyebabkan kerusakkan yang
serius pada pasien penderita penyakit kardiovaskuler. Pulse oximetry. Cutaneus pulse
tidak akurat untuk mengukur saturasi hemoglobin yang dapat naik secara semu karena
CO yang mengikat hemoglobin. Cooximetry (darah arteri) menggunakan tehnik
refraksi 4 panjang gelombang dapat secara akurat mengukur kadarHbCO.7

2.12. Penatalaksaan
1. Perawatan sebelum tiba di rumah sakit
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen
dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan
terhadap peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban kebakaran
dan inhalasi asap. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih
akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda
pemberian oksigen untuk melakukan pemeriksaan pemeriksaan tersebut. Jika
mungkin perkirakan berapa lama pasien mengalami paparan gas CO. Keracunan CO

14
tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai di rumah
sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari kecacatan.
2. Perawatan di unit gawat darurat
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala
dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien yang
mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%.
Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan
pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk
pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya
gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam
waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya
dikirim ke unit hiperbarik. Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra
cranial dan tekanan darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan
pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat
dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya
asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.7

15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan non-iritatif, yang densitasnya relatif sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan udara. Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran,
knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari
produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Penyebab utama dari kematian
monoksida karena struktur kebakaran dirumah atau gedung lain,penyebab terbesar
kematian pada kebakaran rumah tidak disebabkan karena terbakar tapi karena
menghirup asap. Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan
oleh gangguan transportasi oksigen. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi,
hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada kulit biasanya didapatkan wama
kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema
dan bula. Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen
dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada pasien
dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Pemberian oksigen 100 %
dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda keracunan dan kadar
HbCO turun dibawah 10%.

3.2. Saran
1. Jangan menggunakan generator di dalam ruangan atau ruangan yang tertutup
sebagian / penuh, seperti garasi dan ruangan bawah tanah. Pintu dan jendela yang
dibuka dapat mencegah akumulasi karbon monoksida. Pastikan generator mempunyai
jarak minimal 1 meter pada ruangan yang terbuka di segala sisinya untuk memastikan
ventilasi yang memadai.
2. Jangan menggunakan generator diluar ruangan, jika peletakannya dekat dengan pintu,
jendela atau lubang ventilasi yang dapat mengakibatkan CO masuk dan berakumulasi
pada ruangan yang terhuni oleh manusia.

16
3. Jika menggunakan pemanas ruangan dan tungku, pastikan bahwa peralatan tersebut
bekerja dalam kondisi yang baik untuk mencegah timbulnya CO dan jangan pernah
menggunakannya pada ruangan tertutup atau dalam ruangan.
4. Pertimbangkan untuk mengganti peralatan yang berbahan bakar bensin dengan
peralatan yang dijalankan oleh listrik atau udara bertekanan, jika tersedia.
5. Periksa sistem pembuangan pembakaran mobil dan sistem pendingin udara anda
setahun sekali, kebocoran dalam system kecik tersebut dapat mengakibatkan
masuknya CO ke dalam mobil. Periksa sistem AC mobil untuk memeriksa kebocoran
yang mungkin terjadi.
6. Jangan nyalakan mobil di dalam garasi yang tertutup rapat.
7. Jika anda mengalami gejala keracunan CO, segera keluar untuk mendapatkan udara
segar dan cari bantuan dari poliklinik terdekat.

17
TINJAUAN PUSTAKA

1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Ilmu


Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Jakarta.
2. Cumbritsz. 2010. Makalah intoksikasi CO. Diakses dari
http://phicumbritz.blogspot.com/2010/12/makalah-intoksikasi-co.html. 18 November
2013.
3. Pustaka Medika Indo. 2011. Keracunan Karbon Monoksida . Diakses dari
http://cetrione.blogspot.com/2008/12/keracunan-co.html. 17 November 2013.
4. Riyawan, Edy. 2013. Makalah Kegawatdaruratan Keracunan CO dan IFO. Diakses dari
http://gameriyawan.blogspot.com/p/makalah-keracunan-co-dan-ifo.html. 18 November
2013.
5. Sentra Informasi keracunan Nasional Badan POM. 2011. Keracunan Karbon Monoksida.
Diakses dari http://ik.pom.go.id/wp
content/uploads/2011/11/KARACUNAN_KARBON_MONOKSIDA.doc. 17 November
2013.
6. Sudjana, Putu. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
7. Tomie Hermawan Soekamto, David Perdanakusuma Departemen, Smf Ilmu Bedah
Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rsud Dr. Soetomo Surabaya,
Intoksikasi Karbon Monoksida. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO
%20Intoxication.pdf. 18 November 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai